Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BIOKIMIA KLINIK

STUDI KASUS 1
DIABETES MELLITUS

Dosen Pengampu:

Annisa Aulia Savitri S.Farm., M.Clin.Pharm.

Lindra Anggorowati S.K.M., M.P.H.

Disusun oleh:

Kelompok 1 Kasus 1/ Rombel BC

Kanaya Happy Tabitha (4313422102)


Amiruliza Zirlyvera (4313422103)
Putri Febriana W. (4313422106)
Jessica Meiranda Fevi (4313422107)
Laela Raihan Marsha (4313422110)
M. Al Muhtaji Ardabili (4313422111)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya. sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Studi Kasus Diabetes Mellitus”. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi dalam makalah ini.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Biokimia Klinik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Pemecahan Studi Kasus bagi para pembaca dan juga
penulis.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Penulis berharap informasi-informasi
yang terdapat dalam makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Semoga pembaca
dapat memahami isi dari makalah ini.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih


terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semarang, 25 November 2023

Kelompok Penyusun Makalah Studi kasus 1

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

2.1 Definisi ..................................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi .................................................................................................. 3

2.3 Etiologi dan Patifisiologi .......................................................................... 4

2.4 Faktor Risiko ............................................................................................ 5

2.5 Manifestasi Klinik .................................................................................... 6

2.6 Komplikasi ................................................................................................ 6

2.7 Pemeriksaan ............................................................................................... 7

2.8 Pengobatan dan Pencegahan ..................................................................... 8

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 9

3.1 Kasus ........................................................................................................ 9

3.2 Hasil Pemeriksaan .................................................................................. 10

3.3 Tanda dan Gejala Kinis .......................................................................... 10

3.4 Faktor faktor pencetus pasien mengalami diabetes melitus : ................. 11

3.5 Sampel Spesimen Pemeriksaan ............................................................... 12

3.6 Metode Pemeriksaan .............................................................................. 12

3.7 Pembahasan ............................................................................................ 13

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 18

iii
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18

4.2 Saran ....................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara yang menduduki rangking keempat dari
jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.
Selain itu, penderita DM di Indonesia diperkirakan akan meningkat pesat hingga
2-3 kali lipat pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2000. Ditambah penjelasan
data WHO (World Health Organization) bahwa, dunia kini didiami oleh 171 juta
penderita DM (2000) dan akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta pada tahun 2030.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa
estimasi terakhir IDF (International Diabetes Federation) pada tahun 2035
terdapat 592 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia (Muliani, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula darah akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja
atau keduanya (Yusnanda, Rochadi and Maas, 2019). Diabetes Mellitus (DM)
adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala
yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Mellitus yaitu polidipsia, polyuria,
polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan (Rahmasari and Wahyuni,
2019).
Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe I,
Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes
Mellitus Tipe lainnya. Jenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah
Diabetes Mellitus Tipe 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gulah darah akibat penurunan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi
insulin) (Setyorogo and Trisnawati, 2013).
Glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurangnya hormon insulin pada
penderita diabetes melitus menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai
sumber energi. Hasil pemecahan lemak yaitu badan keton yang apabila berlebihan
dapat terdeteksi dalam urin yang disebut dengan ketonuria. Asam asetoasetat akan

1
menumpuk di dalam tubuh akibat akumulasi asam lemak. Aseton dapat dibuat
dari asam asetoasetat, dan asam beta hidroksibutirat dapat dibuat dari karbon
dioksida. Ketiga zat tersebut disebut sebagai badan keton (Pina Martini and
Parwati, 2023).

Gula darah sewaktu (GDS) merupakan parameter pemeriksaan kadar gula


darah yang dapat diukur setiap saatu, tanpa memperhatikan waktu pasien terakhir
kali makan. Sedangkan gula darah puasa (GDP) adalah parameter pemeriksaan
kadar gula darah yang diukur setelah pasien berpuasa setidaknya 8 jam (Andreani,
Belladonna and Hendrianingtyas, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hasil pemeriksaan laboratorium pasien?
2. Apa saja tanda dan gejala yang dialami pasien?
3. Faktor apa yang dapat menyebabkan pasien mengalami hal tersebut?
4. Apa sampel spesimen yang dibutuhkan untuk pemeriksaan laboratorium ?
5. Bagaimana persiapan pasien dalam melakukan pemeriksaan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium pasien.
2. Mengetahui tanda dan gejala yang dialami oleh pasien.
3. Mengetahui faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan pasien
mengalami hal tersebut.
4. Mengetahui sampel spesimen apa yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
laboratorium pasien.
5. Mengetahui persiapan pasien dalam melakukan pemeriksaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yag ditandai


oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang
diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddart, 2015).

