Anda di halaman 1dari 44

Ikhtisar Pustaka

HISTAMIN DAN NEUROBIOLOGI TIDUR-BANGUN

Oleh :
dr. SALIKUR KARTONO
Pembimbing :
dr. Wayan Westa, SpKJ (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNUD
RSUP SANGLAH DENPASAR
2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
ikhtisar pustaka ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas di Stase Psikiatri Biologi oleh residen Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai suatu upaya untuk
terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang kiranya dapat memberi
manfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca lainnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Wayan Westa, SpKJ(K) selaku dosen pembimbing dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan
perhatian dan telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan masukan
dalam penulisan tinjauan putaka ini.
2. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K) selaku Kepala Bagian Lab/SMF Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
3. dr. Nyoman Hanati, SpKJ(K) selaku KPS Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.
4. Staf pengajar bagian Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah yang sudah memberikan
masukan dalam penulisan tinjauan pustaka ini.
5. Rekan-rekan Residen dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu
atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari
sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior
maupun teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan
banyak terima kasih.

Penulis

Salikur Kartono

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................

iv

BAB

I PENDAHULUAN ...........................................................................

BAB

II NEUROBIOLOGI TIDUR DAN BANGUN.................................

2.1 Sakelar Tidur Bangun..................................................................................

2.2 Sistim Arousal .............................................................................................

2.3 Peranan nukleus supraciasmatikum .............................................................

BAB

III HISTAMIN.....................................................................................

11

3.1 Struktur, Sintesa dan Metabolisme Histamin .............................................

11

3.2 Reseptor Histamin ......................................................................................

13

3.3 Histaminergik di Susunan Saraf Pusat ........................................................

16

BAB IV KESIMPULAN ...............................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

21

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar orang dewasa membutuhkan waktu tidur lebih kurang 7-8
jam sehari. Durasi tidur tiap orang kadang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh tubuh orang tersebut (Shneerson 2005). Gangguan pengaturan tidur
yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan kognitif, penurunan daya tahan
tubuh, emosional dan gangguan fisik. Manusia dan hewan mamalia memiliki
pengaturan siklus tidur dan bangun (Baruch, 2007).
Sistim pengaturan siklus tidur bangun tampaknya over lapping dan saling
mempengaruhi sistim yang mengatur emosi dan perilaku lainnya. Sehingga
gangguan tidur umumnya ditemukan juga pada pasien dengan gangguan psikiatri
(Benca dkk, 2009).
Tidur dan bangun merupakan suatu keseimbangan dan pola tidur mempunyai
irama yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Pola waktu dan
ritme tidur - bangun dapat ditemukan pada semua makhluk hidup dan dibangkitkan
dengan adanya jam biologis di dalam tubuh serta dipengaruhi oleh lingkungan
dan bagaimana proses atau

tingkatan aktivitas pada sistim CNS, yang dikenal

sebagai tidur dan bangun.


Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.
Ritme sirkadian dibangkitkan oleh nukleus supraciasmatikum (SCN) di anterior
hipotalamus sebagai pusat kontrol irama sirkadian. Banyak penelitian yang
menghubungkan melatonin yang dikeluarkan oleh kelenjar pineal akibat rangsangan

di nukleus SCN, memicu tidur dan mensinkronisasikan ritme sirkadian


(Lumbantobing, 2008).
Selain itu neurotransmiter di sistim saraf pusat (SSP) terlibat untuk mengatur
suatu sistim arousal dan tidur seseorang, Beberaapa neurotransmiter tersebut seperti
asetil kolin, serotonin, norepineprin, GABA dan juga histamin berperanan dalam
membuat seseorang tidur atau bangun.
Histamin ditemukan oleh Dale and Laidlaw pada tahun 1910 dan dapat
diisolasi dari jaringan paru-paru dan hati segar, (Maintz & Novak, 2007). Histamin
berasal dari kata histos yang berarti jaringan tubuh, karena histamin berasal dari
jaringan tubuh. Histamin selain dikenal sebagai mediator dalam reaksi alergi sekresi
asam lambung, pengaturan mikrosirkulasi dan juga sebagai neurotransmiter di
susunan saraf pusat (Sjamsudin & Dewoto, 2002). Dalam tinjauan pustaka ini akan
dibahas kerja histamin dalam SSP yang berkaitan dengan fungsi bangun dan tidur.

BAB II
Neurobiologi Tidur Bagun

2.1

Sakelar Tidur Bangun


Ada suatu sistim sirkuit di hipotalamus yang mengatur keadaan tidur dan

bangun, seperti sakelar on-off. Sakelar on dikenal dengan wake promoter yang
berlokasi di tuberomammilari nucleus (TMN) dan sakelar off sebagai sleep
promoter di ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) di hipotalamus.

Gambar 2.a dan 2.b Sakelar tidur bangun dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008

Ada 2 neurotransmiter yang berperan mengatur sakelar on-of ini yaitu


neurotransmiter histamin dari TMN dan GABA dari VLPO. Ketika TMN aktif dan
histamin dilepaskan sampai kortek dan VLPO maka wake promoter menjadi aktif

dan sleep promoter dihambat. Ketika VLPO aktif dan GABA dirilis ke TMN
tersebut, sleep promoter di aktifkan dan wake promoter terhambat (Lihat gambar 2.a
dan 2.b)
Sakelar tidur - bangun juga diatur oleh neuron orexin dan hypocretin dalam
hipotalamus lateral (LAT), yang menstabilkan keadaan terjaga. Juga dipengaruhi
oleh nukleus SCN dari hipotalamus, yang merupakan jam biologis

tubuh ,

dimana SCN mengatur irama sirkardian tubuh dan diaktifkan oleh melatonin, cahaya
dan aktivitas dari sleep promoter atau wake promoter (Sthal, 2008).

2.2

Sistim Arousal
Salah satu pendekatan dalam insomnia dan mengantuk dapat digambarkan

dalam suatu spektrum kekurangan gairah (arousal) atau kelebihana arousal.

