Anda di halaman 1dari 25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAR

UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA


Jl. Taman S. Parman No. 1 - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAR
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

Nama : Nely Silvia Tanda Tangan


NIM : 406162005 ........................................
Dr Pembimbing / Penguji : dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M -KVR
.........................................

I. IDENTITAS
Nama : An. E
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sukasari
Tgl Pemeriksaan : 26 Februari 2018
Pemeriksa : Nely Silvia

II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 26 Februari 2018

Keluhan utama:
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan mata kiri sakit dan tidak dapat melihat sama
sekali sejak ± 5 bulan lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

1
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Ciawi Bogor diantar suaminya dengan keluhan
mata kiri sakit dan tidak dapat melihat sama sekali sejak ± 5 bulan SMRS. Keluhan
tersebut disertai dengan sakit kepala diatas mata kirinya yang menjalar sampai kesemua
kepala. Pasien mengaku jika keluhan ini didahului dengan pandangan yang terasa kabur
seperti melihat kabut dan perlahan penglihatan semakin tidak jelas lalu tidak dapat melihat
sama sekali dan terasa sakit serta pusing jika melihat cahaya sejak ± 1 tahun yang lalu.
Riwayat mata merah, belekan, dan berair disangkal. Riwayat pemakaian obat tetes mata
atau obat nyeri disangkal. Pasien mengaku belum pernah berobat. Riwayat operasi pada
mata kanan sejak ± 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah memiliki keluhan serupa pada mata kanannya (+)
Riwayat operasi katarak pada mata kanan (+) Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat DM dan HT (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa, tidak ada riwayat alergi,
kencing manis, dan darah tinggi pada keluarga pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD 130/90 mmHg, HR 88x/menit, Suhu 36,5 C, RR 20x/menit
Kepala/Leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax, Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Dalam batas normal

2
Status Ophtalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 20/60 PH 20/20 1/∞
- Koreksi S-1,75 20/20 -
- Addisi S + 3.00 -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -

6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Injeksi Episklera - -

3
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Keruh
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis + +
- Edema - +

- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan


9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Dangkal
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Tidak dapat dinilai
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Koloboma - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm Dilatasi
- Refleks Cahaya Langsung + -
- Refleks Cahaya Tidak Langsung + -
12. LENSA
- Kejernihan IOL Sedikit keruh

4
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow - +

13. BADAN KACA


- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Tegas Tidak dapat dinilai
- Warna Jingga Tidak dapat dinilai
- Ekskavasio Tidak ada Tidak dapat dinilai
- Rasio arteri : vena 2:3 Tidak dapat dinilai
- C/D rasio 0,3 Tidak dapat dinilai
- Eksudat Tidak ada Tidak dapat dinilai
- Perdarahan Tidak ada Tidak dapat dinilai

- Sikatriks Tidak ada Tidak dapat dinilai

- Ablasio Tidak ada Tidak dapat dinilai


15. PALPASI
- Nyeri tekan - +
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli N/palpasi N +1
- Tonometry 11,5 mmHg 22,7 mmHg
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Sesuai dengan Tidak dapat dinilai
pemeriksa

5
FOTO MATA

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Gonioskopi
2. Perimeter/kampimeter

V. RESUME
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 61 tahun datang ke poliklinik mata RSUD
Ciawi Bogor dengan keluhan mata kiri sakit dan tidak dapat melihat sama sekali sejak ±
5 bulan SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan sakit kepala diatas mata kirinya yang
menjalar sampai kesemua kepala. Pasien mengaku jika keluhan ini didahului dengan
pandangan yang terasa kabur seperti melihat kabut dan perlahan penglihatan semakin
tidak jelas lalu tidak dapat melihat sama sekali dan terasa sakit serta pusing jika melihat
cahaya sejak ± 1 tahun yang lalu. Riwayat mata merah, belekan, dan berair disangkal.

6
Pada pemeriksaan fisik didapati status generalis: Keadaan umum Baik, kesadaran
compos mentis, TD 130/80 mmHg, HR 88x/menit, Suhu 36,5 C, RR 20x/menit dan
lainnya dalam batas normal.