Diabetes mellitus, lebih mudah disebut diabetes, adalah kondisi kronis


yang terjadi ketika ada meningkatkan kadar glukosa dalam darah karena tubuh
tidak bisa menghasilkan atau cukup hormon insulin atau menggunakan insulin
secara efektif (International Diabetes Federation, 2017).

2.2 Klasifikasi
American Diabetes Assosiation (ADA) membuat klasifikasi empat klinis
gangguan intoleransi glukosa yaitu:

1) Diabetes Mellitus Ketergantungan Insulin (IDDM)


IDDM yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans
yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
presdiposisi pada fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada
usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem imunitas
(kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel langerhans di pankreas.
Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin(IDF, 2017).
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
NIDDM atau diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa.
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM diseluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor resiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).

3
3) Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
GDM adalah diabetes yang didiagosis selama kehamilan yang
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah diatas normal).
Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilann dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2017).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi
karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan
mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh (ADA, 2015)

2.3 Etiologi dan Patifisiologi


Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin,
abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas
mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa.
Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika
terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja
sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Ertana, 2016).

Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa
terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun
glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan menyebabkan
hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di
hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan
dapat menyerap kembali semua glukosa yang telah disaring (Asman, 2016).

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan


dengan insulin. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin kurang
(Defisiensi Insulin) dan jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang.
Sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang (Resistensi

4
insulin). Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan
keadaan hiperglikemi ini, karena ambana hatae reshcomes minial untuk mila
darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang batas ini, ginjal tidak bisa
menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehingga
kelebihan glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama dengan urin yang disebut
dengan glukosuria (Isnaini, 2018).

2.4 Faktor Risiko


1) Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya diabetes mellitus (Isnaini, 2018).
2) Pola Makan
Tingginya jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia
diakibatkan oleh kebiasaan pola makan orang Indonesia yang terlalu
banyak mengkonsumsi karbohidrat dan ketidakseimbangan konsumsi
dengan kebutuhan energi, bila kondisi tersebut berlangsung terus menerus
dapat menimbulkan terjadinya diabetes mellitus (Isnaini, 2018).
3) Obesitas
Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) dipengaruhi oleh faktor
gaya hidup seperti kelebihan berat badan atau tidak berolahraga sngat
terkait dengan perkembangan diabetes mellitus tipe II (Isnaini, 2018).
4) Displedemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes mellitus (Fatimah, 2015).
5) Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua

5
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakitini (Anggit, 2017)

2.5 Manifestasi Klinik


Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik

1) Gejala akut diabetes melitus yaitu :


a. Poliphagia (banyak makan)
b. Polidipsia (banyak minum)
c. Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
d. Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10
kg dalam waktu 2-4 minggu)
e. Mudah lelah (Fatimah, 2015)
2) Gejala kronik diabetes melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Fatimah, 2015).

2.6 Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain:

1) Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga


macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa
darah jangka pendek, diantaranya: Hipoglikemia (kekurangan glukosa
dalam darah), Ketoasidosis diabetik (KAD) , Sindrom HHNK (koma
hiperglikemia hiperosmoler nonketotik) (Imelda, 2019)
2) Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa kerusakan
pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) diantaranya: Kerusakan retina
mata (Retinopati), Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik), dan Kerusakan
syaraf (Neuropati diabetik). Sedangkan komplikasi pada pembuluh darah
besar (makrovaskuler) yaitu Penyakit jantung koroner dan Penyakit
serebrovaskuler (Imelda, 2019)

6
2.7 Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar gula darah adalah suatu pengukuran langsung terhadap
keadaan pengendalian kadar gula darah pasien pada waktu tertentu saat dilakukan
pengujian. Ada beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa darah, antara lain:

