Oleh :
dr. SALIKUR KARTONO
Pembimbing :
dr. Wayan Westa, SpKJ (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
ikhtisar pustaka ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas di Stase Psikiatri Biologi oleh residen Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai suatu upaya untuk
terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang kiranya dapat memberi
manfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca lainnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Wayan Westa, SpKJ(K) selaku dosen pembimbing dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan
perhatian dan telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan masukan
dalam penulisan tinjauan putaka ini.
2. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K) selaku Kepala Bagian Lab/SMF Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
3. dr. Nyoman Hanati, SpKJ(K) selaku KPS Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.
4. Staf pengajar bagian Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah yang sudah memberikan
masukan dalam penulisan tinjauan pustaka ini.
5. Rekan-rekan Residen dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu
atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari
sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior
maupun teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Penulis
Salikur Kartono
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB
I PENDAHULUAN ...........................................................................
BAB
BAB
III HISTAMIN.....................................................................................
11
11
13
16
20
21
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar orang dewasa membutuhkan waktu tidur lebih kurang 7-8
jam sehari. Durasi tidur tiap orang kadang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh tubuh orang tersebut (Shneerson 2005). Gangguan pengaturan tidur
yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan kognitif, penurunan daya tahan
tubuh, emosional dan gangguan fisik. Manusia dan hewan mamalia memiliki
pengaturan siklus tidur dan bangun (Baruch, 2007).
Sistim pengaturan siklus tidur bangun tampaknya over lapping dan saling
mempengaruhi sistim yang mengatur emosi dan perilaku lainnya. Sehingga
gangguan tidur umumnya ditemukan juga pada pasien dengan gangguan psikiatri
(Benca dkk, 2009).
Tidur dan bangun merupakan suatu keseimbangan dan pola tidur mempunyai
irama yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Pola waktu dan
ritme tidur - bangun dapat ditemukan pada semua makhluk hidup dan dibangkitkan
dengan adanya jam biologis di dalam tubuh serta dipengaruhi oleh lingkungan
dan bagaimana proses atau
BAB II
Neurobiologi Tidur Bagun
2.1
bangun, seperti sakelar on-off. Sakelar on dikenal dengan wake promoter yang
berlokasi di tuberomammilari nucleus (TMN) dan sakelar off sebagai sleep
promoter di ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) di hipotalamus.
Gambar 2.a dan 2.b Sakelar tidur bangun dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008
dan sleep promoter dihambat. Ketika VLPO aktif dan GABA dirilis ke TMN
tersebut, sleep promoter di aktifkan dan wake promoter terhambat (Lihat gambar 2.a
dan 2.b)
Sakelar tidur - bangun juga diatur oleh neuron orexin dan hypocretin dalam
hipotalamus lateral (LAT), yang menstabilkan keadaan terjaga. Juga dipengaruhi
oleh nukleus SCN dari hipotalamus, yang merupakan jam biologis
tubuh ,
dimana SCN mengatur irama sirkardian tubuh dan diaktifkan oleh melatonin, cahaya
dan aktivitas dari sleep promoter atau wake promoter (Sthal, 2008).
2.2
Sistim Arousal
Salah satu pendekatan dalam insomnia dan mengantuk dapat digambarkan
Gambar 2.c Spektrum arousal dari arousal rendah sampai arousal berlebihan, otak dalam
aktifitas awake, dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008
Dalam konsep arousal ini orang yang terjaga, waspada, kreatif, mampu
memecahkan masalah memiliki keseimbangan diantara kelebihan dan sedikit
arousal. Lihat gambar 2.c. Peningkatan arousal yang lebih dari normal pada siang
hari disebut hypervigilance, bila berlangsung pada malam hari dikatakan insomnia
(gambar 2.d) (Sthal, 2008).
