Anda di halaman 1dari 29

REFERAT PSIKIATRI

DISORDERS OF SLEEP AND WAKEFULLNESS AND


THEIR TREATMENT

Disusun oleh : Vicko Pratama


Pembimbing : Dr. dr. Agnes Tineke Waney R., Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 2 JULI 2018 – 4 AGUSTUS 2018
DAFTAR ISI
BAB 1................................................................................................................................... 3
Neurobiology tidur dan terjaga .............................................................................................. 3
1. Spektrum Rangsangan ............................................................................................... 3
2. Saklar Tidur/Bangun ................................................................................................. 5
3. Histamine .................................................................................................................. 7
BAB 2................................................................................................................................. 11
Insomnia dan Hypnotics ...................................................................................................... 11
1. Apakah insomnia? ................................................................................................... 11
2. Pengobatan kronis pada insomnia kronis? ................................................................ 11
3. Benzodiazepine hipnotik.......................................................................................... 13
4. GABAa positive allosteric modulators (PAMs) sebagai hipnotik ............................. 14
5. Insomnia Pada Psikiatri dan GABAa PAMs ........................................................... 15
6. Melatonergic hypnotics ........................................................................................... 16
7. Serotonergik Hipnotik ............................................................................................. 17
8. Histamine H1 antagonis sebagai hipnotik ................................................................ 18
9. Agonis dopamin dan a2d ligands untuk insomnia dengan restless legs syndrome
(RLS) .............................................................................................................................. 19
10. Perubahan perilaku untuk pengobatan insomnia ................................................... 20
11. Siapa yang peduli dengan gelombang tidur lambat? ............................................. 20
12. Orexin antagonis dan novel hipnotik. ................................................................... 21
Rasa Kantuk Berlebihan (hypersomnia) dan Agent Promotor Bangun ................................. 24
1. Apa itu rasa mengantuk ?......................................................................................... 24
2. Apa kesalahan mengantuk?...................................................................................... 25
3. Mekanisme aksi dari agent promosi bangun............................................................. 25
BAB 4................................................................................................................................. 29
Kesimpulan ......................................................................................................................... 29

2
BAB 1

Neurobiologi tidur dan terjaga

1. Spektrum Rangsangan
Banyak ahli mengatakan bahwa kelainan pada insomnia dan rasa mengantuk
yang terus menerus merupakan dua hal yang membutuhkan pendekatan berbeda, tetapi
banyak pragmatic psychopharmacologist percaya bahwa hal ini terjadi akibat ketidak
seimbangan dari rangsangan (arrousal) yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Saat rangsangan meningkat diatas normal saat siang maka orang akan merasa
lebih peka dan sadar akan lingkungan, saat rangsangan meningkat saat malam hari
makan orang akan mengalami insomnia. Jika dilihat dari sisi pengobatan maka dapat
diberikan pengobatan hipnotik yang dapat menurunkan rangsangan.
Saat rangsangan menghilang maka orang akan menjadi tidak peduli dengan
keadaan sekitar dan dapat terus berubah hingga gejala beratnya gangguan kognitif dan
rasa terus mengantuk di siang hari. Jika dilihat dari sisi pengobatan maka pemberian
wake promoting agents dapat dipikirkan untuk diberikan.

Gambar 1 Insomnia: gairah malam hari yang berlebihan? Insomnia dikonseptualisasikan sebagai berhubungan dengan
hyperarousal pada malam hari, digambarkan di sini. saat otak menjadi merah (terlalu aktif). Agen yang mengurangi aktivasi
otak, seperti modulator alosterik positif reseptor GABAA (misalnya, benzodiazepin, "obat Z"), antagonis histamin 1, dan
antagonis 2A / 2C serotonin, dapat menggeser keadaan gairah seseorang dari hiperaktif ke tidur.

3
Gambar 2 Kantuk di siang hari yang berlebihan: gairah siang hari yang kurang baik. Kantuk yang berlebihan
dikonseptualisasikan sebagai berhubungan dengan hypoarousal pada siang hari, digambarkan di sini sebagai otak menjadi
biru (hypoactive). Agen yang meningkatkan aktivasi otak, seperti stimulan, modafinil, dan kafein, dapat menggeser keadaan
gairah seseorang dari hipoaktif hingga terjaga dengan kewaspadaan normal.

Yang perlu diperhatikan adalah adanya gangguan kognitif pada kelebihan


ataupun kekurangan rangsangan. Gangguan ini semua diakibatkan dari 5 macam
neurotransmiter yang ada pada otak (histamin, dopamin, noerpinephrine, serotonin dan
acetilkolin). Neurotransimitter ini disebut juga ascending reticular activaitng system
karena mereka bekerja sama untuk meregulasi rangsangan.

Gambar 3 Spektrum tidur dan terjaga. Kondisi gairah seseorang lebih rumit dari pada sekadar "bangun"atau "tertidur."
Sebaliknya, gairah ada seolah-olah pada switch dimmer, dengan banyak fase disepanjang spektrum. Di mana pada spektrum
yang terletak dipengaruhi sebagian besar oleh lima neurotransmiter kunci: histamin (HA), dopamin (DA), norepinefrin (NE),
serotonin (5HT), dan asetilkolin (ACh). Ketika ada keseimbangan yang baik antara terlalu banyak dan terlalu sedikit gairah
(digambarkan oleh warna abu-abu [baseline] otak), seseorang terjaga, waspada, dan mampu berfungsi dengan baik. Ketika
bergeser ke kanan, ada terlalu banyak gairah, yang dapat menyebabkan kepekaan berlebih dan akibatnya susah tidur di

4
malam hari. Seiring meningkatnya gairah, hal ini dapat menyebabkan disfungsi kognitif, panik, dan dalam kasus yang ekstrim
bahkan mungkin halusinasi. Di sisi lain, ketika gairah berkurang, individu mungkin mengalami tidak perhatian, disfungsi
kognitif, kantuk, dan akhirnya tidur.