2.7.1 Kadar gula darah sewaktu

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah sebelum


dilakukan puasa ataupun setelah mengkonsumsi makanan biasanya digunakan
untuk mendeteksi awal diabetes melimus (Suegondo dkk, 2007)

a) Pemeriksaan gula darah puasa


Pemeriksaan dengan persiapan puasa 12 jam untuk mengetahui kadar gula
darah puasa (Suegondo dkk, 2007).
b) Pemerkasaan gula darah dua jam setelah puasa
Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah dua jam
setelah makan (postprandial) karena setelah mengkonsumsi makanan
kadar gula darah mengalami peningkatan (Suegondo dkk, 2007).
c) Pemeriksaan gula darah NPP (Nuchter Post Prandial)
Dilakukan dua kali pengambilan darah serta urin, sebelumnya pasien
berpuasa selama 10-12 jam kemudian diambil darah dan urin ke-1 (darah
dan urin nuchter puasa, pasien kemudian makan dengan porsi sewajarnya.
setelah selesai makan mulai berpuasa selama 2 jam (dihitung setelah
selesai makan) kemuadian diambil darah dan urin ke-2 (darah dan urin
post prandial/setelah makan) Nilai normal gula darah puasa 70-110 mg/dl
sedangkan gula post prandial 100 140 mg/dl (Dewi, 2018)
d) Pemeriksaan Glukosa Toleransi Test (GTT)
Secara umum sama dengan pemeriksaan gula NPP, perbedaannya adalah
setelah diambil darah dan urin ke-1 pasien tilah makan tetapi minum
glukosa dengan kadar glukosa yang telah ditentukan (75%). Terkadang
dokter meminta pengambilan darah 3 kali dengan interval 1 jam, jadi
pasien diambil darah dan urin puasa, I jam dan 2 jam setelah minum
glukosa (Dewi, 2018).
e) Pemeriksaan HbA1C

7
Merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan pada
semua tipe diabetes mellitus terutama untuk mengetahui status glikemik
jangka panjang karenaa hasilnya sangat akurat (Dewi, 2018).

2.8 Pengobatan dan Pencegahan


Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu
dengan terapi insulin, mengonsumsi obat diabetes, mencoba pengobatan
alternatif, menjalani operasi dan memperbaiki life style (pola hidup sehat)
dengan memakan makanan yang bergizi atau sehat, olahraga (Aghnia, 2018).

Dengan memahami faktor risiko, diabetes melitus dapat dicegah. Faktor


risiko DM dibagi menjadi beberapa faktor risiko, namun ada beberapa yang
dapat diubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa pola makan, pola
aktivitas, dan pengelolaan stres. Faktor kedua merupakan faktor risiko, namun
sifatnya tidak dapat diubah, seperti umur, jenis kelamin, dan faktor penderita
diabetes dengan latar belakang keluarga (Aghnia, 2018).

8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus
3.1.1 Identitas
Nama : JN
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 55 tahun
Berat badan : 80 kg
Tinggi : 152 cm
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Pasien sering berkemih saat malam hari, sering merasa haus dan
mengalami penurunan berat badan padahal nafsu makannya
meningkat.
2) Riwayat kesehatan pasien
Pasien datang ke RS UNNES dengan kondisi :
Kadar gula darah sewaktu : 600 mg/dl
Kadar glukosa puasa : 202 mg/dl
Urine output : 140 mL/jam
Keton urin : 4+
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien kemungkinan jarang melakukan pemeriksaan kadar gula darah
sehingga kadar glukosa darah sangat tinggi dari batas normal.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Diketahui bahwa ayah pasien menderita diabetes sejak 10 tahun yang
lalu.

9
3.2 Hasil Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan Laboratorium didapatkan bahwa :
No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Interpretasi
1 Gula darah sewaktu 600 mg/dl Hiperglikemia
Normal (<200 mg/dl)
2 Gula Darah Puasa 202 mg/dl Hiperglikemia
Normal (<126 mg/dl)
3 Urine Output 140 mL/jam Normal
Normal (80-160 mL)
4 Keton Urine 4+ Urine mengandung
keton

Diagnosis : Dari tanda tanda diatas menunjukkan bahwa pasien


kemungkinan besar menderita diabetes mellitus.