Pada pemeriksaan status ophtalmologi:


OD OS

Visus 20/60 ph 20/20 1/∞

TIO N+/palpasi N+1


11,5 mmHg 22,7 mmHg

Cts Tenang Tenang

Cti Tenang Tenang

Cb Tenang Tenang

C Keruh Keruh

CoA Cukup Dangkal

P Bulat Bulat, dilatasi, reflex cahaya


langsung dan tidak langsung (-)

I Coklat Coklat

L IOL Sedikit keruh

F Ratio A:V = 2 : 3 Tidak dapat dinilai


C/D Ratio = 0,3

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak komplikata OS dan Glaukoma absolut OS

VII. DIAGNOSIS BANDING


Katarak imatur dan Glaukoma sudut tertutup OS

VIII. PENATALAKSANAAN

7
- Timolol 0,5 % ED 2x1
- Acetazomalid 3x250 mg PO
- Kalium L-aspartat 1x300 mg PO
- Rujuk ke spesialis mata untuk mendapatkan tindakan selanjutnya

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Ad bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsionam Ad bonam Dubia ad malam
Ad Sanationam Ad bonam Dubia ad malam

8
TINJAUAN PUSTAKA

Glaukoma Absolut

2.1 Definisi

Glaukoma secara umun adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang, biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Pada sebagian kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit
mata lainnya (Glaukoma primer).

Glaukoma absolut adalah Stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Glaukoma absolut
merupakan stadium terakhir pada glaukoma primer yang tidak dioabti ataupun gagal dalam
pemberian terapi.

2.2 Epidemologi

Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2%


penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan
pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita.

Menurut Quigley H.A dan Broman A. T pada Journal The Number of People with
Glaukoma Worldwide in 2010 and 2020, terdapat 60,5 juta orang dengan OAG dan ACG pada
tahun 2010, meningkat menjadi 79.600.000 pada tahun 2020, dan dari jumlah ini, 74%
diperkirakan OAG. Perempuan menduduki 55% dari OAG, 70% dari ACG, dan 59% dari semua
jenis glaukoma pada tahun 2010. Terdapat 47% wanita Asia yang menderita Glaukoma dan 87%
dari mereka dengan ACG. Glaukoma Absolut terjadi pada 4,5 juta orang dengan OAG dan 3,9
juta orang dengan ACG pada tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 5,9 dan 5,3 juta orang
pada tahun 2020.

9
2.3 Patogenesis Glaukoma

Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan dan
oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui anyaman
trabekulum ke Canalis Schlemm.

Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairan mata oleh
epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan
intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali.

Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan

1. Tekanan

Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera tidak
benar.

2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah
dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papil optik ketimbang
sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan
dibawah otot rektus lateral.

3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri. Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh badan siliar dan pengaliran
keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung
pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan
keadaan tekanan vena episklera.

Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi
oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25mmHg pasien menderita
glaukoma (tonometer Schiotz ). Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah

10
atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan
prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.

Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan
oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada
papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan
ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara
mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah
pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga
terjadi cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter
kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak
serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.

Gambar 2.1 : Sistem aliran humor aquos yang normal

2.4 Manifestasi Klinis

Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara umum yakni yang
didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II dengan
predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma lain adalah
pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Apabila masih
terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut.

11
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut, namun
demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata dapat
diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala dari
POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga.

Meskipun bentuk awalnya berupa glaukoma terkompensasi ataupun glaukoma tak


terkompensasi, namun gambaran akhirnya sama.

Pada glaukoma absolut fungsi badan siliaris dalam memproduksi aqueous humor normal,
tetapi aliran keluar terhambat. Sehingga TIO meningkat dan menyebabkan nyeri dan nyeri pada
kebutaan. Mata terasa nyeri dan terdapat nyeri tekan, namun gambaran nyeri yang menyiksa
pada jenis akut tak terkompensasi tidak ada lagi. Terdapat hiperemia difus dari pembuluh darah
pada konjungtiva dan sklera. Kornea jarang keruh namun menjadi baal dan mengalami variasi
perubahan degeneratif, yang paling sering keratitis bulosa.

Bilik anterior menjadi sangat sempit dan terdapat adhesi anterior berbentuk cincin yang
merupakan adhesi antara permukaan posterior kornea dengan permukaan anterior iris, umumnya
melibatkan seluruh sekeliling sepertiga bagian tepi iris.

iris sangat atrofik dan mengandung banyak pembuluh datrah baru, baik radikal maupun
sirkular, pada stroma bagian superfisial dan profunda, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat terjadinya glaukoma hemoragik. Berkaitan dengan atrofi stroma, terdapat kecenderungan
derajat berat ektropion dari teoi pupil yang berpigmen. Adhesi antara iris dan lensa kadang
terjadi dan sering terbentuk pembuluh darah baru pada adhesi fibrin ke permukaan anterior lensa.