2. Saklar Tidur/Bangun
Selain adanya sistem rangsangan, otak juga memiliki sistem lain pada
hipotalamus yang seperti saklar lampu, sistem ini dinamakan sleep/wake swicth. Pada
saklar on diketahui sebagai promotor untuk bangun dan saklar off sebagai promotor
untuk tidur. Sistem on berada pada tuberomammillary nuklues (TMN) pada
hipotalamus sedangkan off berada pada nuklues ventrolateral preoptic (VLPO) pada
hipotalamus.

Gambar 4 Saklar tidur / bangun. Hipotalamus adalah pusat kontrol kunci untuk tidur dan bangun, dan sirkuit spesifik yang
mengatur tidur / bangun (yaitu, apakah saklar dimmer diatur ke kiri untuk tidur atau di tempat lain di sepanjang kontinum
untuk bangun) disebut saklar tidur / bangun. Pengaturan "off", atau promotor tidur, terlokalisasi di dalam nukleus preoptic
ventrolateral (VLPO) dari hipotalamus, sementara "on" - promotor bangun - terlokalisir dalam inti tuberomammillary (TMN)
dari hipotalamus. Dua neurotransmiter utama mengatur sakelar tidur / bangun: histamin dari TMN dan GABA dari VLPO.
(A) Ketika TMN aktif dan histamin dilepaskan ke korteks dan VLPO, promotor bangun aktif dan promotor tidur terhambat.
(B) Ketika VLPO aktif dan GABA dilepaskan ke TMN, promotor tidur aktif dan promotor wake dihambat. Saklar tidur / bangun
juga diatur oleh orexin / hypocretin neuron di lateral hypothalamus (LAT), yang menstabilkan terjaga, dan oleh nukleus
suprachiasmatic (SCN) dari hipotalamus, yang merupakan jam internal tubuh dan diaktifkan oleh melatonin, cahaya, dan
aktivitas untuk mempromosikan baik tidur atau bangun.

Terdapat 2 kelompok neurotransmitter sebagai regulatur on dan off. Neuron


yang terisi orexin dari hipotalamus lateral (LAT) dan melatonin sensitive neurons dari
suprachiasmaticus nukleus (SCN). Lateral hipotalamus bekerja untuk menstabilkan dan
mempromosikan kesadaran (wakefullness) melalui neurotransmitter peptide yang
diketahui ada dua yaitu orexin dan hypocretin. Orexin akan hilang pada orang dengan
nakorlepsi khususnya yang dengan cataplexy. Suprachiasmaticus nukleus merupakan
jam internal dari otak atau pacemaker dan mengatur ritme cicardian yang merupakan

5
tanggapan dari hormon melatonin dan perputaran terang gelap. Normalnya suatu
dorongan mengantuk akibat kelelahan akan terjadi pada siang hari tetapi akan pulih
setelah tidur. Suatu neurotransmitter adenosin diketahui memiliki hubungan dengan
homeostatic drive yang meningkat saat siang hari dan menghilang pada malam hari.
Kafein diketahui sebagai anatogonis dari adenosin yang menjeleskan efek kafein
membuat orang tidak mengantuk.
Dua neurotransmitter utama yang mempengaruhi tidur dan bangun adalah
histamin dari TMN dan GABA ((γ-aminobutyric acid) dari VLPO. Saat pengaturan
untuk bangun menyala maka histamin dari TMN akan dikeluarkan secara aktif
ke korteks untuk membuat bangun. Saat ritme cicardian mulai malam maka
VLPO akan terangsang untuk mengeluarkan GABA dan menghambat
kesadaran.
Gangguan dengan rasa mengantuk terus menerus pada siang hari bisa
dikatakan secara konseptual sebagai adanya saklar untuk tidur yang menyala,
oleh karena itu pemberian obat seperti modafinil akan membuat seseorang tidak
mengantuk pada siang hari. Modafinil mengeluarkan histamin dan memblokade
dopamin transporter (DAT). Pada sisi lain jika adanya insomnia maka
diperkirakan adanya saklar bangun yang menyala pada malam hari, oleh karena
itu insomnia dapat diberikan obat yang memperkuat kerja GABA dan
menginhibit promotor bangun atau dengan obat yang menghambat histamin dan
bekerja pada H1 reseptor pada postsynaptic.
Gangguan pada ritme cicarcadian secara konseptual adalah adanya “fase
delayed” yaitu promotor bangun dan saklar bangun menyala terlalu lebih dari 24
jam atau “fase advance” yaitu promotor bangun atau saklar bangun menyala
lebih cepat dari 24 jam. Fase delayed banyak terjadi pada orang tua atau orang
dengan depresi yang menyebabkan masi tidur pada waktu seharusnya sudah
bangun. Dengan memberi mereka cahaya pagi dan melatonin pada sore hari
dapat membantu untuk mengembalikan ritme cicardian dan sebaliknya pada fase
advance

6
Gambar 5 proses mengatur tidur. Beberapa proses yang mengatur tidur / bangun diperlihatkan di sini. Penggerak bangun
sirkadian adalah hasil dari input (cahaya, melatonin, aktivitas) ke nukleus suprachiasmatic. Dorongan tidur homeostatik
semakin lama semakin terjaga dan berkurang saat tidur. Seiring berjalannya hari, circadian wake drive berkurang dan
homeostatic sleep drive meningkat sampai titik kritis tercapai dan promotor tidur pra-tidur ventrolateral (VLPO) dipicu untuk
melepaskan GABA dalam inti tuberomammillary (TMN) dan menghambat terjaga. Tidur itu sendiri terdiri dari beberapa fase
yang berulang secara siklis; proses ini dikenal sebagai siklus ultraman, dan digambarkan di bagian atas gambar ini.

