AKUT DIABETES
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
AKUT DIABETES
DISUSUN OLEH:
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................6
II.3. Epidemiologi.........................................................................7
III.3. Epidemiologi.......................................................................13
iv
III.5. Patogenesis dan Patofisiologi ............................................14
IV.3. Epidemiologi.......................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................29
v
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
HIPOGLIKEMIA
II.2. Definisi
Hipoglikemia didefinisikan sebagai suatu keadaan gula darah
dibawah standar yang seringkali diakibatkan oleh pemberian terapi
insulin.2 Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah
< 70 mg/dL dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem autonom,
seperti adanya whipple’s triad: terdapat gejala-gejala hipoglikemia,
kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang dengan
pengobatan.1
II.3. Epidemiologi
Hipoglikemia paling sering diakibatkan oleh obat diabetes yang
berperan dalam meningkatkan kadar insulin serum terutama golongan
sulfonilurea dan insulin.1 Angka kejadian hipoglikemi pada DM tipe 1
7
lebih tinggi dari pada DM tipe 2, tapi darnpak yang ditimbulkannya
justru lebih serius bila ini terjadi pada DMT2 terutama apabila terjadi
pada usia lanjut.5
II.4. Etiologi
Penyebab terbanyak hipoglikemia umumnya terkait dengan
pengobatan diabetes. Metformin, Thiazolidinedione, Penghambat Alfa-
Glukosidase, Agonis glucagon-like peptide-1 (GLP-1), dan Penghambat
enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor) seharusnya tidak
menyebabkan hipoglikemia, namun dapat meningkatkan risiko bila
dikombinasikan dengan jenis Insulin Secretagogue, seperti salah satu
sulfonilurea atau glinid, atau dengan insulin.6
8
sistem saraf simpatoadrenal dan pelepasan epinefrin, tetapi pertahanan
ini juga dapat menjadi terganggu. Mekanisme ini terutama sensitif
terhadap individu yang mengalami episode hipoglikemia sebelumnya,
yang mengatur ulang threshold pelepasan epinefrin ke tingkat glukosa
yang lebih rendah. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa respon
kontra-regulasi tertunda dan, karena kadar glukosa turun di bawah
3 mmol/L (54 mg/dL), individu dapat mengalami gangguan kognitif dan
berada pada risiko utama episode hipoglikemik yang berat. Hal ini telah
dijelaskan sebagai ‘hypoglycemia-associated autonomic failure’.7
9
Gambar 2. Tanda dan gejala hipoglikemia1
II.8. Diagnosis
Berdasarkan definisi diperlukan adanya trias dari Whipple (Whipple
10
triad) yang terdiri atas:1
• Adanya gejala klinis hipoglikemi, berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan jasmani
• Kadar glukosa dalam plasma yang rendah pada saat yang
bersaman, berdasarkan pemeriksan penunjang/ laboratorium
• Keadaan klinis segera membaik segera setelah kadar glukosa
plasma menjadi normal setelah diberi pengobatan dengan
pemberian glukosa
II.9. Penatalaksanaan
Pada penderita hipoglikemia dengan gambaran klinis ringan sadar,
dan kooperatif, penanggulangan biasanya cukup efektif dengan
makanan atau minuman yang manis mengandung gula:1
1. Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk
karbohidrat lain yang berisi glukosa juga efektif untuk menaikkan
glukosa darah.
2. Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon
kenaikan glukosa darah.
3. Glukosa 15 – 20 g (2 – 3 sendok makan gula pasir) yang dilarutkan
dalam air adalah terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia
yang masih sadar
4. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan
setelah 15 menit pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring
glukosa darah 15 menit setelah pengobatan hipoglikemia masih
tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
5. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai
normal, pasien diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack
untuk mencegah berulangnya hipoglikemia
11
2. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan
berupa pemberian dextrose 10% sebanyak 150 mL dalam 15 menit,
atau dextrose 40% sebanyak 25 mL (hati – hati risiko terjadinya
ekstravasasi).
3. Periksa glukosa darah tiap 15 – 30 menit setelah pemberian i.v
tersebut dengan target 70 mg/dL. Bila target belum tercapai maka
prosedur dapat diulang.
4. Jika glukosa darah sudah mencapai target, maka pemeliharaannya
diberikan dextrose 10% dengan kecepatan 100 mL/jam (hati – hati
pada pasien dengan gangguan ginjal dan jantung) hingga pasien
mampu untuk makan.
5. Pemberian glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan sebagai
alternatif lain terapi hipoglikemia (hati – hati pada pasien malnutrisi
kronik, penyalahgunaan alkohol, dan penyakit hati berat).
6. Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia.