Gambar 2.d Spektrum arousal , tampak kelebihan arousal di malam hari, dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008
Gambar 2.e Penurunan arousal dari insomnia ke tidur dengan memberikan GABA,
dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008
Gambar 2.f Peningkatan dari arousal yang rendah menjadi lebih bangun ke arah
normal, dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008
2.g
2.h
Gambar 2.g Sirkuit insomnia dan 2.h sirkuit tidur melibatkan CSTC loop, dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008
2.i
2.j
Gambar 2.i Sirkuit mengantuk dan 2.j sirkuit bangun melibatkan CSTC loop,
dikutip dari Essential Psychopharmacology, 2008
10
parameter ritme sirkadian seperti suhu tubuh atau saat tidur (sleep timing) (Julien,
2008)
HIPOTA
V
T
LAMUS
LP M
O
BAB III
HISTAMIN
3.1
dari bahan asam amino histidin, lihat gambar 3.a (Sjamsudin & Dewoto, 2002).
Histamin disintesa oleh sel sel tubuh seperti mast cells, basophils, platelets,
histaminergik neurons and enterochromaffine cells (Maintz & Novak, 2007).
Histidin diambil dari plasma dengan histidin transporter dimasukan ke dalam
nervus terminal histaminergik. Disintesa dengan bantuan enzim L-Histidin
Dekarboksilase
kemudian
histamin
disimpan
dalam
vesikel
sampai
saat
kemudian dengan enzim yang kedua Monoamine Oxidase B (MAO-B) diubah lagi
menjadi N-Methyl indole acetic acid (N-MIAA), lihat gambar 3.b (Shahid dkk,
2010).
12
13
Gambar 3.b. Pembuatan Histamin dan Metabolisme Histamin dikutip dari Essential
Psychopharmacology, 2008.
Efek biologi histamin pada tubuh tampak melalui 4 jenis reseptor histamin
(lhiat gambar 3.c). Histamin memiliki spektrum kerja yang luas dari bermacam
aktifitas fisiologis dan keadaan patologis (Shahid dkk, 2010).
Gambar 3.c. Efek biologi Histamin dikutip dari Am J Clin Nutr. 85:1185-96, 2006.
14
3.2
Reseptor Histamin
Ada 4 reseptor histamin yaitu yaitu reseptor H1, H2, H3 dan H4. (Gambar 3.d)
Reseptor Histamin H1
15
Reseptor ini banyak ditemukan di jaringan otot, endothelium dan juga ada di
sistem syaraf pusat. Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan
mengakibatkan vasodilatasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini
bertanggungjawab terhadap gejala alergi.
Histamin di sistim saraf pusat dilepaskan sebagai neurotransmiter. Aksinya
pada reseptor H1 akan mengaktifkan suatu G protein (sebagai second messenger)
selanjutnya membentuk factor cFOS yang akan membuat keadaaan wakefulness,
normal alertness (gambar 3.e). Bila diberi penghambatan reseptor histamin H1 (H1
antagonis) di otak akan mengganggu sistim wake-promoting dan dapat
menyebabkan kantuk sampai tidur. Reseptor H1 di SSP terutama banyak terdapat di
thalamus, cortex dan cerebellum.
Gambar 3.e. Aksi histamin pada reseptor Histamin 1 dan aksi antagonis histamin 1 dikutip
dari Essential Psychopharmacology, 2008
Reseptor Histamin H2
16
Reseptor Histamin H3
Reseptor histamin 3 terletak di presinaps dan berfungsi sebagai autoreseptor.
Bila
reseptor
ini
aktif,
maka
akan
menyebabkan
penurunan
pelepasan
Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di
kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar, tidak diketahui adanya di otak.
Perannya sampai saat ini belum banyak diketahui. Diduga beraksi pada
glutamatergic N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor sebagai positif allosteric
modulatory.
