Anda di halaman 1dari 35

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK MATA

Disusun Oleh:
Vicko Pratama Susanto
00000002386

Pembimbing:
Dr. Roesmawati, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE APRIL-MAY 2018
DAFTAR ISI
BAB 1.................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
BAB 2.................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................... 5
2.2. KATARAK (VAUGHAN, BUKU IJO) ................................................. 9
2.3. KATARAK KOMPLIKATA ................................................................17
2.4. Terapi.....................................................................................................30
Daftar pustaka .....................................................................................................35
BAB 1
PENDAHULUAN

Mata merupakan suatu organ penting bagi manusia untuk menerima informasi secara visual
untuk menjalankan kegiatan, namun banyak gangguan pada mata mulai dari yang ringan
hingga yang berat yang dapat menyebabkan kebutaan pada mata. Dari data gangguan
penglihatan seluruh dunia yang diperoleh dari hasil estimasi yang dilakukan oleh WHO maka
gangguan pada mata diklasifikasikan menjadi low vision jika tajam penglihatan <6/18 - 3/60
dan buta jika tajam penglihatan kurang dari 3/60. 1
Diperkirakan pada tahun 2010 terdapat 285 juta orang yang mengalami gangguan
penglihatan, 39 juta orang termasuk dalam klasifikasi buta. Katarak merupakan salah satu
penyakit yang menyebabkan angka gangguan penglihatan tertinggi di dunia. Katarak
menenmpati urutan ke dua pada klasifikasi low vison atau sekitar 33% dari seluruh klasifikasi
low vision, sedangkan pada klasifikasi buta, katarak menempati urutan pertama sebagai
penyebab kebutaan dengan angka 51% dari seluruh penderita di dunia.
Berdasarkan riset kesehatan daerah (RISKEDA) 2007 dan 2013 didapati angka 85%
kejadian kebutaan diindonesia dialami oleh usia >50 tahun. Katarak merupakan penyebab
utama dari kebutaan itu, diperkirakan insiden katarak ada 0,1%/tahun atau setiap tahun diantara
1000 orang akan terdapat pasien baru katarak. Penduduk di indonesia juga cenderung memiliki
angka kejadian katarak yang lebih cepat 15 tahun dibandingkan dengan penduduk subtropis,
sekitar 16-22% penderita katarak dibawah 50 tahun.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


2.1.1. Anatomi Lensa
Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9mm. Jaringan ini berasal dari ektoderm
permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris
yang dapat menebal dan menipis pada saat akomodasi. Zonula akan menghubungkan lensa
dengan corpus ciliare. Pada bagian anterior lensa terdapat aqueous humor dan pada bagian
posterior terdapat vitreus.
Kapsul dari lensa merupkan membran semipermeabel yang dapat memperbolehkan air dan
elektrolit masuk. Pada bagian depan terdapat epitel subkapsular yang membentuk serat lensa
pada kapsul lensa. Serta akan terbentuk terus menerus yang menyebabkan pemadatan serat
lensa pada bagian sentral yang membentuk nukleus lensa. Seiring dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih
besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat akan tampak
seperti huruf Y pada pemeriksaan slitlamp. Dibagian luar dari nukleus terdapat serat lensa yang
lebih muda disebut korteks, korteks yang terdapat dibagian depan nukleus disebut korteks
anterior sedangkan yang dibelakang disebut korteks posterior.

Lensa ditahan pada tempatnya oleh ligamentum suspensoterium yang dikenal zonula zinnii
yang tersusun atas fibril, fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam
ekuator lensa.2,3,4,5
Enam puluh lima persen dari lensa terdiri dari air, sekitar 35%nya protein dan terdapat
sedikit mineral. Lensa juga memiliki kandungan kalium yang tinggi. Dapat juga ditemukan
asam askorbat dan glutation, lensa tidak memiliki pembulu darah, saraf nyeri atau saraf
lensa.2,3,4,5

2.1.2. Fisiologi lensa


Perlu diingat lensa tidak memliki pembulu darah maupun sistem saraf. Oleh sebab itu lensa
mempertahankan kejernihannya dengan menggunakan aqueous humor sebagai penyedia
nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun bagian lensa yang terpapar dengan
aqueous humor hanyalah bagian anterior sehingga sel-sel yang berada ditengah lensa
membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-
resistance gap junction antar sel. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat
rendahnya kadar oksigen terlarut dalam aqueous humor.2,12
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa normal mengandung 65% air, jumlah ini akan relatif tetap sama seiring
bertambahnya usia. Sekitar 5 % dari air didalam lensa berada di ruangan ekstrasel. Lensa
memiliki konsentrasi sodium ekitar 20 μm dan potasium sekitar 120 μm. Konsentrasi diluar
lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150 μm dan potasium sekitar 5 μm.
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung dari
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+-ATPase. Inhibisi Na+,
K+-ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di
dalam lensa. Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasi kalsium di
dalam sel yang normal adalah 30μM, sedangkan di luar lensa adalahsekitar 2μM. Perbedaan
konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa kalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya
keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan
protein high-molecular-weight dan aktivasi protease destruktif. Transpor membran dan
permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam
lensa melalui pompa sodium yang berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi
terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif.2,12
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan
lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang dialami memungkina lensa mengubah bentuknya menjadi lebih atau
kurang bulat (sferis), tergantung dari tegangan yang dihasilkan oleh serat-serat zonula pada
kapsul lensa. Tegangan dari zonula diatur oleh muskulus ciliaris, yang bila berkontraksi dapat
emgendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan menghasilkan
daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi dari
muskulus ciliaris akan menghasilkan kebalikan dari mekanis sebelumnya yang menyebabkan
lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terlihat lebih fokus. Dengan ada
penambahan usia daya dari akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan yang diikuti
dengan turunnya elastisitas lensa. Akomodasi yang terjadi dipersarafi oleh saraf simpatik
cabang nervus III (okulomotorius). Obat-obat parasimpatometik (pilokarpin) memicu
akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropin) memblok akomodasi. Obat-obatan
yag menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.2,12
Akomodasi Tanpa Akomodasi
Muskulus Cilliaris Kontraksi Relaksasi

