Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI EVIDENCE BASED PRACTICE

(EBP) PADA ANAK DENGAN DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh:
Ns. Meri Anggryni, S. Kep., M. Kep
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dengan judul
“Asuhan Keperawatan Dan Aplikasi Evidence Based Practice (Ebp) Pada Anak Dengan
Diabetes Mellitus”. Makalah penelitian ini merupakan salah satu penugasan mata kuliah
Keperawatan Anak Lanjut 1.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyesaikan makalah ini.

Bandung, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL.......................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.3Tujuan Penulisan......................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian.................................................................... 3
1.3.1 Manfaat Aplikasi..................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Keilmuan................................................................... 3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 4

2.1 Definisi Diabetes Mellitus......................................................... 4


2.2 Etiologi Diabetes Mellitus......................................................... 4
2.3 Klasifikasi ................................................................................ 5
2.4 Manifestasi Klinis..................................................................... 6
2.5 Faktor Resiko............................................................................ 7
2.6 Patofisiologi ............................................................................. 9
2.7 Komplikasi .............................................................................. 12
2.8 Pencegahan .............................................................................. 14
2.9 Penatalaksanaan ....................................................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................... 26

3.1 SkenarioKasus........................................................................... 22
3.2 Pengkajian................................................................................. 24
iii
3.2.1 Anamnesa................................................................................ 24
3.2.2 Pemeriksaan fisik.................................................................... 26
3.2.3 Pemeriksaan Diagnosis........................................................... 27
3.2.4 Data Fokus ............................................................................. 29
3.2.5 Analisa Data............................................................................ 31
3.3Prioritas Diagnosa Keperawatan................................................. 35
3.5 Intervensi Keperawatan.............................................................. 36
3.6 Telaah Evidence Based Practice (EBP) .................................... 41
3.7 Aspek Legal Etik ....................................................................... 42
BAB IV PENUTUP....................................................................................... 40

4.1 Kesimpulan............................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 45

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung
kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid,
disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah, akibat terjadinya
kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh (Darmono, 2007).
Bahaya Diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan klien menjadi lemah ginjal,
buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi serius dan
menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Klien DM menghadapi bahaya setiap
harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa darah mengandung
kadar yang berubah-ubah sepanjang hari terutama pada saat makan dan beraktifitas
(Pangestu, 2007).
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa saat ini penderita diabetes sekitar 230 juta. Angka ini terus bertambah hingga
3 % atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab
kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang
disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di
negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas
rusak dan tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga
terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya
disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya
tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin. Insiden diabetes melitus
tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik

1
memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7
tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 %
adalah penderita diabetes tipe 1.
Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan
hanya sekitar 2-3% dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian
tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami
komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa
berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan
insulin.World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika
ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P (polifagi, polidipsi dan poliuri) dan
kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan
molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula,
sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap
terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM
maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membuat makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Evidence Based Practice (EBP)
pada Anak Dengan Diabetes Melitus”.

1.2 Identifikasi Masalah


Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

2
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut
insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu
terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga
terjadi defisit relatif insulin. Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap
negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya
DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari
semua penderita diabetes, 5-10 % adalah penderita diabetes tipe 1.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran tentang proses keperawatan dan aplikasi EBP serta legal etik pada anak
dengan gangguan Diabetes Melitus.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Aplikasi Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi perawat khususnya perawat anak
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan diabetes
melitus serta mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
diabetes melitus yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan dan evaluasi keperawatan.
1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat bermanfaat serta dapat menjadi masukan bagi
pendidikan, dalam proses pembelajaran mahasiswa keperawatan khususnya
keperawatan anak mampu mengintegrasikan asuhan keperawatan dengan
memperhatikan prinsip legal etik berdasarkan EBP sehingga dapat
memberikan implikasi positif dalam memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan gangguan diabetes melitus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolikdengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010). Menurut PERKENI (2011)
seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik
diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar
gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan gula darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Diabetes mellitus pada anak bukanlah sebuah kelainan yang sering di
temui dalam praktek klinis sehari - hari prevalensinya hanya 3% di Inggris, dan
menurut beberapa literatur lain hanyalah 2- 5 % dari seluruh populasi, diabetes
pada anak melibatkan beberapa faktor namun kelainan genetis dan kerusakan sel
beta pankreas akibat reaksi autoimmun pada islet sel B pankreas yang
mengakibatkan defisiensi yang cukup besar pada produksi insulin (insulin
endogen) merupakan faktor utama dalam penyebab diabetes pada anak,
kerusakan sel B pulau langerhans pankreas ini menyebabkan ketergantungan
individu secara absolut terhadap insulin dari luar (insulin eksogen) “insulin
dependent diabetes mellitus” ( IDDM ) dan kebutuhan akan pemantauan kadar
glukosa darah rutin, serta perubahan pola konsumsi sehari - hari yang cukup
ekstrem.

2.2 Etiologi Diabetes Mellitus


Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit DM dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
a. Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan

4
jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas
maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan
orang yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang
terkena juga.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan
pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon
yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon
insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada
pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus


1) Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA)
2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes
tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

5
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang (IDF, 2014).
2) Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita
DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
3) Diabetes Gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014).
Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
4) Tipe Diabetes lain
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi
gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan
menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom
genetik (ADA, 2015).