HY = hipotalamus
TM= Tuberomamilari
TE= Tegmentum
CBM= Cerebellum
TH=Talamus
HI=Hipokampus
CP=Putamen caudatus
NAc=Nukleus
acumbens
OB=Bulbus olfaktori
CC= Corpus calosum
CTX=Cortex
17
Gambar 3.f. Jalur Histaminergik pada otak tikus, dikutip dari Kaplan and Saddocks :
3.3
18
molekul yang menyimpan energi. Setelah itu, G-protein yang teraktivasi ini sebagai
second messenger (SM), mengaktifkan misalnya cyclic- adenosine monophosphate
(cyclic-AMP) dalam sel. SM berkomunikasi dengan komponen dalam sel. Efek SM
bermacam-macam, antara lain membuka atau menutup kanal, mempengaruhi
produksi protein, atau mengaktifkan kromosom.
Neurotransmiter
selain
mempengaruhi
siklik-AMP
dan
ia
akan
19
Gambar 3.g Gambar ikatan histamin pada reseptor dan mekanisme signal histamin,
AC (adenylate cyclase), PKC (protein kinase C), PKA (protein kinase A), PLC
(phospholipase C), H1+ or H2+ (stimulation via H1 or H2 receptor), H3 and H4
(inhibition via H3 and H4 receptors). Dikutip dari Shahid et al. 2010).
Pada tubuh terjadi keseimbangan sistim neurotransmiter arousal yang
menggerakan wakefulness dan yang menggerakan tidur. Neurotransmiter wakepromoting yang menggerakan wakefulness selain histamin seperti
asetil kolin,
norepineprin, serotonin dan beberapa peptida. Area otak yang menggerakan ini
terutama dikenal dengan wake promoters, khususnya nukleus tuberomamilari dari
hipotalamus yang mana tempat neuron histaminergik muncul dan memproyeksikan
luas ke otak sampai mengaktifkan kortek (gambar 3.h) (Shahid dkk, 2010).
Gambar 3.h Gambar septrum dari beberapa jenis reseptor untuk arousal di SSP,
dikutip dari Stahlb, CNS Spect. 2008.
Ada 2 serabut saraf menyebar ke luar dari nukleus tuberomamilari (gambar
3.h.) : satu secara lateral melalui medial forebrain dan yang lain melalui
periventrikular sampai ke lapisan kortek termasuk hipotalamus, SCN, nukleus
ceruleus juga ke sistim limbik seperti hipokampus, nukleus accumbens, amigdala.
20
neuron
Gambar 3.i. Interaksi sistim histamin dengan sistim neurotransmiter yang lain
dikutip dari Shahid, 2010.
Kontrol feedback dari pelepasan histamine dilakukan oleh autoreseptor H3.
Agonis H3 atau antagonis H1 pada reseptor H3 akan menekan pelepasan histamin
dan menurunkan keadaan arousal (lihat gambar 3.j) (Webster & Standford, 2001).
21
Gambar 3.j. Gambar kontrol feedback reseptor H3 sebagia inhibitor dalam arousal,
dikutip dari Webster & Standford, 2001.
BAB IV
KESIMPULAN
neurotransmiter
lainnya.
Neuron
histaminergik
dari
nukleus
tuberomamilari ini menjadi aktif selama siklus bangun dan menghambat sleep
promoter
22
DAFTAR PUSTAKA
Baruch, E.D., 2007. Delayed Sleep Phase Disorder and Other Circadian Rhythm
Sleep Disorders. Antonio Culebras., editor. In : Sleep Disorders And Neurologic
Diseases. New York. Informa Healthcare USA, Inc.
Benca,R.M., Cirelli,C., Tononi,G., 2009. Basic Science of Sleep. Sadock, B.,
Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks : Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and Wilkins.
Berger,M., Honig,G., Wade,J.M., Tecott,L.H., 2009. Monoamine Neurotransmitter.
Sadock, B., Sadock, V., Ruiz, P., editorrs. In : Kaplan and Saddocks :
Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelphia . Lippincott Williams and
Wilkins.