Ketegangan Serat Zonular Menurun Meningkat

Bentuk Lensa Lebih cembung Lebih pipih

Tebal Axial Lensa Meningkat Menurun

Dioptri Lensa Meningkat Menurun


2.2. KATARAK
Katarak berasal dari yunani katarrhakies dan latin cataracta yang berarti air tejun. Dalam
bahasa indonesia diartikan penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Definis dari katarak sendiri merupakan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
lensa atau denaturasi protein serta bisa juga terjadi akibat keduanya. Kekeruhan pada lensa
terjadi terbanyak akibat adanya proses penuaan, tetapi masi banyak faktor lain yang mungkin
terlibat seperti, trauma racun, merokok, penyakit sistemik, dan keturuna (herediter). Banyak
penelitian yang melaporkan prevelansi katarak pada individu berusaia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50% dan angka prevelansi ini terus meningkat hingga 70% pada usia diatas 75
tahun. Kekeruhan yang terjadi biasanya terdapat pada kedua lensa.2,3
Patogenesis pada katarak sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Secara
karakteristik ditemukan adanya agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya
dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainya akan merubah lensa menjadi kuning
atau coklat. Hal ini diperkirakan akibat kerusakan oksidatif, sinar ultraviolet, dan malnutrisi.
Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat memperlambat atau membalikan perubahan-
perubahan kimia yang terjadi pada katarak. Ciri lain dari lensa katarak adalah adanya edema
lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat
lensa.2
Sebagian besar katarak tidak telihat pada pengamatan sepintas hingga sampai lensa cukup
keruh dan padat yang akan memnyebabkan gangguan penglihatan. Katarak yang dapat terlihat
dengan mata kosong adalah katarak matur atau hipermatur. Dengan semakin keruhnya lensa
maka fundus okuli akan semakin sulit untuk dilihat, sampai akhirnya refleks fundus menjadi
hilang sama sekali, pada keadaan ini stadium katarak telah matur dan pupil akan berawarna
putih. Namun katara, pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui
pupil yang didilatasi maksimun dan diperika menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar, atau
slitlamp. 2,3
Derajat klinis pembentukan katarak, dengan mengasumsikan tidak ada kelainan mata lain,
terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman menggunakan snellen chart. Secara umum,
penurunan ketajaman penglihatan memiliki hubungan langsung dengan katarak. Tetapi
terkadang pada orang yang memperlihatkan katarak yang cukup bermakna berdasarkan
pemeriksaan dengan oftalmoskop atau slitlamp dapat melihat cukup baik sehingga dapat
melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Yang lain mengalami penurunan ketajaman
penglihatan berlebihan dibandingkan dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati. Hal ini
disebabkan distorsi bayangan oleh lensa yang mengalami kekeruhan parsial. The Cataract
Management Guideline Panel menganjurkan bahwa petunjuk terbaik untuk perlu tidaknya
tindakan bedah adalah penilaian berdasarkan gambaran klinis dan uji ketajaman penglihatan
Snellen dengan memperhatikan fleksibilitas berkaitan dengan kebutuhan fungsional dan visual
spesifik pasien, lingkungan, dan faktor resiko lain-yang kesemuanya dapat berbeda-beda.2,3

2.2.1 Klasifikasi katarak


Katarak pada dasarnya dapat di klasifikasikan menjadi dua :
1. Katarak kongenital
2. Katarak acquired
Katarak Berdasarkan usia diklasifikasikan dalam :
1. Katarak kongenital, katarak yang terlihat dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Selain pembagian diatas ada juga yang disebut dengan katarak komplikata dan katarak
traumatika.

1. Katarak kongenital/developmental2,3,5
Katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kuang dari 1
tahun. Kekeruhan pada lensa kongenital sering terjadi dan sering tidak bermakna, angka
kejadianya adala 3:10000 dari setiap kelahiran dan 2/3nya pada kedua mata. Kekeruhan yang
parsial atau kekeruhan yang diluar sumbu penglihatan atau tidak cukup padat untuk
mengganggu transmisi cahaya tidak memerlukan terapi selain observasi2,3,5
Katarak kongenital diklasifikasikan kedalam dua golongan:
1. Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
polaris
2. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks
atau nuklues saja.
Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.
Pada katarak kongenital dikenal ada beberapa bentuk:2,3,5
 Katarak Lamelar atau Zonular
Di dalam perkembangan embriologik permulaan terdapat perkembangan serat
lensa maka akan terlihat bagian lensa sentral yang lebih jernih. Kemudian
terdapat serat lensa keruh dalam kapsul lensa. Kekeruhan berbatas tegas dengan
bagian perifer tetap bening. Katarak lamelar ini mempunyai sifat herediter dan
ditransmisi secara dominan, katarak biasanya bilateral.
Katarak zonular terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat menutupi
seluruh celah pupil, bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering dapat mengganggu
penglihatan.
Gangguan penglihatan pada katarak zonular tergantung pada derajat kekeruhan
lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus tidak dapat terlihat pada
pemeriksaan oftalmoskopi maka perlu dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.

