Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS

Pembimbing:
dr. Bambang Herwindu, Sp.M
Disusun oleh:
Nathaniel Hiwandika 112021106
Evan Erlando 112019082

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSUD TARAKAN JAKARTA
PERIODE 7 FEBRUARI – 12 MARET 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT RSUD TARAKAN JAKARTA

Nama : Nathaniel Hiwandika Nama : Evan Erlando


NIM : 112021106 NIM : 112019082

Dr. Pembimbing : dr. Bambang Herwindu, Sp.M

I. IDENTITAS
Nama : Tn. RA
Umur : 41
Agama : Kristen
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Setiakawan, Jakarta Pusat
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2022

II. ANAMNESIS
Auto Anamnesis tanggal : 21 Februari 2022
Keluhan Utama : Mata buram kanan dan kiri sejak 3 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan : Sakit kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Tarakan dengan keluhan mata


menjadi lebih buram sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan tersebut dirasakan pada kedua
2
mata. Pasien juga mengeluh merasakan sakit kepala. Pasien mengeluh matanya
menjadi semakin buram sejak terkena beberapa penyakit seperti stroke penyumbatan
dan pembengkakan jantung. Pasien sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata.
Pasien tidak mengeluhkan adanya mata merah, rasa gatal, maupun adanya rasa benda
asing di mata. Pasien tidak mempunyai alergi dan dahulu pernah merokok dan
meminum alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami stroke penyumbatan sebanyak 3 kali; pertama kali


tahun 2019, dan 2 kali pada tahun 2021. Stroke tersebut membuat pasien tidak dapat
menggerakan tangan dan kaki sebelah kanan. Pasien juga mempunyai riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes. Pasien juga mengalami pembengkakan jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu pasien mempunyai riwayat diabetes dan ayah pasien mempunyai riwayat
hipertensi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tidak dilakukan
Kepala : Tidak dilakukan
Mulut : Tidak dilakukan
THT : Tidak dilakukan
Thoraks, Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

3
STATUS OPHTALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS
VISUS
Axis Visus 2/60 20/400
Koreksi Pinhole (-) Pinhole (-)
Addisi +1.25 +1.25
Distansia Pupil 62/60
Kacamata Lama - -

KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
Deviasi - -
Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris

PALPERBA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema - -
Nyeri Tekan - -
Sikatriks - -
Punctum Lakrimal - -
Fissura Palpebra - -
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis - -
Folikel - -

4
Papil - -
Sikatriks - -

KONJUNGTIVA BULBI
Sekret - -
Injeksi Konjungtiva - -
Injeksi Siliar - -
Perdarahan - -
Nevus Pigmentosa - -
Masa - -

SKLERA
Ikterik - -
Nyeri Tekan - -

KORNEA
Permukaan Licin Licin
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat - -
Keratik Presipitat - -
Sikatrik - -
Ulkus - -
Perforasi - -
Arcus Senilis Ada, inferior Ada, inferior
Edema - -
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema - -

5
Hipopion - -
Efek Tyndal - -

IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte + +
Sinekia - -
Koloboma - -

PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Reflek Cahaya Langsung Positif Positif
Reflek Cahaya Tidak Positif Positif
Langsung

LENSA
Kejernihan Keruh Keruh
Letak Ditengah Ditengah
Tes Shadow Positif Positif

BADAN KACA
Kejernihan Tidak dinilai Tidak dinilai

FUNDUS OCCULI
Batas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Ekskavasio Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Rasio Arteri: Vena Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
C/D Rasio Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

6
Makula Lutea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Retina Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Eksudat Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Perdarahan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sikatriks Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Ablasio Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli (Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Digital)
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Sesuai dengan pemeriksa Sesuai dengan pemeriksa

7
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Funduskopi
2. Pemeriksaan Refraksi:
a. VOD: S -6.50 (Visus 20/50 f)
b. VOS: S -4.00 C -1.00 x 180° (Visus 20/40)

V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Tarakan dengan keluhan mata
menjadi lebih buram sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan tersebut dirasakan pada kedua
mata. Pasien juga mengeluh merasakan sakit kepala. Pasien mengeluh matanya
menjadi semakin buram sejak terkena beberapa penyakit seperti stroke penyumbatan
dan pembengkakan jantung.
Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan lensa keruh dengan test shadow
positif pada mata kanan dan mata kiri. Pada pemeriksaan refraksi didapatkan myopia
dengan S -6.50 pada mata kanan dan S -4.00 C -1.00 x 180° pada mata kiri.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak Senilis Imatur OS Dextra dan Sinistra
Astigmata Myopia Compositus

