STUDI KASUS 1
DIABETES MELLITUS
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya. sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Studi Kasus Diabetes Mellitus”. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi dalam makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Biokimia Klinik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Pemecahan Studi Kasus bagi para pembaca dan juga
penulis.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
iii
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
menumpuk di dalam tubuh akibat akumulasi asam lemak. Aseton dapat dibuat
dari asam asetoasetat, dan asam beta hidroksibutirat dapat dibuat dari karbon
dioksida. Ketiga zat tersebut disebut sebagai badan keton (Pina Martini and
Parwati, 2023).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium pasien.
2. Mengetahui tanda dan gejala yang dialami oleh pasien.
3. Mengetahui faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan pasien
mengalami hal tersebut.
4. Mengetahui sampel spesimen apa yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
laboratorium pasien.
5. Mengetahui persiapan pasien dalam melakukan pemeriksaan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
American Diabetes Assosiation (ADA) membuat klasifikasi empat klinis
gangguan intoleransi glukosa yaitu:
3
3) Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
GDM adalah diabetes yang didiagosis selama kehamilan yang
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah diatas normal).
Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilann dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2017).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi
karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan
mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh (ADA, 2015)
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa
terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun
glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan menyebabkan
hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di
hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan
dapat menyerap kembali semua glukosa yang telah disaring (Asman, 2016).
4
insulin). Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan
keadaan hiperglikemi ini, karena ambana hatae reshcomes minial untuk mila
darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang batas ini, ginjal tidak bisa
menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehingga
kelebihan glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama dengan urin yang disebut
dengan glukosuria (Isnaini, 2018).
5
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakitini (Anggit, 2017)
2.6 Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain:
6
2.7 Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar gula darah adalah suatu pengukuran langsung terhadap
keadaan pengendalian kadar gula darah pasien pada waktu tertentu saat dilakukan
pengujian. Ada beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa darah, antara lain:
7
Merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan pada
semua tipe diabetes mellitus terutama untuk mengetahui status glikemik
jangka panjang karenaa hasilnya sangat akurat (Dewi, 2018).
8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
3.1.1 Identitas
Nama : JN
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 55 tahun
Berat badan : 80 kg
Tinggi : 152 cm
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Pasien sering berkemih saat malam hari, sering merasa haus dan
mengalami penurunan berat badan padahal nafsu makannya
meningkat.
2) Riwayat kesehatan pasien
Pasien datang ke RS UNNES dengan kondisi :
Kadar gula darah sewaktu : 600 mg/dl
Kadar glukosa puasa : 202 mg/dl
Urine output : 140 mL/jam
Keton urin : 4+
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien kemungkinan jarang melakukan pemeriksaan kadar gula darah
sehingga kadar glukosa darah sangat tinggi dari batas normal.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Diketahui bahwa ayah pasien menderita diabetes sejak 10 tahun yang
lalu.
9
3.2 Hasil Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan Laboratorium didapatkan bahwa :
No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Interpretasi
1 Gula darah sewaktu 600 mg/dl Hiperglikemia
Normal (<200 mg/dl)
2 Gula Darah Puasa 202 mg/dl Hiperglikemia
Normal (<126 mg/dl)
3 Urine Output 140 mL/jam Normal
Normal (80-160 mL)
4 Keton Urine 4+ Urine mengandung
keton
10
dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar
glukosa dalam darah cukup tinggi sehingga
pasien merasa sering lapar dan lemas
(PERKENI, 2015).
4 Penurunan berat Turunnya berat badan pada pasien dengan
badan diabetes melitus disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak dan
protein sebagai energi (Anggit, 2017).
5 Ketonuria Urine positif mengandung keton.
11
3.5 Sampel Spesimen Pemeriksaan
Sampel spesimen dari Ny.JN (55 thn) yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
glukosa dalam tubuhnya dapat menggunakan spesimen darah utuh, serum, dan
plasma dengan antikoagulan heparin, EDTA, oksalat, dan fluoride yang dapat
didapatkan dari plasma vena maupun darah kapiler (Aini, 2022) .
1) Serum
Serum darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama
20-30 menit, kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 10-15 menit.
Pemisahan serum dilakukan kurang dari 2 jam setelah pengambilan
spesimen, kecuali untuk pemeriksaan gula darah pemisahan dilakukan
kurang dari 30 menit setelah darah membeku. Serum yang memenuhi
syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh. Plasma darah
2) Plasma darah
Plasma Darah dapat dipisahkan di dalam sebuah tuba berisi darah segar
yang telah dibubuhi zat anti-koagulan yang kemudian diputar sentrifugal
sampai sel darah merah jatuh ke dasar tuba, sel darah putih akan berada di
atasnya dan membentuk lapisan buffy coat, plasma darah berada di atas
lapisan tersebut dengan kepadatan sekitar 1025 kg/m3.