3.3 Tanda dan Gejala Kinis


No Tanda dan gejala Analisis
klinis
1 Poliuri Peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan
glukosuria karena glukosa darah sudah
mencapai kadar “ambang ginjal”, Karena
glukosa menarik air, osmotik diuresis akan
terjadi mengakibatkan poliuria (Anggit, 2017).
2 Polidipsia Peningkatan pengeluaran urine yang sangat
besar dapat menyebabkan dehidrasi ekstrasel
lalu dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (Antidiuretic Hormone) dan
menimbulkan rasa haus (Anggit, 2017).
3 Polifagia Peningkatan rasa lapar atau nafsu makan
meningkat dikarenakan sel tubuh mengalami
kekurangan bahan bakar disebabkan glukosa

10
dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar
glukosa dalam darah cukup tinggi sehingga
pasien merasa sering lapar dan lemas
(PERKENI, 2015).
4 Penurunan berat Turunnya berat badan pada pasien dengan
badan diabetes melitus disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak dan
protein sebagai energi (Anggit, 2017).
5 Ketonuria Urine positif mengandung keton.

3.4 Faktor faktor pencetus pasien mengalami diabetes melitus :


1) Riwayat Penyakit keluarga
Memiliki ayah yang menderita diabetes sejak 10 tahun yang
lalu. Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes mellitus,
bila kedua orang tua menderita penyakit ini, maka semua anaknya juga
menderita penyakit yang sama.
2) Obesitas IMT 34.6 (55 Tahun; Berat 80 kg ; Tinggi 152 cm)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%
3) Usia (55 Tahun)
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun (Retyana, 2015).
4) Gaya Hidup kurang sehat
Yaitu sering makan makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya diabetes mellitus tipe II (Isnaini, 2018).
5) Pola Makan
Kebiasaan pola makan yang kurang baik yaitu terlalu banyak
mengkonsumsi karbohidrat dan ketidakseimbangan konsumsi dengan
kebutuhan energi, bila berlangsung terus menerus dapat menimbulkan
terjadinya diabetes mellitus (Isnaini, 2018).

11
3.5 Sampel Spesimen Pemeriksaan
Sampel spesimen dari Ny.JN (55 thn) yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
glukosa dalam tubuhnya dapat menggunakan spesimen darah utuh, serum, dan
plasma dengan antikoagulan heparin, EDTA, oksalat, dan fluoride yang dapat
didapatkan dari plasma vena maupun darah kapiler (Aini, 2022) .
1) Serum
Serum darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama
20-30 menit, kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 10-15 menit.
Pemisahan serum dilakukan kurang dari 2 jam setelah pengambilan
spesimen, kecuali untuk pemeriksaan gula darah pemisahan dilakukan
kurang dari 30 menit setelah darah membeku. Serum yang memenuhi
syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh. Plasma darah
2) Plasma darah
Plasma Darah dapat dipisahkan di dalam sebuah tuba berisi darah segar
yang telah dibubuhi zat anti-koagulan yang kemudian diputar sentrifugal
sampai sel darah merah jatuh ke dasar tuba, sel darah putih akan berada di
atasnya dan membentuk lapisan buffy coat, plasma darah berada di atas
lapisan tersebut dengan kepadatan sekitar 1025 kg/m3.
3.6 Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan gula darah sewaktu dilakukan tanpa persiapan yang bertujuan
untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu
setelah makan. Persiapan sampel tes glukosa darah Sewaktu yaitu :
a. Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
b. Sampel tes sering atau dikontrol DM : plasma vena, serum/darah kapiler.
Sampel tes diagnostik : plasma vena.
c. Sampel plasma stabil kurang dari 1 jam. Bila lebih dari 1 jam akan
mengakibatkan konsentrasi glukosa turun.
d. Sampel serum stabil kurang dari 2 jam
Persiapan tes glukosa saat puasa yaitu :
a. Pasien dianjurkan berpuasa 8-12 jam
b. Obat yang dikonsumsi pasien
c. Untuk sampel darah, pasien tidak boleh minum obat 4-24 jam
d. Untuk spesimen urin, pasien tidak boleh minum obat 48-72 jam