VII. DIAGNOSIS BANDING


Katarak matur

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1. Midriatil 1% eye drop 2x1
2. Catarlent eye drop 3x1

Saran operasi katarak: Phacoemulsification + IOL

Non-medikamentosa:

1. Edukasi: Menggunakan obat yang teratur

9
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : Dubia at bonam Dubia at bonam
Ad Fungsionam : Dubia at bonam Dubia at bonam
Ad Sanationam : Dubia at bonam Dubia at bonam

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katarak

2.1.1 Anatomi Lensa

Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular, transparan,
terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula Zinii yang melekat ke
korpus siliaris. Sebanyak 60% dari total massa lensa terdiri dari protein, jauh lebih tinggi
daripada hampir semua jaringan lain.1-3 Kapsul lensa merupakan bagian terluar lensa yang
transparan, memiliki membran basal yang elastis dan mengandung kolagen tipe IV. Anterior
kapsul lensa merupakan bagian paling tebal dengan ketebalan 14 µm dan akan menipis pada
bagian sentral posterior dengan ketebalan 2-4 µm. Bagian belakang anterior kapsul terdapat
lapisan epitel yang berfungsi secara aktif untuk metabolisme termasuk proses biosintesis dari
DNA, RNA, protein, dan lemak. Salah satu peran epitel lensa pada perubahan morfologi
lensa yaitu dengan memanjangkan serat lensa. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya.1-3

Gambar 1. Mikrofotografi slit-lamp dan diagram lensa. (A) Mikrofotografi dengan


slitlamp pada mata setelah mydriasis. Bentuk bikonveks lensa terlihat jelas. (B) Diagram
penampang sectional pada bagian Panel A. (C) Struktur seluler lensa.3

2.1.2 Histologi Lensa

11
Lensa adalah struktur bikonveks transparan, tergantung tepat dibelakang iris, yang
memfokuskan cahaya tepat pada retina. Lensa berasal dari invaginasi permukaan ectoderm
embrionik, lensa adalah jaringan avaskular yang elastis namun sifat elastisnya menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Lensa memiliki tiga komponen utama:4
 Sebuah kapsul lensa tebal (10-20 µm) yang homogen terdiri atas proteoglikan dan
kolagen tipe IV yang mengelilingi lensa dan menyediakan tempat perlekatan serat-
serat zonula siliaris. Lapisan ini berasal dari membrane basal vesikel lensa embrionik.
 Epitel lensa subkapsular terdiri atas satu lapis sel kuboid yang hanya ditemukan pada
permukaan anterior lensa. Sel-sel epitelial bagian basal melekat pada kapsul lensa
sekitarnya dan permukaan apikalnya mengikat serat lensa interna. Pada tepi posterior
epitel dekat ekuator lensa, sel-sel epitel membelah untuk menghasilkan sel-sel baru
yang berdiferensiasi sebagai serat lensa. Proses ini memungkinkan lensa bertumbuh
dan berlanjut dengan laju yang lambat dan makin menurun dekat ekuator lensa selama
masa dewasa.
 Serat lensa adalah sel sangat panjang, terdiferensiasi terminal yang tampak sebagai
struktur gepeng tipis. Berkembang dari sel-sel di dalam epitel lensa, serat lensa
biasanya mencapai panjang 7-10 mm, dengan potongan melintang 2 x 8 µm.
Sitoplasmanya dipenuhi kelompok protein yang disebut kristalin, dan organel dan
intinya mengalami autofagi. Serat lensa tergabung erat membentuk jaringan
transparan sempurna khusus refraksi cahaya.
2.1.3 Definisi Katarak
Lensa pada kondisi normal adalah jernih/transparan. Katarak berasal dari kata Yunani
“katarraktes” yang berarti “air terjun” memiliki makna bahwa humor aquous abnormal
mengalir di depan lensa untuk menurunkan penglihatan. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi/penambahan cairan pada lensa,
denaturasi protein lensa atau kedua-duanya. Katarak merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan di seluruh dunia.5-7

Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Kelainan sistemik/metabolik
yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemia dan distrofi miotonik.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab terbentuknya katarak lebih cepat
seperti diabetes, radang mata, trauma mata, riwayat keluarga dengan katarak, pemakaian
steroid jangka panjang, rokok, pembedahan mata dan terpajan banyak sinar UV.8