Pupil sangat dilatasi, ireguler, dan imobil. Kekeruhan total lensa dapat terjadi, umunya
diikuti perubahan degeneratif calcareous (calcareous degenerativer changes).

12
2.5 Pemeriksaaan Fisik

1. Visus
Pemeriksaan visus bukan merupakan pemeriksaan khusus glaukoma. Pada glaukoma absolut
visusnya nol dan light perception negatif, hal ini disebabkan kerusakan total papil N.II. Papil
N.II yang dapat dianggap sebagai lokus minoris pada dinding bola mata tertekan akibat TIO
yang tinggi, oleh karenanya terjadi perubahan-perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat
melalui funduskopi berupa penggaungan.
2. Tonometri
Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi atau normal. Tekanan normal dapat
terjadi akibat kerusakan corpus ciliaris, sehingga produksi aqueus turun. Hal ini bisa terjadi
pada penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih sering ditemukan pada penderita
glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO > 21 mmHg.
3. Camera Oculi Anterior (dengan Penlight atau Gonioskopi)
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam, tergantung kelainan
yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelainan tersebut. Dari riwayat
mungkin didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri, mata
merah, halo, dan penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien
mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan penlight ataupun gonioskopi. Dengan penlight COA
dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut tertutup iris terlihat
gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat menilai kedalamaan COA.
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar iris.
Penilaian berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan tingkat 4 sebagai
COA yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata sempit.
4. Optalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata. khususnya untuk memperhatikan papil syaraf optik. Pada papil
syaraf optik dinilai warna papil syaraf optik dan lebarnya ekskavasio.

Pada glaukoma absolut terjadi mikro-aneurisma yang berlebihan pada pembuluh darah
retina. Perubahan pada retinadan korpus vitreus sering terjadi.

13
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal dengan C/D
ratio sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D menjadi sekitar 0.5.
Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan
vaskuler sentral yakni nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf
di sekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus
neural rusak.

Gambar perubahan papil N.II dengan pemeriksaan funduskopi dapat dilihat pada
Gambar 2.2

Gambar 2.2 Perubahan pada papil N.II pada funduskopi

14
2.6. Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya keluhan. Ketika
terdapat sudut tertutup oleh karena total sinekia dan tekanan bola mata yang tidak terkontrol,
maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut
dilakukan dengan beberapa cara :

1. Medikamentosa
Jika tak menimbulkan rasa sakit, dibiarkan saja. Pengobatan pada umumnya simptomatis.
Tekanan bola mata yang tinggi diturunkan denagn diamox, pilokarpin, sedangkan untuk rasa
sakitnya diberikan analgetika dengan sedativa. (wijana, 2007)

Namun bagaimanapun, dengan pemberian terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat
potensi komplikasi. Oleh karena itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO
seperti penghambat adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik
alfa, dan obat-obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea kronis harus
dipertimbangkan.

2. Prosedur Siklodestruktif

Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian dari epitel
sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala glaukoma yang berulang
dan tidak teratasi dengan medikamentosa., biasanya berkaitan dengan glaukoma sudut tertutup
dengan synechia permanen, yang gagal dalam merespon terapi. Ada 2 macam tipe utama yaitu :
cyclocryotherapy dan cycloablasi laser dgn Nd:YAG.

Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal dengan injeksi
retrobulbar. Prosedur ini memungkinkan terjadinya efek penurunan TIO oleh karena kerusakan
epitel siliaris sekretorius, penurunan aliran darah menuju corpus ciliaris, atau keduanya.
Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti adalah salah satu keuntungan utama cyclocryotheraphy.

Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan, sinar yang


dihasilkan adalah berupa sinar infrared. Laser YAG dapat menembus jaringan 6 kali lebih dalam
dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini dapat digunakan dalam merusak trans-
sklera dari prosesus siliaris.

15
3. Injeksi alkohol

Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi atropin
topikal dan kortikosteroid atau, secara jarang, dilakukan cyclocryotheraphy. Namun demikian,
beberapa menggunakan injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml untuk menghilangkan
nyeri yang lebih lama. Komplikasi utama adalah blepharptosis sementara atau ophtalmoplegia
eksternal.

4. Enukleasi bulbi

Secara jarang, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri yang ditimbulkan tidak dapat diatasi
dengan cara lainnya.

2.7 DEFINISI
Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif kejernihan lensa.
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Katarak disebut bular
dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa
yang keruh.
Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya mengenai kedua mata dan
ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih keabuan sehingga akan menyebabkan ketajaman
penglihatan berkurang.

