SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Vicko Pratama
Penguji:
Dr. dr. Agnes Tineke Waney R., Sp.KJ
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.J
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal Lahir : 19 Juni 1967
Usia : 51 tahun
Alamat : Jl. H. Moch Bafadal Cempaka Putih, Jambi
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Buddha
Status Pernikahan : Duda
II. Anamnesis
Anamnesis diperoleh dari:
1. Autoanamnesis pada tanggal 9 Juli - 3 agustus 2018 di bangsal
rawat inap Sanatorium Dharmawangsa
2. Alloanamnesis dengan perawat sanatorium dharmawangsa
3. Rekam medis
A. Keluhan Utama
Pasien dirawat di Sanatorium Dharmawangsa karena pasien sering
mendengar suara-suara yang mengomentari, menghina dan
memerintah dirinya. Menurut Tn. J keluarga tidak ada yang bisa
mengurus dirinya.
b. Riwayat Pekerjaan
Bekerja sebagai mekanik di bengkel milik keluarga. Pasien
mengaku tidak mempunyai masalah dengan pekerjaan
tersebut.
c. Riwayat Kehidupan Beragama
Pada saat masih di Jambi, Tn. J mengaku sering ke Vihara,
hampir setiap hari karena dekat rumah. Sekarang Tn.J
mengatakan bahwa ia masih patuh dalam berdoa namun
tidak pernah ke Vihara lagi.
d. Riwayat Kehidupan Sosial/Aktivitas
Pasien mengakui aktif dan dapat berinteraksi bersama
teman-temannya. Beliau mengatakan memiliki banyak
teman saat masa SMA sampai sekarang. Beliau juga
mengatakan bahwa beberapa temannya terkadang
menjenguknya di RSJ Darmawangsa. Sehari-hari, Tn. J
merokok sebanyak 9 batang dan memiliki hobi bermain
bola pingpong, karaoke, membaca buku, menonton televisi
dan berinteraksi dengan orang disekitarnya. Namun Tn.J
menjadi diam, lebih banyak beristirahat dan merasa tidak
dapat beraktivitas jika suara-suara tersebut muncul.
e. Riwayat Pelanggaran Hukum
Tn. J pernah dipenajra sebanyak 2 kali. Kejadian pertama
selama 13 hari dikarenakan mencuri motor. Kejadian kedua
pasien mencuri mobil dan di penjara selama 1 hari.
f. Riwayat Seksual (Psikoseksual/Pernikahan):
Sebelum menikah, Tn. J berpacaran terlebih dahulu dengan
istrinya, Ny. S selama tiga bulan dan istrinya adalah pilihan
dari Tn. J sendiri. Mereka menikah pada tahun 1997 dan
mempunyai seorang anak perempuan Nn. C pada tahun
1998 yang saat ini berusia 19 tahun. Dari alloanamnesis
yang didapatkan bahwa Tn. J sudah bercerai dengan
istrinya, tetapi Tn. J tidak mengakui akan perceraiannya.
E. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ketujuh dari sepuluh besaudara. Ayah pasien
telah meninggal saat berusia 60 tahun akibat komplikasi penyakit
ginjalnya. Pasien dekat dengan saudara-saudaranya, tetapi paling
dekat dengan ibu. Tn. J mengaku bahwa kakaknya Tn. JH serta
pamannya menderita penyakit yang serupa dengan dirinya. Ini
terbukti dari alloanamnesis dengan perawat yaitu Bpk. R.
Ny. MANy. MI Ny. MM Tn. JH Tn. JR Ny. MT Tn. J Ny. S Tn. JN Tn. JK Ny. M
Nn. C
usia 4-5 tahun usia 24 tahun usia 34 tahun usia 43 tahun usia 51 tahun
pasien terkadang
berobat di rumah sakit
teringat masa lalu dan
jiwa Jambi
membuatnya sedih
Halusinasi semakin
halusinasi perintah meningkat intensitasnya
bunuh diri dan bisa 4 kali dalam
mencelakai orang lain seminggu pada malam
oleh sebuah suara hari
B. Pembicaraan
• Kuantitas pembicaraan: kata-kata yang diucapkan pasien
cukup banyak.
• Kualitas pembicaraan: pasien dapat berbicara spontan,
jelas, lancar, tidak terlalu cepat atau lambat, ide cerita
cukup, dapat menjawab sesuai pertanyaan, serta terdapat
intonasi suara yang bervariasi ketika berbicara.
D. Proses Pikir
1. Arus Pikir:
a. Produktivitas : ide cukup
b. Kontinuitas : Baik, koheren
c. Hendaya Berbahasa : Tidak terganggu
2. Isi Pikir:
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Waham : ada
§ Waham Kejar/presekutorik: pasien merasa ada
seseorang yang ingin membunuh dirinya
§ Waham Bizzare: pasien yakin melihat dewi kwan
im mendatangi dirinya dengan menunggangi
harimau dan adanya duri-duri yang menusuk
kakinya.