Gambar 2.c Spektrum arousal dari arousal rendah sampai arousal berlebihan, otak dalam
aktifitas awake, dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008

Dalam konsep arousal ini orang yang terjaga, waspada, kreatif, mampu
memecahkan masalah memiliki keseimbangan diantara kelebihan dan sedikit
arousal. Lihat gambar 2.c. Peningkatan arousal yang lebih dari normal pada siang
hari disebut hypervigilance, bila berlangsung pada malam hari dikatakan insomnia
(gambar 2.d) (Sthal, 2008).

Gambar 2.d Spektrum arousal , tampak kelebihan arousal di malam hari, dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008

Dari perspektif pengobatan, insomnia dikonsepkan sebagai suatu gangguan


peningkatan berlebihan arousal di malam hari disertai dengan aktifitas berlebihan di
otak. Sedangkan penurunan arousal akan menjadikan penurunan perhatian,
gangguan kognitif sampai mengantuk dan membuat tidur. (Lihat Gambar 2.e)
Sebaliknya dengan memberikan pengobatan maka akan membuat pasien dari
arousal yang rendah menjadi lebih bangun ke arah normal (Lihat gambar 2.f)

Gambar 2.e Penurunan arousal dari insomnia ke tidur dengan memberikan GABA,
dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008

Gambar 2.f Peningkatan dari arousal yang rendah menjadi lebih bangun ke arah
normal, dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008

Orang dengan sedikit arousal atau kelebihan arousal akan mengalami


gangguan kognitif. Gambaran arousal ini dihubungkan dengan aksi dari 5
neurotransmiter di otak seperti histamin, dopamin, norepinefrin, serotonin dan asetil
kolin. Kadang kelompok sirkuit neurotransmiter ini dikenal dengan ARAS
(Ascending Reticular Activating system), kelompok sistim ini yang bertugas dalam
pengaturan arousal.
Sirkuit otak yang lebih detil dalam pengaturan arousal melibatkan CSTC
(Cortico-Striatal-thalamic-cortical) dengan jalan mengendalikan besarnya ukuran
filter sensorik di thalamus. Bila thalamus mengizinkan sensorik input sampai ke
kortek maka akan terjadi keadaan wakefulness, lihat gambar 2.j. Insomnia terjadi
bila GABA mungkin berkurang pada waktu malam dan menurunkan keefektifan
filter sehingga banyak sensorik input mencapai kortek, lihat gambar 2.g.

2.g

2.h

Gambar 2.g Sirkuit insomnia dan 2.h sirkuit tidur melibatkan CSTC loop, dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008

Gangguan pada tidur atau bangun dikonsepkan sebagai permasalahan


terhadap penyaringan di thalamus, meliputi CSTC loop. Insomnia terjadi ketika
thalamus gagal menyaring sensorik inputnya sehingga mencapai kortek pada saat
malam hari, lihat gambar 2.g. Bila mengantuk di siang hari diartikan ketika thalamus
terlalu banyak menyaring input sensoriknya sehingga sedikit yang sampai ke kortek
pada siang hari, lihat gambar 2.i.
Jadi konsep terapi untuk insomnia dengan memberikan GABA dan konsep
terapi untuk mengantuk di siang hari adalah menurunkan penyaringan di thalamus
dengan memberikan dopamin (Stahl, 2008).

2.i

2.j
Gambar 2.i Sirkuit mengantuk dan 2.j sirkuit bangun melibatkan CSTC loop,
dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008

2.3 Peranan nukleus Supraciasmatikum


Cahaya yang masuk melalui mata ditangkap oleh photoreseptor dalam retina,
diteruskan melalui traktus retino hipothalamikus (RHT) menuju ke nukleus
supraciasmatikum (SCN). Neurotransmiter yang diduga berperan disini adalah
glutamat. Jalur lain secara tidak langsung yaitu stimulus cahaya juga mencapai SCN
melalui traktus genikulo hipothalamikus (GHT) dan yang berperan di sini ialah
gamma-amino butyric acid (GABA) dan neuropeptida Y (NPY). SCN juga
menerima input serotonergik dari nucleus raphe di midbrain yang terkait dengan
aktivitas lokomotorik. Seratserat afferent ini memberikan informasi tentang
environment external kepada SCN yang akan ikut mengatur irama sirkadian sesuai
dengan informasi tersebut, lihat gambar 2.k.
Serat efferent dari SCN akan menuju ke area-area seperti, area
retrociasmatikum, dorsomedial, thalamus, basal forebrain dan periaqueductal gray.
Dari area-area informasi ini disampaikan ke organ efektor yang khusus untuk ritme
biologi. Sehingga mengontrol berbagai macam aktifitas pada siklus tidur bangun,
seperti food intake, sexual behavior, hormonal dan lain lain.
Serat efferent dari SCN juga melalui nukleus paraventrikularis (PVN),
selanjutnya menuju ke kelenjar Pineal yang mensintesa melatonin. Sintesa dan
pelepasan melatonin akan lebih aktif pada malam hari, lihat gambar 2.k (Maramis,
2008).
Ikatan antara melatonin dengan reseptor melatonergik di SCN akan menekan
neuronal firing mengakibatkan penurunan aktivitas sirkadian, hal ini berkaitan
dengan tidur. Pemberian melatonin akan menginduksiphase shift dari berbagai

10

parameter ritme sirkadian seperti suhu tubuh atau saat tidur (sleep timing) (Julien,
2008)

HIPOTA
V
T
LAMUS
LP M
O

Gambar 2.k. Sistim sirkadian dari (JulienMendlewicz: Circadian Rhythm Disturbances


in Depression -2008) EAA, excitatory amino acid; GABA, gamma-amino butyric acid;
GHT, geniculohypothalamictract; 5-HT, serotonin; IGL, intergeniculateleaflet; NPY,
neuropeptideY; PVN, paraventricularnucleus; RHT, retinohypothalamictract; SCG.
Superior cervical ganglion; SCN, suprachiasmaticnucleus

Kelenjar Pineal merupakan suatu kelenjar neuroendokrin yang mensintesa


dan mengeluarkan melatonin selain menerima input dari SCN berupa NE juga
menerima input dari saraf simpatis. Kelenjar Pineal akan mensekresi melatonin bila
tidak ada cahaya yang diterima SCN. Sekresi melatonin mulai meningkat kira kira 2
jam sebelum waktu tidur, mencapai puncaknya antara jam 2.00-4.00 am, kemudian
secara berangsur berkurang menjelang pagi hari.
Neurotransmiter yang banyak di SCN adalah GABA, SCN juga menerima
serabut saraf dari neuron serotoninergik dari median dan dorsal raphe nukleus dan
neuron histaminergik dari nukleus tuberomamilari (Steven dkk, 2003).