 Katarak Polaris Posterior


Katarak polaris posterior disebabkan menetapnya selubung vaskular lensa.
Kadang-kadang terdapat arteri hialoid yang menetap sehingga mengakibatkan
kekeruhan pada lensa bagian belakang. Pengobatannya dengan melakukan
pembedahan lensa.
 Katarak Polaris Anterior
Gangguan terjadi pada saat kornea belum seluruhnya melepaskan lensa dalam
perkembangan embrional. Hal ini juga mengakibatkan terlambatnya
pembentukan bilik mata depan pada perkembangan embrional. Pada kelainan
yang terdapat di dalam bilik mata depan yang menuju kornea sehingga
memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti piramid. Katarak polaris anterior
berjalan tidak progresif. Pengobatan sangat tergantung keadaan kelainan. Bila
sangat mengganggu tajam penglihatan atau tidak terlihatnya fundus pada
pemeriksaan oftalmoskopi maka dilakukan pembedahan.
 Katarak Nuklear
Katarak semacam ini jarang ditemukan dan tampak sebagai bunga karang.
Kekeruhan terletak di daerah nukleus lensa. Sering hanya merupakan kekeruhan
berbentuk titik-titik.Gangguan terjadi pada waktu kehamilan 3 bulan pertama.
Biasanya bilateral dan berjalan tidak progresif, biasanya herediter dan bersifat
dominan. Tidak mengganggu tajam penglihatan. Pengobatan, bila tidak
mengganggu tajam penglihatan maka tidak memerlukan tindakan.

 Katarak punctate/blue dot cataract


Variasi paling sering, ditemukan adanya lesi opak kecil yang banyak. Biasanya
tidak menganggua penglihatan.

2. Katarak juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya usia kurang
dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak ini biasanya kelanjutan dari katarak kongenital.
Katarak ini terjadi saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya
konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut soft cataract. Biasanya katarak juvenil
merupakan bagian dari suatu gejala penyakit keturunan lain.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah pembedahan. Pembedahan dilakukan
bila tajam penglihatan sudah mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan
sangat bergantung pada usia penderita, bentuk katarak apakah mengenai seluruh lensa atau
sebagian lensa apakah disertai kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa
menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.2,3,4

3. Katarak senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu dia atas
50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang masi belum diketahui secara pasti. Perubahan yang
tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara
klinis, proses penuaan lensa sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa
akibat mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade 4 dalam bentuk keluhan
presbiopia. Berdasarkan dari morfologinya katarak senil dibagi:2,3,4,5
a. Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya pada
bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras
(sklerosis), berubah menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat.
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih
dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan
baca dapat menjadi lebih baik (miopisasi).
b. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta
komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang pada
lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul usia 40-
60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat daripada katarak
nuklear.
c. Katarak subcapsularis
Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya dibawah capsul, dan biasanya
ada di belakang lensa. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di cahaya
yang terang dan biasanya melihat halo pada malam hari. Dibagi menjadi katarak
subcapsularis posterior dan subcapsularis anterior. Pada subcapsularis posterior
biasanya terdapat pada pasien DM, Myotonic Dystrophy dan penggunaan
steroid. Sedangkan pada subcapsularis anterior biasanya terdapat pada
Glaukoma sudut tertutup akut, toksisitas amiodaron, miotic, dan Wilson
disease.

Berdasarkan dari stadium keparahan katarak, maka katarak senil dibagi menjadi :2,3,4,5,6

1) Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi
dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan
dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya teletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan
ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan. Pada
stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris akan
positif.

2) Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak
atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi
hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan
perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi miopik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga
bilik mata depan akan lebih sempit. Pada stadium intumensen ini akan mudah
terjadi penyulit glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.
3) Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam
stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada
stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat
perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan
iris akan terlihat negatif.

4) Katarak Hipermatur
Marupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga
korteks mengkerut dan berwarna kuning. Akibat
pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni).
Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata
menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Akibat
masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat menimbulkan penyulit
berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air
(air masuk) keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka


Shadow Test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Ada juga beberapa jenis katarak lainya yang termasuk dalam katarak senil seperti :
a. Katarak Intumesen2,3
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan

jarak lamel serat lensa. 


b. Katarak brunesen 2,4,5


Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia
tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini
terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior.

c. Katarak Morgagni2,3
Merupakan proses lanjutan dari katarak hipermatur, berjalan terusnya proses katarak
yang diikuti dengan kapsul yang tebal maka korteks akan berdegenerasi dan cairan
tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu
disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat.

4. Katarak Komplikata
Katarak yang disebabkan oleh penyakit mata lain seperti radang, proses degenerasi dan
penyakit sistemik. Katarak komplikata memiliki tanda khusus dimana katarak berada
pada daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata
ataupun linear.

