Pembimbing:
Letkol Laut (K) dr.Djati Widodo EP, M.Kes
Penyusun :
M. Fahmi Budiman 2015.04.2.0090
Maria Gabriella S. 2015.04.2.0094
Melia Yunita 2015.04.2.0097
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Mayor Laut (K/W) dr Titut H., M.Kes dr. Ni Komang S.D., M.Kes, Sp.S
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan
topik “Hubungan Antara Terapi Hiperbarik Oksigen dengan Kejadian
Barotrauma Paru” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu
penilaian tugas untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian
LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya. Penulis berharap referat ini
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca.
b. dr. Titut Harnanik, M.Kes dan dr. Ni Komang Sri Dewi, M.Kes, Sp.S
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik
yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan .............................................................................. i
Kata Pengantar....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iii
Bab 1 Pendahuluan............................................................................... 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka ........................................................................ 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru ..................................................... 3
2.1.1 Anatomi Paru ................................................................. 3
2.1.2 Topografi Paru ............................................................... 4
2.1.3 Fisiologi Paru ................................................................. 5
2.2 Barotrauma .............................................................................. 6
2.2.1 Definisi ........................................................................... 6
2.2.2 Pembagian Barotrauma ................................................. 6
2.2.3 Barotrauma Paru ............................................................ 7
2.3 Terapi Oksigen Hiperbarik ....................................................... 11
2.3.1 Definisi ........................................................................... 11
2.3.2 Sejarah Terapi Hiperbarik .............................................. 12
2.3.3 Aspek Fisika ................................................................... 12
2.3.4 Efek fisiologis ................................................................. 13
2.3.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ................................ 15
2.3.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ...................... 16
BAB 3 Hubungan antara Terapi Oksigen Hiperbarik dengan
Barotrauma Paru .................................................................................... 19
BAB 4 Kesimpulan ............................................................................. 22
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
(descent barotrauma) dan barotrauma waktu naik (ascent barotrauma).
Berdasarkan organ yang terkena, maka barotrauma dapat dibedakan
menjadi: barotrauma telinga, barotrauma paru, barotrauma gigi,
barotrauma wajah, kulit dan barotrauma intestinal. Barotrauma paru
merupakan barotrauma yang paling serius diantara barotrauma yang lain
(Riyadi, 2013).
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
• 5 buah segment pada inferior
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna unuk meminyaki permukaannya (pleura),
4
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana
sewaktu bernafas bergerak.
5
makan, makanan bergerak ke bawah kerongkongan. Jalur udara dan jalur
makanan dikendalikan oleh epiglotis, gerbang yang mencegah makanan
memasuki trakea. Kadang-kadang, makanan atau cairan dapat masuk ke
trakea mengakibatkan tersedak dan batuk kejang.
Trakea terbagi menjadi dua, satu tabung kiri dan satu tabung
kanan, dan ini disebut bronkus. Bronkus kiri mengarah ke paru-paru kiri
dan bronkus kanan mengarah ke paru-paru kanan. Tabung pernapasan ini
terus membagi menjadi tabung lebih kecil dan lebih kecil yang disebut
bronkiolus. Bronkiolus berakhir pada kantung-kantung udara kecil yang
disebut alveoli.
2.2 Barotrauma
2.2.1 Definisi
6
Berdasarkan organ yang terkena, maka barotrauma dapat
dibedakan menjadi: barotrauma telinga, barotrauma paru, barotrauma gigi,
barotrauma wajah, kulit dan barotrauma intestinal ( Riyadi, 2013).
Klinis dari barotrauma paru ini berupa nyeri dada dan eksudasi
ringan, pada barotrauma yang berat, bisa dijmpai batuk, sesak, dan
hemoptisis setelah menyelam( Riyadi, 2013).