12
e. Untuk pengobatan yang tidak mungkin dihentikan diberi tanda khusus oleh
pekerja laboratorium
f. Menghindari aktivitas fisik seperti olahraga
g. Memperhatikan efek postur, dianjurkan duduk dengan tenang 10
sampai 15 menit kemudian spesimen diambil

3.7 Pembahasan
Pada kasus diatas diketahui pasien dateng ke RS UNNES dengan keluhan
sering berkemih saat malam hari, sering merasa haus dan mengalami penurunan
berat badan padahal nafsu makannya meningkat. Kemudian pasien mengatakan
bahwa memiliki riwayat keluarga yang mengalami diabetes mellitus sehingga
pasien selanjutnya melakukan pemeriksaan laboraturium meliputi GDS, GDP,
urine output dan keton pada urine.

Pemeriksaan laboratorium pada diabetes melitus terjadi karena adanya


kelainan dari metabolisme karbohidrat. Oleh sebab itu, diagnosis diabetes melitus
selalu berdasarkan tingginya glukosa. Pemeriksaan diabetes melitus dapat
dilakukan dengan menggunakan darah atau urine. Pada saat pemeriksaan terhadap
glukosa dapat menggunakan darah atau serum (plasma) dimana diketahui bahwa
darah mengandung bagian cair yaitu plasma (serum) dan bagian padat yaitu sel-
sel darah. Plasma ini terdiri dari air dan zat-zat yang larut dalam air, antara lain:
protein, karbohidrat, asam amino, urea, kreatinin, vitamin dan pigmen. Sedangkan
sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan
trombosit (keeping darah) (Azizah, 2018). Melihat komponen yang ada dalam
darah tersebut maka kadar gula darah yang ada dalam plasma dapat diperiksa.
Menurut Isnaini (2018), Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dianjurkan ialah
dengan bahan plasma darah vena. Namun pemeriksaan kadar glukosa darah dapat
juga dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan alat glucometer.
Pemeriksaan glukosa darah kapiler dapat dilakukan apabila tidak memungkinkan
dan tidak tersedianya fasilitas untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah
plasma vena.

Sedangkan apabila menggunakan urine pada pemeriksaan glukosa dimana


diketahui bahwa glukosa urine adalah gula yang ada didalam urine karena tidak

13
bisa dilakukan proses penyaringan oleh ginjal, hal ini disebabkan kurangnya
hormon insulin yang dapat mengubah glukosa menjadi glikogen (Novrilia, 2019).
Namun pada kasus ini Ny. JN menggunakan sampel spesimen darah untuk
mengetahui kadar glukosa sedangkan spesimen urine untuk mengetahui adanya
kandungan keton pada urine. Didapatkan hasil bahwa kadar glukosa darah
sewaktu dan puasa adalah 600 mg/dl dan 202 mg/dl dimana apabila pasien normal
GDS tidak lebih dari 200 mg/dl sedangkan GDP tidak lebih dari 126 mg/dl
sehingga dari pemeriksaan laboraturium tersebut diduga pasien didiagnosis
diabetes mellitus tipe 2 dikarenakan usia pasien yang melebihi 45 tahun dan
memiliki riwayat keluarga yang mengalami diabetes mellitus. Namun untuk lebih
yakin pasien mengalami diabetes mellitus tipe 1 atau 2 maka diperlukan
pemeriksaan lanjutan seperti pmeriksaan Hba1C, antibodi dan C peptida. Selain
hasil glukosa darah yang tinggi, pasien juga memiliki kandungan keton pada urine
dimana hal tersebut tidak normal dikarenakan keton hanya akan dibentuk saat
terjadi defisiensi karbohidrat dan tidak dibentuknya energi dari glukosa.

Selain hasil pemeriksaan laboraturium yang mendukung bahwa pasien


mengalami diabetes mellitus, pasien juga ketika datang ke RS UNNES
mengeluhkan seperti sering berkemih saat malam hari, sering merasa haus dan
mengalami penurunan berat badan padahal nafsu makannya meningkat. Hal
tersebut mendukung diagosis diabetes mellitus dimana diabetes mellitus memiliki
manifestasi klinis diantaranya :

Poliuria yaitu keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga
tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan
urin yang dikeluarkan mengandung glukosa. dikeluarkan melalui urine. Guna
menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan menyerap air
sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil.