2.2.2. Gejala Klinis


Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan
penglihatan yang muncul secara bertahap.2,3,4,5,6
a) Penglihatan kabur dan berkabut
b) Fotofobia
c) Penglihatan ganda
d) Kesulitan melihat di waktu malam
e) Sering berganti kacamata
f) Perlu penerangan lebih terang untuk membaca
g) Seperti ada titik gelap didepan mata

2.3. KATARAK KOMPLIKATA

A. Definisi: 2,3,5
Terdapat banyak pendapat mengenai batasan dan penyebab dari katarak
komplikata. Dalam buku Vaughan dan Kanski disebutkan bahwa katarak komplikata
terjadi karena adanya penyakit intraokular yang mempengaruhi fisiologi dari lensa
(paling sering adalah uveitis). Galloway menyebutkan katarak komplikata adalah
katarak yang terjadi karena penyakit lain baik dari penyakit mata atau bukan penyakit
mata (sistemik/ penggunaan obat).
Pendapat lain mengatakan bahwa katarak komplikata adalah katarak yang
terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi
atau terjadi karena adanya proses inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen
anterior atau posterior mata.
B. Etiologi :4,6
Penyebab dari terjadinya katarak komplikata dibagi menjadi tiga
1. Penyakit lokal pada mata
2. Penyakit sistemik (terutama penyakit endokrin)
3. Trauma
Penyakit lokal pada mata yang dapat menyebabkan katarak komplikata adalah
uveitis anterior yang kronik, glaukoma sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta
gangguan herediter pada fundus (misalnya retinitis pigmentosa). Ablasio retina
yang sudah lama juga dikatakan dapat menyebabkan katarak komplikata.
Penyakit sistemik yang memiliki ciri menimbulkan katarak yang bilateral.
Penyakit tersering yang menyebabkan katarak komplikata adalah galaktosemia,
diabetes mellitus pada umur pubertas dan keadaan dewasa bukan pada orang lebih
dari 50 tahun, dan tetani akibat gangguan paratiroid hormon.
Trauma yang dapat menyebabkan katarak di bagi dalam kategori trauma fisik,
mekanis, dan kimia. Katarak komplikata juga bisa disebabkan akibat penggunaan
obat-obatan atau pada pasien dengan down syndrome.4,6

A. Penyakit lokal pada mata :


1. Uveitis anterior
Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis dipengaruhi oleh banyak faktor
termasuk adanya mediator inflamasi, dengan berbagai akibatnya seperti terjadinya
peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan non fisiologi pada akuos atau
vitreous, menurunnya anti oksidan lensa dan sinekia. Secara umum inflamasi
segmen anterior dapat menyebabkan katarak anterior maupun posterior.
Sinekia posterior yang umumnya terjadi pada uveitis anterior berhubungan
dengan katarak subcapsular anterior (fibrous), kekeruhan yang terjadi karena
penebalan kapsul anterior lensa di tempat sinekia. Pada inflamasi terjadi reaksi
berupa lepasnya radikal bebas. Respons sel epitel terhadap lepasnya radikal bebas
pada proses inflamasi intraokuler dimulai dari lepasnya sel fagositik (netrofil dan
makrofag). Sel-sel ini menghasilkan superoxide, hidrogen peroxide dan hipochlorit.
Primernya produk-produk ini merupakan salah satu dari mekanisme anti bacterial
killing tetapi dalam jumlah banyak ternyata berpotensi merusak jeringan lokal,
termasuk epitel lensa, sehingga terjadi kekeruhan di epitel dan subkapsuler.
Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
sehingga keseimbangan kation didalam dan diluar lensa terganggu dengan akibat
kandungan air di dalam lensa bertambah dan kadar protein total menurun. Semua
hal tersebut diatas mengganggu transparansi lensa.
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan nekrosis epitel disertai reaksi
proliferasi dan metaplasia sel epitel di anterior dari bentuk kuboid menjadi bentuk
sel gepeng (spindle cell). Cellular debris ditemukan di pusat-pusat kekeruhan.
Metaplasia ini dapat menyusup masuk ke daerah nekrotik kemudian membentuk
multilayered hyperseluler plaque, yang nantinya terisi oleh jeringan kolagen yang
kemudian berkonvensi menjadi jaringan fibrous.
Antioxidan yang terdapat pada lensa seperti vitamin C, vitamin E, yang
berfungsi melindungi lensa dari proses oksidasi, jumlahnya ikut berkurang karena
banyak terpakai dalam reaksi lepasnya radikal bebas tersebut sehingga kerusakan
jaringanpun bertambah hebat.
Sel-sel epitel di germinative zone akan bermigrasi ke posterior subkapsular dan
bentuknya menjadi lebih besar yang disebut wedl / bladder cell . Pada keadaan
seperti ini kekeruhan yang terjadi adalah di daerah subkapsular posterior.
Semua keadaan ini berperan mengganggu transparansi lensa. Perubahan yang
terjadi bervariasi tergantung berat ringan, luas dan lamanya proses inflamasi.
Secara klinis penderita katarak komplikata karena uveitis adalah katarak sub
capsular posterior dengan keluhan silau, dan kabur terutama pada saat cahaya terang
karena mengecilnya pupil. Penglihatan dekat terasa lebih terganggu daripada
pengalihatan jauh. Beberapa penderita mengeluh adanya monokular diplopia.
Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai kapsul posterior harus dengan pupil
lebar..2,3,4,5,6
Gambar 7. Katarak komplikata karena uveitis.
Kekeruhan difus yang bermula dari posterior subscapular cataract (PSC). Tampak presipitat inflamatorik
berupa sel radang di permukaan posterior kornea (tanda panah)
(Lang, GK. 2000. Ophthalmology. New York, Thieme)