BAB III
HISTAMIN

3.1

Struktur, Sintesa dan Metabolisme Histamin


Histamin atau beta-imidazoliletilamin ialah 4 (2-aminoetil)-imidazol dibuat

dari bahan asam amino histidin, lihat gambar 3.a (Sjamsudin & Dewoto, 2002).

Gambar 3.a Struktur dan rumus bangun Histamin


dikutip dari Farmakologi dan Terapi, 2002

Histamin disintesa oleh sel sel tubuh seperti mast cells, basophils, platelets,
histaminergik neurons and enterochromaffine cells (Maintz & Novak, 2007).
Histidin diambil dari plasma dengan histidin transporter dimasukan ke dalam
nervus terminal histaminergik. Disintesa dengan bantuan enzim L-Histidin
Dekarboksilase

kemudian

histamin

disimpan

dalam

vesikel

sampai

saat

pelepasannya ke sinaps, lihat gambar 3.b. Metabolisme histamin dilakukan dengan


enzim Histamine N-methyl-transferase (HANMT) menjadi N-methyl-histamine,
11

kemudian dengan enzim yang kedua Monoamine Oxidase B (MAO-B) diubah lagi
menjadi N-Methyl indole acetic acid (N-MIAA), lihat gambar 3.b (Shahid dkk,
2010).

12

13

Gambar 3.b. Pembuatan Histamin dan Metabolisme Histamin dikutip dari Essential
Psychopharmacology, 2008.

Efek biologi histamin pada tubuh tampak melalui 4 jenis reseptor histamin
(lhiat gambar 3.c). Histamin memiliki spektrum kerja yang luas dari bermacam
aktifitas fisiologis dan keadaan patologis (Shahid dkk, 2010).

Gambar 3.c. Efek biologi Histamin dikutip dari Am J Clin Nutr. 85:1185-96, 2006.

14

Peran histamin termasuk proliferasi dan diferensiasi sel, reaksi imunologi,


regulasi asam lambung, homeostasis, regulasi beberapa fungsi di SSP seperti
mengatur arousal, siklus tidur-bangun, learning, memori, emosi, perilaku makan,
neuroendokrin dan lain lain (Shahid dkk, 2010).

Gambar 3.d. Reseptor Histamin dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008.

Ada sejumlah kecil histamin di SSP dibandingkan dengan jumlah histamin


pada tubuh, karena histamin yang beredar tidak dapat melewati sawar darah otak
( Berger dkk, 2009). Saraf histaminergik di SSP berlokasi di nukleus
tuberomamilari, aktifnya nukleus ini ditandai dengan memancarkan histamin yang
lebih tinggi saat bangun, berkurang saat tidur NREM tingkat 3 dan 4 (SWS) dan
hampir tidak ada saat tidur REM (Berger dkk, 2009).

3.2

Reseptor Histamin

Ada 4 reseptor histamin yaitu yaitu reseptor H1, H2, H3 dan H4. (Gambar 3.d)
Reseptor Histamin H1

15

Reseptor ini banyak ditemukan di jaringan otot, endothelium dan juga ada di
sistem syaraf pusat. Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan
mengakibatkan vasodilatasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini
bertanggungjawab terhadap gejala alergi.
Histamin di sistim saraf pusat dilepaskan sebagai neurotransmiter. Aksinya
pada reseptor H1 akan mengaktifkan suatu G protein (sebagai second messenger)
selanjutnya membentuk factor cFOS yang akan membuat keadaaan wakefulness,
normal alertness (gambar 3.e). Bila diberi penghambatan reseptor histamin H1 (H1
antagonis) di otak akan mengganggu sistim wake-promoting dan dapat
menyebabkan kantuk sampai tidur. Reseptor H1 di SSP terutama banyak terdapat di
thalamus, cortex dan cerebellum.

Gambar 3.e. Aksi histamin pada reseptor Histamin 1 dan aksi antagonis histamin 1 dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008

Reseptor Histamin H2

16

Terutama ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan


sekresi asam lambung. Juga terdapat di hipocampus, amigdala, striatum dan cortex.
Aktifasi reseptor ini menghasilkan eksitasi neuron di thalamus dan hipocampus.
Antagonis H2 di SSP belum jelas efeknya.

Reseptor Histamin H3
Reseptor histamin 3 terletak di presinaps dan berfungsi sebagai autoreseptor.
Bila

reseptor

ini

aktif,

maka

akan

menyebabkan

penurunan

pelepasan

neurotransmiter seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin. Banyak


ditemukan di cortex, striatum, amigdala dan substansia nigra. Antagonis H3
meningkatkan arousal dan kognitif dengan merangsang pelepasan histamin.

Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di
kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar, tidak diketahui adanya di otak.
Perannya sampai saat ini belum banyak diketahui. Diduga beraksi pada
glutamatergic N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor sebagai positif allosteric
modulatory.

HY = hipotalamus
TM= Tuberomamilari
TE= Tegmentum
CBM= Cerebellum
TH=Talamus
HI=Hipokampus
CP=Putamen caudatus
NAc=Nukleus
acumbens
OB=Bulbus olfaktori
CC= Corpus calosum
CTX=Cortex

17

Gambar 3.f. Jalur Histaminergik pada otak tikus, dikutip dari Kaplan and Saddocks :

Comprehensive Textbook of Psychiatry, 2009.

Proyeksi saraf histaminergik dari nukleus tuberomamilari menyebar ke otak,


seperti ke hipotalamus, thalamus, hipocampus, amygdala dan lain lain, lihat gambar
3.f. Fungsi dari reseptor H1 di SSP termasuk mengatur aktifitas otak, keseimbangan
tidur-bangun, konsentrasi, perhatian, memori, learning, aktifitas sehari hari, dan
menurunkan nafsu makan (Shahid dkk, 2010).