Polidipsia yaitu rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.

14
Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus
sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar dan
air dalam jumlah banyak.

Polifagia atau merasa cepat lapar dan lemas disebabkan karena insulin
menjadi bermasalah sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan
energi yang dibentuk pun menjadi kurang menyebbakan mengapa pasien merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga pasien berfikir
bahwa kurang energi disebabkan karena kurangnya asupan makan, kemudian
tubuh pasien akan berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan
alarm rasa lapar.

Penurunan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa


mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi. Ketika tubuh tidak
mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena kekurangan insulin,
tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di dalam tubuh untuk
diubah menjadi energi.

Ketonuria atau Keberadaan keton dalam urine tidak normal karena


keton hanya akan dibentuk saat terjadi defisiensi karbohidrat dan tidak
dibentuknya energi dari glukosa. Keton kemudian akan beredar dalam
darah dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
menuju organ-organ penting seperti otak dan otot dimana keton dibutuhkan
sebagai energi pengganti. Bila tubuh terus-menerus menggunakan keton
sebagai energi, suatu saat cadangan basa tubuh akan habis dan hal ini akan
menimbulkan keadaan darurat yaitu ketoasidosis.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasien mengalami diabetes


mellitus adalah riwayat keluarga yaitu ayah pasien diketahui mengidap diebetes
10 tahun lalu. Diabetes Mellitus dapat menurun dari silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Hal ini disebabkan karena DNA pada orang DM akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko
terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika

15
memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan
memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Nuraisyah, 2017).

Pasien berusia 55 tahun diketahui bahwa usia dapat mempengaruhi


penurunan pada semua sistem tubuh, tidak terkecuali sistem endokrin.
Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi pada insulin yang berakibat
tidak stabilnya gula darah sehingga meningkatkan risiko mengalami diabetes
mellitus. Menurut Isnaini (2018) DM tipe II biasanya terjadi pada orang dewasa
setengah baya, paling sering setelah memasuki usia 45 tahun.

Selain itu pasien juga mengelami obesitas dengan IMT pasien melebihi 23
yaitu 34,6. Indeks massa tubuh dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
terjadinya diabetes mellitus, hal tersebut dikarenakan obesitas dapat menyebabkan
meningkatnya asam lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel dimana apabila
terjadi peningkatan FFA akan menyebabkan menurunnya pengambilan glukosa ke
dalam membran plasma, dan akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada
jaringan otot dan adiposa (Isnaini, 2018). Beberapa faktor lain yang kemungkinan
mempengaruhi terjadi diabetes mellitus adalah gaya hidup yang kurang sehat
seperti jarang olahraga dan pola makan yang tidak sehat selain itu tekanan darah
tinggi atau hipertensi juga berpengaruh.

Dalam mendiagnosis pasien diperlukan pemeriksaan laboraturium


khususnya pada diabetes mellitus maka dilakukan pemeriksaan gula darah dimana
tahapannya yakni mempersiapkan pasien, persiapan pengambilan sampel,
sentrifugasi dan pemisahan serum dengan sel darah. Untuk persiapan pasien tiap
jenis pemeriksaan berbeda beda untuk pemeriksaan GDP (Gula Darah Puasa).
Pasien diharuskan berpuasa 8-12 jam sebelum tes. Semua obat dihentikan, bila
ada obat yang harus diberi ditulis pada formulir permintaan tes. Sedangkan untuk
pemeriksaan GD2PP (Gula Darah 2 Post Prandial) dapat dilakukan 2 jam setelah
tes GDP kemudian pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung 100
gram karbohidrat sebelum tes dilakukan. Selanjutnya untuk pemeriksaan GDS
(Gula Durah Sewaktu). Pemeriksaan gula darah sewaktu tidak memerlukan
persiapan dikarenakan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan
tanpa pertimbangan waktu setelah makan.