3. Histamin
Histamin merupakan salah satu kunci neurotransmitter yang mengatur
kesadaran dan merupakan target utama dari banyak obat. Histamin dihasilkan dari asam
amino histidine yang diambil oleh neuron histamin dan diubah menajdi histamine oleh
enzym histidine decarboxylase. Histamin akan dibuang oleh 2 enzim yang bekerja
berkesinambungan, histamin N-methyl-transferase akan mengubah histamine menjadi
N-methyl-histamine yang selanjutnya akan diubah oleh MAO-B menjadi N-MIAA (N-
methyl-indole-acetic acid) sebagai bentuk tidak aktif. Ada enzim tambahan seperti
diamine oksidase yang dapat membuang histamine diluar otak. Perlu diingat tidak
adanya pengambilan kembali histamine

Gambar 6 histamin diproduksi. Histidin (HIS), prekursor untuk


histamin, diambil ke terminal saraf histamin melalui transporter
histidin dan diubah menjadi histamin oleh enzim histidine
decarboxylase (HDC). Setelah sintesis, histamin dikemas ke dalam
vesikula sinaptik dan disimpan hingga terlepas ke sinaps selama
neurotransmisi.

7
Gambar 7 Histamin dihentikan. Histamin dapat diuraikan secara
intrasel oleh dua enzim. Histamin N-methyl-transferase (histamin
NMT) mengubah histamin menjadi N-methyl-histamine, yang
kemudian diubah oleh monoamine oxidase B (MAO-B) menjadi zat
aktif N-methyl-indole-acetic acid (N-MIAA).

Ada beberapa reseptor histamin, postsynaptic reseptor H1 yang merupakan target dari
obat antihistamin, saat histamin menempel pada receptor G-protein linked second messenger
akan teraktivasi dan akan mengkativasi phosphatidyl inositol dan mentranskrip factor cFOS
yang menghasilkan kesadaran, kepekaan dan kognitif yang baik. Saat reseptor ini terblok maka
akan terjadi rasa mengantuk dan tidur.
Histamin 2 reseptor diketahui memiliki efek penting pada lambung dalam hal produksi
asam lambung. Reseptor ini merupakan target obat lambung. Reseptor ini juga mengaktifkan
G-protein second messenger system. Fungsi reseptor ini dalam otak masi perlu diteliti dan
diperkirakan tidak memiliki hubungan dengan kesadaran.

Gambar 8 Histamine 2 reseptor. Reseptor histamin 2 hadir baik


di tubuh maupun di otak. Ketika histamin berikatan dengan
reseptor histamin 2 pasca-sinaptik, ia mengaktifkan sistem second-
messenger terhubung G-protein dengan cAMP, phosphokinase A,
dan produk gen CREB. Fungsi reseptor histamin 2 di otak belum
dijelaskan tetapi tampaknya tidak secara langsung terkait dengan
terjaga.

8
Reseptor ketiga berada pada otak, H3 reseptor berada pada presynaptic dan berfungsi
sebagai auto reseptor, dimana jiika teraktifasi akan meningkatkan penghasilan dari histamin.
Saat ini sedang dikembangkan obat yang bekerja pada reseptor ini.

Gambar 9 Histamin 3 reseptor. Histamin 3 reseptor adalah


autoreseptor presinaptik (A), yang berarti bahwa ketika histamin
berikatan dengan reseptor ini, ia akan melepaskan pelepasan
histamin lebih lanjut (B). Antagonis dari reseptor ini, yang
sedang dalam pengembangan, oleh karena itu menghambat
pelepasan histamin (C) dan mungkin secara hipotetis
meningkatkan kewaspadaan dan kognisi.

Ada reseptor ke 4 yang diperkirakan tidak memiliki hubungan dengan otak. Histamin
juga bekerja pada NMDA (N-methyl-d-aspartate) reseptor. Hal ini akan bekerja sebagai
allosteric modulator yang disebut polyamine site. Untuk saat ini fungsi utama dari histamin dan

9
reseptor ini masi belum diketahui. Semua histamin dihasilkan dari area kecil pada hipotalamus
(TMN).

Gambar 10 Reseptor histamin. Tampil di sini adalah reseptor untuk histamin yang mengatur neurotransmisi. Reseptor
Histamin 1 dan histamin 2 bersifat postsinaps, sedangkan histamin 3 reseptor adalah autoreseptor presinaptik. Ada juga sisi
yang mengikat histamin pada reseptor NMDA - dapat bertindak di situs poliamin, yang merupakan situs modulasi alosterik

Gambar 11 Histamin 1 reseptor. (A) Ketika histamin berikatan dengan reseptor histamin 1 pascasinaptik, ia mengaktifkan
sistem second-messenger terhubung G-protein yang mengaktifkan inositol fosfatidil dan faktor transkripsi cFOS. Ini
menghasilkan kewaspadaan. (B) Antagonis histamin 1 mencegah aktivasi kurir kedua ini dan dengan demikian dapat
menyebabkan kantuk.

10
BAB 2

Insomnia dan Hipnotik

1. Apakah insomnia?
Insomnia memiliki banyak penyebab termasuk gangguan tidur dan gangguan
psikiatri. Insomnia juga memiliki kontribusi pada onset, eksaserbasi atau kambuhnya
suatu penyakit psikiatri dan memiliki hubungan penyakit medis. Utamanya insomnia
terjadi akibat terlalu berlebihnya rangsangan pada malam dan siang hari. Oleh karena
itu biasanya orang dengan insomnia akan segar pada siang hari dan tidak mengantuk
pada malam hari meskipun tidak memiliki waktu tidur yang cukup. Insomnia juga bisa
menjadi gejala pertama dari depresi.
2. Pengobatan kronis pada insomnia kronis?
Saat ini sedang terjadi perubahan konsep utama dari insomnia, yang
mengatakan insomnia merupakan bentuk kronis dan membutuhkan pengobatan kronis,
tidak lagi menggunakan obat-obat hipnotis untuk menutupi gejala insomnia. Masalah
lainnya dari penggunaan jangka panjang obat hipnotis adalah waktu paruh dari obat
yang tidak ideal untuk penggunaan hipnotik. Dikatakan banyak obat-obat ini yang
memiliki waktu paruh terlalu panjang yang dapat menyebabkan akumulasi dari obat
dan terjadi patah tulang paha saat jatuh, khususnya pada orang tua saat menggunakan
setiap malam. Waktu paru yang panjang juga menyebabkan adanya sedasi dan
gangguan memori pada hari berikutnya. Beberapa dari obat ini juga memiliki waktu
paru yang terlalu pendek dan efek obat akan menghilang pada waktu yang tidak tepat
sehingga pasien akan terbangun lebih dahulu dari seharusnya. Pada saat ini penggunan
obat hipnotik dipakai untuk pengobatan kronik pada orang yang optimal waktu paru
dengan onset cepat dan kadar plasma obat di atas nilai normal konsentrasi seharusnya
sampai waktunya bangun. Alasan lain dari restriksi penggunaan benzodiazepin jangka
pendek adalah adanya efek jangka panjang seperti adanya toleransi obat dan efek balik
dari penggunaan obat yang dapat menyebabkan insomnia lebih parah. Penelitian saat
ini mengatakan penggunaan hipnotik selain benzodiazepin tidak memiliki efek ini.
termasu GABAa postive allosteric modulator (PAMs atau Z drugs). Obat yang telah
diteliti adalah eszoplicone yang menunjukan tidak adanya efek toleransi dan efek
berhenti obat setelah pemakaian beberapa bulan. Hal ini juga terjadi pada penggunaan