3.3

Histaminergik di Susunan Saraf Pusat


Reseptor histamin 1 diaktifkan oleh histamin yang dilepaskan oleh neuron

histaminergik yang terpusat di nukleus tuberomamilari dari hipotalamus. Neuron


nukleus mamilari menjadi aktif selama siklus wake, membangkitkan gelombang kira
kira 2-4 Hz, saat slow wave sleep gelombang yang dibangkitkan berkurang menjadi
kira kira 0.5 Hz dan selama fase tidur REM neuron histaminergik berhenti
membangkitkan gelombang. Dari semua jenis neuron maka neuron histaminergik
merupakan neuron yang paling kuat dalam wake-promoting. Pemberian
antihistamin akan membuat drowsiness berlawanan dengan aksi histamin (Haas.
2010 dan Wikipedia, 2011).
Aktifnya reseptor histamin H1 setelah diduduki oleh histamin akan
mengaktivasi G-protein yang bergabung dengan guanosin tripospat (GTP), suatu

18

molekul yang menyimpan energi. Setelah itu, G-protein yang teraktivasi ini sebagai
second messenger (SM), mengaktifkan misalnya cyclic- adenosine monophosphate
(cyclic-AMP) dalam sel. SM berkomunikasi dengan komponen dalam sel. Efek SM
bermacam-macam, antara lain membuka atau menutup kanal, mempengaruhi
produksi protein, atau mengaktifkan kromosom.
Neurotransmiter

selain

mempengaruhi

siklik-AMP

dan

ia

akan

mempengaruhi pula posporilasi protein. Setelah mengaktifkan kinase protein maka


terjadi perubahan dalam aktivitas pospatase protein. Langkah berikutnya adalah
mengatur posporilasi protein untuk masing-masing kinase protein. Pospoprotein ini
disebut dengan third messenger. Posporilasi protein mempunyai berbagai fungsi,
misalnya mengontrol kanal ion, mengatur sensitivitas reseptor neurotransmiter,
sintesis dan penglepasan neurotransmiter, membawa aksoplasmik, mengatur
aktivitas akson dan dendrit serta mengembangkan dan mempertahankan
karakterisitik neuron. Dan sebagaifirst messenger, neurotransmiter membawa
informasi dan mempengaruhi hampir semua aktivitas di postsinaps (Shahid dkk,
2010).

19

Gambar 3.g Gambar ikatan histamin pada reseptor dan mekanisme signal histamin,
AC (adenylate cyclase), PKC (protein kinase C), PKA (protein kinase A), PLC
(phospholipase C), H1+ or H2+ (stimulation via H1 or H2 receptor), H3 and H4
(inhibition via H3 and H4 receptors). Dikutip dari Shahid et al. 2010).
Pada tubuh terjadi keseimbangan sistim neurotransmiter arousal yang
menggerakan wakefulness dan yang menggerakan tidur. Neurotransmiter wakepromoting yang menggerakan wakefulness selain histamin seperti

asetil kolin,

norepineprin, serotonin dan beberapa peptida. Area otak yang menggerakan ini
terutama dikenal dengan wake promoters, khususnya nukleus tuberomamilari dari
hipotalamus yang mana tempat neuron histaminergik muncul dan memproyeksikan
luas ke otak sampai mengaktifkan kortek (gambar 3.h) (Shahid dkk, 2010).

Gambar 3.h Gambar septrum dari beberapa jenis reseptor untuk arousal di SSP,
dikutip dari Stahlb, CNS Spect. 2008.
Ada 2 serabut saraf menyebar ke luar dari nukleus tuberomamilari (gambar
3.h.) : satu secara lateral melalui medial forebrain dan yang lain melalui
periventrikular sampai ke lapisan kortek termasuk hipotalamus, SCN, nukleus
ceruleus juga ke sistim limbik seperti hipokampus, nukleus accumbens, amigdala.

20

Neuron histaminergik menerima inervasi dari lateral hipotalamus, medulla


oblongata, raphe nucleus, locus ceruleus, ventral tegmental area dan substantia
nigra. Secara singkat dapat dikatakan terjadi saling interaksi dengan

neuron

tuberomamilari yang dapat me-modulation alertness, emosional, memori dan lain


lain (gambar 3.i.) (Shahid dkk, 2010).

Gambar 3.i. Interaksi sistim histamin dengan sistim neurotransmiter yang lain
dikutip dari Shahid, 2010.
Kontrol feedback dari pelepasan histamine dilakukan oleh autoreseptor H3.
Agonis H3 atau antagonis H1 pada reseptor H3 akan menekan pelepasan histamin
dan menurunkan keadaan arousal (lihat gambar 3.j) (Webster & Standford, 2001).

21

Gambar 3.j. Gambar kontrol feedback reseptor H3 sebagia inhibitor dalam arousal,
dikutip dari Webster & Standford, 2001.

BAB IV
KESIMPULAN

Sel-sel histamin di nukleus tuberomamilari hipotalamus merupakan bagian


sistim saraf yang mengatur arousal. Fungsional dari arousal seperti kesadaran,
gerakan, aktifitas mental, komunikasi dan lain lain, melibatkan banyak sistim neuron
termasuk sirkuit histaminergik. Sistim kompleks ini berkontribusi memelihara
timbulnya wakefulness dari batang otak dan reticular formation. Neurotransmiter
histamin memainkan peranan penting untuk hal itu.
Reseptor Histamin 1 diaktifkan oleh histamin endogen yang dilepaskan oleh
neuron histaminergik yang ada di SSP. Sampai saat ini histamin yang berfungsi
sebagai neurotransmitter di SSP paling berpengaruh dalam wake promoter
dibanding

neurotransmiter

lainnya.