12
2.1.4 Epidemiologi
Survei Kesehatan inderaa penglihatan dan pendengaran oleh Depkes RI tahun 1993-
1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah sebesar 1,5%, dengan
penyebab utama yaitu katarak (0,78%). Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara
dengan prevalensi buta katarak kedua tertinggi di dunia; sementara 80% kasus buta katarak
merupakan kasus yang dapat dicegah. Hasil penelitian-penelitian epidemiologi yang
dilakukan secara sporadic setelah survei tersebut memberikan angka-angka lebih tinggi tetapi
bervariasi dari daerah ke daerah.8

Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%. Katarak paling
banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Katarak senilis menjadi penyebab
utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan
di Cina, Kanada, Jepang, Denmark, Argentina, dan India, katarak diidentifikasi sebagai
penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan dengan statistik berkisar dari 33,3%
(Denmark) hingga 82,6% (India). Prevalensi katarak meningkat tajam menjadi 67% untuk
usia 70 tahun ke atas. Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia
adalah 1,4% dengan responden tanpa batasan umur.5

2.1.5 Patofisiologi
Katarak muncul akibat berbagai macam faktor, oleh karena itu katarak termasuk ke
dalam penyakit yang multifaktorial. Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi yaitu:9

1. Terjadinya pemadatan dan kekakuan material lensa sentral (nuclear sclerosis)


bersamaan dengan terus berproliferasinya lapisan kortikal baru (outer lens)
2. Perubahan abnormal pada protein lensa (crystalline) yang menyebabkan perubahan
kimia dan struktural sehingga lensa tidak lagi jernih
3. Pigmentasi protein lensa dari kuning menjadi coklat
4. Adanya perubahan komponen ionik pada lensa
Beberapa faktor metabolik yang dapat menyebabkan terjadinya katarak yaitu
galaktosemia, diabetes, hipokalsemia, hipotiroidisme, gangguan metabolisme besi dan nutrisi.
Pada galaktosemia biasanya terjadi katarak bilateral dengan bentuk oil droplet central lens
opacities. Diabetes Melitus yang tidak terkontrol dapat menyebabkan hiperglikemia yang
kemudian berhubungan dengan terjadinya non-enzimatik protein glycation, stress osmotik
dan oksidatif di jaringan okular. Perubahan yang mengarah ke katarak juga dapat terjadi pada
keadaan hipokalsemia akibat atrofi kelenjar paratiroid, biasanya kekeruhannya berbentuk

13
pungtata dan terbentuk di area subkapsular lensa (jarang menjadi matur). Katarak memang
bukan merupakan gambaran umum pada hipotiroid namun sudah ada penelitian yang
menyatakan adanya hubungan antara katarak dan hipotiroid, kekeruhan yang terjadi mirip
seperti pada katarak akibat hipoparatiroid. Kekeruhan lensa akibat gangguan metabolisme
besi biasanya tampak seperti sunflower pattern dan terletak di area kapsular anterior.
Defisiensi mikronutrien seperti asam folat, vitamin, zinc, copper dan mineral inorganik juga
berhubungan dengan terjadinya katarak.10

2.1.6 Gejala Klinis11


1. Penurunan atau pengaburan penglihatan: bertahap dan tanpa rasa sakit; unilateral atau
bilateral tergantung pada mata yang terpengaruh dan maturitas katarak.
2. Diplopia atau poliopia: sebagian besar uniokuler tetapi dapat juga binokuler.
3. Lingkaran cahaya (halo) di sekitar cahaya.
4. Sensitivitas terhadap silau: terutama lampu depan mobil dan sinar matahari.
5. Peningkatan frekuensi untuk mengganti kacamata refraksi: seiring bertambahnya usia
katarak, seseorang dapat lebih sering mengunjungi dokter mata untuk refraksi.
6. Gangguan dalam penglihatan warna: objek memudar atau menguning.
2.1.7 Klasifikasi Katarak
Katarak dapat dibagi atas 2 penyebab, bisa dikarenakan pembentukan serat lensa yang
buram (katarak kongenital/bawaan), atau karena proses degeneratif yang menyebabkan
terbentuknya kekeruhan lensa transparan (katarak di dapat). Berdasarkan usia, katarak
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:5-7

1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1
tahun. Kekeruhan lensa yang terjadi bisa merupakan kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Pemeriksaan darah pada
katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan dengan diabetes melitus,
kalsium dan fosfor. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya.

2. Katarak juvenil

14
Katarak juvenil adalah katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik atau metabolik dan penyakit
lainnya, seperti: katarak metabolik (katarak diabetik dan galaktosemik, katarak
hipokalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria, penyakit wilson, katarak
yang berhubungan dengan penyakit metabolik lain), otot (distrofi miotonik), katarak
traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital dan herediter, katarak degeneratif,
katarak anoksik, toksik, katarak radiasi.