2.4 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM
diantaranya:
1) Pengeluaran urin (Poliuria)

6
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui
urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan
urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar


glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan
asupan cairan (Subekti, 2009).

3) Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut


disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar
glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

4) Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh


terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi
(Subekti, 2009).

2.5 Faktor Resiko Diabetes Mellitus


1) Faktor risiko yang dapat diubah
a. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).

7
b. Diet yang tidak sehat
Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan
nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji (Abdurrahman,
2014).
c. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012),
obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten
insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh
semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Perhitungan
berat badan ideal sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut WHO (2014), yaitu:

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Tabel 1. Klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi berat badan


<18,5 Kurang
18,5-22,9 Normal
23-24,9 Kelebihan
≥25,0 Obesitas

d. Tekanan darah tinggi


Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi
merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan

8
resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan
volume aliran darah.

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah


a. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya,
paling sering setelah usia 45 tahun (American Heart Association
[AHA], 2012). Meningkatnya risiko DM seiring dengan
bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi
fisiologis tubuh.
b. Riwayat keluarga diabetes melitus
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota
keluarga yang juga terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM
tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5
kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila
kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena
DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).
c. Ras atau latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).
d. Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi
lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010).

2.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

9
1) Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan
sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi
tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
ditemukannya anti insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO,
2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi
limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu
tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari
sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat
terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi
insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2) Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak
mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel
beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).
Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor
insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar
pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan
kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan
dapat menjadi alternatif.
3) Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin
yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi
insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan
adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).

10
Pathway Diabetes Mellitus

11
2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

12
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat
menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain:
1) Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa
darah jangka pendek, diantaranya:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang
kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).
b. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo,
2006).
c. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai
dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari
600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).
2) Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price &
Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
a. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:
1. Kerusakan retina mata (Retinopati)

13
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).
2. Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)
minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.
Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya
gagal ginjal terminal.
3. Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering
ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau
pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
(Subekti, 2009).

b. Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)


Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu
stroke dan risiko jantung koroner.
1. Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM
disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut
dengan SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti,
2012).
2. Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien
non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala
yang ditimbulkan menyerupai gejala pada
komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau

14
vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo
(Smeltzer & Bare, 2008).
2.8 Pencegahan Diabetes Mellitus
1) Pengelolaan makan
Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak,
rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada
setiap orang yang mempunyai risiko DM. Jumlah asupan kalori ditujukan
untuk mencapai berat badan ideal. Selain itu, karbohidrat kompleks
merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan
(Goldenberg dkk, 2013).
Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan 3J yaitu
jumlah, jadwal, dan jenis diet (Tjokroprawiro, 2006).
a. Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh
seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi. Jumlah kalori
ditentukan sesuai dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan ditentukan
dengan satuan kilo kalori (kkal).
IMT = BB (kg)/TB (m2)
Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat indikator berat
badan ideal yaitu:

Tabel 2. Kisaran kalori tubuh

Indikator Berat badan ideal Kalori


Kurus <18,5 2.300 - 2.500 kkal
Normal 18,5-22,9 1.700 - 2.100 kkal
Gemuk >23 1.300 - 1.500 kkal
Contohnya:

IMT = BB (kg)/TB (m2)

= 50/(1,6)2

15
= 19,5 (kategori berat badan normal)

Oleh karena itu jumlah kalori yang dibutuhkan yaitu 1700-


2100 kalori.Contoh menu makanan 1700 kalori.

Tabel 3. Menu makanan 1700 kalori


Pagi Siang Malam
Sengkong 1 Nasi 3/2 gelas (200 gr) Nasi 3/2 gelas (200
potong (120 gr) gr)
Ikan mujair 1 Udang segar 5 ekor Ikan kembung 1
potong (60 gr) (35 gr) potong (40 gr)
Susu kedelai ½ Tahu 1 biji besar (110 Tahu 2 biji (110 gr)
gelas gr)
Sayur kangkung Daun katuk (100 gr) Daun singkong (150
(100 gr) Jeruk manis (110 gr) gr)
Minyak 1 sdm Minyak 2 sdm (10 gr) Minyak 1 sdm (5
(5 gr) gr)
Selingan 1: Pepaya 1 potong (110 gr)

Selingan 2: Jus jambu biji ½ buah (100 gr)

Selingan 3: Melon 1 potong (190 gr)

b. Jadwal makan diatur untuk mencapai berat badan ideal.


Sebaiknya jadwal makannya diatur dengan interval 3 jam sekali
dengan 3x makan besar dan 3x makan selingan dan tidak menunda
jadwal makan sehari-hari.
Tabel 4. Jadwal makan pencegahan DM

No Jadwal Waktu
1 Makan besar I pukul 07.00
Selingan 1 pukul 10.00
3 Makan besar II pukul 13.00

16
Selingan 2 pukul 16.00
5 Makan besar III pukul 19.00
Selingan 3 pukul 22.00

c. Jenis adalah jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi.