11
jangka lama dari zolpidem, zolpidem CR, dan melatonergic agent ramelton. Sehingga
penggunaan obat ini tidak memiliki restriksi untuk penggunaan jangka panjang.

Gambar 12 Waktu paruh hipnotik. waktu paruh hipnotik dapat memiliki dampak penting pada tolerabilitas dan profil kemanjuran mereka.
(A) Hipnotik dengan waktu paruh ultra panjang (lebih besar dari 24 jam: misalnya, flurazepam dan quazepam) dapat menyebabkan
akumulasi obat dengan penggunaan kronis. Ini dapat menyebabkan kerusakan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko jatuh, khususnya
pada orang tua. (B) Hipnotik dengan waktu paruh moderat (15-30 jam: estazolam, temazepam, antidepresan trisiklik, mirtazapine,
olanzapine) mungkin tidak akan hilang sampai setelah kebutuhan individu untuk bangun dan dengan demikian mungkin memiliki efek
“hangover” (sedasi, masalah ingatan). (C) Hipnotik dengan waktu paruh yang sangat singkat (1-3 jam: triazolam, zaleplon, zolpidem,
melatonin, ramelteon) dapat hilang sebelum waktunya dan membangunkan pasien dan menyebabkan kurangnya waktu tidur. (D) Hipnotik
dengan waktu paruh yang pendek tetapi tidak ultra-pendek (sekitar 6 jam: zolpidem CR dan mungkin dosis rendah trazodone atau doxepin)
dapat memberikan onset aksi dan kadar plasma yang cepat di atas konsentrasi efektif minimal hanya untuk durasi dari tidur malam yang
normal.

12
Gambar 13 Efek jangka panjang dari hipnotik. (A) Jangka pendek,
benzodiazepin dapat berkhasiat untuk mengobati insomnia. Dengan
penggunaan jangka panjang, bagaimanapun, benzodiazepin dapat
menyebabkan toleransi dan, jika dihentikan, efek penarikan yang
mungkin termasuk rebound insomnia. (B) Modulator alosterik positif
(PAM) pada reseptor GABAA berkhasiat untuk insomnia dalam jangka
pendek, dan dalam jangka panjang tampaknya tidak menyebabkan efek
toleransi atau penarikan.

3. Benzodiazepine hipnotik.
Saat ini setidaknya ada lima benzodiazepin yang digunakan untuk insomnia di
amerika serikat. Jenis-jenis benzodiazepine untuk terapi anxietas juga sering digunakan
untuk terapi insomnia. Dikarenakan adanya waktu paru yang tidak sesuai dan efek
jangka panjang yang kurang baik maka benzodiazepin masuk kedalam lini kedua.

Gambar 14 Hipnotik Benzo. Lima benzodiazepin yang disetujui di Amerika Serikat untuk insomnia ditampilkan di sini. Ini
termasuk flurazepam dan quazepam, yang memiliki waktu paruh ultra panjang; triazolam, yang memiliki waktu paruh ultra-
pendek; dan estazolam dan temazepam, yang memiliki waktu paruh yang moderat

13
4. GABAa positive allosteric modulators (PAMs) sebagai hipnotik
Obat ini bekerja pada reseptor GABAa untuk meningkatkan kemungkinan
GABA melekat pada sisi yang lain dari reseptor GABA. Benzodiazepine terklasifikasi
sebagai GABAa PAMs. Barbiturat hipnotik juga merupakan contoh lain dari GABAa
PAM. Namun tidak semua GABAa PAMs itu sama, setiap obat memiliki cara berbeda
untuk menyatu dengan reseptor GABA.
GABAa PAMs zaleplon, zolpidem, zopiclone ternyata memiliki cara menyatu
yang tidak menyebabkan toleransi, kecanduan, dan efek penarikan saat obat dihentikan
setelah jangka panjang. Secara berlawanan benzodiazepin bergabung dengan reseptor
yang dapat menyebabkan toleransi kecanduan dan efek penarikan. Obat Z memiliki
spesifisitas dengan subtipe α1 dari reseptor GABA. Ada 6 subtipe reseptor GABA dan

benzodiazepin bergabung dengan 4 resepetor( α1, α2, α3, and α5). Reseptor α1

diketahui memiliki peran penting dalam produksi efek sedasi, antikejang, dan
kemungkinan amnesia. Adaptasi dari reseptor ini dapat menyebabkan toleransi
dan efek penarikan. Recepetor α2 dan α3 memiliki hubungan dengan anxiolitik,
relaksasi otot dan alcohol potentiating actions. Receptor α5 ditemukan pada bagian
hippocampus dan mungkin memiliki hubungan dengan kelainan kognitif dan fungsi
lain. Zaleplon dan zolpidem merupakan selektif α1 diperkirakan banyaknya reseptor
yang tersambung berhubungan dengan tingak kemungkinan toleransi dan kecanduan
obat.
Modifikasi dari 2 obat Z, zolpidem dan zolpiclone sudah tersedia saat ini. untuk
obat zolpidem saat ini ada yang memiliki formulasi controlled release diketahuai
sebagai zolpidem CR, menambah kerja zolpidem dari 2-4 jam menjadi 6-8 jam yang
sesuai untuk mengatur jam tidur. Zolpidem juga memiliki alternatif dosis lain untuk
penggunaan sublingual dengan onset cepat dan dosis untuk pemberian di tengan malam
untuk pasien dengan middle insomnia. Untuk zopiclone saat ini ada campuran racemix

14
antara R dan S zociplone. Secara klinis perbedaan antara enantiomer aktif dan racemic
mixture masi dalam perdebatan.