Neuron

histaminergik

dari

nukleus

tuberomamilari ini menjadi aktif selama siklus bangun dan menghambat sleep
promoter

22

DAFTAR PUSTAKA
Baruch, E.D., 2007. Delayed Sleep Phase Disorder and Other Circadian Rhythm
Sleep Disorders. Antonio Culebras., editor. In : Sleep Disorders And Neurologic
Diseases. New York. Informa Healthcare USA, Inc.
Benca,R.M., Cirelli,C., Tononi,G., 2009. Basic Science of Sleep. Sadock, B.,
Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
Berger,M., Honig,G., Wade,J.M., Tecott,L.H., 2009. Monoamine Neurotransmitter.
Sadock, B., Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks :
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and
Wilkins.
Haas,H., 2010. The histaminergic system in brain: neurophysiology. Available from
http://www.ehrs.org.uk/haas.pdf accessed, August 12, 2011
Julien, M., 2008. Circadian Rhythm Disturbances in Depression.
Lumbantobing,S.M., 2008. Gangguan Tidur. Jakarta. FK-UI.
Maintz,L., Novak,N., 2007. Histamine and histamine intolerance. Am J Clin Nutr.
85:118596. Available from www.ajcn.org accessed, August 12, 2011.
Maramis, M.M., 2008. Neurobiology of Sleep. In : Launching Ramelteon
(Rozerem). Surabaya. PDSKJI
Nami,M.T., Madadi,G., 2011. Medication Induced Poor Sleep And Neurocognitive
Consequences In Allergic Rhinitis: A Brief Review. The Internet Journal of Family
Practice. Volume 9 Number 2.
Sjamsudin,U., Dewoto,H.R., 2002. farmakologi dan terapi.Histamin dan antialergi.
Ganiswarna,S.G., editor. In : Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Bagian Farmakologi
FK-UI.
Shahid, M., Tripathi, T., Khardori, N., Khan, R.A., 2010. An Overview of Histamine
Synthesis, Regulation and Metabolism, and its Clinical Aspects in Biological
System. Shahid et al. editorrs), In : Biomedical Aspects of Histamine. London.
Springer Dordrecht Heidelberg
Stahla, S..M., 2008. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific basis and
practical applications. Second edition. New York. Cambridge University Press.

23

Stahlb, S..M., 2008. Selective Histamine H1 Antagonism: Novel Hypnotic and


Pharmacologic Actions Challenge Classical Notions of Antihistamines. CNS Spectr.
13:12
Steven,S., Comella,C.L., Walters,A.S., Hening,W.A., 2003. Sleep and Wakefulness.
Goetz,C.G., editor. In : Textbook of Clinical Neurology. Second ed. Elsevier (USA).
Saunders.
Webster, R.A., Standford, S.C., 2001. Sleep and Waking. Wbster,R.A. editor. In :
Neurotransmitters, Drugs and Brain Function. London. Jhon Wiley & Sons Ltd.
Wikipedia. 2011. Histamin H1 Reseptor. from
iki/Histamine_H1_receptor accessed, August 12, 2011

24

http://en.wikipedia.org/w

The histaminergic system in brain: neurophysiology

An Overview of Histamine Synthesis,


Regulation
and Metabolism, and its Clinical Aspects
in Biological System
Mohammed Shahid, Trivendra Tripathi, Nancy Khardori,
and Rahat Ali Khan

(Mohammad Torabi Nami MD, PhDc dan Gooya Madadi MD


Citation: M. Nami & G. Madadi : Medication Induced Poor Sleep And Neurocognitive
Consequences In Allergic Rhinitis: A Brief Review. The Internet Journal of Family Practice. 2011
Volume 9 Number 2)

(Webster & Standford, 2001)


25

Saat kita terbangun dan terjaga

Tahap tidur berdasarkan tingkat tidur dapat dibedakan dalam 2 tahap yaitu
1. Tidur Non REM (Rapid Eye Movement)
a. Tingkat 1 : tidur ringan
b. Tingkat 2 : tidur konsolidasi
c. Tingkat 3 dan 4 : tidur dalam atau tidur gelombang lambat (SWS)
slow wawe sleep
2. Tidur REM
Waktu tidur normal cendrung terjadi berurutan membentuk siklus tidur.
Siklus tidur umumnya dari keadaan bangun seseorang jatuh ketingkat 1 tidur, diikuti
tingkat 2, 3 dan 4 kemudian tidur REM. Dalam realitas, siklus tidur tidak selalu
komplit dan sering pada beberapa siklus tidak terdapat semua stadium.
(Lumbantobing, 2008)

26

(Webster & Standford, 2001)

27

(Webster & Standford, 2001)


Fibers arising from the tuberomammillary nucleus constitute two ascending
pathways: one laterally, through the medial forebrain bundle, and the other
periventricularly.
These two pathways combine in the diagonal band of Broca to project,
mainly in an ipsilateral fashion, to many telencephalic areas, for example, in
all areas and layers of the cerebral cortex, the most abundant projections
being to the
external layers. Other major areas of termination of these long ascending
connections are the olfactory bulb, the hippocampus,
the caudate putamen, the nucleus accumbens, the globus pallidus, and the
amygdaloid complex. Many hypothalamic nuclei exhibit a very dense
innervation, for
example, the suprachiasmatic, supraoptic, arcuate, and ventromedial
nuclei. Finally, a long descending histaminergic subsystem also arises from
the tuberomammillary nucleus to project to various mesencephalic and
brainstem structures such as the cranial nerve nuclei (e.g., the trigeminal
nerve nucleus), the
central gray, the colliculi, the substantia nigra, the locus
ceruleus, the mesopontine tegmentum, the dorsal raphe nucleus, the
cerebellum (sparse innervation), and the spinal cord.
Several anterograde and retrograde tracing studies established
the existence of afferent connections to the histaminergic perikarya, namely,
from the infralimbic cortex, the septum-diagonal band complex, the preoptic
region, the
hypothalamus, and the hippocampal area (subiculum) (7,
11).
Sleep-active GABAergic neurons in the ventrolateral preoptic nucleus provide a major
input to the tuberomammillary nucleus (12,13).
Histaminergic neurons also receive very dense orexin innervation originating from
the lateral hypothalamus (14). Electrophysiologic studies provided evidence of
inhibitory and excitatory synaptic control of tuberomammillary neuron activity by
afferents from the diagonal band of Broca, the lateral preoptic area and the anterior
lateral hypothalamic area (15).

Projections from the brainstem to the tuberomammillary nucleus have also been
demonstrated.
Retrograde tracing studies combined with immunohistochemistry showed that
monoaminergic inputs to the tuberomammillary nucleus originate mainly from the
ventrolateral and dorsomedial medulla oblongata and from the raphe nuclei, with a
low innervation originating from the locus ceruleus, the ventral tegmental area, and
the substantia nigra (16).