3.6 Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan gula darah sewaktu dilakukan tanpa persiapan yang bertujuan
untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu
setelah makan. Persiapan sampel tes glukosa darah Sewaktu yaitu :
a. Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
b. Sampel tes sering atau dikontrol DM : plasma vena, serum/darah kapiler.
Sampel tes diagnostik : plasma vena.
c. Sampel plasma stabil kurang dari 1 jam. Bila lebih dari 1 jam akan
mengakibatkan konsentrasi glukosa turun.
d. Sampel serum stabil kurang dari 2 jam
Persiapan tes glukosa saat puasa yaitu :
a. Pasien dianjurkan berpuasa 8-12 jam
b. Obat yang dikonsumsi pasien
c. Untuk sampel darah, pasien tidak boleh minum obat 4-24 jam
d. Untuk spesimen urin, pasien tidak boleh minum obat 48-72 jam
12
e. Untuk pengobatan yang tidak mungkin dihentikan diberi tanda khusus oleh
pekerja laboratorium
f. Menghindari aktivitas fisik seperti olahraga
g. Memperhatikan efek postur, dianjurkan duduk dengan tenang 10
sampai 15 menit kemudian spesimen diambil
3.7 Pembahasan
Pada kasus diatas diketahui pasien dateng ke RS UNNES dengan keluhan
sering berkemih saat malam hari, sering merasa haus dan mengalami penurunan
berat badan padahal nafsu makannya meningkat. Kemudian pasien mengatakan
bahwa memiliki riwayat keluarga yang mengalami diabetes mellitus sehingga
pasien selanjutnya melakukan pemeriksaan laboraturium meliputi GDS, GDP,
urine output dan keton pada urine.
13
bisa dilakukan proses penyaringan oleh ginjal, hal ini disebabkan kurangnya
hormon insulin yang dapat mengubah glukosa menjadi glikogen (Novrilia, 2019).
Namun pada kasus ini Ny. JN menggunakan sampel spesimen darah untuk
mengetahui kadar glukosa sedangkan spesimen urine untuk mengetahui adanya
kandungan keton pada urine. Didapatkan hasil bahwa kadar glukosa darah
sewaktu dan puasa adalah 600 mg/dl dan 202 mg/dl dimana apabila pasien normal
GDS tidak lebih dari 200 mg/dl sedangkan GDP tidak lebih dari 126 mg/dl
sehingga dari pemeriksaan laboraturium tersebut diduga pasien didiagnosis
diabetes mellitus tipe 2 dikarenakan usia pasien yang melebihi 45 tahun dan
memiliki riwayat keluarga yang mengalami diabetes mellitus. Namun untuk lebih
yakin pasien mengalami diabetes mellitus tipe 1 atau 2 maka diperlukan
pemeriksaan lanjutan seperti pmeriksaan Hba1C, antibodi dan C peptida. Selain
hasil glukosa darah yang tinggi, pasien juga memiliki kandungan keton pada urine
dimana hal tersebut tidak normal dikarenakan keton hanya akan dibentuk saat
terjadi defisiensi karbohidrat dan tidak dibentuknya energi dari glukosa.
Poliuria yaitu keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga
tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan
urin yang dikeluarkan mengandung glukosa. dikeluarkan melalui urine. Guna
menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan menyerap air
sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil.
Polidipsia yaitu rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.
14
Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus
sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar dan
air dalam jumlah banyak.
Polifagia atau merasa cepat lapar dan lemas disebabkan karena insulin
menjadi bermasalah sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan
energi yang dibentuk pun menjadi kurang menyebbakan mengapa pasien merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga pasien berfikir
bahwa kurang energi disebabkan karena kurangnya asupan makan, kemudian
tubuh pasien akan berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan
alarm rasa lapar.
15
memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan
memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Nuraisyah, 2017).
Selain itu pasien juga mengelami obesitas dengan IMT pasien melebihi 23
yaitu 34,6. Indeks massa tubuh dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
terjadinya diabetes mellitus, hal tersebut dikarenakan obesitas dapat menyebabkan
meningkatnya asam lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel dimana apabila
terjadi peningkatan FFA akan menyebabkan menurunnya pengambilan glukosa ke
dalam membran plasma, dan akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada
jaringan otot dan adiposa (Isnaini, 2018). Beberapa faktor lain yang kemungkinan
mempengaruhi terjadi diabetes mellitus adalah gaya hidup yang kurang sehat
seperti jarang olahraga dan pola makan yang tidak sehat selain itu tekanan darah
tinggi atau hipertensi juga berpengaruh.
