Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Metabolic syndrome (MetS) adalah sekumpulan dari faktor risiko metabolik


yang umumnya terjadi bersamaan terkait dengan penyakit kardiovaskular dan
diabetes mellitus tipe 2 termasuk tekanan darah tinggi, dislipidemia
aterogenik, resistensi insulin, dan obesitas sentral. Prevalensi sindrom
metabolik bervariasi menurut definisi yang digunakan, latar belakang etnis,
usia, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Kemunculannya meningkat di
seluruh dunia seiring dengan meningkatnya obesitas karena perubahan gaya
hidup yang tidak banyak bergerak. Di Eropa, prevalensi sindrom metabolik
adalah 41% pada pria dan 38% pada wanita.

Di Indonesia prevalensi MetS adalah 28,4%. MetS mempengaruhi keasaman


dalam urin dan mempengaruhi pembentukan asam urat, kalsium dan batu
oksalat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sindrom metabolik
berhubungan dengan penyakit kronis lainnya, seperti gagal ginjal, gangguan
prostat, dan pembentukan batu, terutama batu ginjal. Studi lain juga
merekomendasikan pasien dengan urolitiasis harus diskrining untuk sindrom
metabolik. Namun, rekomendasi ini tetap kontroversial dalam kasus data
demografi pasien yang berbeda. Di pusat kami, tidak ada penelitian
sebelumnya yang meneliti profil MetS dengan urolitiasis.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan MetS dan
urolitiasis

METODE
Penelitian ini dilakukan melalui studi prospektif. Semua pasien yang
didiagnosis dengan urolitiasis di RS Kardinah, Tegal, dari April hingga Juni
2018, disaring untuk kriteria sindrom metabolik. Kita akan menentukan data
demografis juga. Lalu, data dianalisis secara deskriptif dengan SPSS ver.
23.0.
HASIL
Kami memasukkan 71 pasien dengan kasus batu saluran kemih. Tidak semua
pasien menjalani terapi definitif untuk batu yang disebabkan oleh preferensi
pasien atau operasi yang ditunda dengan berbagai alasan (n = 6, 8,4%).
Hasilnya adalah disajikan pada tabel berikut.

PEMBAHASAN
Rata-rata usia penderita urolitiasis adalah 54,7 ± 11,24. Menurut Denstedt et
al, prevalensi batu dapat mengenai semua kelompok umur, tetapi umur dan
wilayah dapat mempengaruhi komposisi batunya. Sebagai contoh, pasien
berkebangsaanTaiwan cenderung memiliki prevalensi batu kalsium yang lebih
tinggi pada orang muda tetapi cenderung memiliki prevalensi batu struvite dan
asam urat yang lebih tinggi pada pasien yang lebih tua. Sedangkan di
Perancis, prevalensi batu asam urat meningkat seiring dengan pertambahan
usia

Dalam penelitian ini, kami juga dapat menilai profil jenis kelamin pasien
urolitiasis. Biasanya, kami menggunakan rasio pria / wanita untuk
menggambarkan distribusi jenis kelamin di antara pasien urolitiasis. Rasio
laki-laki / perempuan adalah 2,4 dan tidak menunjukkan adanya perbedaan
dengan literatur lainnya. Perbedaan kasus urolitiasis antara pria dan wanita
mungkin disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan makan

Rata-rata IMT adalah 20,9 ± 2,3 kg / m yang berada dalam kisaran normal.
Hasil ini berbeda dengan penelitian lain dimana rata-rata IMT dari pasien
urolitiasis adalah 24,5 ± 7,5 kg / m. BMI merupakan salah satu dari sekian
banyak parameter yang dinilai sebagai faktor risiko pembentukan batu. Tak
hanya berperan sebagai faktor risiko terbentuknya batu, obesitas ternyata
juga dikaitkan dengan jenis batu yang terbentuk. Pasien obesitas mungkin
memiliki risiko lebih besar untuk pembentukan batu karena peningkatan
ekskresi fosfat urin. Mekanisme lain, kelebihan berat badan atau obesitas
berhubungan dengan rendahnya pH urin dan peningkatan kadar asam urat
dalam urin, sehingga pembentukan batu asam urat dapat terjadi pada urin
yang bersifat asam. Namun, kami menyebut pembentukan batu sebagai
proses multifaktorial dan kompleks, yang melibatkan metabolisme, genetik,
dan lingkungan faktor. Keasaman urin bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu.

Penelitian ini juga mendeskripsikan karakteristik batu pada penderita


urolitiasis. Sebagian besar batu ditemukan di ginjal dan kandung kemih.
Ukuran batunya bermacam-macam, tetapi batu yang paling kecil ditemukan
berukuran 5 x 2 mm dan yang terbesar 120 x 90 mm. Dengan berbagai
ukuran batu, penulis harus memutuskan pendekatan yang berbeda untuk
terapi atau prosedur pengangkatan batu. Terapi yang dilakukan untuk kasus
batu ini adalah litotripsi dengan gelombang kejut ekstrakorporeal, litotripsi,
pyelolitotomi terbuka, ureterolitotomi terbuka, nefrolitotomi perkutan, sectio
alta, dan terapi lain untuk membantu melepaskan sumbatan yang disebabkan
oleh batu seperti nefrostomi atau pemasangan double-J.stent