Gambar 15 GABAA allosteric modulator positif (PAMs). Beberapa GABAA PAMs, atau "Z drugs," ditampilkan di sini. Ini
termasuk zopiclone rasemat (tidak tersedia di Amerika Serikat), eszopiclone, zaleplon, zolpidem, dan zolpidem CR. Zaleplon,
zolpidem, dan zolpidem CR bersifat selektif untuk reseptor GABAA yang mengandung subunit α1; Namun, tidak tampak bahwa
zopiclone atau eszopiclone memiliki selektivitas yang sama ini.

5. Insomnia Pada Psikiatri dan GABAa PAMs


Dengan adanya pengobatan obat Z maka terjadi perubahan konsep pengobatan
insomnia kronik. Namun saat ini penelitian tentang obat ini masih sebatas meneliti pada
insomnia tanpa gangguan psikotik sehingga belum ada panduan pasti penggunaan obat
ini pada pasien dengan depresi, gangguan cemas, bipolar dan lain-lain. Peneliti saat ini
sudah memulai meneliti penggunaan yang tepat termasuk penggunaan jangka panjang
pada kasus-kasus psikiatrik. Sebagai contoh saat ini menurut penelitian penggunan

15
hipnotik pada pasien depresi dan gangguan cemas terbukti membantu terjadinya
kemungkinan remisi lebih tinggi.

Gambar 16 Mengobati insomnia psikiatri. Insomnia adalah gejala sisa umum gangguan kejiwaan, termasuk depresi dan
gangguan kecemasan umum (GAD). Temuan terbaru menunjukkan bahwa tingkat remisi dapat meningkat pada depresi atau
GAD dengan insomnia ketika hipnosis ditambahkan ke terapi antidepresan lini pertama, dan ini tidak hanya disebabkan oleh
peningkatan insomnia tetapi juga untuk perbaikan gejala lainnya.

6. Melatonergic hipnotik
Melatonin merupakan neurotransmitter yang sekresikan oleh glandula pineal
dan bekerja khususnya pada nukleus suprachiasmaticus untuk mengatur siklus
circadian. Obat melatonergik antidepresan seperti agomelatine akan mengubah siklus
cicardian pada pasien depresi dengan fase delayed. Obat melatonin receptor agonist
seperti ramelton atau tasimelton juga efektif sebagai obat untuk tidur seperti pada
pasien jet lag.
Melatonin bekerja pada 3 tempat berbeda melatonin 1 (MT 1), melatonin 2 (MT
2), dan melatonin 3 (MT 3). Melatonin pada MT 3 dikatakan tidak memiliki hubungan
dengan tidur. MT 1 memediasi inhibisi dari neuron pada SCN yang dapat
mempromosikan tidur. Perubahan fase dan siklus cicardian, normalnya dimediasi oleh
reseptor MT 2. Ramelton dan tasimelton merupakan obat agonist dari MT 1/MT 2.

16
Kedua obat ini meningkatkan onset tidur dan bekerja lebih baik jika digunakan dalam
beberapa hari berturutan.

Gambar 17 Agen melatonergik. Melatonin endogen disekresikan oleh kelenjar pineal dan terutama bertindak di nukleus
suprachiasmatic untuk mengatur ritme sirkadian. Ada tiga jenis reseptor untuk melatonin: melatonin1 dan 2 (MT1 dan MT2),
yang keduanya terlibat dalam tidur, dan melatonin 3, yang sebenarnya adalah enzim NRH: kuinin oksidoreduktase 2 dan
tidak dianggap terlibat dalam fisiologi tidur. Ada beberapa agen berbeda yang bekerja pada reseptor melatonin, seperti yang
ditunjukkan di sini. Melatonin sendiri bertindak pada reseptor MT1 dan MT2 serta di situs melatonin 3. Baik ramelteon
maupun tasimelteon adalah agonis MT1dan MT2 dan berfungsi menyediakan onset tidur meskipun tidak perlu perawatan
tidur. Agomelatine bukan hanya agonis reseptor MT1 dan MT2, tetapi juga merupakan antagonis reseptor 5HT2C dan 5HT2B
dan tersedia sebagai antidepresan di Eropa.

7. Serotonergik Hipnotik
Salah satu obat hipnotik yang terkenal adalah antidepresan trazodone. Obat ini
memiliki efek sedasi dan antidepresan dengan waktu paru 6-8 jam dan sudah lama
dikenal sebagai obat hipnotik yang efektif pada pemberian dosis rendah serta
pemberian 1 hari 1 kali saat malam hari.
Perlu diingat pemberian trazodone dosis tinggi akan memberikan efek
antidepresan dengan menjadi antagonis 5HT2a dan menganggu pengambilan kembali
serotonin. Pada dosis ini obat akan memiliki efek sedasi dikarenakan adanya efek
antihistamin H1 dan α1 antagonis. Berdasarkan uji coba maka ditemukan waktu paru
obat ini adalah suatu keuntungan untuk pemberian sebagai obat hipnotik. Saat
pemberian dosis rendah efek antidepresant dari obat ini akan hilang dan hanya akan
bekerja sebagai antihistamin H1 dan α1 antagonis.

17
8. Histamine H1 antagonis sebagai hipnotik
Sudah terbukti bahwa pemberian anti histamin memiliki efek sedasi. Saat ini
anti histamin sudah banyak digabungkan dengan obat-obat untuk membantu tidur
(diphenhydramine/benadryl dan doxylamine). Dikarenakan banyaknya penggunaan
obat anti histamin banyak orang yang mengira bahwa obat ini memiliki efek samping
seperti anti kolinergik seperti mata buram, konstipasi, gangguan ingatan, mulut kering
dan lain-lain.
Saat ini antihistamin yang ada dalam obat-obatan seperti diphenhydramine
sampai tricyclic antidepressant tidak selektif hanya untuk H1 sehingga dapat memuncul
kan efek-efek lain. Saat ini banyak juga obat-obat seperti dipenhidramin yang termasuk
dalam antihistamin tetapi juga memiliki efek anti muskarinik sehingga sulit untuk
membedakan gejala klinis yang terjadi. Sama seperti antidepresan tricyclic yang juga
memiliki efek anti muskarinik.