28

29

BAB IV
KESIMPULAN

Reseptor Histamin 1 diaktifkan oleh hisatmin endogen yang melepaskan


histamine oleh neuron histaminergik yang ada di SSP yang berfungsi sebagai
neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam wake promoter dibnading
neurotrans miter lainnya sampai saat ini. Neuron histaminergik dari nucleus
tuberomamilari menjadi aktif selama siklus bangun dan menghambat sleep
promoter
Histamine H1 receptors are activated by endogenous histamine, which is
released by neurons that have their cell bodies in the tuberomammillary nucleus of
the hypothalamus. The histaminergic neurons of the tuberomammillary nucleus
become active during the 'wake' cycle, firing at approximately 2 Hz; during slow
wave sleep, this firing rate drops to approximately 0.5 Hz. Finally, during REM
sleep, histaminergic neurons stop firing altogether. It has been reported that
histaminergic neurons have the most wake-selective firing pattern of all known
neuronal types.[2]
In the cortex, activation of H1 receptors leads to inhibition of cell membrane
potassium channels. This depolarizes the neurons and increases the resistance of the
neuronal cell membrane, bringing the cell closer to its firing threshold and
increasing the excitatory voltage produced by a given excitatory current. H1 receptor
antagonists, or antihistamines, produce drowsiness because they oppose this action,
reducing neuronal excitation.[3]
(http://en.wikipedia.org/wiki/Histamine_H1_receptor
Tgl 21 agustus)

30

AMPIRAN 1

Pedoman diagnostik GANGGUAN PANIK (Anxietas Paroksismal Episodik)(F41.0)


Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya salah satu gangguan anxietas fobia.
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat
(a) i juga anxietas antisipatorik yaitu antietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi ).

LAMPIRAN 2

Kriteria Diagnostik Gangguan Panik di dalam DSM-IV-TR (APA, 2000), :

LAMPIRAN 3
Kriteria untuk serangan panik
Catattan : Suatu serangan panik bukan suatu gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan
diagnosis spsifik dimana terdapat serangan panik (misalnya, 300.21 Gangguan panik dengan
agorafobia ).

panik

31

32

DAFTAR PUSTAKA

Stahl S.M. 2008. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific basis and practical


applications. Second edition. New York: Cambridge University Press.
Sjamsudin,U., Dewoto,H.R., 2002, farmakologi dan terapi.Histamin dan antialergi.
Ganiswarna,S.G., editor. In : Farmakologi dan Terapi. Jakarta . Bagian Farmakologi
FK-UI.
Maintz,L., Novak,N., 2007. Histamine and histamine intolerance. Am J Clin Nutr.
85:118596. Available from www.ajcn.org accessed, August 12, 2011.
Wikipedia. 2011. Histamin H1 Reseptor. from
iki/Histamine_H1_receptor accessed, August 12, 2011

http://en.wikipedia.org/w

The histaminergic system in brain: neurophysiology

Helmut
Haas,
http://www.ehrs.org.uk/haas.pdf

University

of

Dsseldorf

Lumbantobing,S.M., 2008. Gangguan Tidur. FK-UI. Jakarta.


(Mohammad Torabi Nami MD, PhDc dan Gooya Madadi MD
Citation: M. Nami & G. Madadi : Medication Induced Poor Sleep And Neurocognitive
Consequences In Allergic Rhinitis: A Brief Review. The Internet Journal of Family Practice. 2011
Volume 9 Number 2)

Steven,S., Comella,C.L., Walters,A.S., Hening,W.A., 2003. Sleep and Wakefulness.


Goetz,C.G., editor. In : Textbook of Clinical Neurology. Second ed. Elsevier (USA).
Saunders.
Berger,M., Honig,G., Wade,J.M., Tecott,L.H., 2009. Monoamine Neurotransmitter.
Sadock, B., Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks :
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and
Wilkins.
Benca,R.M., Cirelli,C., Tononi,G., 2009. Basic Science of Sleep. Sadock, B.,
Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
Julien, M., 2008. Circadian Rhythm Disturbances in Depression -

33

Dannon,P.N., Iancu,I., Cohen,A., Lowengrub,K., Grunhaus,L., Kotler,M., 2004.


Three year naturalistic outcome study of panic disorder patients treated with
paroxetine. BMC Psychiatry. 4:16. Available from: http://www.biomedcentral.
com/1471-244X/4/16 accessed, Juni 15,2011.
Erin,B.M., Pine,D.S., 2009. Clinical Features of Anxiety Disorders. Sadock, B.,
Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
APA (American Psychiatric Association). 2000. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision, American Psychiatric Association,
Washington DC.
Bakker,A.,
Balkom,A.J.L.,
Stein,D.J.,
2005.
Evidence-based
pharmacotherapy of panic disorder. The International Journal of
Neuropsychopharmacology, 8: 473-482.

Blaya,C., Salum,G.A., Lima,MM.S., Segal,S.L., Manfro,G., 2007. Lack of


association between the Serotonin Transporter Promoter Polymorphism (5HTTLPR) and Panic Disorder: a systematic review and meta-analisis. Behavioral
and Brain Functions, 3:41
Budiono, D.A. dan Daeng, B.H., 2004, Gangguan Panik, dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi, Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa, RSU Dr. Sutomo, Surabaya
Cetrione Pustaka Medik, 2008. Gangguan Panik. Available at URL :
http://cetrione.blogspot.com/2008/07/gangguan-panik.html. accessed, Mei 11, 2011.
Dannon,P.N., Iancu,I., Cohen,A., Lowengrub,K., Grunhaus,L., Kotler,M., 2004.
Three year naturalistic outcome study of panic disorder patients treated with
paroxetine. BMC Psychiatry. 4:16. Available from: http://www.biomedcentral.
com/1471-244X/4/16 accessed, Juni 15,2011.
Elvira,S.D., Kusumadewi,I., 2010. Gangguan Panik. Elvira,S.D., Hadisukanto,G.,
editors. In : Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Elviraa,S.D., 2008. Gangguan Panik. Jakarta Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Elvirab,S.D., 2010. Pandangan Psikodinamik dan Psikoterapi. In : Konferensi
Nasional III Psikoterapi : Jakarta.