II.10. Pencegahan
Pencegahan hipoglikemia dilakukan dengan memberikan
pengertian mengenai penyebab kejadian hipoglikemia, gejala yang
ditimbulkan dan pengetahuan tentang cara mengatasi keadaan tersebut
kepada mereka yang berisiko. Edukasi terhadap penderita diabetes
mengenai apa itu diabetes dan apa efek yang ditimbulkan obat-obatan
terhadap kadar glukosa darah.5 Anjurkan melakukan Pemantauan
Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya bagi pengguna insulin atau
obat oral golongan insulin sekretagog.1
II.11. Prognosis
Pasien diabetes perlu menghubungi dokter jika mereka mulai
mengalami episode hipoglikemia yang sering, karena mereka mungkin
perlu menyesuaikan regimen pengobatan, rencana makan, atau
olahraga. Hipoglikemia berat atau berkepanjangan dapat mengancam
jiwa, dan pada pasien diabetes, ada korelasi dengan peningkatan
mortalitas.8
12
BAB III
III.2. Definisi
American Diabetes Association, International Society for Pediatric
and Adolescent Diabetes, dan European Society for Paediatric
Endocrinology and the Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society
setuju untuk mendefinisikan KAD sebagai trias:10
• Hiperglikemia, yaitu glukosa plasma >250 mg/dL (>13,88
mmol/L)
• pH vena <7,3 dan/atau bikarbonat <15 mmol/L
• Kadar keton sedang atau tinggi dalam urin atau darah
Menurut Perkeni (2019) KAD ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300 - 600 mg/dL), disertai tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat.1
III.3. Epidemiologi
KAD paling sering terjadi pada DMT1 dan merupakan salah satu
komplikasi akut DM yang paling serius.11 Insidensi KAD berkisar 4-8
kasus pada setiap 1000 pengidap diabetes dan masih menjadi problem
yang merepotkan di rumah sakit terutama rumah sakit dengan fasilitas
minimal. Angka kematian berkisar 0,5-7% tergentung dari kualitas pusat
pelayanan yang mengelola KAD tersebut.5
13
III.4. Etiologi
Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetus lain
diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi insulin, infark
miokard, stroke akut, pankreatitis, dan obat-obatan. Awitan baru atau
penghentian pemakaian insulin seringkali menjadi sebab DM jatuh pada
keadaan KAD.5
14
III.6. Manifestasi Klinis dan Gejala Klinis
Gejala dan tanda fisik KAD tercantum pada Gambar 5. dan
biasanya berkembang lebih dari 24 jam.6
III.8. Diagnosis
Dari anamnesis bisa ditemukan riwayat diabetes dengan keluhan
poliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, rnual muntah, dan nyeri perut.
Pada keadaan yang berat dapat ditemukan keadaan penurunan
kesadaran sampai koma. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:5
• Peningkatan total benda keton di sirkulasi. Peningkatan benda-
benda keton tersebut akan mengakibatkan peningkatan anion gap.
• Gula darah > 250 mg/dl dianggap sebagai kriteria diagnosis utama
KAD, walaupun ada istilah KAD euglikemik, dengan demikian
15
setiap pengidap diabetes yang gula darahnya > 250 mg/dl harus
dipikirkan kemungkinan ketosis atau KAD jika disertai dengan
keadaan klinis yang sesuai.
• Derajat keasaman darah (pH) yang < 7,35 dianggap sebagai
ambang adanya asidosis, hanya saja pada keadaan yang
terkompensasi seringkali pH menunjukkan angka normal. Pada
keadaan seperti itu jika angka HC03 < 18 mEq/l ditambah dengan
keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup untuk
menegakkan KAD.
• Pada saat masuk rumah sakit seringkali terdapat leukositosis pada
pasien KAD karena stres metabolik dan dehidrasi, sehingga jangan
terburu-buru memberikan antibiotik jika jumlah leukosit antara
10.000-15.000 m3.
III.9. Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi
dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi
factor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan
pasien terus menerus.12
16
interstisial, dan restorasi perfusi ginjal.
• Penggantian cairan dapat dilakukan
sampai dengan 24 jam, dan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian
target gula darah, hilangnya benda
keton, dan perbaikan asidosis.
2. Insulin • Pemberian awal bolus intravena: 0.1
UI/kgBB
• Drip insulin reguler: 0.1 UI/kgBB/jam
• Diharapkan terjadi penurunan glukosa
plasma dengan kecepatan 50-100 mg/dl
setiap jam sampai glukosa turun ke
sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin
diturunkan menjadi 0,02-0,05
unit/kgBB/jam
• Berikan 0.14 UI/kgBB bolus IV apabila
glukosa serum tidak turun 10% dalam 1
jam pertama
• Jika glukosa sudah berada di sekitar
150-200 mg/dl maka pemberian infus
dekstrose dianjurkan untuk mencegah
hipoglikemia
• Jaga serum glukosa diantara 150-200
mg/dl sampai resolusi KAD
17
sebelumnya sudah pernah
menggunakan insulin: insulin dapat
diberikan seperti dosis awal
• Pada pasien yang belum pernah
mendapat insulin: injeksi insulin
subkutan terbagi lebih dianjurkan (0.5-
0.8 UI/kgBB/hari)
3. Kalium • Jika hiperkalemia (K > 5 mEq/L): jangan
berikan kalium tapi cek kalium serum
tiap 2 jam.