Gambar 18 Diphenhydramine. Diphenhydramine adalah antagonis


reseptor histamin 1 yang biasa digunakan sebagai hipnosis. Namun, agen
ini tidak selektif untuk reseptor histamin 1 dan dengan demikian juga dapat
memiliki efek tambahan. Secara khusus, diphenhydramine juga merupakan
antagonis reseptor muskarinik 1 dan dengan demikian dapat memiliki efek
antikolinergik (penglihatan kabur, konstipasi, masalah ingatan, mulut
kering).

Penemuan saat ini menemukan obat tricyclic antidepresan doxepin memiliki


efek selektif dengan reseptor H1. Dengan adanya efek ini maka ditemukan bahwa
pemberian obat ini dengan dosis rendah dapat menjadikan obat ini sebagai selektif H1
antagonis (1-6 mg doxepin dibandingkan 150-300 doxepin sebagai antidepresan). Obat
ini juga memiliki 2 campuran kimia yang berbeda dimana salah satunnya memiliki
waktu paruh 8-15 jam dan yang lainnya seperti obat tryciclic yaitu 24 jam. Oleh karena
itu pemberian obat ini dapat mengurangi efek sisa pada pagi hari. Pada suatu percobaan
ditemukan pemberian dosis rendah doxepin secara jangka panjang dapat menyebabkan
induksi tidur yang cepat dan menjaga tidur sepanjang malam serta tidak adanya efek
sisa di hari berikutnya, toleransi, dan peningkatan berat badan.

18
Gambar 19 Doxepin. Doxepin adalah antidepresan trisiklik (TCA) yang, pada dosis antidepresan (150–300 mg / hari),
menghambat serotonin dan reuptake norepinefrin dan merupakan antagonis pada reseptor histamin 1, muscarinic 1, dan α1-
adrenergik. Pada dosis rendah (1-6 mg / hari), bagaimanapun, doxepin cukup selektif untuk reseptor histamin 1 dan dengan
demikian dapat digunakan sebagai hipnosis.

9. Agonis dopamin dan a2d ligands untuk insomnia dengan restless legs syndrome
(RLS)
Penyebab terbanyak terjadinya insomnia bukan karena insomnia primer atau
sekunder akibat penyakit psikiatrik, tetapi insomnia sekunder akibat RLS. Pengobatan
utama dengan pemberian dopamin agonis seperti ropinirole atau pramipexole dan lini
kedua a2d ligand seperti gabapentin dan pregabalin.
Table 1 Restless legs syndrome (RLS) versus periodic limb movement disorder (PLMD)

19
10. Perubahan perilaku untuk pengobatan insomnia
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kebersihan sebelum tidur dan juga
pendekatan perilaku kognitif sebagai tambahan dari pengobatan insomnia. Perubahan
perilaku ini merupakan pengobatan lini pertama dari insomnia primer.

Table 2 kebersihan tidur yang baik

Table 3 pengobatan kebiasaan untuk insomnia

11. Siapa yang peduli dengan gelombang tidur lambat?


Saat ini fungsi pasti tahap 3 dan 4 dari tidur (delta atau gelombang lambat tidur)
masi dalam investigasi. Tidak semua orang dengan insomnia kekurangan tahap ini dan
tidak semua pasien dengan kurang gelombang lambat insomnia. Tetapi dalam beberapa
penelitian empirik ditemukan adanya kekurangan fase lambat dapat menyebabkan rasa
kurang tidur dan kelelahan saat siang hari.
Pasien yang dengan sindrom dan kekurangan fase gelombang lambat akan lebih
merasakan nyeri secara subjektif pada siang hari serta pasien dengan depresi dan
kekurang fase ini akan mengalami rasa lemah, apatis dan gangguan kognitif lebih jelas.
Untuk itu diperkirakan dengan ditambahnya tidur pada fase ini merupakan ide bagus

20
tetapi untuk saat ini belum ditemukan batasan berapa banyak dan berapa waktu yang
dikatakan kurang pada fase ini.
Beberapa obat seperti serotogenik antidepresan (SSRIs, SNRIs), stimulan dan
stimulating anti depresan ( NDRIs) dapat berpengaruh pada fase tidur lambat. Beberapa
obat dapat menambahkan fase lambat seperti a2d ligand (gabapentin, pregabalun) ,
GABA reuptake inhibitor tiagabine, dan 5HT2a/2c antagnois (trazodone) dan GHB (
GABAb-enhancing agent g-hydroxybutyrate). Memberikan tambahan fase tidur lambat
terkadang dapat mengobati kelelahan dan rasa nyeri.

12. Orexin antagonis sebagai hipnotik baru


Neuron orexin terlokalisasi secara ekslusif pada beberapa bagian hipotalamus
(lateral hipotalamus, perifornical, dan posterior hipotalamus). Neuron orexin ini
mengahasilkan orexin A dan orexin B yang akan menyebar ke seluruh otak dan secara
khusus ke pusat monoamin neurotransmiter di batang otak. Aksi dari post sinaptik
orexin di mediasi oleh 2 receptor, orexin 1 dan orexin 2. Neurotransmitter orexin A
berinteraksi dengan orexin 1 dan 2 tetapi orexin B hanya berinteraksi dengan orexin 2.
Perlu diperhatikan reseptor orexin 1 banyak di ekspresikan pada locus coeruleus di
batang otak yang merupakan lokasi dari neuron noradrenergik. Reseptor orexin 2
banyak didapati pada nukleus tuberomammilari yang merupakan neuron histamin.
Dipercaya orexin dapat membuat kesadaran pasien membaik dikarenakan adanya
hubungan dengan TMN histaminergik neuron yang mengekspresikan orexin 2.
Reseptor orexin 2 dipercayai memiliki peran penting untuk mengatur bangun/tidur
seseorang sedangkan orexin 1 memiliki peran tambahan. Orexin diperkirakan memiliki
fungsi lain seperti meregulasi kebiasaan makan dan menghargai, melalui reseptor
orexin 1.