Beberapa contoh jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi untuk
pencegahan DM, antara lain:
Tabel 5. Jenis makanan pencegahan DM

Jenis Anjuran
Karbohidrat 1. Memilih karbohidrat kompleks (nasi, oats,
(45% atau kentang, jagung, ubi jalar, dan lainnya)
1/4 piring) bukan yang sederhana (gula pasir, gula
merah, sirup jagung, madu, sirup maple,
molasses, selai, jelly, soft drink, permen,
kue, yogurt, susu, cokelat, buah, jus buah,
biskuit, dan lainnya).
2. Memilih roti gandum bukan roti putih,
beras merah bukan beras putih, pasta
gandum bukan pasta halus.
Lemak 1. Memilih jenis lemak yang baik akan
(36-40%) menurunkan risiko penyakit yang
berhubungan dengan kolesterol.
2. Memilih lemak tak jenuh (minyak zaitun,
minyak canola, minyak jagung, atau
minyak bunga matahari) bukan lemak jenuh
(mentega, lemak hewan, minyak kelapa
atau minyak sawit).
Protein (16- 1. Memilih kacang, sepotong buah segar atau
18% atau ¼ bebas gula yoghurt untuk camilan.
piring) 2. Memilih potongan daging putih, daging
unggas dan makanan laut bukannya daging
olahan atau daging merah.
Sayuran 1. Beberapa jenis sayuran yang kaya akan
(1/2 piring) kandungan pati, seperti kentang dan labu,
juga
harus dibatasi dengan hati-hati.
2. Makan setidaknya tiga porsi sayuran setiap
hari, termasuk sayuran berdaun hijau
seperti bayam, selada atau kale.

17
Buah 1. Makan sampai tiga porsi buah segar setiap
hari.
2. Menghindari jenis buah-buahan yang
mengandung kadar glukosa dan sukrosa
yang tinggi. Buah seperti mangga dan
stroberi menyebabkan lonjakan kadar gula
darah pada penderita diabetes.
3. Sebagai alternatif, buah yang kaya gula
dengan buah dengan kandungan serat tinggi
sangat dianjurkan seperti apel, pir, dan
raspberry.
Gula 1. Membatasi asupan alkohol Anda untuk
maksimal dua minuman standar per hari.
2. Pemilihan selai kacang lebih baik daripada
selai cokelat pada roti.
3. Memilih air atau kopi tanpa gula atau teh
bukan jus buah, soda, dan gula manis
minuman lainnya.
4. Menghindari konsumsi gula lebih dari 4
sendok makan setiap hari.

Ketika ingin mengonsumsi makanan, tips yang dapat dilakukan


yaitu melihat label makanan. Pada serving size, lihat kemasan pada
bagian belakang yaitu misalnya 5, dan kandungannya tertulis 250 kkal,
jadi jika seseorang menghabiskan 1 produk tersebut, maka orang
tersebut menghabiskan sebanyak 1250 kkal. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan label makanan, maka seseorang akan lebih waspada
terkait jumlah kebutuhan kalori hariannya.

2) Aktifitas fisik
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (3-
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15
menit dan pendinginan ±15 menit), merupakan salah satu cara untuk
mencegah DM. Kegiatan sehari-hari seperti menyapu, mengepel, berjalan
kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan

18
menghindari aktivitas sedenter misalnya menonton televisi, main game
komputer, dan lainnya.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI, 2011).
3) Kontrol Kesehatan
Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar diketahui
nilai kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus supaya
ada penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes melitus
(Sugiarto & Suprihatin, 2012). Seseorang dapat mencari sumber informasi
sebanyak mungkin untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes
melitus yang mungkin timbul, sehingga mereka mampu mengubah tingkah
laku sehari-hari supaya terhindar dari penyakit diabetes melitus.

2.9 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


a. Kebutuhan nutrisi

Prinsip-prinsip penatalakasanaan diet dan nutrisi untuk anak


penderita DM adalah pemberian makanan yang rendah glukosa serta orang
tua dan anak harus mengetahui tentang makanan dengan index glikemik yang
tinggi dan index glikemik sedang. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
focus intervensi manajemen nutrisi anak dengan DM antara lain:
1) Perawat harus mengetahui penatalaksaan pemberian nutrisi, dengan
pembagian persentase perbandingan = sarapan : makan siang : makan
malam +3x snack dalam sehari adalah 20% : 25% : 25% + 3x 10%

19
2) Mengajarkan pasien dan orang tua pasien mengenal makanan dengan
index glikemik tinggi, sedang dan rendah
3) Menghindari aktivitas yang menyebabkan hipoglikemia misalnya
exercise yang high intensity dan pasiennya belum makan lalu
berolahraga. Maka dapat diwaspadai dengan selalu menyediakan
glicemic candies ataupun minuman manis misalnya teh manis dalam
kemasan.
4) Perhitungan kebutuhan kalori dengan memakai rumus holiday sugar
yaitu:
a) 1000 + (umur dalam tahun) x 100
b) Sesuai dengan kasus FGD, maka kebutuhan kalori pasien adalah =
1000 + 6 x 100 = 1600 kkal. Sehingga perbandingan kalori dalam
sehari untuk :
c) Sarapan = 1600 x 20/100 = 320 kkal
d) Makan siang = 1600x25/100 = 400 kkal
e) Makan malam = 1600x25/100 = 400 kkal
f) Snack 3 x sehari = 1600x30/100 = 480 kkal : 3 = 160 kkal per
pemberian snack
5) Daftar makanan dengan glikemik index dan beban glikemik
Takaran
Jenis Indeks Saji Beban
makanan Nama Glikemik (gram) Glikemik
BAKERY Tortila gandum 30 50 8
Sponge cake 46 63 17
Cake pisang dengan gula 47 60 14
Tortila jagung 52 50 12
Cake pisang tanpa gula 55 60 12
Roti hamburger 61 30 9
Pita bread 68 30 10
Roti putih 71 30 10
Roti gandum utuh (whole 71 30 9
wheat)