16
Setelah pasien memeersiapkan diri, selanjutnya terdapat persiapan sampel
tes glukosa darah dimana pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari
kemudian untuk sampel tes dikontrol DM menggunaka plasma vena, serum/darah
kapiler sedangkan untuk sampel tes diagnostik dapat menggunakan plasma vena.
Llau sampel plasma harus diperiksa kurang dari 1 jam setelah pengambilan
dikarenakan apabila lebih dari 1 jam akan mengakibatkan konsentrasi glukosa
turun sedangkan sampel serum dapat tetap stabil kurang dari 2 jam.

Selain tes glukosa menggunakan spesimen darah dapat juga dilakukan


menggunakan Urine. Persiapan pasien untuk pemeriksaan glukosa urine sama
seperti persiapan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah GDP dan GD2PP.
Persiapan sampel untuk tes glukosa urine yaitu sampel urine 1 kali dikemihkan
1,5-3 jam setelah makan atau urine sewaktu. Kemudian urine tersebut
dimasukkan ke dalam penampung sampel bersih tanpa pengawet.

Setelah melakukan pemeriksaan dan didapatkan diagnosis DM maka


terdapat penatalaksanaan yang harus dilakukan yakni: Pertama; Kontrol makanan
untuk menurunkan gula darah dan gejala klinis yang ditimbulkan, tetapi makanan
harus cukup gizi. Pasien dianjurkan memakan yang tinggi karbohidrat kompleks
(nasi, ubi kayu, atau ubi manis, roti) sesedikit mungkin mengkonsumsi gula,
diabetes berat tidak dianjurkan mengkonsumsi gula sama sekali maka dianjurkan
mengkonsumsi banyak buah- buahan dan sayuran yang tinggi serat, karena serat
dapat memperlambat kenaikan gula darah secara drastis, dan serat membuat rasa
kenyang. Kedua; untuk mengontrol kadar glukosa darah puasa, sewaktu dan
HBA1c secara periodik 3 bulanan. Ketiga; mengkonsumsi obat anti diabetik oral
yang dianjurkan dokter. Keempat; berolahraga dapat menurunkan kebutuhan akan
insulin dan memperbaiki glukosa toleransi pasien.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan laboratorium Ny. JN didapatkan Nilai GDS, GDP dan keton
urin tidak normal atau melebihi nilai normal yang telah ditentukan. Sehingga,
kemungkinan besar Ny. JN menderita diabetes mellitus (DM).
2. Gejala yang dirasakan Ny. JN adalah Poliphagia (banyak makan), Polidipsia
(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari),
Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat. Sedangkan,
tanda yang terjadi adalah kadar gula darah sewaktu sebesar 600 mg/Dl, kadar
glukosa puasanya 202 mg/Dl, urine output 140 mL/jam dan keton urin (4+).
3. Faktor yang menyebabkan Ny. JN mengalami hal tersebut : riwayat penyakit
keluarga, obesitas, usia, gaya hidup, pola makan dan juga tekanan darah tinggi.
4. Sampel spesimen yang dibutuhkan darah utuh, serum, dan plasma dengan
antikoagulan heparin, EDTA, oksalat, dan fluoride yang dapat didapatkan dari
plasma vena maupun darah kapiler ataupun dapat menggunakan urine.
5. Persiapan pasien untuk pemeriksaan laboraturiu tergantung dengan jenis
pemeriksaan apabila GDP maka pasien harus puasa 8-12 jam sedangkan GDS
tidak memerlukaan puasa.
4.2 Saran
Untuk pasien yang terdiagnosa penyakit Diabetes Mellitus untuk selalu
melakukan pengukuran secara rutin setiap bulan, sehingga bila terjadi
hiperglikemia atau kadar gula darah meningkat bisa segera ditindak lanjuti;
Perlunya diadakan penyuluhan tentang informasi kesehatan serta komplikasi
yang ditimbulkan sehingga bisa lebih waspada.

18
DAFTAR PUSTAKA

Agnes, P. P. (2018). Mengenal Beta Keton, Penanda Diabetes Tipe 1 pada Sensor
Elektrokimia. Majalah Farmasetika, 3(1), pp. 20-22.