§ Waham Kebesaran: pasien merasa bahwa pasien
merupakan anak dari Dewi Kwan Im, merasa
dilindungi.
§ Waham somatik : pasien merasakan rasa panas,
disertai rasa tercekik, sesak nafas, tenggorokan
kering. Serta rasa sakit pada kakinya.
§ Delusion of passivity, tidak dapat berbuat apa apa
ketika kekambuhan menyerang
§ Thought of broadcasting : pasien mersasa
pikirannya dapat dibaca oleh lawan bicaranya
E. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Ada
a. Tipe Auditorik : commenting, commanding,
insulting. Suara yang menyuruh pasien bunuh diri dan
mengatakan “kamu bodoh”
b. Tipe Visual : Melihat bayangan istri dan anaknya
yang datang berkunjung. Terkadang melihat bayangan
hitam yang memiliki tangan berduri. Melihat dewi kwan
im.
c. Tipe Olfaktori : Pasien seringkali mencium bau aneh
yang menyerupai bunga-bunga kematian.
d. Tipe Taktil : Pasien mengatakan bahwa kedua
kakinya tertusuk duri.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
4. Memori:
a. Jangka panjang : Tidak terganggu.
Pasien masih dapat mengingat beberapa kejadian masa
kecilnya.
b. Jangka menengah : Tidak terganggu
Pasien masih dapat mengingat nama pemeriksa yang
berkenalan dengan pasien minggu lalu.
c. Jangka pendek : Tidak terganggu.
Pasien dapat menceritakan apa yang dilakukan pasien tadi
malam dan makanan apa yang ia makan saat sarapan.
d. Jangka segera : Tidak terganggu
Pasien dapat mengulangi 3 kata yang diucapkan oleh
pemeriksa.
5. Konsentrasi dan Perhatian: Tidak terganggu.
Pasien dapat mengeja mundur kata “WAHYU” dan
menghitung mundur mulai dari 100 dengan selisih 7 sebanyak
5 kali hitungan (hingga 72).
6. Kemampuan Membaca dan Menulis: Tidak terganggu.
Pasien dapat membaca koran dan menulis kalimat dengan baik.
7. Kemampuan Visuospasial: Tidak terganggu.
Pasien dapat menggambar 2 buah pentagon yang tumpang
tindih pada 2 sisi. Pasien juga dapat menggambar jam dengan
tepat.
8. Pikiran Abstrak: Tidak terganggu.
Pasien dapat mengartikan berbagai peribahasa seperti “lebih
besar pasak dari pada tiang” dan “ada udang di balik batu” serta
kata-kata kiasan seperti “buah tangan”,”ringan
tangan”,”panjang tangan”.
9. Kemampuan Menolong Diri Sendiri: Baik
Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti
makan, minum, mandi dan tidur tanpa bantuan orang lain.
G. Pengendalian Impuls
Tidak terganggu
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab dilakukan pada Januari 2018
X. Prognosis
• Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis baik:
o Tidak memiliki gangguan mental organik
o Kooperatif dengan pemeriksa
o Mau mengonsumsi obat secara teratur
o Dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri
o Keluarga pasien mendukung
o Mood dan afek yang serasi
o Gejala pasien sudah membaik
o Memiliki keinginan untuk sembuh
• Kesimpulan:
o Ad vitam : Dubia ad bonam
o Ad functionam : Dubia
o Ad sanationam : Dubia
XI. Terapi
a. Psikofarmaka (Sesuai Medical Record)
§ Antipsikotik Tipikal:
o Lodomer (Haloperidol)5 mg tablet 3x1
§ Antipsikotik Atipikal:
o Clorilex (Clozapine) 100 mg 2x1 tab (siang dan malam)
o Abilify Discmelt (Aripiprazole) 15 mg tablet 1x1 (Pagi)
o Remital (Olanzapine) 10 mg tablet 1x1 (Malam)
§ Anti-parkinsonisme:
o Brain Act (Citicoline) 500 mg tablet 1x1 (Pagi)
o Hexymer (trihexyphenidyl) 2 mg, 3x1 tab
§ Antidepresan: Elizac (Fluoxetine) 20 mg capsule 1x1 (Siang)
§ Rendapid (Simvastatin) 10 mg tablet 1x1 (Malam)
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
5. Waham yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila diserai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai
oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme;
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativism, mutisme, dan stupor;
8. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan panrikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Tatalaksana
Skizofrenia diobati dengan obat golongan antipsikotik. Obat ini
dibagi menjadi dua kelompok yaitu dopamine receptor antagonist
(DRA) atau antipsikotik generasi I (APG-I) dan serotonin-dopamine
receptor antagonist (SDRA) atau antipsikotik generasi II (APG-II).