20
Bagel putih 72 70 25
Baguette putih 95 30 15
Nasi merah 50 150 14
Oatmeal 55 250 13
Jagung rebus 60 150 20
Muesli 66 30 16
Oatmeal instan 83 250 30
Nasi putih 89 150 43
SEREAL Cornflakes™ 93 30 23
Jus apel tanpa pemanis 44 250 ml 30
Jus jeruk tanpa pemanis 50 250 ml 12
MINUMAN Soft drink 68 250 ml 23
Susu skim 32 250 ml 4
Yoghurt rendah lemak
dengan buah 33 200 11
DAIRY Susu penuh lemak 41 250 ml 5
PRODUCT Es Krim 57 50 6
Jeruk Bali 25 120 3
Pear 38 120 4
Apel 39 120 6
Jeruk 40 120 4
Peach kalengan 40 120 5
Peach 42 120 5
Pear kalengan 43 120 5
Anggur 59 120 11
Pisang 62 120 16
BUAH Kismis 64 60 28
BUAHAN Semangka 72 120 4
Kacang tanah 7 50 0
Kacang kedelai 15 150 1
Kacang mede asin 27 50 3
Kacang merah 29 150 7
KACANG Kacang hitam 30 150 7
KACANGAN Kacang panggang 40 150 6
Fettucini 32 180 15
Makaroni 47 180 23
PASTA Spaghetti direbus 20 menit 58 180 26
MAKANAN Keripik jagung asin 42 50 11

21
Keripik kentang 51 50 12
Berondong jagung tawar 55 20 6
RINGAN Pretzel 83 30 16
Wortel 35 80 2
Green peas 51 80 4
Talas 54 150 20
Ubi 70 150 22
SAYURAN Mashed potato instan 87 150 17
Chicken nuggets
dipanaskan di microwave 46 100 7
LAIN LAIN Madu 61 25 12

Catatan :
Indeks glikemik rendah adalah = ≤ 55
Indeks glikemik sedang adalah = 56 -69
Indeks glikemik tinggi adalah = ≥ 70

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Skenario Kasus


Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun baru saja di diagnosa diabetes
militus ( DM ) tipe 1, anak R masuk rumah sakit melalui poliklinik rawat jalan
diantar kedua orang tua nya, Ny. M dan Tn. H karena anak sering berkemih dan
terdapat luka pada kaki yang lama tidak sembuh. Saat pengkajian anak
mengatakan bahwa dia banyak makan, banyak minum tapi berat badan nya
malah turun. Anak juga mengatakan sering berkemih terutama saat malam hari,
anak mengatakan sulit mengikuti pelajaran disekolah dan cepat merasa lelah,
penglihatan kabur, sakit kepala. Ny. M mengatakan semenjak sakit anak mudah
tersinggung dan sulit berkonsentrasi, saat anak R terjatuh luka sukar sembuh dan
mudah terserang flu.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan BB= 30 kg dan BB


34 kg sebelum sakit, PB=140 cm. Suhu= 37,40C, Nadi= 88 kali/menit, respirasi=
24 kali/menit, Tekanan Darah= 110/70 mmHg. Turgor kulit menurun, kulit dan
mukosa kering. Hasil pemeriksaan laboraterium menunjukkan : Hemoglobin :
11,2 gr/dl, Hematokrit: 30%, Eritrosit : 3,9 (x106/µL), Trombosit : 210.000/
mm3, Leukosit : 9.500/µi, Glukosa darah 250 mg/ dL.

Orang tua mengatakan bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya
ketika anaknya didiagnosis DM tipe1, padahal usia anak nya masih muda.
mereka mengatakan tidak paham tentang DM tipe 1 dan cara perawatanya
terutama setelah pulang dari rumah sakit. Orang tua khawatir memikirkan masa
depan anaknya. Terapi/instruksi medis yang diberikan saat ini : cek gula darah 2
kali/hari, insulin 2 unit dari U100 sebelum makan.

23
3.2 Pengkajian
3.2.1 Anamnesa
1. Identitas.
Nama : An. R
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Diagnosa medis : DM tipe 1
Agama : ISLAM
Alamat : Jl. Cibarengkok, Kec. Sukajadi.
Masuk RS : 13maret 2019
Tgl.Pemeriksaan : 13 maret 2019

Orang tua
Ayah : Tn. H
Ibu : Ny. M
Agama : ISLAM
Alamat : Jl. Cibarengkok, Kec. Sukajadi.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama.
Anak R masuk rumah sakit melalui poliklinik rawat jalan diantar
kedua orang tua nya, Ny. M dan Tn. H karena anak sering berkemih
dan terdapat luka pada kaki yang lama tidak sembuh.

b. Riwayat penyakit sekarang.