34

Erin,B.M., Pine,D.S., 2009. Clinical Features of Anxiety Disorders. Sadock, B.,


Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
Froggatt, 2006. Workshop Pendekatan Cognitif Behavior Therapy. Sudiyanto,A.,
In :Bimbingan Teknik Psikoterapi Bidang Kesehatan-Oktober 2008 : FK Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Furukawa,T.A., Watanabe, N,. Churchill, R., 2006. Psychotherapy
plus antidepressant for panic disorder with or without agoraphobia.
Br J Psychiatry. Apr;188:305-12.

Gorman,J.M.,
Kent,J.M.,
Sullivan,G.M.,
Coplan,J.D.,
2004.
Neuroanatomical Hypothesis of Panic disorder, Revised. The Journal
of Life Long Learning Psychiatry. Focus Summer Vol.II, No.3.

Hall,C.S., Lindzey,G., Wiley,J., Sons, 2009. Theories of Personality. Supraktinya,A.,


editor. In: Teori Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius. Yogyakarta.

Ham,P.,Waters,D.B., Oliver,N., 2005. Treatment of Panic Disorder. In : . Am Fam


Physician. Feb 15;71(4):733-739. Available from URL : http://www.aafp.org/afp/.
accessed, Juni 23,2011.

Hollifield, M., Thompson, P.M., Ruiz, J.E., Uhlenhuth, E.H.,:2005. Potential


effectiveness and safety of olanzapine in refractory panic disorder. Depress Anxiety;
21:3340 [B]

Karimah,A., 2007. Cognitive Behavior Therapy Pada Penderita Gangguan Panik.


RSU-DR Soetomo, Universitas Airlangga. Surabaya.

Kembaren,L.,2010. Panic-focused Psychodynamic Psychoterapi Pada Pasien


Dengan Gangguan Panik. In : Konferensi Nasional III Psikoterapi : Jakarta.

35

Konstantinidou,C. dan Dratcu,L., 2006. The use of physical exercise in psychiatry:


prescribing aerobic exercise in panic disorder. Annals of General Psychiatry,
5(Suppl 1):S254 accessed, Juni 15,2011.
Lonsdorf,T.B., Ruck,C., Bergstrom,J., Andersson,G., Ohman,A., Lindefors,N.,
Schalling,M., 2010.The COMTval158met polymorphism is associated with
symptom relief during exposure-based cognitive-behavioral treatment in panic
disorder.
BMC
Psychiatry.
10:99.
Available
from:
http://www.biomedcentral.com/1471-244X/10/99 accessed, Juni 15,2011.
Maramis,A., Dharmono,S., Maramis, M., 2003. Penangan Depresi dan Anxietas di
Pelayanan Primer. Indopsy, Surabaya.
Mayo Clinic, 2010. Prevention. Editors ; Daniel K. Hall-Flavin, D.K.,
Mrazek,
D.,
Available
at
URL
:
http://www.mayoclinic.com/health/panicattacks/DS00338/DSECTION=prevention accessed, Mei 11, 2011.

Nuthall.A., Townend,M., 2007. CBT-Based Early Intervention to


Prevent Panic Disorder: A Pilot Study. Behavioural and Cognitive
Psychotherapy , 35: 15-30.

PPDGJ III, World Health Organization Departemen Kesehatan R.I. Direktorat


Jenderal Pelayanan Medik 1993 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III.
Ravindran,L.N., Stein,M.B. 2009) Anxiety Disorders : Somatic Treament. Sadock,
B., Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive
Textbook of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
Sadock, B.J., Sadock,V.A., 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. P.579-597.
Schumacher,J., Kristensen,A.S., Wendland,J.R.,Nothen,M., Mors,O.,
Mahon,F.J.M., 2011. The genetics of panic disorder.
Journal
Medical Genetics , 48:361-368 .

36

Semium,Y.,2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. p. 315-374.


Shelton,R.C., 2008. Anxiety Disorders. Ebert,M.H., Loosen,P.T., Nurcombe,B.,
Leckman,J.F., editors. In : Current Diagnosis & Treament:Psychiatry, Second
edition. Singapura :McGrawa-Hill Companies. p. 351-359.
Simon, N.M., Hoge, E.A., Fischmann, D., Worthington, J.J., Christian, K.M.,
Kinrys, G., Pollack, M.H., 2006. An open-label trial of risperidone augmentation for
refractory anxiety disorders. J Clin Psychiatry ; 67:381385
Smit,F.,
Willemse,G.,
Meulenbeek,P.,
Koopmanschap,M.,
Balkom,A.V.,
Spinhoven,P., Cuijpers, P., 2009. Preventing panic disorder: cost-effectiveness
analysis alongside a pragmatic randomised trial. Cost Effectiveness and Resource
Allocation, 7:8 Available from: http://www.resource-allocation.com/content/7/1/8.
Stein,M.B., Goin,M.K., Pollack,M.H., Sareen,J., Simon,N.M., Sills,L.C., 2009.
Practice Guideline for the Treatment of Patients With Panic Disorder, Second
Edition. American Psychiatric Association. All Rights Reserved. 1000 Wilson
Boulevard, Suite 1825, Arlington, VA 22209-3901.
Sudiyanto,A., 2008. Workshop Pendekatan Cognitif Behavior Therapy. In :
Bimbingan Teknik Psikoterapi Bidang Kesehatan. FK Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Watanabea, N,. Churchill, R., Furukawa,T.A.,2007. Combination of
psychotherapy and benzodiazepines versus either therapy alone
for panic disorder: a systematic review. BMC Psychiatry 2007, 7:18.

Watanabeb, N,. Churchill, R., Furukawa,T.A.,2009. Combined


psychotherapy plus benzodiazepines for panic disorder. Cochrane
Database Syst Rev. 2009 Jan 21;(1):CD005335.

37

2.2
Insomnia
Definisid insomnia : Persepsi yang tidak adekuat daripada kuantitas atau kualitas
tidur dengan akibat yang terkait di siang hari. Mulai dari sulit untuk masuk tidur,
sering terbangun dan sulit tidur lagi serta cepat bangunnya di pagi hari.Insomnia
lebih sering terjadi pada wanita umur pertengahan dan orang tua.