21
Gambar 20 Reseptor orexin. Orexin neurotransmission dimediasi oleh dua jenis reseptor G-protein-coupled postsynaptic,
orexin 1 (Ox1R) dan orexin 2 (Ox2R). Orexin A mampu berinteraksi dengan Ox1R dan Ox2R, sedangkan orexin B berikatan
secara selektif dengan Ox2R. Pengikatan reseptor orexin A ke Ox1R menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler serta
aktivasi penukar natrium / kalsium. Pengikatan orexin A dan B ke Ox2R mengarah ke peningkatan ekspresi reseptor glutamat
NMDA (N-methyl-D-aspartate) serta inaktivasi G-protein-diatur ke dalam saluran meluruskan potasium (GIRK). Ox1R
ditemukan terutama sangat diekspresikan dalam locus coeruleus noradrenergik, sedangkan Ox2R sangat diekspresikan dalam
histaminergic tuberomammillary nucleus (TMN).

Kurangnya orexin memiliki hubungan dengan narkolepsi. Obat yang


memblokade reseptor orexin saat ini dalam investigasi tidak hanya sebagai pengobatan
hipnotik tetapi untuk pengurangan berat badan dan ketergantungan obat. Khususnya
obat dual orexin receptor antagonist (DORAs) yang bekerja pada reseptor orexin 1 dan
orexin 2 serta single orexin receptor antagonis (SORA1s dan SORA2s).
Saat ini lokalisasi dari reseptor orexin 1 dan 2, ditambahkan dengan data klinis
efek obat antagonis orexin 1 pada tidur, diperkirakan efek kesadaran orexin
dipromosikan lebih banyak oleh reseptor orexin 2 atau kombinasi orexin 1 dan 2.

22
Gambar 21 Antagonis reseptor orexin. Beberapa antagonis reseptor orexin saat ini sedang diuji sebagai hipnotik. Antagonis
reseptor orexin tunggal (SORA) bekerja secara selektif pada reseptor orexin 1 (SORA1) atau pada reseptor orexin 2 (SORA2).
Antagonis orexin ganda (DORA) yang mengikat resep orexin 1 dan orexin 2 juga sedang dipelajari.

Saat ini dikatakan DORA suverexant memiliki efek memperbaiki inisiasi tidur
serta menjaga kualitas tidur tanpa efek samping dari benzodiazepine atau obat hipnotik
Z ( tidak ketergantungan, efek penarikan, jalan tidak stabil, jatuh, pusing, amnesia,
depresi pernapasan). Sejauh ini diperkirakan secara teori dapat dikatakan DORA dapat
membalikan efek narkolepsi dengan halusinasi hipnagogic, sleep paralysis, dan
cataplexy namun belum ada observasi pada pasien.

23
BAB 3

Rasa Kantuk Berlebihan (hypersomnia) dan Agent Promotor Bangun

1. Apa itu rasa mengantuk ?


Kantuk adalah istilah yang kadang-kadang digunakan secara sinonim dengan
hipersomnia. Penyebab terbanyak mengantuk adalah kurangnya tidur sehingga tidak
memerlukan obat. Penyebab lain dari mengantuk adalah gangguan tidur, gangguan
psikiatri, obat, dan kelainan medis.
Table 4 penyebab kantuk

Meskipun rasa kantuk sering diacuhkan namun hal ini dapat menjadi tanda
bahaya. Turunnya performa akibat rasa kantuk sama berbahayanya dengan intoksikasi
alkohol yang dapat menyebabkan kecelakaan. Penilaian pada pasien dengan keluhan
mengantuk membutuhkan pasangan pasien khususnya pasangan tidur. Untuk
mengevaluasi keluhan ini sebetulnya cukup mengevaluasi dengan interview tetapi
terkadang dibutuhkan evaluasi lebih.

24
Table 5 evaluasi mengantuk

2. Apa kesalahan mengantuk?


Pasien dengan rasa kantuk berlebih akan memiliki masalah kognitif. Sebagai contoh
pasien dengan narkolepsi atau kekurangan tidur ketika harus melakukan tes kognitif,
maka dengan usaha yang keras akan mengaktifkan dorsolateral prefrontal cortex
(DLPFC) namun tidak bisa mempertahankannya. Namun jika pasien menggunakan
obat stimulan atau modafinil maka DLPFC dapat dipertahankan dan mempertahankan
performa kognitifnya. Hal ini diakibatkan adanya peningkatan aksi dari dopamin pada
DLPFC.

3. Mekanisme aksi dari agen promosi bangun


a. Modafinil
Obat ini terbukti dapat mempromosikan kesadaran namun mekanisme pastinya
masi dalam perdebatan. Diketahui obat ini mengaktivasi neuron pada dan lateral
hipotalamus yang merangsang histamin dan orexin. Namun lepasnya orexin tampak
tidak bermakna pada aksi modafinil, terbukti tetap ada efek obat modafinil pasein
yang tidak memiliki neuron orexin. Diperkirakan juga aktivasi TMN dan lateral
hipotalamus adalah efek sekunder dari modafinil, dan efek utama pada neuron
dopamin. Kemungkinan lokasi tersambungnya modafinil pada dopamine
transporter (DAT atau DA reuptake pump). Meskipun modafinil merupakan
inhibitor lemah dari DAT namun konsentrasi obat pasca penggunaan oral cukup
tinggi dan cukup untuk bekerja pada DAT. Faktanya farmakokinetik modafinil