7
yang mengembang dalam paru akan terperangkap dan bila batas
elastisitas paru terlampaui, maka mengakibatkan ruptura paru (Burst lung)
( Riyadi, 2013). Ada 4 kemungkinan akibat dari barotrauma paru waktu
ascent, yaitu:
8
Manifestasi klinisnya berupa rasa nyeri di bawah sternum, pada
kasus yang berat dapat terjadi gangguan kardiovaskuler seperti sesak
nafas, takikardi, sianosis, hipotensisampai sinkop akibat syok sebagai
akibat tekanan langsung pada jantung dan pembuluh pembuluh darah
besar ( Riyadi, 2013).
3.) Pneumothorak
Apabila terjadi perobekan pada pleura viceralis, udara akan masuk
ke cavum pleura dan menimbulkan pneumothorak. Udara yang
terperangkap akan erus mengembang dan menimbulkan kenaikan
tekanan dalam cavum pleura selama ascent ( Riyadi, 2013).
Gejala-gejalanya berupa nyeri pleural yang mendadak di daerah
yang terkena, takipnea, dispnea ( Riyadi, 2013).
Terapinya berupa pemberian inhalasi oksigen 100%, dan pada
tension pneumothorak dilakukan thorakosintesis (CFUA, 2010).
9
4.) Emboli udara
Akibat yang paling serius dari barotrauma paru ascent adalah
masuknya gas dari alveoli ke sistem vena paru. Emboli gas terbawa
jantung dan kemudain masuk ke dalam sirkulasi arterial sehingga
menimbulkan obstruksi emboli gas di pembuluh-pembuluh koroner,
cerebral, dan lain-lain ( Riyadi, 2013).
Gejala-gejala klinik emboli udara muncul segera setelah penyelam
mencapai ke permukaan. Udara yang berada di otak menyebabkan
kehilangan kesadaran, gelisah, dan gejala-gejala yang mirip dengan
“cerebral stroke”. Hal ini disebut dengan Cerebral Arterial Gas Embolism
atau CAGE. Gejala-gejala neurologis lain seperti keram, paralisis atau
kelemahan, ganggua pengelihatan, gangguan berbicaragangguan
koordinasi (CFUA, 2010). Gejala-gejala lain dapat berupa nyeri dada,
EKG abnormal ( Riyadi, 2013 ).
Terapi emboli udara harus segera dilaksanakan. Terapi yang efektif
ialah rekompresi sampai 6 ATA (kedalaman 50 meter). Dengan tekanan 6
ATA maka gelembung-gelembung akan menjadi kecil dengan demikian
dapat lewat pembuluh-pembuluh darah sehingga mengurangi emboli
udara seminimal mungkin ( Riyadi, 2013 ).
10
2.3 Terapi Oksigen Hiperbarik
2.3.1 Definisi
11
2.3.2 Sejarah Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi hiperbarik pertama kali dicatat pada tahun 1662, ketika Dr.
Henshaw dari Inggris membuat RUBT untuk pertama kalinya. Sejak itu,
penggunaan RUBT ini banyak menghasilkan manfaat dalam mengobati
penyakit. Pada tahun 1879, penggunaan terapi hiperbarik dalam operasi
mulai dilakukan. Pada tahun 1921 Dr. J. Cunningham mulai
mengemukakan teori dasar tentang penggunaan oksigen hiperbarik untuk
mengobati keadaan hipoksia. Tetapi usahanya mengalami kegagalan.
Tahun 1930 penelitian tentang penggunaan oksigen hiperbarik mulai
terarah dan mendalam. Sekitar tahun 1960an Dr. Borrema memaparkan
hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen hiperbarik yang larut
secara fisik di dalam cairan darah sehingga dapat memberi hidup pada
keadaan tanpa Hb yang disebut life without blood. Hasil penelitiannya
tentang pengobatan gas gangren dengan oksigen hiperbarik membuat Dr.
Borrema dikenal sebagai Bapak RUBT. Sejak saat itu, terapi oksigen
hiperbarik berkembang pesat dan terus berlanjut sampai sekarang
(Riyadi, 2013).