2. Glaukoma sudut tertutup7


Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan
atau gejala patologis yang di tandai dengan peningkatan tekanan intraocular ( TIO)
dengan segala akibatnya. Glaukoma memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata dan rasa sakit pada mata.7
Mekanisme kekeruhan lensa pada glaukoma adalah karena adanya peningkatan
tekanan intraokuler yang merusak central lentikuler epithelial cell serta degenerasi
epitel korteks di anterior. Pada glaukoma akut, kapsul berubah bentuk menjadi
bergelombang tetapi tetap utuh yang disebut fibrous metaplasia dan hyperplasia.
Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng, multilayered, rapuh, mudah
rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan di bagian
anterior, kortekspun mengalami degenerasi sitoplasma dan menjadi encer.
Degenerasi sitoplasma ini berupa vacuolated dan edema. Kekeruhan yang terjadi
pada awalnya tidak merata, Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar
sehingga dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat
disebut menurut penemunya katarak Vogt, bisa juga kekeruhan seperti porselen /
susu tumpah di meja pada subkpasul anterior. Tanda-tanda diatas adalah
patognomonik dengan peningkatan tekanan intraokuler yang akut dan berat.
Pembentukan katarak pada glaukoma terjadi secara bertahap.
Secara klinis, setelah serangan akut glaukoma akibat tekanan intraokuler yang
sangat tinggi terlihat bercak-bercak ireguler di kapsul anterior, berwarna keputihan
di area pupil. Kekeruhan di area aksial korteks menyebabkan penderita kesulitan
membaca pada cahaya terang. Keluhan penderita berupa penglihatan terganggu dan
sangat silau. Katarak ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata
sudah terkontrol.7

3. Miopia maligna7
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia
lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola
mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang
kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk
terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch berupa
hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih
lanjut akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
Mekanisme terjadinya disebabkan oleh penyakit di bagian posterior sel-sel
lensa seperti inflamasi vitritis, myopia degenerasi, degenerasi di retina termasuk
rinitis pigmentosa yang mengakibatkan migrasi dan degenerasi sel-sel ekuator ke
posterior pole. Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu stimulus. Pada
cataractogenesis yang berperan adalah proses degenerasi, seperti pada retinitis
pigmentosa katarak terjadi karena faktor degenerasi retina.
Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada
anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia
dalam waktu yang relatif pendek.7

4. Hereditary fundus dystrophies6


Yang termasuk dalam penyakit ini seperti retinitis pigmentosa, leber congenital
amaurosis, gyrate atrophy dan stickler syndrome yang memiliki hubungan dengan
kekeruhan lensa pada bagian posterior jarang pada bagian anterior. Dengan
dilakukannya operasi katarak penglihatan akan membaik.6

B. Penyakit sistemik :
1. Diabetes mellitus 5,6
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksinya,
dan besaran akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah,
demikian pula kandungan glukosa di humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous
masuk ke lensa secara difusi, oleh karenanya glukosa yang terkandung dalam lensa
akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi oleh enzim aldosa reduktase menjadi
sorbitol, yang tidak dimetabolisir tetapi menetap dalam lensa.
Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa, yang
menyebabkan edema serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat
mempengaruhi kekuatan refraksi lensa. Pasien diabetes mungkin menunjukkan
perubahan refraksi sementara, yang paling sering adalah miopia, tetapi kadang-
kadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun kekuatan akomodasinya
dibandingkan dengan orang pada umur yang sesuai, dan presbiopia dapat timbul
pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes daripada pasien-pasien
nondiabetes.
Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada pasien-pasien
diabetes. Meskipun dua tipe katarak secara klasik teramati pada pasien diabetes
pola-pola lainnya juga dapat terjadi. Katarak diabetes sejati atau katarak snowflake,
memiliki gambaran perubahan lensa subkapsular yang tersebar luas, bilateral,
beronset cepat dan akut, biasanya pada orang muda dengan diabetes mellitus yang
tidak terkontrol. Kekeruhan subkapsular putih abu-abu multiple yang memiliki
gambaran snowflake (butiran salju) terlihat pertama kali di korteks lensa anterior
dan posterior superfisial. Vakuola tampak dalam kapsul, dan bentuk celah di
korteks. Katarak kortikal intumescent dan matur terjadi segera sesudahnya.
Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada pasien diabetes.
Bukti menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki peningkatan risiko perubahan
lensa berhubungan dengan umur dan perubahan lensa ini cenderung terjadi pada
usia yang lebih muda daripada pasien tanpa diabetes. Pasien diabetes memiliki
risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan dengan umur yang mungkin
merupakan hasil dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi yang
mengikutinya, dengan peningkatan glikolisasi protein pada lensa diabetika. 5,6