Rata-rata tekanan darah yang ditemukan pada penelitian ini adalah 127,2 ±
7,96 mmHg untuk tekanan sistolik dan 81,6 ± 5,77 mmHg untuk tekanan
diastolik. Nilai-nilai ini dianggap normal menurut JNC 8. Pengobatan
farmakologis harus dimulai pada tekanan darah sistolik (SBP) lebih dari 150
mmHg atau tekanan darah diastolik (DBP) lebih dari 90 mmHg untuk
menurunkan tekanan darah dengan target masing-masing kurang dari 150
mmHg dan 90 mmHg. Ada beberapa hipotesis yang mengaitkan batu saluran
kemih terutama nefrolitiasis dengan tekanan darah abnormal, hipertensi.
Sebuah studi dari Borghi et al. menemukan ekskresi kadar kalsium urin yang
lebih tinggi pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien normotensi.
Namun, tidak hanya kalsium urin yang terkait dengan hipertensi dan
urolitiasis, tetapi juga kadar sitrat, oksalat, dan asam urat juga terkait. Batu
juga bisa berhubungan dengan peradangan dan stres oksidatif yang
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, iskemia, dan cedera. Cedera yang
berkepanjangan akan menyebabkan penyakit ginjal kronik dengan kerusakan
pada situs glomerulus dan tubulointerstitial.

Asosiasi batu dan hipertensi adalah hubungan timbal balik. Hipertensi bisa
menjadi faktor risiko terbentuknya batu, demikian pula batu saluran kemih
bisa menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi
Nilai rata-rata profil lipid meliputi kolesterol total, lipoprotein densitas tinggi
dan rendah, dan trigliserida masing-masing adalah 177,0 ± 35,92, 52,0 (27
96), 107,3 ± 37,58 dan 131 (50-406). Penelitian ini juga menunjukkan adanya
peningkatan kadar HDL dengan kadar trigliserida yang normal. Sebagaimana
Masterson et al. menyatakan dalam penelitian mereka, dislipidemia
meningkatkan risiko nefrolitiasis, dengan kadar HDL kurang dari 45 dan 60
masing-masing untuk laki-laki dan perempuan. Dislipidemia dapat menjadi
faktor risiko independen dari batu ginjal terlepas dari aspek sindrom metabolik
lainnya seperti diabetes melitus dan obesitas. Hipertrigliseridemia dikenal
tidak hanya meningkatkan risiko pembentukan batu tetapi juga meningkatkan
risiko kekambuhan pada pasien urolitiasis. Adanya dislipidemia pada anak-
anak dan remaja terutama berhubungan dengan kristalisasi kalsium oksalat
dengan hipositraturia sebagai faktor predisposisi.

Parameter lain yang dinilai dalam penelitian ini adalah glukosa darah. Hasil
penelitian menunjukkan rerata kadar glukosa darah pasien adalah 122 mg /
dL, dan rerata tertinggi 203 mg / dL. Untuk klasifikasi sindroma metabolik
menggunakan glukosa darah puasa lebih dari 100 mg / dL sebagai ambang
batas. Namun berdasarkan kesepakatan PERKENI (Persatuan Ahli
Endokrinologi Indonesia), salah satu kriteria diagnosis Diabetes Melitus
adalah kadar glukosa plasma darah insidental lebih dari 200 mg / dL dengan
keluhan klasik. Meskipun demikian, penelitian kami menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien memiliki kadar glukosa darah yang normal. Banyak
penelitian menyimpulkan bahwa tingkat keparahan Diabetes Melitus
berkorelasi dengan risiko batu ginjal. Semakin parah penyakitnya, risikonya
pun akan semakin meningkat. Kadar glukosa darah bisa menjadi faktor risiko
independen dari batu ginjal. Oleh karena itu, kontrol glikemik yang lebih ketat
dapat mengurangi pembentukan batu pada pasien diabetes

Jika kita membahas semua parameter ini sebagai salah satu faktor risiko, kita
bisa membahas sindrom metabolik. Banyak penelitian yang dilakukan
mengenai profil metabolik penderita urolitiasis dan korelasinya dengan
urolitiasis itu sendiri. Aspek dominan pada ciri-ciri Metabolic Syndrome (MetS)
dapat menentukan komposisi batu. Batu ginjal mungkin merupakan
manifestasi ginjal dari MetS. Penerapan pengetahuan ini dapat diterapkan
dalam merawat pasien karena MetS merupakan faktor yang dapat
dimodifikasi. Modifikasi gaya hidup yang memadai dan pengobatan yang
tepat bisa menjadi pencegahan urolitiasis. Akan ada perbedaan profil
metabolik pada pasien urolitiasis karena sindroma metabolik harus dianggap
sebagai gangguan sistemik multifaktorial yang membutuhkan pendekatan
multidisiplin untuk penatalaksanaan dan pencegahannya.

KESIMPULAN
Singkatnya, tidak semua ciri MetS ditemukan pada pasien kami di Rumah
Sakit Umum Kardinah. Tingkat HDL merupakan satu-satunya variabel yang
menunjukkan tingkat abnormal dan dapat dimasukkan ke dalam salah satu
kriteria diagnosis MetS. Oleh karena itu, studi observasional ini memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk memastikan korelasi antara urolitiasis dan MetS,
serta mekanisme yang mendasarinya. pembentukan batu sebagai proses
multifaktorial dan kompleks, yang melibatkan metabolisme, genetik, dan
lingkungan faktor.

Anda mungkin juga menyukai