16
Setelah pasien memeersiapkan diri, selanjutnya terdapat persiapan sampel
tes glukosa darah dimana pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari
kemudian untuk sampel tes dikontrol DM menggunaka plasma vena, serum/darah
kapiler sedangkan untuk sampel tes diagnostik dapat menggunakan plasma vena.
Llau sampel plasma harus diperiksa kurang dari 1 jam setelah pengambilan
dikarenakan apabila lebih dari 1 jam akan mengakibatkan konsentrasi glukosa
turun sedangkan sampel serum dapat tetap stabil kurang dari 2 jam.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. JN didapatkan Nilai GDS, GDP dan keton
urin tidak normal atau melebihi nilai normal yang telah ditentukan. Sehingga,
kemungkinan besar Ny. JN menderita diabetes mellitus (DM).
2. Gejala yang dirasakan Ny. JN adalah Poliphagia (banyak makan), Polidipsia
(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari),
Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat. Sedangkan,
tanda yang terjadi adalah kadar gula darah sewaktu sebesar 600 mg/Dl, kadar
glukosa puasanya 202 mg/Dl, urine output 140 mL/jam dan keton urin (4+).
3. Faktor yang menyebabkan Ny. JN mengalami hal tersebut : riwayat penyakit
keluarga, obesitas, usia, gaya hidup, pola makan dan juga tekanan darah tinggi.
4. Sampel spesimen yang dibutuhkan darah utuh, serum, dan plasma dengan
antikoagulan heparin, EDTA, oksalat, dan fluoride yang dapat didapatkan dari
plasma vena maupun darah kapiler ataupun dapat menggunakan urine.
5. Persiapan pasien untuk pemeriksaan laboraturiu tergantung dengan jenis
pemeriksaan apabila GDP maka pasien harus puasa 8-12 jam sedangkan GDS
tidak memerlukaan puasa.
4.2 Saran
Untuk pasien yang terdiagnosa penyakit Diabetes Mellitus untuk selalu
melakukan pengukuran secara rutin setiap bulan, sehingga bila terjadi
hiperglikemia atau kadar gula darah meningkat bisa segera ditindak lanjuti;
Perlunya diadakan penyuluhan tentang informasi kesehatan serta komplikasi
yang ditimbulkan sehingga bisa lebih waspada.
18
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, P. P. (2018). Mengenal Beta Keton, Penanda Diabetes Tipe 1 pada Sensor
Elektrokimia. Majalah Farmasetika, 3(1), pp. 20-22.
Azizah, N. (2018). Gula Darah Puasa Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2
Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. 12(December), 25–32
Dewi, R. 2018. Blood Glucose, Blood Pressure And Hba1c To Diabetes Melitus
Type 2. Ijonhs. 3(1): 37-41.
19
Isnaini, N. (2018). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II. Jurnal Keperawatan. 14(1). pp. 59-68.
Khaira, A.P. and Handayani, A. (2021). Hubungan Produksi Urin dengan Saturasi
Oksigen Terhadap Kematian Selama Perawatan Pasien Gagal Jantung
Akut. Jurnal Ilmiah Kohesi. 5(4), pp. 60-67.
Nuraisyah, F. (2017). Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe II. Jurnal Keperawatan.
13(2). 120-127.
Novrilia, S. (2019). Gambaran Hasil Pemeriksaan Glukosa Urin Menggunakan
Metode Benedict Dan Carik Celup pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD
Kendari. 2(1), 12-17
PERKENI. (2011). Konsensus DM Tipe 2 Indonesia. In PERKENI. pp. 13-22.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia.
Pina Martini, N.P. and Parwati, P.A. (2023) „Hubungan Keton Urine Dengan
Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Laboratorium Klinik
Prodia Denpasar‟, Jurnal Analis Kesehatan Kendari, V(2), pp. 42–46.
Rahmasari, I. and Wahyuni, E.S. (2019) „Efektivitas Memordoca Carantia (Pare)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah‟, Infokes, 9(1), pp. 57–64.
Restyana, F. (2015). Diabetes Mellitus Tipe 2: J Majorit:4(5):93-101
Pramesti, N. L. G. (2020). Pemeriksaan BSN, BS2JPP dan Glukosa Urin Untuk
Membantu Menegakkan Diagnosis Penyakit Diabetes Melitus.
International Journal of Applied Chemistry Research, 2(2), pp. 28-32.
Setyorogo, S. and Trisnawati, S.. (2013) „Faktor Resiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012‟, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), pp. 6–11..
Soegondo, dkk, editors, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007: 245
World Health Organization (WHO) (2014) Classification of Diabetes.
Yusnanda, F., Rochadi, R.K. and Maas, L.T. (2019) „Pengaruh Riwayat Keturunan
terhadap Kejadian Diabetes Mellitus pada Pra Lansia di BLUD RSUD
Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2017‟, Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 4(1), p. 18. Available at:
https://doi.org/10.33143/jhtm.v4i1.163.
20