Saat pengkajian anak mengatakan bahwa dia banyak makan, banyak
minum tapi berat badan nya malah turun. Anak juga mengatakan
sering berkemih terutama saat malam hari, anak mengatakan sulit
mengikuti pelajaran disekolah dan cepat merasa lelah, penglihatan

24
kabur, sakit kepala. Ny. M mengatakan semenjak sakit anak mudah
tersinggung dan sulit berkonsentrasi, saat anak R terjatuh luka sukar
sembuh dan mudah terserang flu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Lain : anak sering flu
Riwayat alergi : tidak ada

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Nenek dari pihak ayah memiliki penyakit DM.
3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan gigi I : usia 7 bulan
Psikomotor
 Berguling : 6 bulan
 Duduk : 8 bulan
 Merangkak : 8 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Bicara pertama kali : 9 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan baik.

4.  Imunisasi.
Imunisasi dilakukan di Puskesmas
 Lahir : Hepatitis B (HB) 0
 1 Bulan : BCG, Polio 1
 2 Bulan : DPT/HB 1, Polio 2
 3 Bulan : DPT/HB 2, Polio 3
 4 Bulan : DPT/HB 3, Polio 4
 9 Bulan : Campak
Kesan : Imunisasi dilakukan dengan lengkap

25
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Kesadaran : Kompos mentis
Keadaan umum : Anak tampak kurus dan lemah
2. Sistem integument
Turgor kulit menurun, kulit dan membrane mukosa terlihat kering.
3. Sistem pernafasan
Respirasi= 24 kali/menit
4. Sistem kardiovaskuler
Suhu= 37,40C, Nadi= 88 kali/menit, Tekanan Darah= 110/70 mmHg
5. Sistem gastrointestinal
Polidipsi ,Penurunan berat badan. BB= 30 kg saat ini ,BB 34 kg sebelum
sakit,
6. Sistem urinary
Poliuri , sering berkemih terutama malam hari
7. Sistem muskuloskeletal
Cepat merasa lelah
8. Sistem neurologis
Terdapat luka pada kaki yang lama sembuh.

26
3.2.3 Pemeriksaan Diagnostik
Antropometri
1 BB Sakit : 30kg BB Anak laki-laki 11 Terjadi penurunan
Sebelum : 34 kg tahun = 36 kg
2 PB 144cm N = 144 cm Normal

27
Tanda- Tanda Vital
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Nadi 88 x/menit 60 – 100 x/menit Normal
2. RR 24 x/menit 14 – 24 x/menit Normal
3. Suhu 36,7 Oc Rektal : 36,5 – 38 oC Normal
Oral : 36 – 37,5 oC
Aksila : 35,5 – 37oC
4. TD 110/70mmHg 100 – 119 / 65 – 76 normal
mmHg

Pemeriksaan Lab Darah Rutin


No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
.
1. Hb 11,2 g/dl 11- 16 gr% Normal
2. WBC 9.500 4500-13500/mm3 Normal
3. Trombosit 210.000 200000 - 475000 Normal
mikroliter
4. Ht 30% 31-43% Normal
5. Eritrosit 3,9 (x106/µL) 4,0 (x106/µL) – Turun 0,1
5,5 (x106/µL) (x106/µL)
6. Glukosa darah 250 g/dl 70 – 150 mg/dl Meningkat 100
mg/dl

28
3.2.4 Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Anak R masuk rumah sakit 1. Anak tanpak lemas
melalui poliklinik rawat 2. Anak tampak kurus
jalan diantar kedua orang 3. BB saat ini = 30 kg dan BB 34
tua nya, Ny. M dan Tn. H kg sebelum sakit
karena anak sering 4. PB=140 cm
berkemih, dan terdapat luka 5. Nadi= 88 kali/menit
pada kaki yang lama tidak RR=24 kali/menit
sembuh. TD = 110/70 mmHg
2. Anak mengatakan bahwa Suhu = 37,40C
dia banyak makan, banyak 6. Turgor kulit menurun, kulit
minum tapi berat badan nya dan mukosa kering
malah turun. 7. Hemoglobin : 11,2 gr/dl
3. Anak juga mengatakan 8. Hematokrit: 30%
sering berkemih terutama 9. Eritrosit : 3,9 (x106/µL)
saat malam hari. 10. Trombosit : 210.000/ mm3
4. Anak mengatakan sulit 11. Leukosit : 9.500/µi
mengikuti pelajaran 12. GDS 250 mg/ dL.
disekolah dan cepat merasa
lelah, penglihatan kabur,
sakit kepala.
5. Ny. M mengatakan
semenjak sakit anak mudah
tersinggung dan sulit
berkonsentrasi
6. Saat anak R terjatuh luka
sukar sembuh dan mudah

29
terserang flu.
7. Orang tua mengatakan
bahwa mereka sangat
terkejut dan tidak percaya
ketika anaknya didiagnosis
DM tipe1, padahal usia
anak nya masih muda.
8. mereka mengatakan tidak
paham tentang DM tipe 1
dan cara perawatanya
terutama setelah pulang dari
rumah sakit.
9. Orang tua khawatir
memikirkan masa depan
anaknya.