2.8 ETIOLOGI
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa. Beberapa
faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain.
1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi, wilson
disease, distrofi miotonik
2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin
3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis, dan
elektrik

16
4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid
5. Rokok dan alkohol
6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma
7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik
8. Penyakit pada sistem saraf pusat seperti neurofibroma tipe II, sindrom Zellweger,
dan Norrie’s disease
9. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital
10. Mutasi genetik, seperti pada sindrom Down, sindrom Cri du chat, sindrom Turner,
sindrom Patau.

2.9 KLASIFIKASI
Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain:
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau segera setelah bayi lahir
dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sebagai
kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Katarak kongenital biasanya
tampak sebagai katarak putih yang padat dan besar yang disebut dengan leukokoria. Penyebab
katarak kongenital dapat diketahui dengan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti
rubela dan riwayat pemakaian obat selama kehamilan.
Katarak kongenital memiliki beberapa bentuk antara lain:
- Katarak piramidalis atau polaris anterior
- Katarak piramidalis atau polaris posterior
- Katarak zonularis atau lamelaris
- Katarak pungtata.
Katarak kongenital memiliki penyulit yaitu makula lutea kurang mendapatkan
rangsangan sehingga tidak dapat berkembang sempurna. Visus pasien biasanya tidak dapat
mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak kongenital harus
ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi
seperti nistagmus dan strabismus.

17
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya memiliki penyulit
berupa penyakit sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus, kondisi hipokalasemi seperti
tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan kondisi trauma.
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut > 50 tahun.
Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama bertahun-tahun. Kekeruhan pada
katarak senilis dapat terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior. Katarak
nuklear terjadi akibat adanya proses kondensasi dalam nukleus, sehingga menyebabkan
terjadinys sklerosis nuklear. Gejala yang biasanya timbul adalah penglihatan dekat yang
membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan karena fokus lensa di bagian senrral meningkat,
sehingga refraksi bergeser ke miopia. Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang
buruk dan diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral.

Gambar 3. Sklerosis nukleus pada katarak nuklear (Bobrow et al, 2011)

Katarak kortikal terjadi karena adanya perubahan hidrasi serat lensa yang menyebabkan
terbentuknya celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator. Katarak subkapsular posterior
akan menimbulkan gejala seperti silau dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan
yang terang. Katarak subkapsular posterior dapat timbul akibat adanya trauma, penggunan
kortikosteroid topikal atau sistemik, adanya peradangan, ataupun pajanan radiasi.

18
Gambar 4. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior (Bobrow)
Katarak senilis memiliki 4 stadium, yaitu katarak insipien, imatur atau intumesen, matur dan
hipermatur. Katarak insipien jika kekeruhan masih ringan. Kekeruhan berasal dari tepi ekuator,
berbentuk jeruji dan menuju korteks anterior dan posterior. Katarak imatur jika kekeruhan
mencapai sebagian lensa dan disertai dengan pembengkakan lensa karena lensa menjadi
higroskopis. Katarak imatur menyebabkan miopia lentikular dan dapat menimbulkan penyulit
glaukoma. Katarak matur jika kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Pada katarak
hipermatur, protein di bagian korteks mencair. Cairan akan keluar dari kapsul sehingga lensa
akan mengerut. Katarak hipermarur dengan nukleus lensa yang terbenam di dalam korteks lensa
disebut katarak Morgagni.

19
Selain klasifikasi berdasarkan usia, katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya antara lain:
1. Katarak Traumatik
Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma tumpul atau kontusio, perforasi
atau penetrasi, trauma radiasi, elektrik, metalosis, dan benda asing. Trauma tumpul pada mata
biasanya ditandai dengan adanya vossius ring pada bagian anterior lensa yang berasal dari
pigmen iris yang menempel pada lensa. Trauma tumpul tanpa perforasi dapat menyebabkan
opasifikasi secara akut atau perlahan. Opasitas yang disebabkan biasanya berbentuk stelata atau
roset, dan biasanya berlokasi di aksis penglihatan dan mencapai kapsul posterior lensa. Trauma
tumpul juga dapat menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula zinni. Adanya luksasi
lensa akan menyebabkan gangguan akomodasi, diplopia monokuler, dan astigmatisma.
Trauma penetrasi atau perforasi dapat menyebabkan opasifikasi korteks lensa pada bagian
yang terkena trauma. Opasifikasi akan berkembang secara cepat. Trauma radiasi memiliki
progresivitas yang lambat. Pajanan radiasi inframerah dapat menyebabkan glassblowers cataract,
karena pajanan panas dengan intensitas tinggi kepada mata akan menyebabkan lapisan terluar
dari kapsul anterior lensa mengelupas. Pajanan radiasi ultraviolet pada sinar matahari dalam
jangka waktu lama biasanya akan menyebabkan katarak kortikal.
Trauma kimia yang paling sering menyebabkan katarak adalah trauma alkali, karena alkali
mengandung senyawa yang dapat menembus mata secara cepat. Trauma asam jarang
menyebabkan katarak karena lebih sulit untuk menembus mata.
1. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan penyakit intraokular lain.
Adanya penyakit intraokular sebelumnya akan menyebabkan perubahan sirkulasi yang akan
menghambat nutrisi dari lensa.
2. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik seperti diabetes melitus,
hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner,
dan Down. Katarak merupakan penyebab umum gangguan penglihatan pada pasien diabetes.
Kadar glukosa darah yang meningkat akan menyebabkan peningkatan glukosa pada humor
aqueous. Glukosa dari aqueous akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan meningkat.
Beberapa senyawa glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase.