Haas,H., 2010. The histaminergic system in brain: neurophysiology. Available from
http://www.ehrs.org.uk/haas.pdf accessed, August 12, 2011
Julien, M., 2008. Circadian Rhythm Disturbances in Depression.
Lumbantobing,S.M., 2008. Gangguan Tidur. Jakarta. FK-UI.
Maintz,L., Novak,N., 2007. Histamine and histamine intolerance. Am J Clin Nutr.
85:118596. Available from www.ajcn.org accessed, August 12, 2011.
Maramis, M.M., 2008. Neurobiology of Sleep. In : Launching Ramelteon
(Rozerem). Surabaya. PDSKJI
Nami,M.T., Madadi,G., 2011. Medication Induced Poor Sleep And Neurocognitive
Consequences In Allergic Rhinitis: A Brief Review. The Internet Journal of Family
Practice. Volume 9 Number 2.
Sjamsudin,U., Dewoto,H.R., 2002. farmakologi dan terapi.Histamin dan antialergi.
Ganiswarna,S.G., editor. In : Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Bagian Farmakologi
FK-UI.
Shahid, M., Tripathi, T., Khardori, N., Khan, R.A., 2010. An Overview of Histamine
Synthesis, Regulation and Metabolism, and its Clinical Aspects in Biological
System. Shahid et al. editorrs), In : Biomedical Aspects of Histamine. London.
Springer Dordrecht Heidelberg
Stahla, S..M., 2008. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific basis and
practical applications. Second edition. New York. Cambridge University Press.
23
24
http://en.wikipedia.org/w
Tahap tidur berdasarkan tingkat tidur dapat dibedakan dalam 2 tahap yaitu
1. Tidur Non REM (Rapid Eye Movement)
a. Tingkat 1 : tidur ringan
b. Tingkat 2 : tidur konsolidasi
c. Tingkat 3 dan 4 : tidur dalam atau tidur gelombang lambat (SWS)
slow wawe sleep
2. Tidur REM
Waktu tidur normal cendrung terjadi berurutan membentuk siklus tidur.
Siklus tidur umumnya dari keadaan bangun seseorang jatuh ketingkat 1 tidur, diikuti
tingkat 2, 3 dan 4 kemudian tidur REM. Dalam realitas, siklus tidur tidak selalu
komplit dan sering pada beberapa siklus tidak terdapat semua stadium.
(Lumbantobing, 2008)
26
27
Projections from the brainstem to the tuberomammillary nucleus have also been
demonstrated.
Retrograde tracing studies combined with immunohistochemistry showed that
monoaminergic inputs to the tuberomammillary nucleus originate mainly from the
ventrolateral and dorsomedial medulla oblongata and from the raphe nuclei, with a
low innervation originating from the locus ceruleus, the ventral tegmental area, and
the substantia nigra (16).
28
29
BAB IV
KESIMPULAN
30
AMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
Kriteria untuk serangan panik
Catattan : Suatu serangan panik bukan suatu gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan
diagnosis spsifik dimana terdapat serangan panik (misalnya, 300.21 Gangguan panik dengan
agorafobia ).
panik
31
32
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/w
Helmut
Haas,
http://www.ehrs.org.uk/haas.pdf
University
of
Dsseldorf
33
34
Gorman,J.M.,
Kent,J.M.,
Sullivan,G.M.,
Coplan,J.D.,
2004.
Neuroanatomical Hypothesis of Panic disorder, Revised. The Journal
of Life Long Learning Psychiatry. Focus Summer Vol.II, No.3.
35
36
37
2.2
Insomnia
Definisid insomnia : Persepsi yang tidak adekuat daripada kuantitas atau kualitas
tidur dengan akibat yang terkait di siang hari. Mulai dari sulit untuk masuk tidur,
sering terbangun dan sulit tidur lagi serta cepat bangunnya di pagi hari.Insomnia
lebih sering terjadi pada wanita umur pertengahan dan orang tua.
38
39
40
41
pusat
neurotransmiter
wake-promoting,
GABA juga
beraksi