Disusun oleh:
dr. Jennie Novita Solihin
Pembimbing:
dr. ECV Kuncoronita
Mengetahui,
Dokter Pembimbing Dokter Internsip
3
BAB I
PENDAHULUAN
World Health Organization (2014) menjelaskan, secara global terdapat 422 juta
penduduk di dunia terdiagnosis DM pada usia di atas 18 tahun.2 Diperkirakan pada
tahun 2013, penderita DM akan meningkat sebanyak 55% di mana setiap 6 detik,
terdapat 1 penderita diabetes melitus yang meninggal. Berdasarkan data dari National
Statistics Diabetes, 9.3% penduduk Amerika menderita diabetes melitus dan
merupakan penyebab kematian ketujuh di Amerika Serikat pada tahun 2010. Sejak
tahun 2010 penyakit tidak menular menjadi penyebab terbesar kematian dan kecatatan
stroke, kecelakaan, jantung, kanker, diabetes).3 Semua jenis diabetes dapat
menyebabkan komplikasi di berbagai organ tubuh dan dapat meningkatkan resiko
kematian usia muda. Komplikasi yang dapat timbul akibat diabetes melitus meliputi
serangan jantung, gagal ginjal, amputasi karena kematian jaringan, kehilangan
penglihatan, dan kerusakan pada sistem saraf. Selain itu, DM juga berkontribusi secara
ekonomi karena biaya pengobatan diabetes dan juga kehilangan mata perncaharian
akibat dari progresivitas penyakit yang memburuk dan menyebabkan kecacatan.
Salah satu provinsi di Indonesia dengan prevalensi DM tinggi adalah Banten dengan
penderita DM sebesar 104.962 penduduk dan di wilayah Kota Tangerang sebesar
23,5%.4 Beberapa bulan pada tahun 2018 di UPT Puskesmas Paninggilan, Diabetes
Melitus masuk ke dalam sepuluh besar penyakit terbanyak. UPT Puskesmas
Paninggilan berlokasi di Kelurahan Paninggilan, Kecamatan Ciledug, Kota
4
Tangerang. Ia terdiri dari tiga kelurahan yaitu kelurahan Paninggilan, kelurahan
Paninggilan Utara dan kelurahan Sudimara Timur dengan luas wilayah kerja
Puskesmas Paninggilan adalah 336,74 ha.
Melihat peningkatan jumlah kasus penderita Diabetes Melitus di wilayah kerja UPT
Puskesmas Paninggilan, maka saya selaku dokter internsip tertarik untuk melakukan
kegiatan mini project dengan topik profil dan prevalensi Diabetes Melitus tipe II yang
berobat ke Puskesmas Paninggilan.
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini anfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan.
5
Sebagai pengalaman langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah, khususnya
mengenai profil dan prevalensi diabetes melitus di Puskesmas Paninggilan di
bulan Juni - November 2019.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran profil dan
prevalensi diabetes melitus tipe II di Puskesmas Paninggilan di bulan Juni -
November 2019 dan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama bagi
masyarakat yang tinggal di ruang lingkup Puskesmas Paninggilan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi
insulin oleh pankreas atau keadaan di mana tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi dengan efektif. Hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah
adalah suatu efek yang sering dijumpai pada diabetes yang tidak terkontrol, dan
apabila dibiarkan, dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan berbagai
sistem tubuh terutama sistem saraf dan pembuluh darah.
Dari berbagai definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus
merupakan suatu penyakit metabolism kronis yang disebabkan oleh adanya kelainan
dari produksi, sekresi, dan kerja insulin yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia). Seseorang dapat dinyatakan menderita diabetes melitus
apabila kadar glukosa darah 126 mg/dL pada puasa dan 200 mg/dL pada pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu. 7
2.2 Epidemiologi
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes
Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetes melitus.8
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2014 mengeluarkan data nengenai jumlah
7
penderita Diabetes Melitus (DM) saat ini naik menjadi 422 juta jiwa. Khusus di
Indonesia, berdasaran Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian
Kesehatan RI, terakhir tahun 2013 sudah mencapai angka 9,1 juta jiwa dan jumlah ini
terus bertambah, diprediksi pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta jiwa.2
2.3 Etiologi
Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, namun
umumnya diketahui karena menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin, dan
gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas merupakan 2 faktor genetik utama
etiologi DMT2. Faktor genetik lainnya masih banyak yang belum diketahui secara
jelas. Dipihak lain, faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk dalam hal makan,
minimnya aktivitas jasmani, dan kegemukan, secara etiologis berperan dalam
mempercepat progresivitas penyakit termasuk konversi prediabetes menjadi diabetes,
dan memicu terjadinya komplikasi DMT2.9
Faktor risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2. Beberapa faktor risiko
diabetes melitus tipe 2 antara lain indeks massa tubuh berlebih, aktivitas fisik yang
kurang, penyakit vaskular seperti hipertensi, obesitas berat, berusia ≥ 45 tahun, riwayat
prediabetes (A1C 6,0 % - 6,4 %), HDL <35 mg/dL, trigliserida > 250 mg/dL, memiliki
riwayat diabetes melitus gestasional, dan memiliki first degree relative DM (faktor
keturunan DM dalam keluarga).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI dalam dilihat dalam tabel 2.1
dibawah ini :
Etiologi
Jenis
8
1. Defek fenetik fungsi sel-β
4. Endokrinopati
Tipe lain
5. Obat/zat kimia
6. Infeksi
7. Imunologi (jarang)
Diabetes Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama
Melitus dan gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan.