20
Metabolisme sorbitol di lensa berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi influks air, sehingga serat lensa
akan cenderung edem
3. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik, subkonjungtiva, dan
inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya katarak, terutama katarak subkortikal posterior.
Fenotiazin dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel anterior lensa, pada bagian aksis.
Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan terbentuknya vakuola pada bagian kapsul
anterior dan posterior lensa.
4. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah ekstraksi katarak
ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan operasi. Gambaran yang akan timbul berupa
mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa subkapsular yang tersisa menginduksi
regenerasi serat-serat lensa, sehingga memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada
kapsul posterior. Cincin Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah dan traksi ke perifer,
lalu melekat pada kapsula posterior sehingga meninggalkan daerah jernih di bagian tengah,
memberikan gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser neodymium yag.

KATARAK KOMPLIKATA

2.10 DEFINISI
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular, iskemia
ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes
mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa
intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah
kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear.

21
2.11 ETIOLOGI
Kanski menyebutkan bahwa penyakit mata yang dapat menyebabkan katarak komplikata
contohnya adalah uveitis anterior yang kronik, glaukoma sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta
gangguan herediter pada fundus (misalnya retinitis pigmentosa). Dalam Kurana ditambahkan
beberapa penyakit mata yang mungkin menyebaban katarak komplikata, yaitu ablasio retina dan
tumor intraokular.

2.12 KLASIFIKASI

Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior terjadi
akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi
yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya
tidak berjalan cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak
akibat myopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.

Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak
subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata
subkapsular anterior (Katarak Vogt).

2.13 TEKNIK OPERASI KATARAK

Dua macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa :

a. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan mencegah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi
9-10mm, lensa intraocular diletakkan pada kapsul posterior.

b. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada
zonulla zinn telah rapuh atau berdegenerasi. Pada katarak ekstraksi intrakapsuler tidak
akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi

22
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaucoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan .

c. Fakoemulsifikasi

Pembedahan dengan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus kemudian


diaspirasi melalui insisi 2,5 – 3 mm lalu dimasukan lensa intraokular.

Keuntungan : insisi kecil, pemulihan visus cepat, induksi astigmatis akibat operasi
minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal

2.14 PROGNOSIS
Pada katarak komplikata prognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasa.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. 2013. Ilmu Penyakit Mata edisi 4. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
universitas Indonesia : Jakarta
2. Olver, J. 2005. Ophthalmology at a Glance. Blackwell Publishing Company: USA
3. Quigley, HA & Broman, TA. Journal The Number of People with Glaukoma
Worldwide in 2010 and 2020. Br J Ophthalmol 2006; 90 : 262-267.
4. Vaughan, Daniel. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC : Jakarta.
5. Wijana, Nana. 2007. Ilmu Penyakit Mata. EGC : Jakarta
6. American Optometric Association. 2010. Optometric Clinical Practice Guideline:
Care of The Adult Patient with Cataract. St.Louis: AOA.
7. American Association of Ophtalmology. 2011. Lens and Catharact: Basic and
Clinical Science Course. Singapore: LEO framework.
8. Bobrow et al. 2011. Lens and Cataract. Basic And Clinical Science Couse. American
Academy of Ophtalmology.
9. Khurana AK. 2007. Ophtalmology. New Delhi: New Age Publishers.
10. Kanski, J.J. 2007. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 6 th ed. Philadelphia:
Butterworth Heinemann. p. 163-70.

24
25

Anda mungkin juga menyukai