25
menunjukan obat ini bekerja melalui peningkatan lambat kadar plasma, kadar
plasma yang bertahan 6-8 jam dan hunian DAT tidak komplit, semua properti yang
ideal untuk meningkatkan aktivitas dopamin tonik untuk meningkatkan kesadaran
dibandingkan dengan perubahan phasic dopamin. Ketika dopamin terlepas akibat
aktivasi modafinil dan korteks terangsang hal ini dapat menurunkan histamin dari
TMN dan lebih mengaktivasi lateral hipotalamus dengan lepasnya orexin sehingga
dapat mempertahankan kesadaran dengan seimbang. Mekanisme yang sama juga
muncul setelah pemberian stimulan amphetamin dan metilphenidat. Agen
kesadaran baru yaitu R enantiomer dari modafinil yang disebut armodafinil
(nuvigil). Armodafinil memiliki waktu lebih lama mencapai puncak, waktu paruh
lebih lama dan kadar plasma lebih tinggi 6-14 jam setelah pemberian oral.
armodafinil secara teori memperbaiki efek dari modafinil dan mengurangi
kebutuhan dosis kedua dari modafinil.
b. Stimulants
Dua prinsip utama dari penggunaan stimulan sebagai agen kesadaran adalah
methylphenidate dan amphetamine, khususnya d-amphetamine. Banyak bentuk dari
stimulan ini yang tersedia. Amphetamin diketahui sebagai kompetitor inhibitor dan
substrate dari DAT dan juga sebagai pelepas dopamin serta inhibitor vesicular
monoamine transporter (VMAT2) pada terminal saraf dopamin presinaptik.
Methylphenidate juga dikenal sebagai inhibitor DAT namun dengan cara kerja yang
berbeda dengan NDRI (norephinephrine-dopamine reuptake inhibitor)
antidepresan. Pada dosis rendah untuk mengobati rasa kantuk dan ADHD, kedua
obat ini juga memblokade norephinephrine transporter (NET), khususnya dengan
formulasi pelepasan terkontrol. Dasarnya obat stimulant dengan dosis untuk ADHD
dan rasa kantuk menambah adanya synaps dopamin dan norephinephrine sehingga
dapat menambah kesadaran.
c. Kafein
Kafein merupakan zat yang banyak ditemukan pada minuman. Kafein awalnya
diperkirakan bekerja dengan menghambat enzim phosphodiesterase tetapi ternyata
diketahui saat ini kafein bekerja sebagai antagonis dari neurotransmitter endogen
yang dikenal sebagai purines, salah satunya adenosin pada reseptor purin.
Normalnya reseptor purin akan bekerja bersama dengan reseptor dopamin sehingga
akan ada hambatan pada kerja dopamin di reseptor dopamin 2 saat adenosin

26
bergabung dengan reseptornya. Sehingga secara tidak langsung kafein akan
mempromosikan kerja dari dopamin.

Gambar 22 Kafein. Kafein adalah antagonis pada reseptor purin, dan khususnya reseptor adenosin. (A) Reseptor ini secara
fungsional digabungkan dengan reseptor dopamin postsinaptik tertentu, seperti reseptor dopamin 2 (D2), di mana dopamin
mengikat dan memiliki efek stimulasi. (B) Ketika adenosine berikatan dengan reseptornya, ini menyebabkan berkurangnya
sensitivitas reseptor D2. (C) Antagonisme reseptor adenosin oleh kafein mencegah adenosin dari mengikat di sana, dan
dengan demikian dapat meningkatkan tindakan dopaminergik.

d. GHB (gamma hydroxybutyrate)


GHB diketahui juga sebagai sodium oxybate dan xyrem. Obat ini sudah disetujui
sebagai pengobatan rasa kantuk berlebihan yang berhubungan dengan narkolepsi
serta cataplexy. Obat ini mempromosikan kesadaran dengan memberikan efek
pada tidur gelombang lambat saat malam hari, membuat pasien lebih beristirahat
sehingga lebih segar keesokan harinya. Dikarenakan adanya efek kecanduan maka
obat ini masuk dalam kategori obat yang dikontrol. Obat ini sering disalah
gunakan oleh atlet sebagai penambah performa khususnya saat tahu 1980 ketika
obat ini masuk dalam rumah makan sehat. Obat ini juga dipakai di eropa sebagai
pengobatan alkoholism. GHB merupakan produk natural dari otak dan memiliki
reseptornya tersendiri, GHB terbentuk dari neurotransmiter GABA dan bekerja
pada GABAb reseptor sebagai agonis parsial.

27
Gambar 23 Sodium oxybate. Gamma-hydroxybutyrate (GHB, juga disebut natrium oxybate), terbentuk dari
neurotransmitter GABA dan bertindak sebagai agonis parsial pada reseptor GABAB. Ini disetujui untuk digunakan baik
dalam cataplexy dan untuk kantuk yang berlebihan, dan bekerja pada meningkatkan tidur gelombang lambat.

28
BAB 4

Kesimpulan

Kesadaran secara neurobiologi dihubungkan dengan liam neurotransmiter


yaitu histamin, dopamin, norephinephinerine, acetylcholine, dan serotonin yang
tergabung dalam ascending reticular activating system. Tidur/bangun juga diregulasi
oleh saklata tidur/bangun pada hipotalamus dengan neuron promotor bangun pada
TMN yang menghasilkan neurotransmitter histamin dan neuron promotor tidur dari
nukleus ventrolateral preoptic yang menghasilkan GABA dan menstabilkan
neurotransmiter peptide orexin A dan B. Pada bagian ini ada pembahasan mengenai
sintesis, metabolisme, reseptor dan jalur dari histamin serta ada jalur untuk neuron
orexin dan pembagian reseptornya. Pada bab ini juga dilakukan pembahasan insomnia
secara singkat dalam pembahasan beberapa obat hipnotik seperti benzodiazepin , obat
Z yang bekerja pada modulator allosterik positif atau reseptor PAMs for GABAa.
Obat hipnotik lain termazuk trazodone, hipnotik melatonergik dan anti histamin,
termasuk DORAs yang saat ini dalam fase percobaan.
Rasa kantuk berlebih pada siang hari juga dibahas secara singkat serta
mekanisme obat yang mempromosikan kesadaran seperti modafinil, kafein, dan
stimulan. Cara kerja GHB serta beberapa obat promotor tidur atau bangun yang masih
dalam tahap pengembangan juga dibahas.

29

Anda mungkin juga menyukai