Gestasional
2.4 Patofisiologi
Diabetes Melitus (DM) tipe II disebabkan adanya gangguan sekresi insulin ataupun
resistensi insulin pada organ target terutama hati dan otot. Resistensi insulin tidak
menyebabkan diabetes secara klinis namun dengan adanya kegagalan kompensasi dari
tubuh yang berupa keadaan hiperinsulinemia dapat timbul gejala klinis DM yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah.10
Faktor utama terjadinya DM tipe II adalah resistensi insulin pada reseptor insulin atau
pada salah satu tahap proses transduksi sinyal yang diinduksi insulin dan reseptornya.
Resistensi insulin berkaitan erat dengan obesitas karena jaringan lemak yang
menghasilkan TNF, asam lemak, leptin dan resistin. Pada orang dengan obesitas,
terjadi ekspresi berlebihan sehingga TNF dapat mempengaruhi transduksi sinyal
9
pasca reseptor yang memicu resistensi insulin. Kadar leptin yang menurun dan
peningkatan resistin pada hewan juga dapat menyebabkan resistensi insulin.10
Gejala-gejala DM tersebut telah dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis.
Gejala akut DM adalah gejala klasiknya yang adalah banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria). Jika DM tidaky tidak segera
diobati dapat menimbulkan gejala kronis seperti kulit terasa panas, kebas, kesemutan,
rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, penglihatan memburuk
(buram), gigi mudah goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hami, dll.7
2.7 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan
pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan klasik DM.
a) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah
kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam ATAU
b) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
ATAU
10
a) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma
2-jam <140 mg/dl.
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik.
Tujuan penatalaksaan secara umum menurut PERKENI antara lain untuk
menghilangkan keluhan DM, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi risiko
komplikasi, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro dan
makroangiopati, dan pada akhirnya menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita
diabetes melitus.7
11
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara
tunggal ataupun langsung dikombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, seperti ketoasidosis, stress berat, berat badan menurun cepat, terdapat
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberitahukan pasien.
a. Edukasi. Edukasi memiliki tujuan promosi hidup sehat, diisi dengan materi
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kebutuhan gizi baik sebagai berikut:
Protein : 10-20% total asupan energi, dengan sumber protein baik antara lain
ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah
Serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran sebanyak 20-35 gram per hari.
12
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, usia, stres akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dapat dihitung dari berat badan ideal dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kgBB untuk
perempuan) kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas,
koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut
sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya, kebutuhan kalori pada penderita
diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi
kebutuhan untuk aktivitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30-40 menit, dengan total 150 menit per minggu), merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe II. Kegatan sehari-hari atau aktivitas
sehari-hari tidak termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk tetap
aktif setiap hari. Selain untuk menjaga kebugara, latihan jasmani juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga dapat
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan yang dianjurkan yaitu yang bersifat
aerobic intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal [220-usia pasien]).
d. Pengelolaan Farmakologis
lain:
13
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Tiazolidindion
14
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Akarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sebagai awal penelitian, peneliti berkoordinasi dengan bagian BPU UPTD Puskesmas
Paninggilan untuk mendapatkan data pasien diabetes melitus tipe II yang berobat.
16
3.6 Cara Penelitian dan Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan pengambilan data rekam medis
seluruh pasien diabetes melitus tipe II kelurahan Paninggilan yang berobat ke
Puskesmas Paninggilan bulan Juni sampai November 2019.
Untuk menampilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap-tiap variabel dalam
bentuk tabel atau gambar. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel 2016 dan disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi.