Aghnia. (2018). Mencegah Diabetes, Mengurangi Biaya untuk Kesehatan. Journal


Pharmacy. 3(1).

Aini, A. N., Juwita, R., and Ela, M. M. S. (2022). Perbandingan Hasil


Pemeriksaan Glukosa Darah Menggunakan Metode GOD-PAP dan
Metode Strip di Laboratorium Klinik Harapan Sehat Cianjur. Cerdika:
Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(2), pp. 231-235.

American Diabetes Assosiation (ADA). (2015). Standards Of Medical Care In


Diabetes: Classification of Diabetes.
Andreani, F.V., Belladonna, M. and Hendrianingtyas, M. (2018) „Hubungan
antara gula darah sewaktu dan puasa dengan perubahan skor Nihss pada
stroke iskemik akut‟, Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(1), pp. 185–198.

Anggit, Y. (2017). Gambaran Klinis Pasien dengan Diabetes Melitus. Published


Thesis for 1st degree in health sciences.

Asman.(2016). Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Published


Tesis for 1st degree in health sciences

Azizah, N. (2018). Gula Darah Puasa Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2
Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. 12(December), 25–32

Brunner and Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.12(1).


Jakarta: EGC.

Dewi, R. 2018. Blood Glucose, Blood Pressure And Hba1c To Diabetes Melitus
Type 2. Ijonhs. 3(1): 37-41.

Ertana. (2016). Hubungan Lama Menderita dan Komplikasi Diabetes Melitus


dengan Kualitas Hidup. Published Tesis for 1st degree in health sciences.

Fatimah, R. N. (2015). Artikel Review: Diabetes Melitus Tipe 2. Majority


Journal, 4(5), pp. 93-101.

Imelda, S. I. (2019) „Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya diabetes


Melitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018‟, Scientia Journal, 8(1),
pp. 28–39. Available at: https://doi.org/10.35141/scj.v8i1.406.

International Diabetes Federation (IDF). (2017). IDF Diabetes Atlas Eighth


Edition 2017.

19
Isnaini, N. (2018). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II. Jurnal Keperawatan. 14(1). pp. 59-68.
Khaira, A.P. and Handayani, A. (2021). Hubungan Produksi Urin dengan Saturasi
Oksigen Terhadap Kematian Selama Perawatan Pasien Gagal Jantung
Akut. Jurnal Ilmiah Kohesi. 5(4), pp. 60-67.
Nuraisyah, F. (2017). Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe II. Jurnal Keperawatan.
13(2). 120-127.
Novrilia, S. (2019). Gambaran Hasil Pemeriksaan Glukosa Urin Menggunakan
Metode Benedict Dan Carik Celup pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD
Kendari. 2(1), 12-17
PERKENI. (2011). Konsensus DM Tipe 2 Indonesia. In PERKENI. pp. 13-22.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia.
Pina Martini, N.P. and Parwati, P.A. (2023) „Hubungan Keton Urine Dengan
Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Laboratorium Klinik
Prodia Denpasar‟, Jurnal Analis Kesehatan Kendari, V(2), pp. 42–46.
Rahmasari, I. and Wahyuni, E.S. (2019) „Efektivitas Memordoca Carantia (Pare)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah‟, Infokes, 9(1), pp. 57–64.
Restyana, F. (2015). Diabetes Mellitus Tipe 2: J Majorit:4(5):93-101
Pramesti, N. L. G. (2020). Pemeriksaan BSN, BS2JPP dan Glukosa Urin Untuk
Membantu Menegakkan Diagnosis Penyakit Diabetes Melitus.
International Journal of Applied Chemistry Research, 2(2), pp. 28-32.
Setyorogo, S. and Trisnawati, S.. (2013) „Faktor Resiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012‟, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), pp. 6–11..
Soegondo, dkk, editors, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007: 245
World Health Organization (WHO) (2014) Classification of Diabetes.
Yusnanda, F., Rochadi, R.K. and Maas, L.T. (2019) „Pengaruh Riwayat Keturunan
terhadap Kejadian Diabetes Mellitus pada Pra Lansia di BLUD RSUD
Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2017‟, Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 4(1), p. 18. Available at:
https://doi.org/10.33143/jhtm.v4i1.163.

20

Anda mungkin juga menyukai