• Karena terapi insulin akan menurunkan
kalium lebih lanjut -> hipokalemia
• Jika K < 5 mEq/L: berikan 20-30 mEq
kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap
liter cairan infus cukup untuk
memelihara kadar kalium serum dalam
range normal 4 – 5 mEq/L
• Jika K < 3 mEq/L: terapi insulin harus
ditunda hingga kadar kalium >3,3 mEq/l
untuk menghindari aritmia atau gagal
jantung dan kelemahan otot pernapasan
• Terapi kalium dimulai saat terapi cairan
sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika
tidak ada produksi urine, terdapat
kelainan ginjal, atau kadar kalium >6
mEq/l
4. Bikarbonat • pH < 6.9: 100 mmol natrium bikarbonat
ditambahkan ke dalam 400 ml cairan
fisiologis dengan kecepatan 200 ml/jam
• pH ≥6.9: tidak diperlukan natrium
bikarbonat
18
• pH darah vena diperiksa setiap 2 jam
sampai pH menjadi 7,0, dan terapi
harus diulangi setiap 2 jam jika perlu
5. Fosfat • Serum fosfat < 1 mg/dl dan disertai
dengan disfungsi kardiak, anemia, atau
depresi nafas akibat kelemahan otot,
maka koreksi fosfat (20-30 mEq/l kalium
fosfat) dapat ditambahkan pada terapi
cairan yang telah diberikan
• Pernberian fosfat yang berlebihan akan
mencetuskan hipokalsemia berat, untuk
itu diperlukan pemantauan secara
kontinyu
6. Infeksi yang • Antibiotik diberikan sesuai dengan
menyertai indikasi, terutama terhadap faktor
pencetus terjadinya KAD
• Jika faktor pencetus infeksi belum dapat
ditemukan, maka antibiotika yang dipilih
adalah antibiotika spektrum luas
19
Gambar 5. Protokol KAD5
III.10. Komplikasi
Komplikasi tersering adalah hipoglikemia, hipokalemia dan
hiperglikemia berulang. Agar tidak terjadi komplikasi tersebut maka
diperlukan monitoring yang ketat (gula darah diperiksa tiap 1-2 jam) dan
penggunaan insulin dosis rendah. Komplikasi lain adalah kelebihan
cairan, termasuk edema paru, sehingga pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal dan gagal jantung, pernberian cairan dimodifiksasi sesuai
dengan risiko terjadinya kelebihan cairan. Hal lain adalah komplikasi
edema serebri. Keadaan ini menjadi perhatian jika kita mendapatkan
pasien KAD yang kesadarannya tidak membaik dengan terapi standar
atau bahkan memburuk. Pada kasus seperti ini evaluasi neurologis
mutlak diperlukan karena membutuhkan pengelolaan tambahan.5
III.11. Pencegahan
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang
20
kurang memadai dan kejadian infeksi sehingga perlu dilakukan edukasi
mengenai cara-cara mengatasi saat sakit akut, informasi mengenai
pemberian insulin kerja cepat. Yang paling penting ialah afgar tidak
menghentikan pemberrian insulin atau obat hipoglikemia oral. Pasien
DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami
masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan keton urin sendiri.13
III.12. Prognosis
Umumnya membaik setelah diberikan insulin dan terapi standar
lainnya, jika komorbid tidak terlalu berat. Biasanya kematian pada
pasien KAD adalah karena penyakit penyerta berat yang datang pada
fase lanjut. Kematian meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan
beratnya penyakit penyerta.5
21
BAB IV
IV.2. Definisi
Pada HHS terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600 -
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (330 -380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat.1
IV.3. Epidemiologi
HHS juga merupakan keadaan darurat medis, tetapi biasanya
terjadi pada pada orang lanjut usia dan kadang-kadang pada orang
dewasa muda dan remaja sebagai presentasi awal DMT2. Data di
Amerika rnenunjukkan bahwa insidens HHS sebesar 17,5 per 100.000
penduduk. lnsiden ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD (5).
HHS memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi hingga 15%.