2. Galaktosemia11
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa menjadi
glukosa yang diwariskan secara autosom resesif. Sebagai konsekuensinya,
galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut
mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula alkohol dari galaktosa.
Galaktosemia merupakan hasil adanya defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat
dalam metabolism galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase,
atau UDP-galaktosa-4-epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat,
dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzim transferase.
Enzim ini penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang
merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan
galaktosa.11
Pada galaktosemia klasik, pasien akan terlihat gejala malnutrisi seperti
hepatomegali, jaundice dan defisiensi mental yang akan terlihat pada beberapa
minggu pertama kehidupan. Galaktosemia merupakan penyakit yang bersifat
berbahya jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia klasik
dapat pastikan dengan pemeriksaan urin yag akan ditemukan substansi galaktosa
reduksi non glukosa.11
Sekitar 75 % pasien dengan galaktosemia klasik akan menyebabkan katarak
bilateral, hal ini muncul dalam beberapa minggu pertama dalam kehidupan.
Menumpuknya galactosa dan galacitol pada lensa akan meningkatkan tekanan
osmotik intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian
dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada
retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembang menjadi
kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah mengeliminasi susu dan produk
susu dari diet. Pada beberapa kasus, pembentukan katarak awal dapat dibalik oleh
diagnosis yang tepat dan intervensi pola makan.11
Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat
menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan
abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi
biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik.11

3. Hipokalsemia (katarak tetani)


Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang
menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul
sebagai hasil dari perusakan yang tidak disengaja glandula paratiroidea selama
operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan iridescent
punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak diantara kapsul lensa dan
biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa yang jernih.
Kekeruhan ini mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada
pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun
C. Trauma :
a. Katarak diinduksi radiasi 7
i. Radiasi inframerah (glassblower cataract): katarak tipe ini akan
muncul 1 dekade setelah eksposure yang lama terhadap inframerah dan
panas tanpa ada pengaman mata. Biasanya memiliki karakterisitik
terpisahnya kapsul anterior dan menjadi Lapisan tunggal, yang dapat
diobservasi mengambang pada bagian chamber anterior. Dengan adanya
keamanan okupasi angka kejadian katarak ini sudah menurun jauh.7
ii. Radiasi pengion : Lensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion;
bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun setelah paparan sebelum
katarak menjadi tampak secara klinis. Periode laten ini berhubungan
dengan dosis radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan
terhadap radiasi pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang
tumbuh secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang
gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada beberapa
individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda klinis pertama katarak
diinduksi radiasi seringkali berupa kekeruhan punctata di dalam kapsul
posterior dan kekeruhan subkapsular anterior yang halus menjalar
kearah ekuator lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi
kekeruhan lensa total. Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan tumor
di mata atau nasofaring yang melakuan terapi radiasi7
iii. Listrik : biasanya terjadi saat ada aliran listrik yang kuat di dalam tubuh
seperti terkena petir atau terkena listrik aliran tinggi, awalnya akan ada
pembentukan katarak punctata, opasitas pada subcapsular yang akan
menjadi katarak matur secara cepat 3,6

b. Katarak diinduksi bahan kimia. da


i. Obat-obatan
1. Kortikosteroid : pemberian dalam jangka waktu yang lama baik
secara sistemik atau dalam bentuk obat tetes, dapat
menyebabkan kekeruhan lensa. Insidensinya berhubungan
dengan dosis dan durasi dari pengobatan. Ada teori yang
mengatakan hal ini terjadi dikarenakan adanya reseptor dari
glukortikoid pada lensa yang fungsinya terganggu akibat
penggunaan obat kortikosteroid sehingga terjadinya
tergangguanya proliferasi normal sel epitel lensa.10

2. Fenotiazin : obat ini termasuk golongan psitkotropika yang


menyebabkan deposit pigmen pada uveal tissue dan epitel
pigmen retina, dimana penggunaan obat ini akan menyebabkan
pigmenatasi abnormal pada lensa anterior yang akhirnya dapat
menyebabkna anterior atau posterior subkapsular katarak. Zat
toksik dari obat ini juga menyebabkan denaturasi dari protein
dan akan tampak berawan saat terkena radiasi sinar matahari.8,12

3. Miotikum : miotikum yang dapat menyebabkan katarak


termasuk dalam golongan cholinesterasi inhibitor seperti
echothipate iodide dan demekarium bromie. Biasanya katarak
ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan
sebelah posterior kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak
dapat berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat
berubah juga

ii. Trauma Basa


Trauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan
timbulnya katarak, selain merusak kornea, konjungtiva, dan iris.
Komponen basa mempenetrasi mata, menyebabkan peningkatan pH
aqueous dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat aqueos.
Pembentukan katarak kortikal dapat terjadi secara akut atau sebagai efek
yang tertunda dari trauma kimia. Karena asam cenderung mempenetrasi
mata tidak semudah basa, trauma asam jarang menyebabkan
pembentukan katarak. Pada trauma basa akan membentuk nekorse
koalesen. 5,6,7

c. Trauma mekanis : trauma tembus dan trauma tak tembus


Katarak yang diakibatkan oleh trauma umumnya bersifat monokuler. Trauma
tembus ataupun bukan tak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan coa masuk
ke dalam lensa dan menimbulkan katarak. Saat terjadi trauma dan terjadi adanya
pendarahan maka lensa akan mengalami gangguan nutrisi yang dapat
menyebabkan katarak. Katarak akibat trauma tumpul memiliki beberapa
bentuk: 3,4,5,6,7
A. Vosius ring
Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk
vossious ring yaitu lingkaran yang terbentuk oleh granula coklat
kemerah-merahan dari pigmen iris dengan garis tengah kurang lebih
1 mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin
vossious cenderung untuk menghilang sedikit demi sedikit.
Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan tersebar dapat ditemui
sesudah menghilangnya pigmen.