Photoreseptor dalam retina yang langsung menerima cahaya, meneruskan


informasi ke ganglion sel melalui retinohipotalamic traktus (RHT), jalur yang tidak
langsung melalui genikulohipotalamic traktus (GHT). Kedua serabut ini meneruskan
ke SCN , kemudian meneruskan ke area area seperti, paraventrukular nukleus, area
retrociasmatikum, dorsomedial ,talamus, basal forebrain, pineal gland dan
periaqueductal gray. Dari area area informasi ini disampaikan ke organ efektor yang
khusus untuk ritme biologi. Sehingga mengontrol bermacam aktifitas pada siklus
tidur bangun, seperti food intake, sexual behavior, hormonal dan lain lain.
Pineal gland merupakan suatu kelenjar neuroendokrin yang mensintesa dan
mengeluarkan melantonin selain menerima input dari SCN berupa NE juga
menerima input dari saraf simpatis. Pineal gland akan mensekresi melantonin bila
tidak ada cahaya yang diterima SCN. Sekresi melantonin mulai meningkat kira kira
2 jam sebelum waktu tidur, mencapai puncaknya antara jam 2.00-4.00 am, kemudian
secara berangsur berkurang menjelang pagi hari.
Neurotransmiter yang banyak di SCN adalah GABA, SCN juga menerima
serabut saraf dari neuron serotoninergik dari median dan dorsal raphe nukleus dan
neuron histaminergik dari nukleus tuberomamilari. (Steven dkk, 2003)

38

Ada 2 prinsip yang menentukan siklus tidur-bangun. Satu adalah : Keaktifan


memulainya tidur dan proses yang berhubungan dengan tidur dan waktu waktu
lainnya tidur dalam 24 jam sehari. Dan kedua adalah gangguan dari sistim intrinsik
dalam tubuh atau gangguan ekstrinsik seperi lingkungan atau gangguan irama
sirkadian.

Aktifnya reseptor histamin H1 setelah diduduki oleh histamin akan


mengaktivasi G-protein yang bergabung dengan guanosin tripospat (GTP), suatu
molekul yang menyimpan energi. Setelah itu, G-protein yang teraktivasi ini
meningkatkan konsentrasi second messenger (SM), misalnya cyclic- adenosine
monophosphate (cyclic-AMP) dalam sel, lihat gambar 3.f.(Sthal, 2008).
Neurotransmiter mempengaruhi siklik-AMP dan kemudian ia akan
mempengaruhi pula posporilasi protein. Setelah mengaktifkan kinase protein maka
terjadi perubahan dalam aktivitas pospatase protein. Langkah berikutnya adalah
mengatur posporilasi protein untuk masing-masing kinase protein. Pospoprotein ini
disebut dengan third messenger. Posporilasi protein mempunyai berbagai fungsi,
misalnya mengontrol kanal ion, mengatur sensitivitas reseptor neurotransmiter,
sintesis dan penglepasan neurotransmiter, membawa aksoplasmik, mengatur
aktivitas akson dan dendrit serta mengembangkan dan mempertahankan
karakteristik neuron. Jadi ia mempengaruhi hampir semua aktivitas di postsinaps.

39

Aktifnya reseptor histamin H1 setelahdiduduki oleh histamin akan reseptor


metabotropik, ia mempengaruhi protein sehingga protein dalam neuron
bereaksi terhadap molekul lain. Kemudian ia mengaktivasi G-protein yang
bergabung dengan guanosin tripospat (GTP), suatu molekul yang menyimpan
energi. Setelah itu, G-protein yang teraktivasi ini meningkatkan konsentrasi
second messenger (SM), misalnya cyclic- adenosine monophosphate (cyclicAMP) dalam sel. Sebagai first messenger, neurotransmiter membawa
informasi ke postsinaps, SM berkomunikasi dengan komponen dalam sel. Efek
SM bermacam-macam, antara lain membuka atau menutup kanal,
mempengaruhi produksi protein, atau mengaktifkan kromosom. Efek ionotropik
terlokalisir pada satu titik di membran sedangakan metabotropik,
Neurotransmiter mempengaruhi siklik-AMP dan kemudian ia akan
mempengaruhi pula posporilasi protein. Setelah mengaktifkan kinase protein
maka terjadi
perubahan dalam aktivitas pospatase protein. Langkah
berikutnya adalah mengatur posporilasi protein untuk masing-masing kinase
protein. Pospoprotein ini disebut dengan third messenger. Posporilasi protein
mempunyai berbagai fungsi, misalnya mengontrol kanal ion, mengatur
sensitivitas
reseptor
neurotransmiter,
sintesis
dan
penglepasan
neurotransmiter, membawa aksoplasmik, mengatur aktivitas akson dan
dendrit, dan mengembangkan dan mempertahankan karakterisitik neuron. Jadi
ia mempengaruhi hampir semua aktivitas di postsinaps.

40

Sangat banyak disaring sehingga sedikit yang sampai di


kortek mengatuk
Disaring semua sehingga tidak ada yang mencapai kortek
Tidur
Gagal disaring ..banyak sampai kortek..insomnia
Normal penyaringannya disinag hari wakefulness.
Insomnia adanya peningkatan aktifas sebelum atau selama tidur dan
terjadi hiperarousal yang mengganggu keadaan tidur.

41

Sudah dijelaskan di depan ada regio di hipotalamus yang disebut sebagai


sleep-promoter di ventrolateral preoptic (VLPO). VLPO memproyeksikan GABA
ke tiap pusat wake-promoting. VLPO dan GABA beraksi di promote sleep dengan
menghambat

pusat

neurotransmiter

wake-promoting,

GABA juga

beraksi

menghambat interneuron di kortek serebri dengan menghambat neurotransmiter


wake promoting.

Sel-sel histamine dinukleus tuberomamilari hipotalamus merupakan bagian


sistim saraf yang mengatur arousal. Fungsional dari arousal seperti kesadaran,
gerakan, aktifitas mental, komunikasi dan lain lain, melibatkan banyak sistim neuron
termasuk sirkuit histaminergik. Sistim kompleks ini berkontribusi memelihara
timbulnya wakefulness dari batang otak dan reticular formation. Neurotransmiter
histamin memainkan peranan penting untuk hal itu (Nami & Madadi, 2011).

Anda mungkin juga menyukai