Dasar dari terapi oksigen hiperbarik terletak pada hukum gas ideal
yaitu :
12
harus dipertimbangkan untuk menyediakan saluran rongga udara
antara telinga luar dan dalam. Demikian pula, gas yang
terperangkap dapat membesar dan membahayakan selama
dekompresi, seperti dalam contoh langka yaitu pneumotoraks yang
terjadi selama pemberian tekanan.
b. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan suatu campuran gas
sama dengan jumlah tekanan parsial masing-masing gas.
P = P1 + P2 + P3 + …..
c. Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas terlarut dalam cairan
berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut pada
temperatur tetap.
d. Hukum Charles menyatakan bahwa pada volume tetap, temperatur
suatu gas berbanding lurus dengan tekanannya.
𝑃𝑉
=𝐾
𝑇
13
HBO meningkatkan terbentuknya oksigen bebas radikal yang dapat
mengoksidasi protein dan membran lipid, menghancurkan DNA dan
menghambat fungsi metabolik bakteri. HBO efektif dalam melawan bakteri
anaerob dan membantu system oksigen dependent peroxidase dimana
terjadi peranan leukosit yang membunuh bakteri. HBO juga meningkatkan
transport dari antibiotic yang oxygen dependent melewati dinding sel
bakteri (Gill 2004).
14
9. Perbaikan jaringan. Terapi HBO dapat meningkatkan kecepatan
perbaikan jaringan.
1. Emboli gas
2. Decompression sickness
5. Thermal burn
6. Anemia parah
7. Abses intrakranial
8. Post-anoxic encephalopathy
9. Luka bakar
15
11. Iskemik okuler patologik
Kondisi kronis
Tension pneumothorax
Pneumomediastinum
16
B. Kontraindikasi relatif (Medscape, 2014)
Treatment with
Claustrophobia Anxiety
benzodiazepines
Chronic obstructive
Loss of hypoxic drive to
pulmonary Observation in chamber
breathe
disease(COPD)
Should be stable on
May have lower seizure medications; may be
Seizures
threshold treated with
benzodiazepines
17
Upper respiratory
infection (URI)
Resolution of symptoms
Barotrauma
or decongestants
Blocks superoxide
dismutase, which is
Disulfiram Discontinue medication
protective against oxygen
toxicity
18
BAB 3
19
maka mengakibatkan ruptura paru (Burst lung). Menurut Edmond cs, ada
4 kemungkinan akibat dari barotrauma paru waktu ascend yaitu kerusakan
jaringan paru, emfisema surgikalis, pneumothorax, dan emboli udara.
20
menimbulkan penyumbatan. Dengan tekanan 6 ATA, ukuran emboli
dikurangi menjadi 1/6nya, sehingga dapat melewati pembuluh-pembuluh
darah. Segera setelah gelembung udara tersebut mengecil, maka
diberikan oksigen untuk mempermudah absorpsinya. Apabila keadaan
gawat dan jauh dari tempat yang menyediakan terapi rekompresi, maka
penyelam dapat direkompresi dengan melakukan penyelaman lagi pada
kedalaman 9 meter menggunakan oksigen 100% lewat full face mask
selama 30 sampai 120 menit, setelah itu kecepatan naik ke permukaan 1
meter/12 menit. Proses naik boleh dihentikan bila perbaikan klinis
berkurang. Sesudah sampai di permukaan, oksigen tetap diberikan secara
intermitten (Riyadi, 2013).
21
BAB 4
Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
Ajunk, 2012, Anatomi Paru dan Penyakit Paru, viewed 6 Agustus 2015,
<http://paru- paru.com/anatomi-paru-paru/>
Gill, A.L. 2004, Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and
outcome. Oxford University Press Journal, Vol 97, Hal 385-395
Jain, K.K 1999, Hyperbaric Medicine 3rd Ed, Germany, Canadian
Cataloguing in Publication Data
Kartono, Sad Ari 2007, Prevalensi dan faktor risiko kejadian penyakit
dekomprasi dan barotrauma pada nelayan penyelam di Kecamatan
Karimunjawa Kabupaten Jepara tahun 2007, Tesis, Universitas
Gajah Mada
23