B. Roset (bintang)
Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera sesudah
trauma tetapi dapat juga beberapa minggu sesudahnya. Trauma
tumpul mengakibatkan perubahan susunan serat-serat lensa dan
susunan sisten suture (tempat pertemuan serat lensa) sehingga
terjadi bentuk roset. Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga
menetap.

C. Zonuler atau lamelar.


Katarak Zonular dan lamelar, bentuk ini sering ditemukan pada
orang muda yang sesudah trauma. Penyebabnya karena adanya
perubahan permeabilitas kapsul lensa yang mengakibatkan
degenerasi lapisan kortek superfisial. Trauma tumpul akibat tinju
atau bola dapat menyebabkan robekan kapsul, walaupun tampa
trauma tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui
robekan kapsul ini dan bila diabsorbsi maka mata akan menjadi
afakia.
d. Katarak pasca pembedahan3
Katarak ini terjadi akibat adanya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari tindakan EKEK
(ekstrasi katarak ekstra kapsular). Bentuk yang merupakan proliferasi epitel
lensa pada katarak sekunder berupa elsching dan cincin soemmering. Katarak
ini merupakan dibrin sesudah suatu operasi EKEK atau suatu trauma yang
memecah lensa
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya
regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat
kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir melekat pada
kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan membentuk
gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang
berproliferasi.
Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara
elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah
dindingnya.

2.4. Terapi
Pengobatan dari katarak adalah pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan
jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Pada adanya katarak yang tidak mengganggu
biasanya tidak dilakukan pembedahan.
Pembedahan katarak pada anak-anak atau infantilis adalah ekstrasi lensa
melalui insisi limbus kecil dengan menggunakan alat irigasi aspirasi mekanis.
Jarang dibutuhkan fakoemulsifikasi. Berbeda dengan pada prosedur ekstrasi pada
orang dewasa, banyak ahli bedah yang mengangkat kapsul posterior dan korpus
vitreous anterior untuk mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder atau
aftercataract.
Indikasi operasi :7
a. Pada bayi: kurang dari satu tahun
Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat terlihat maka katarak dibiarkan
b. Pada usia lanjut
i. Indikasi klinis: jika katarak menimbulkan penbyulit sepoerti uveitis
atau glaucoma, meskipun visus masih cukup baik perlu dilakukan
operasi setelah keadaan sudah tenang
ii. Indikasi visual : saat ada katarak bilateral yang membuat
kemampuan visual buruk dan membuat pasien merasa tidak mampu
bekerja. Adanya katarak matur pada pasien, maka pasien harus
segera dianjurkan melakukan operasi

Teknik operasi katarak :


Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsuler yaitu pengeluaran lensa bersama dengan
kapsul lensa atau ekstrakapsuler yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan
kapsul posterior.
1. ICCE ( intracapsualar cataract surgery)3
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan zonulla zin yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
diputus. Dengan operasi tipe ini tidak akan muncul katarak sekunder.
Pembedahan ini merupakan kontraindikasi pada pasien dengan usi kurang
dari 40 tahun yang masih memiliki ligament hialoidea kapsular.
2. ECCE (extracapsular cataract surgery)2,3,4,5
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tesebut, , kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular
diletakkan pada kapsul posterior.
Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak imatur, pasien dengan
kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, implantasi lensa
intra okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan
akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk tejadinya
prolaps badan kaca (vitreous), sebelumnya mata mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder
3. SICS (small incision cataract surgery)9
Merupakan teknik baru pada teknik operasi ECCE, teknik ini memiliki
keuntungan benang jahitan yang dapat sembuh dengan sendirinya. Teknik
ini juga memiliki keuntungan terhadap phacoemulsification yaitu waktu
operasi yang lebih sedikit, tidak membutuhkan teknologi mutakhir dan
biaya yang lebih murah.9
4. Phacoemulsification2,3
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nuklues yang kemudian akan diaspirasi melalui insisi 2,5-
3mm dan kemudian dimasukan lensa intraokuler yang dapat dilipat.
Keuntungan menggunakan teknik ini adalah hasil dari insisinya yang kecil
maka visus akan lebih cepat membaik, induksi astigmatis akibat operasi
minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal. Penyulit yang
mungkin muncul adalah katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi
dengan tindakan yag laser.