17
BAB IV
Kunjungan Pasien
Bulan
Diabetes Melitus tipe II
Juni 6
Juli 36
Agustus 37
September 37
Oktober 37
November 40
Total 193
Menurut data yang diperoleh dari data e-puskesmas periode Juni-November 2019,
terdapat 193 kunjungan pasien diabetes melitus tipe II kelurahan Paninggilan yang
datang berobat ke Puskesmas Paninggilan. Pada bulan Juni terdapat 6 pasien
berkunjung, bulan Juli 36 pasien, bulan Agustus sampai Oktober 37 pasien dan
prevalensi terbanyak pada bulan November yaitu 40 pasien.
200
150
100
50
0
Juni Juli Agustus September Oktober November Total
18
4.2 Gambaran Profil Pasien Diabetes Melitus tipe II Kelurahan Paninggilan pada
Puskesmas Paninggilan Periode Juni – November 2019
Variabel N Frekuensi %
Usia
20-40 6 8.7
41-60 42 60.9
>60 21 30.4
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 33.3
Perempuan 46 66.7
Indeks Massa Tubuh
Kurang 1 1.4
Normal 21 30.4
Berisiko 14 20.3
Obesitas I 21 30.4
Obesitas II 12 17.5
Lingkar Perut
Perempuan
<80 4 5.8
>80 42 60.9
Laki-laki
<90 12 17.4
>90 11 15.9
19
DISTRIBUSI JENIS KELAMIN PASIEN
Laki-laki Perempuan
Laki-laki
33%
Perempuan
67%
4.2.2 Usia
Jumlah kunjungan pasien hipertensi berdasarkan umur didominasi oleh kelompok usia
41-60 tahun yaitu sebanyak pasien, diikuti dengan kelompok usia diatas 60 tahun yaitu
sebanyak 1 pasien dan terakhir kelompok usia 20-40 tahun sebanyak 6 pasien. Umur
pasien termuda yaitu 37 tahun, tertua adalah 64 tahun, dan rerata umur pasien yaitu 56
tahun.
9%
30%
61%
20
darah sehingga banyaknya kejadian DM salah satu diantaranya adalah karena faktor
penambahan usia yang secara degeneratif menyebabkan penurunan fungsi tubuh.12
2%
17%
31%
30%
20%
Peningkatan indeks masa tubuh dipengaruhi oleh faktor gaya hidup seperti kelebihan
berat badan dan olahraga yang terkait dengan perkembangan diabetes tipe II. Pengaruh
indeks massa tubuh terhadap diabetes melitus juga dapat disebabkan oleh kurangnya
aktifitas fisik serta tingginya konsumsi protein, karbohidrat dan lemak yang
merupakan faktor risiko dari obesitas. Kondisi tersebut dapat meningkatkan asam
lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menyebabkan
menurunnya pengambilan glukosa kedalam membran plasma, dan akan menyebabkan
terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa.13
21
lingkar perut <90 cm dan 4 perempuan (5.8%) dengan lingkar perut <80 cm. Lingkar
perut terbesar yaitu 118cm, terkecil 67 cm, rerata lingkar perut sebesar 89.27cm.
6%
16%
17%
61%
Tingginya kadar gula darah seringkali dikaitkan dengan obesitas, terutama obesitas
sentral yang secara bermakna berhubungan dengan sindrom metabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi). Beberapa penelitian bahkan menyebutkan bahwa
penurunan berat badan secara signifikan mengurangi faktor resiko Diabetes Melitus
yang berhubungan dengan komplikasi. Obesitas sentral sendiri dapat dikatakan
sebagai akumulasi lemak secara intraabdominal dan subkutan di daerah abdomen
sehingga pengukuran lingkar perut dapat digunakan untuk mengukur lemak visceral
untuk menentukan cut-off dari obesitas sentral.14
22
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memicu kerjasama, komunikasi serta hubungan
yang baik antara dokter, pasien, keluarga pasien, serta petugas kesehatan dalam
menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing demi kesejahteraan seluruh
masyarakat. Puskesmas dapat lebih meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat
tentang pencegahan serta dampak diabetes melitus dalam bentuk leaflet, poster atau
sosialisasi.
23
pengobatan lebih cepat. Maka diharapkan dapat meningkatkan pasien diabetes melitus
terkontrol dan membantu menurunkan komplikasi diabetes melitus. Masyarakat juga
dihimbau agar aktif untuk mengikuti acara penyuluhan yang diadakan oleh pihak
puskesmas.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26