Komplikasi paling serius dari KAD dan HHS adalah edema serebral dan
sindrom gangguan pernapasan akut.11
IV.4. Etiologi
Faktor pencetus HHS dapat dibagi rnenjadi enam kategori: infeksi,
pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan
obat, dan penyakit penyerta (Gambar 1). lnfeksi merupakan penyebab
tersering (57.1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM
juga sering menyebabkan HHS (21%).5
22
Gambar 6. Faktor Pencetus HHS5
23
IV.6. Manifestasi Klinis dan Gejala Klinis
Pasien dengan HHS, umumnya berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM, dan pasien DM tipe-2 yang mendapat pengaturan diet
dan atau obat hipoglikemik oral. Keluhan pasien HHS ialah:5
• Rasa lemah
• Gangguan penglihatan
• Kaki kejang
• Mual dan muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan
KAD
• Keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang
atau koma
IV.8. Diagnosis
Diagnosis HHS meliputi:5
• Konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg/dl)
• Osmolaritas serum yang tinggi (>320 mOsm/kg), dengan pH >
7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
• Dehidrasi berat dengan peningkatan blood urea nitrogen (BUN)
• Perubahan dalam kesadaran
24
Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat digunakan
Glukosa darah (mq per dL)
rumus: 2 x sodium (mEq per L) + 18
Secara klinis HHS akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium belum ada hasilnya. Berikut di bawah ini adalah
beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan:5
• Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun
• Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM
tanpa insulin.
• Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit
akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Cushing.
• Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid,
manitol, digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin,
dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).
• Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit
kardiovaskular, aritmia, pendarahan, gangguan keseimbangan
cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi.
IV.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HHS serupa dengan KAD, hanya cairan yang
25
diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan konsentrasi
glukosa darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih
cermat dan hati-hati. Respons penurunan konsentrasi glukosa darah
lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak
disertai kelainan organ-organ lainnya. Pada HHS, kehilangan cairan
dan dehidrasi biasanya lebih menonjol daripada di KAD karena durasi
penyakit yang lebih lama.6
Penggantian cairan awalnya harus menstabilkan status
hemodinamik pasien (1–3 L normal saline 0.9% selama 2-3 jam
pertama). Karena kekurangan cairan di HHS terakumulasi selama
beberapa hari hingga minggu, kecepatan pembalikan keadaan
hiperosmolar harus menyeimbangkan kebutuhan pengisian cairan
dengan risiko bahwa pembalikan yang terlalu cepat dapat
memperburuk fungsi neurologis. Jika natrium serum >150 mmol/L (150
meq/L), 0,45% saline harus digunakan. Setelah stabilitas hemodinamik
tercapai, pemberian cairan IV diarahkan pada: membalikkan defisit
cairan menggunakan cairan hipotonik (0,45% salin awalnya, kemudian
5% dekstrosa dalam air, D5W). Defisit cairan yang dihitung (rata-rata 9-
10 L) harus dibalik selama 1-2 hari ke depan (infus) kecepatan 200-300
mL/jam larutan hipotonik). Koreksi kalium biasanya diperlukan dan
harus dimonitor dengan pengukuran berulang kalium serum. Pada
pasien yang memakai diuretik, defisit kalium dapat cukup besar dan
dapat disertai dengan defisit magnesium.6
Seperti pada KAD, pada awalnya rehidrasi dapat menurunkan
glukosa plasma, tetapi insulin juga diperlukan. Regimen untuk HHS
dimulai dengan insulin IV bolus 0,1 unit/kg diikuti dengan insulin IV
dengan kecepatan konstan laju infus 0,1 unit/kg per jam. Jika glukosa
serum tidak turun, tingkatkan kecepatan infus insulin dengan dua kali
lipat. Seperti pada KAD, glukosa harus ditambahkan ke cairan IV ketika
glukosa plasma turun menjadi 250-300 mg/dL, dan kecepatan infus
insulin harus diturunkan menjadi 0,05-0,1 unit/kg per jam. Infus insulin
26
harus dilanjutkan sampai pasien melanjutkan makan dan dapat
ditransfer ke regimen insulin SC. Pasien yang dipulangkan dari rumah
sakit harus diberikan insulin, meskipun beberapa pasien kemudian
dapat beralih ke obat antidiabetik oral.6
IV.10. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan kadar glukosa darah.
Jika pasein tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekart
sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan adanya
perubahan status mental dan kemudian menghubungi dokter jika hal
tersebut ditemui. Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam
perawatan harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan
gejala HHS dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang
memadai dan pemantauan yang ketat.16
IV.11. Prognosis
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan
disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri tetapi oleh penyakit yang
mendasari atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30-50%.
Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah
infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.5
27
BAB V
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Diabetik (KAD). J Intern Med. 2015;11(2).
13. Edi Tarigan TJ. Ketoasidosis Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 2014;1825–9.
16. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic
crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care.
2009;32(7):1335–43.
30