3.2.5 Analisa Data


DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: Kekurangan insulin Kekurangan
1. Anak R masuk rumah sakit  volume cairan

30
melalui poliklinik rawat jalan Hiperglikemia berhubungan
diantar kedua orang tua nya,  dengan kekurangan
Ny. M dan Tn. H karena anak Penurunan glukosa cairan aktif
sering berkemih. oleh ginjal
2. Anak mengatakan bahwa dia 
banyak minum. Peningkatan sekresi
3. Anak juga mengatakan sering urine (Poliuria)
berkemih terutama saat 
malam hari. Penurunan volume
DO : cairan intrasel
4. Turgor kulit menurun, kulit 
dan mukosa kering Dehidrasi
5. Hematokrit: 30%

Polidipsia

DS : Kekurangan Insulin Ketidakseimbangan


1. Anak mengatakan bahwa  nutrisi kurang dari
dia banyak makan, Metabolisme protein kebutuhan tubuh.
banyak minum tapi berat dan lemak terganggu
badan nya malah turun. 
2. Mudah terserang flu. Menurun simpanan
DO : kalori
3. Anak tanpak lemas 
4. Anak tampak kurus Penurunan berat
5. BB saat ini = 30 kg dan badan
BB 34 kg sebelum sakit

31
DS : Kekurangan insulin Resiko Cidera
1. Anak mengatakan sulit 
mengikuti pelajaran Metabolisme protein
disekolah dan cepat merasa dan lemak terganggu
lelah, penglihatan kabur, 
sakit kepala. Pemecahan lemak
2. Ny. M mengatakan semenjak 
sakit anak mudah Glukosa darah
tersinggung dan sulit meningkat
berkonsentrasi 
DO : Gangguan penglihatan
3. GDS 250 mg/ dL.

DS : Kekurangan insulin Resiko infeksi


1. Anak R masuk rumah 
sakit melalui poliklinik Glukoneogenesis dan
rawat jalan diantar kedua glikogenosis
orang tua nya, Ny. M dan terhambat
Tn. H karena terdapat 
luka pada kaki anak yang Produksi glukosa oleh
lama tidak sembuh. hati m, pemakaian
2. Saat anak R terjatuh luka m
sukar sembuh dan mudah

DO :
Hiperglikemia
3. GDS 250 mg/ dL.

4. Leukosit 9500
Komplikasi neuropati
perifer, penyakit kaki

32
diabetic
DS : Perubahan status Defisiensi
1. Orang tua mengatakan kesehatan anak Pengetahuan
bahwa mereka sangat 
terkejut dan tidak Tidak familiar dengan
percaya ketika anaknya sumber informasi
didiagnosis DM tipe1,
padahal usia anak nya
masih muda.
2. Mereka mengatakan
tidak paham tentang DM
tipe 1 dan cara
perawatanya terutama
setelah pulang dari
rumah sakit.
3. Orang tua khawatir
memikirkan masa depan
anaknya.
DO :
4. Orang tua tampak
bingung

33
3.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan Anak mengatakan
bahwa dia banyak makan, banyak minum tapi berat badan nya malah
turun, BB saat ini = 30 kg dan BB 34 kg sebelum sakit
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan cairan aktif
ditandai dengan Anak mengatakan bahwa dia banyak minum, Anak juga
mengatakan sering berkemih terutama saat malam hari.
3. Resiko infeksi b.d Perubahan penyakit kronis : DM ditandai dengan data
objektifnya yaitu, kadar glukosa darah 250 mg/dl, leukosit 9500 dan data
subjektifnya yaitu, kalau ada luka sukar sembuh
4. Resiko cidera b.d Disfungsi sensorik ditandai dengan kadar glukosa darah
300 mg/dl, dan data subjektifnya yaitu, penglihatan kabur, sakit kepala,
5. Defisiensi pengetahuan b.d Tidak familiar dengan sumber informasi
ditandai dengan data subjektifnya yaitu : mereka mengatakan tidak paham
tentang DM tipe 1 dan cara perawatannya terutama setelah pulang dari RS.

34
3.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
.
1. Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan: Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kurang dari kebutuhan tubuh tindakan 3x24 jam Peningkatan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
b.d gangguan keseimbangan berat badan hasil dari 2. Monitor adanya penurunan berat badan
insulin, makanan, dan pemenuhan nutrisi sesuai 3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk
aktivitas jasmani kebutuhan. pemberian insulin dan diet diabetik.
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
1. Adanya peningkatan berat diprogramkan.
badan sesuai dengan tujuan
2. Mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
4. Tidak terjadi penurunan
berat badan tak berarti
2 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid management (keseimbangan cairan dan
berhubungan dengan 3x24 jam klien mampu menjaga komplikasi) :
kekurangan cairan aktif memenuhi keseimbangan 1. Monitor Vital sign
cairan dengan 2. Monitor Berat Badan pasien sebelum dan
KH: sesudah sakit
FluidBalance (keseimbangan

35
cairan) 3. Monitor respon pasien untuk terapi elektrolit
1. TD, N dan S dalam 4. Pertahankan intake dan output makanan
batas normal 5. Kelola cairan selama 24 jam
2. -24 jam keseimbangan 6. Monitor status hidrasi
pemasukan dan 7. Monitor status nutrisi
pengeluaran elektrolit 8. Mengatur pemberian terapi IV

36
3 Resiko infeksi b.d Tujuan: Setelah dilakukan 1. Monitor keadaan luka
Perubahan penyakit kronis : tindakan 3x24 jam 2. Bersihkan luka dengan tehnik steril
DM Menunjukan Risk infeksi 3. Instruksikan kepada keluarga dan pengunjung
terkontrol untuk mencuci tangan saat kontak pasien
Kriteria hasil : 4. Jaga kondisi luka agar tetap bersih dan kering
1. Klien bebas dari tanda 5. Tingkatkan intake nutrisi
dan gejala infeksi 6. Batasi pengunjung
2. Jumlah leukosit dalam
batas normal
3. Menunjukan perilaku
hidup sehat