Obat APG-I disebut juga antipsikotik tipikal, berfungsi terutama untuk
mengontrol gejala-gejala positif dan hampir tidak bermanfaat untuk
gejala negatif. Sedangkan obat APG-II disebut sebagai antipsikotik
atipikal, berfungsi untuk gejala positif dan negatif. Gold standard
pengobatan skizofrenia adalah APG-II, karena efektif dan efek samping
lebih ringan.
Pada kasus ini terapi diberikan kombinasi antipsikotik tipikal dan
atipikal yaitu Haloperidol, Clozapine, Olanzapine dan Aripiprazole
yaitu obat anti-psikosik atau dopamine receptor agonis (DRA), dengan
cara kerja memblok reseptor dopamine di jaras dopamine (mesolimbic,
mesokorteks, nigrastriatal, tuberofendibular). Karena schizophrenia
disebabkan karena dopamine yang berlebihan, sehingga diharapkan jika
diberikan obat anti-psikosis gejala positif akan berkurang.
Tipikal anti-psikosis (APG-1) mempunyai efek samping akut berupa
EPS (Ekstrapiramidal symptoms), yaitu dystonia akut, akathisia, dan
sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas). Tidak ditemukan
adanya gejala EPS pada pasien ini. pada penggunaan jangka panjang
oobat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping kronik berupa
tradive diskinesia.
Atipikal antipsikotik (APG-II) (Clozapine, Aripiprazole dan
Olanzapine) merupakan antipsikotik yang baru dengan efikasi yang
lebih baik dan efek samping minimal. APG-II bekerja dengan
menghambat reseptor dopamin D2 secara lambat dan serotonin (5-
HT2A/5 hidroksitriptamin tipe 2) dengan lebih paten. Antipsikotik
atipikal juga memiliki efek samping yang lebih sedikit, efek samping
yang dapat terjadi adalah agranulositosis sehingga diperlukan
pemeriksaan laboratorium rutin serta bisa menyebabkan dislipidemia.
Berdasarkan algoritma dari Internasional Psychopharmacology
Algorithm Project (IPAP), pengobatan awal pasien dengan skizofrenia
adalah dengan pemberian monoterapi antipsikotik atipikal selama 4-6
minggu. Jika gejala psikosis tetap ada walaupun sudah diberikan obat
antipsikotik sesuai dosis dan waktu, diberikan monoterapi kedua
menggunakan antipsikotik atipikal yang berbeda dari yang pertama kali
digunakan selama 4-6 minggu. Apabila gejala psikosis masih ada, maka
diberikan Clozapine dengan dosis mencapai 900 mg/hari. Kemudian
apabila gejala psikosis masih menetap, Clozapine dioptimalkan dengan
menambah antipsikotik lainnya atau electroconvulsive therapy.
Pada pasien ini diberikan obat berupa kombinasi antipsikotik tipikal
(haloperidol) dan antipsikotik atipikal (clozapine, aripiprazole, dan
olanzapine). Pasien diberikan Haloperidol 5 mg 3 kali sehari, Clozapine 100
mg sekali sehari, Aripiprazole 15 mg sehari sekali, dan Olanzapine 10 mg
sehari sekali. Pasien sudah dirawat di Sanatorium Dharmawangsa selama 8
tahun, tetapi terkadang pasien masih mengalami serangan walaupun
intensitasnya sudah berkurang dibandingkan dahulu. Hal ini sudah sesuai
dengan algoritma dari IPAP karena pasien masih mengalami serangan
walaupun telah rutin minum obat, sehingga obat pilihan untuk pasien adalah
Clozapine dengan penambahan antipsikotik lainnya seperti Haloperidol,
Aripiprazole, dan Olanzapine untuk mengoptimalkan Clozapine.
Pada pasien, selain diberikan obat anti psikotik. Pasien juga di
berikan Trihexyphenidyl 2 mg 3 kali sehari, Fluoxetin 20 mg sehari sekali,
dan Simvastatin 10 mg sehari sekali. Pemberian trihexyphenidyl berfungsi
untuk mencegah efek samping ekstrapiramidal akibat pemberian
haloperidol. Fluoxetin merupakan antidepresen, diberikan karena adanya
kecendurangan pasien mengisolasikan dirinya ketika terjadi serangan.
Dikarenakan adanya peningkatan trigliserid maka pasien juga diberikan
simvastatin.
Selain itu juga, pasien ini harus diberikan psikoterapi seperti
cognitive behavioral theraphy, group therapy, dan family oriented therapy
serta edukasi kepada pasien mengenai gangguan yang dialaminya serta
pentingnya minum obat.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pemeriksaan MMSE pada Pasien
DAFTAR PUSTAKA