Penatalaksanaan katarak komplikata akibat uveitis


Tiga bulan sebelum dilakukan tindakan operasi, tanda-tanda inflamasi tidak ditemukan.
Bila inflamasinya kronis dan gejalanya terus menerus ada tetapi ringan, dapat diberikan
kortikosteroid topikal dan nonsteroid anti inflamasi secara bersama-sama sebelum dan sesudah
operasi. Beberapa kepustakaan mengatakan adanya synekia posterior atau membran
inflamatoir / exudat, serta kemungkinan terjadinya uveitis yang reaktifasi merupakan penyebab
kesulitan operasi. Oleh karena itu sebelum dan sesudah operasi sebaiknya diberikan steroid
selama beberapa minggu. Waktu untuk operasi katarak harus tepat. Sebaiknya dilakukan pada
saat visus masih 6/60.
Katarak oleh karena uveitis yang bersamaan dengan glaukoma sebaiknya dilakukan
operasi glaukoma terlebih dahulu setelah itu baru dilanjutkan dengan operasi katarak.
Penggunaan steroid golongan dexametason tetes mata untuk jangka panjang pada kasus-kasus
uveitis kronis dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
Pasca operasi terjadi rehabilitasi visus yang cepat dan stabil dalam waktu ± 6 minggu.
Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan koreksi. Penggunaan
kortikosteroid pasca operasi bervariasi.
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Glaukoma
Terapi medikamentosa seperti miotikum dapat menambah penurunan visus dan dapat
mempercepat proses kekeruhan lensa. Operasi katarak tanpa disertai dengan operasi anti
glaukoma dilakukan pada penderita glaukoma yang masih dapat dikendalikan dengan obat-
obatan, tekanan intraokuler terkontrol dengan obat-obatan dan pada penderita glaucomatous
optic nerve tidak berat.
Katarak ekstraksi yang diikuti dengan pemasangan IOL menghasilkan perbaikan visus,
asalkan kontrol terhadap glaukomanya baik. Pada beberapa kasus, hanya dengan operasi
katarak dapat menyebabkan status glaukoma stabil.
Operasi kombinasi filtrasi dengan operasi katarak dilakukan pada open angle glaucoma
dengan katarak yang saat itu dibutuhkan operasi katarak ,walaupun glaukomanya masih
terkontrol dengan obat-obatan atau penderita glaukoma disertai katarak yang tidak dapat lagi
dikontrol dengan medikamentosa, terdapat drug intolerance, penderita dengan mata lainnya
aphakia atau pseudophakia dan hasil visus baik.
Indikasi lain untuk operasi kombinasi katarak dengan filtrasi adalah severe
glaucomatous nerve damage yang tidak mampu bertahan pada kenaikan TIO setelah operasi,
kontrol glaukoma yang buruk dengan obat-obatan, serta drug intolerance.

Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Myopia Tinggi dan Hereditary Vitreo


Retinal Disorder
Penderita myopia tinggi mempunyai resiko terjadinya ablasio retina yang sering terjadi
6 bulan pasca operasi katarak. Insiden terjadinya ablasio retina ± 2 – 3 % serta lebih tinggi lagi
bila terjadi prolaps vitreus pada proses operasi. Oleh karena itu sangat penting menilai segmen
posterior sebelum dan sesudah operasi
Hereditary vitreo retinal disorder merupakan kelainan nonpermeabel, sehingga
memudahkan timbulnya cystoid macular edema (CME). Insiden terjadinya CME 60 - 70 %
pada operasi yang berjalan tanpa kesulitan. Pemasangan IOL tidak meningkatkan terjadinya
CME. Dilaporkan 75 % CME dapat membaik spontan dalam waktu 6 bulan.
Terapi sesuai dengan terapi edema pada umumnya, tetapi efek terapi sulit dievaluasi
mengingat CME sebagian besar dapat sembuh spontan. Terapi umumnya menggunakan
topikal, periokuler, dan sistemik kortikosteroid untuk menghambat sintesa prostaglandin
ditambah carbonic anhidrase inhibitor. Kortikosteroid mungkin bermanfaat, tetapi dapat
menyebabkan kekambuhan. Pemakaian steroid lebih efektif bila disertai dengan tanda-tanda
inflamasi intraokuler. Beberapa penelitian pemakaian topikal dan sistemik indomethacin
ternyata efektif menurunkan insiden CME.
Salah satu penyakit vitreo retinal disorder yaitu retinitis pigmentosa. Operasi katarak
pada penderita ini ternyata dapat memperbaiki visus, dan tidak menyebabkan bertambah
buruknya lapang pandang.
Daftar pustaka

1. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. (2018). pusat data dan informasi
kementrian kesehatan RI (infodatin).
2. Vaughan, D., Asbury, T., Schaubert, L., Walibon. and Hariono, B.
(2007). Oftalmologi umum. 17th ed. Jakarta: Widya Medi
3. Elyas, S. and yulianti, s. (2014). ilmu penyakit mata. 5th ed. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
4. wijana, n. (1983). ilmu penyakit mata. 3rd ed. jakarta.
5. Jogi, R. (2009). Basic ophthalmology. New Delhi, India: Jaypee Brothers Medical
Publishers.
6. Bowling, B. and Kanski, J. (2015). Kanski's clinical ophtalmology. [Edinburgh]:
Elsevier.
7. Lang, G. and Amann, J. (2000). Ophthalmology. Stuttgart: Thieme.
8. Souza, V., Moura Filho, F., Souza, F., Rocha, C., Furtado, F., Gonçalves, T. and
Vasconcelos, K. (2008). Cataract occurrence in patients treated with antipsychotic
drugs. Revista Brasileira de Psiquiatria, 30(3), pp.222-226.
9. ehrlich, J. (2017). Manual Small Incision Cataract Surgery - EyeWiki. [online]
Eyewiki.aao.org. Available at:
http://eyewiki.aao.org/Manual_Small_Incision_Cataract_Surgery [Accessed 12 May
2018].
10. James, E. (2007). The Etiology of Steroid Cataract. Journal of Ocular Pharmacology
and Therapeutics, 23(5), pp.403-420.
11. Aao.org. (2018). Galactosemia. [online] Available at:
https://www.aao.org/bcscsnippetdetail.aspx?id=256624ba-52bc-4dd2-9d10-
b97d5002d83d [Accessed 13 May 2018].
12. Olson, R., Braga-Mele, R., Chen, S., Miller, K., Pineda, R., Tweeten, J. and Musch,
D. (2017). Cataract in the Adult Eye Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology,
124(2), pp.P1-P119.

Anda mungkin juga menyukai