37
4. Resiko cidera b.d Tujuan: Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
( disfungsi sensorik) tindakan 3x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai
Menunjukan Risk cidera kondisi sensorik (mata) pasien.
terkontrol 3. Memasang slide rail tempat tidur
Kriteria hasil : 4. Menganjurkan keluarga untuk mengunjungi
1. Klien terbebas dari resiko pasien
cedera 5. Koloborasi pemeriksaan GDS secara rutin
2. Klien mampu menjelaskan
cara/metode mencegah
injuri
3. Klien dan keluarga
mampu memodifikasi
gaya hiduo untuk
mencegah injuri
4. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan

38
5. Defisiensi pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Teaching Diasease Process
Tidak familiar dengan 3x24 jam keluarga pasiendapat 1. Menilai tingkat pengetahuan tentang proses
sumber informasi menunjukkan penegtahuan penyakit yang spesifik
tentang proses penyakit, 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
dengan KH: hal ini berhubungan dengan patofisiologi dengan
Knowladge Disease Process cara yang tepat
1. Tanda dan gejala 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
penyakit dengan cara yang tepat
2. Komplikasi penyakit 4. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
3. Mencegah komplikasi 5. Indetifikasi perubahan kondisi fisik pasien
penyakit. 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang diperlukan
untuk mencegah komplikasi di masa depan

39
3.5. Evidence Based Practise dan Legal Etik Keperawatan
1. Evidence Based Practice
Berdasarkan beberapa literatur yan penulis dapatkan terkait
penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien anak dengan diabetes melitus
antara lain :
Hamilton, (2017), meneliti tentang manajemen penatalaksanaan diabetes
melitus pada anak dan remaja. Pada penelitian ini manajemen yang dilakukan
berdasarkan manajemen awal dan manajemen jangka panjang. Pada
manajemen awal yang dilakukan adalah diagnosis dini dan pengobatan segera
sangat penting untuk menghindari keadaan darurat medis misalnya DKA.
Kesadaran tentang 4T (toilet, haus, lelah dan lebih tipis), sangat penting untuk
mengidentifikasi tanda-tanda awal diabetes. Selain itu perawatan dirumah sakit
seperti di ruang PICU dan HDU bagi anak yang membutuhkan perawatan
intensif. Sementara pada pasien anak dan remaja dalam perawatan jangka
panjang manajemen yang dilakukan adalah menjaga glukosa darah mereka. Hal
ini membutuhkan pendidikan diabetes untuk anak dan keluarga mengenai
pemberian insulin, penghitungan karbohidrat, dan menjaga gaya hidup sehat.
Sementara itu penelitian terkait intervensi perilaku berbasis bukti untuk
mempromosikan manajemen diabetes pada anak-anak, remaja, dan keluarga
yang dilakukan oleh Hilliard, et.al., (2016), mengemukakan bahwa intervensi
psiokolgi dan prilaku sangat penting dalam manajemen diabetes melitus pada
anak dan remaja untuk meningkatkan kepatuhan intervensi pada
penatalaksanaan diabetes melitus dan dapat meningkatkan kualitas hidup anak
dan keluarga.
Sejalan dengan penelitian diatas, penelitian yang dilakukan oleh
Chamberlain, et.al., (2016), terkait tentang diagnosis dan manajemen pada
pasien diabetes melitus mengemukakan bahwa pada DM type 1 manajemen
yang dilakukan adalah pompa insulin untuk mengurangi risiko hipoglikemia
sementara pada DM type 2 dengan dilakukan terapi awal, yaitu pasien yang

40
baru didiagnosis kelebihan berat badan atau obesitas harus memulai modifikasi
gaya hidup, termasuk aktivitas fisik, dan diberi konseling untuk kehilangan
setidaknya 5% dari berat badan mereka. jika terapi awal tidak cukup maka
lakukan terapi metformin. Selanjutnya terapi kombinasi dalam pemberian obat,
terapi insulin (basal insulin, bolus insulin).

2. Legal Etik Keperawatan


Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan
legal yang ada dalam praktik keperawatan. Dalam setiap aspek keperawatan
perawat perlu memahami implikasi hukum terhadap pemikiran dan tindakan
kritis yang dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri dan pasien terhadap
masalah yang mungkin muncul dalam aplikasinya.
Pada makalah ini penulis mengemukakan prinsip etik Beneficence
(Mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan memperkecil kerugian atau
resiko bagi subjek). Berdasarkan hasil review yang penulis dapatkan bahwa
Dalam penatalaksaan asuhan keperawatan atau intervensi pada pasien dengan
diabetes melitus adalah dengan cara menjaga kadar glukosa darah pasien,
memberikan intervensi psikologi dan prilaku dalam penatalaksanaan terapi
pada diabetes melitus (edukasi pada keluarga), dan pemberian insulin.

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan merupakan kondisi tidak
terkontrolnya gula dalam tubuh karena kerusakan sel β pancreas sehingga
mengakibatkan berkurangnya prosuksi insulin sepenuhnya. Diabetes mellitus
tipe 1 dapat disebabkan oleh faktor genetic, lingkungan dan imunologi.
Kekurangan insulin pada diabetes mellitus tipe 1 dapat menimbulkan kondisi
hiperglikemi dan dapat menunjukkan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, serta
penurunan berat badan. Diabetes mellitus tipe 1 dapat berkomplikasi menjadi
diabetes ketoasidosis jika terjadi peningkatan produksi keton.

Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak
lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit
absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2,
yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai
sehingga terjadi defisit relatif insulin. Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat
bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa
puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat
menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 % adalah penderita
diabetes tipe 1.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia


sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar
glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I disebabkan oleh bebrapa
faktor antarain seperti fakor genetik, faktor lingkungan dan faktor imunologi.

42
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam
keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam
semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa
takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh
penyandang DM maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan
prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.

43
DAFTAR PUSTAKA

Aksara. B. (2012). Karakteristik Ketoasidosis Diabetic pada Anak.

Bowden, V.R & Greenberg, C.S. (2010). Children and Their Families,Tthe Continuum
of Care 2nd Edition. Wolter Kluwer Health

Corwin, E., J (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC

Darwis, Y.W, dkk. (2005). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk penyakit DM.
Direktorat Laboratorium Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2015). Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes


Mellitus Tipe 1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kee, JL. (2003). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Jakarta: EGC
Kelo, M., Martikainen, M., And Eriksson, E. (2011). Self-care of School-age Children
with Diabetes: an Integrative Review. Journal of Advanced Nursing 67(10),
2096–2108. doi: 10.1111/j.1365-2648.2011.05682.x

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Dan Analisis Diabetes. Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta

Khalifah, R.A., et al. (2016). The Effect of Adding Metformin to Insulin Therapy for
Type 1 Diabetes Mellitus Children: A Systematic Review and Meta-analysis.
Pediatric Diabetes 2017; 1–10. DOI 10.1111/pedi.12493

Konsensus nasional pengelolaan diabetes mellitus tipe 1. UKK ENDOKRINOLOGI


ANAK DAN REMAJA, IDAI. WORLD DIABETES FOUNDATION. 2009.
Xa.yimg.com.pdf

Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United


States of America: Mosby

Meidian, JM. (2002). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America: Mosby
44
MenKes RI. (2011). Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik. Kementrian Kes RI
Direktorat Jendral Bina Upaya Kes.DirektoratBina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana kesehatan

Moelyo. AG. (2011). Mengenal Diabetes Mellitus Tipe 1 pada Anak.


http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/mengenal_kasus-kasus_endokrin_anak/pdf

Pereiraa, P.F., et al. (2014). Does Breastfeeding Influence the Risk of Developing
Diabetes Mellitus in Children? A Review of Current Evidence. J Pediatr (Rio J).
90(1):7-15

Pulungan, A & Herqutanto. (2009). Diabetes Melitus Tipe 1:“Penyakit Baru” yang
akan Makin Akrab dengan Kita. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10

Ridwan. Z, Bahrun. U, Pakasi, R. (2016). Ketoasidosis Diabetic di Diabetes Mellitus


Tipe 1. Vol. 22, No. 2 Maret 2016 | Hal. 200–203.p-ISSN 0854-4263 | e-ISSN
4277-4685. Indonesianjournalofclinicalpathology.

Roze1, S., et al. (2015). Cost-effectiveness of Continuous Subcutaneous Insulin Infusion


Versus Multiple Daily Injections of Insulin in Type 1 Diabetes: ASystematic
Review. Diabet. Med. 32, 1415-1424

Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Soegondo, S dkk. (2004). Penatalaksanaan DM terpadu Cetakan ke 5. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI
Soewondo. (2004). Pemantauan Pengendalian DM. Jakarta: FKUI

Suriadi & Yuliani, R (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV
Sagung Seto

Ukk Endokrinologi Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia World Diabetes
Foundation. (2009). Konsesus nasional pengelolaan diabetes melitus tipe 1.
Indonesia: World Diabetes Foundation

45
Wong, D, L., Hockenberry, M., Wilson, D.,Winkelstein, M, L., & Schwartz, P. (2008).
Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC

Wong, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan PediatrikVol. 2. Jakarta: EGC

Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly
diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and
autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic control 12 months
after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010: 11: 218–226.

Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill

University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71

Irland NB. The story of type 1 diabetes. Nursing for women’s health, volume 14,

2010; 327-338

Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes Mellitus.

Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE University, Al Ain, United


Arab Emirates; 2000

Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel pada Anak
dan Remaja. Diajukan pada Forum Komunikasi Ilmiah (FKI) Lab./SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. February 13, 2002.

Chamberlain, J. J., Rhinehart, A. S., Shaefer, C. F., & Neuman, A. (2016). Diagnosis
and management of diabetes: Synopsis of the 2016 American diabetes association
standards of medical care in diabetes. Annals of Internal Medicine, 164(8), 542–
552. https://doi.org/10.7326/M15-3016

Hamilton, H., Knudsen, G., Vaina, C. L., Smith, M., & Paul, S. P. (2017). Diabetes :
Recognition and Management, (March).

46
Hilliard, M. E., Powell, P. W., & Anderson, B. J. (2016). Evidence-based behavioral
interventions to promote diabetes management in children, adolescents, and
families. American Psychologist, 71(7), 590–601.
https://doi.org/10.1037/a0040359.

47

Anda mungkin juga menyukai