3. Katarak senilis
Katarak senilis adalah katarak yang terjadi setelah usia 40 tahun. Penyebabnya
sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senilis sebaiknya disingkirkan
penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus yang dapat
menimbulkan katarak komplikata.

Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :12

1. Katarak nuklearis.
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau cokelat secara progresif yang mengakibatkan penurunan tajam
penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak
jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna
mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis
secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat.
Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks
refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat
membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai
second sight.
2. Katarak kortikal.
Proses katarak kortikal terjadi akibat penurunan jumlah protein yang diikuti
dengan penurunan asam amino dan kalium, sehingga kadar natrium pada lensa akan
meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan lensa menjadi hidrasi sehingga terjadi
koagulasi protein. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat.
3. Katarak subkapsular.

15
Katarak ini dapat terjadi di subkapsular anterior dan posterior. Pemeriksaannya
menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks
subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang,
dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.

Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya, yaitu:12

1. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun
menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan bilik
mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi glaucoma karena
lensa mencembung dan dapat menimbulkan hambatan pupil. Pada pemeriksaan
didapatkan shadow test positif. Peningkatan ketebalan lensa akibat katarak imatur dapat
menyebabkan blok pupil dan penutupan sudut yang disebut glukoma fakomorfik/
glukoma sudut tertutup sekunder.11
2. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun
drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Bila
katarak imatur tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal. Terjadi kekeruhan seluruh lensa yang akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran normal kembali, tidak ada bayangan
iris pada lensa yang keruh. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
3. Hipermatur
Katarak mengalami degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan
mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada tahap akhir, korteks mencair
sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat
keruh seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi
komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans,
bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.

16
2.18 Tatalaksana
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila
tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-
hari dan kehidupan sosial pasien atau bila katarak ini menimbulkan komplikasi seperti
glaukoma dan uveitis. Terdapat beberapa jenis operasi katarak, antara lain :5-7

1. ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)


Teknik pembedahan ini sudah usang dan jarang dilakukan pada saat ini. Pada ICCE,
seluruh lensa yang mengalami katarak bersama dengan kapsulnya dikeluarkan. Oleh
karena itu dapat menyebabkan degenerasi dan melemahnya zonula zinn. Indikasi
dilakukannya ICCE adalah apabila ada subluksasi dan dislokasi lensa.

2. ECCE (Extracapsular Cataract Extraction)


Pada ECCE, sebagian besar dari kapsul anterior bersama dengan epitel, nukleus dan
korteks dikeluarkan sehingga menyisakan kapsul posterior yang intak. Pada ECCE
diperlukan insisi limbal yang cukup besar, yaitu sekitar 8-10 mm. Karena kapsul
posteriornya masih intak sehingga IOL (intraocular lens) dapat dimasukkan dan
diposisikan dengan baik. Setelah itu bagian yang diinsisi akan dijahit, hal tersebut
kadang menyebabkan astigmatisme kornea sehingga memperlambat perbaikan visus.
Seringkali jahitan perlu dilepas 3 bulan setelan tindakan operasi.

3. SICS (Small Incision Cataract Surgery)


SICS merupakan alternatif yang cukup baik dari phacoemulsification terutama di
negara yang frekuensi dilakukannya operasi katarak cukup banyak dan butuh biaya
yang tidak terlalu mahal. Prosedur ini memiliki resiko komplikasi yang rendah dan
dapat dilakukan pada dense cataract. Pada SICS bekas insisi akan menutup sendiri
sehingga tidak diperlukan jahitan. Kelebihan SICS jika dibandingkan dengan

17
phacoemulsification adalah waktu yang diperlukan lebih singkat dan harganya lebih
murah karena tidak memerlukan teknologi yang mahal.

