Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

ASTIGMATISME

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RS dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh:
Adelia Pangestika
30101607586

Pembimbing:
dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

“ODS ASTIGMATISME”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RS dr. Loekmono Hadi Kudus

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada 6 Mei 2021

Disusun oleh:
Adelia Pangestika
30101607586

Dosen Pembimbing,

dr. Kasihana Hismanita Sopha, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. M
Umur : 71 tahun
Alamat : Payaman, Kudus
Pekerjaan : Petani
Tanggal periksa : 4 Mei 2021

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata berbayang dan kabur terutama saat melihat objek yang
jauh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dengan
keluhan pandangan kabur pada mata kanan dan kiri jika melihat jauh. Keluhan
tersebut dirasakan sudah sejak lama. Saat ini pasien merasa pandangannya
semakin kabur hingga harus memicingkan ke dua mata, namun pasien masih
dapat membaca dengan jelas pada jarak dekat. Keluhan lain seperti mata merah,
nrocos, gatal dan kemeng disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan sakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : (+)
 Riwayat operasi mata : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial dan Ekonomi

3
 Pasien seorang petani
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Kooperatif : Kooperatif
Tanda Vital : Dalam batas normal
Status Ophthalmicus :
Gambar Ilustrasi:

1.4 STATUS OPTHALMICUS


No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1 Visus S-0.37 C-2.12 A 90 S-1,87 C-2.00 A 120

Bulbus Okuli
• Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
2 • Enoftalmus - -
• Eksoftalmus - -
• Strabismus Tidak ditemukan Tidak ditemukan
3 Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior :
• Edema - -
• Hiperemia - -
• Entropion - -
4 • Ektropion - -
• Silia - -
• Ptosis Trikiasis (-) Trikiasis (-)
• Pseudoptosis - -
- -
5 Palpebra Inferior :
• Edema - -
• Massa - -
• Brill Hematom - -
• Hiperemia - -
• Entropion - -

4
• Ektropion - -
• Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Konjungtiva :
• Injeksi Konjungtiva - -
• Injeksi siliar - -
• Sekret - -
6
• Perdarahan konjungtiva - -
• Bangunan Patologis
• Simblefaron - -
• Jaringan fibrovaskuler - -
Kornea :
• Kejernihan Jernih Jernih
• Infiltrat - -
• Keratik presipitat - -
• Ulkus - -
7 • Sikatrik - -
• Edema - -
• Lakrimasi - -
• Bangunan patologis - -
COA :
• Kedalaman Cukup Cukup
8 • Hifema - -
• Hipopion - -
• Efek tyndall - -
Iris :
• Kripta Normal Normal
• Edema - -
9 • Sinekia - -
• Atrofi - -
• Irish Shadow - -
• Iris tremulans - -
Pupil :
• Bentuk Bulat Bulat
10 • Diameter 3mm 3mm
• Reflek Langsung (+) (+)
• Reflek Tidak langsung (+) (+)
Lensa:
• Kejernihan Keruh Keruh
11
• Dislokasi - -
• Iris shadow - -
12 Corpus Vitreum
 Floaters - -
- -

5
 Hemoftalmia
13 Fundus Refleks (+) Cemerlang (+) Cemerlang

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak diperlukan

1.6 DIAGNOSIS KERJA


 OD Astigmatisme miopia kompositus dan presbyopia dengan katarak senilis
imatur
 OS Astigmatisme miopia kompositus dan presbyopia dengan katarak senilis
imatur

1.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa (-)
Non Medikamentosa
Resep kacamata
Spher Cylinder Axis Spher Cylinder Axis Jarak
OD OD OS OS pupil
Jauh Plano -2.00 90 -1.00 -2.00 120 63
Dekat add+3.0 add+3.0 61
0 0
OD menjadi 6/12
OS menjadi 6/18

1.8 KOMPLIKASI
Ambliopia merupakan penurunan tajam penglihatan yang telah dikoreksi dan
tidak berkaitan dengan kelainan anatomis atau jalur visual pada mata

1.10 EDUKASI
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh
beberapa hal, salah satunya biasanya karena sinar tidak dibiaskan pada satu
titik fokus

6
- Menjelaskan untuk memakai kacamatanya terus saat beraktivitas agar tidak
juling
- Menjelaskan pada pasien bahwa kelainan gangguan pengelihatan ini tidak
dapat disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata atau lensa kontak

1.11 RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya
karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan
Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

1.12 PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi
lebih dari satu titik.

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retina pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi.

2.2 KLASIFIKASI
Astigmatisme dibagi menjadi dua yaitu :
 Astigmatisme Miopia Simpleks yaitu titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik
fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari
daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki
angka yang sama
 Astigmatisme Hiperopia Simpleks yaitu titik A berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina.

8
 Astigmatisme Miopia Kompositus yaitu titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl –Y
 Astigmatisme Hiperopia Kompositus yaitu Astigmatisme jenis ini, titik B
berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y
 Astigmatisme Mixtus yaitu titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran
tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi
X dan Y menjadi sama – sama + atau -

2.3 DIAGNOSA
 Pinhole : membedakan kelainan berasal dari kelainan refraksi, media
refrakta, atau anomali retina
 Autorefraktometer : mengukur besarnya kelainan refraksi
 Keratoskop plasido : memperhatikan imej ring pada kornea pasien (bentuk
oval)

2.4 KOMPLIKASI
a. Refractive Amblyopia
- Ambliopia anisometric  ambliopia unilateral disebabkan perbedaan
gangguan refraksi kedua mata. Lebih sering pada anisohiperopia (1.0-1.5D
atau lebih), anisoastigmatisme (2D atau lebih) dan anisomiopia (3.0- 4.0D)
- Ambliopia isometric  kedua mata ambliopia akibat gangguan refraksi yang
signifikan di kedua mata. Muncul pada myopia 5.0–6.0 D atau lebih,
hiperopia 4.0– 5.0 D atau lebih dan astigmatisme 2.0–3.0 D atau lebih
b. Deprivational Amblyopia
Disebabkan karena kurangnya stimulus pada retina. Biasanya disebabkan
gangguan pada axis penglihatan, seperti adanya katarak, ptosis, hemangioma
atau terapi patch yang berlebihan pada ambliopia (reverse amblyopia).

9
DAFTAR  PUSTAKA

1. Widjana Nana. Refraksi. Dalam : Widjana Nana, editor. Ilmu penyakit mata.
Cetakan ke-6; Hal 245-275.
2. American Academy Of Ophtalmology, clinical optics, in Basic Clinical Science
Course Section 3, 2005-2006, pp 3-88.
3. Ilyas sidarta. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2005. Hal 10-17.
4. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan Refraksi. Dalam : Vaughn DG, Asbury T,
Riordan-Eva P. Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit Widya
Medika;2000.p.402-406.
5. Kalloniatis M, Luu C. Psychophysics of Vision-Visual Acuity. In : Kolb H,
Fernandez E, Nelson R. editors. Webvision The Organization of the Retina and Visual
System. University of Utah. 2005.
6. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
7. Ilyas S. Daasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia: hal 40-47.
8. Visual Acuity. Wikipedia, The Free Encyclopedia.

10

Anda mungkin juga menyukai