4. Phacoemulsification
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus
lensa yang kemudian pecahan nukleus dan korteks lensa di aspirasi melalui insisi
kecil sepanjang 1,8-2,7 mm dan kemudian dimasukkan implantasi IOL yang dapat
dilipat. Kelebihan dengan menggunakan teknik phaco adalah pemulihan visus yang
lebih cepat, minimal komplikasi dan inflamasi pasca bedah, serta minimal induksi
terjadinya astigmatisma. Namun, prosedur tindakan ini membutuhkan keterampilan
tinggi dari dokter ahli bedah agar mendapatkan hasil yang maksimal. Teknik operasi
jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

2.1.9 Intraocular Lens Implantation

Intraocular lens (IOL) adalah lensa mata buatan yang digunakan untuk menggantikan
lensa alami yang dikeluarkan saat tindakan operasi katarak. IOL memiliki kekuatan fokus
yang berbeda, sama seperti kacamata dan kontak lens. Untuk menentukan kekuatan fokus
IOL perlu dilakukan pengukuran panjang bola mata dan kelengkungan kornea. IOL biasanya
terbuat dari silikon, akrilik atau beberapa komposisi plastik lainnya. IOL dilapisi oleh lapisan
yang membantu melindungi mata dari paparan sinar UV yang berbahaya. IOL yang sering
digunakan pada operasi katarak adalah IOL monofokal, lensa ini memiliki 1 jarak fokus saja
(jarak dekat, menengah atau jauh). IOL multifokal mampu membuat pengguna melihat jarak
jauh dan dekat dengan baik. IOL akomodasi dapat berubah bentuk sehingga bisa fokus pada
jarak yang berbeda.6

2.1.10 Komplikasi Post Operasi Katarak

1. Ruptur kapsul posterior: Bersifat serius karena dapat disertai kebocoran cairan vitreus,
migrasi material lensa ke posterior dan perdarahan masif. Tanda yang tampak yaitu
COA tiba-tiba semakin dalam dan dilatasi pupil, nukleus jatuh ke posterior dan tidak
dapat tertarik ke phaco tip, vitreus dapat teraspirasi oleh phaco tip, kapsul yang robek
atau vitreus bisa nampak6,7
2. Dislokasi IOL ke posterior: menandakan bahwa implantasinya tidak tepat, jarang
terjadi namun merupakan komplikasi yang serius terutama apabila disertai posterior
loss of nuclear material. Apabila IOL nya dibiarkan dapat menyebabkan perdarahan
vitreus, ablasio retina dan edema makula6,7

18
3. Acute postoperative endophthalmitis: merupakan komplikasi operasi intraokular
karena adanya reaksi toksin bakteri dengan host sehingga timbul respon inflamasi
yang cepat dan menyebabkan kerusakan fotoreseptor yang ireversibel. 90%
patogennya adalah bakteri gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus,
10% nya adalah bakteri gram negatif seperti Pseudomonas dan Proteus. Sumber
infeksinya tidak dapat diketahui pasti namun diduga yang paling sering adalah dari
flora normal pada kelopak mata dan konjungtiva. Sumber infeksi lainnya bisa
diakibatkan oleh proses operasi yang tidak steril atau terkontaminasi.6,7
2.2 Astigmatisme

2.2.1 Definisi

Astigmatisme adalah keadaan dimana mata menghasilkan suatu bayangan dengan


titik atau garis focus multiple.13
2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau
sekitar 55 juta jiwa.14
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal, umur, negara,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi myopia
bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70%-90% di beberapa
negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka
kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.
2.2.3 Etiologi
a) Corneal Astigmat : abnormalitas kelengkungan lensa
b) Lenticular astigmat : jarang, bisa akibat:
 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
 Retinal – posisi macula yang oblik.
2.2.4 Klasifikasi Astigmatisma15

19
1. Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke
meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk
garis, lonjong atau lingkaran.

2. Astigmatisatisma Ireguler: Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling


tegak lurus. Astigmat iregular dapat terjadi akbiat kelengkungan korena pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisma iregular terjadi
akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian
lensa yang berbeda.

3. Astigmatisma Miopik Simpleks adalah apabila meridian utama yang satu emetropik dan
yang lainnya miopik, sehingga fokusnya satu tepat di retina dan yang lain di depan retina.
Koreksinya dengan pemberian lensa silindris negatif untuk memundurkan fokus yang di
depan retina agar bisa menjadi satu dengan fokus yang di retina.

4. Astigmatisma miopik kompositus adalah apabila kedua meridian utama adalah miopik
tetapi dengan derajat yang berbeda sehingga kedua fokus berada di depan retina tetapi
jaraknya berbeda dari retina. Koreksinya dengan gabungan lensa sferis negatif dan silindris
negatif (lensa silindris negatif untuk memundurkan fokus yang lebih jauh dari retina agar
menjadi satu dengan fokus yang lebih dekat ke retina, kemudian kedua fokus yang sudah
menyatu dimundurkan ke retina dengan sferis negatif). Koreksi juga bisa dilakukan dengan
gabungan sferis negatif dan silindris positif dengan catatan kekuatan lensa sferis lebih besar
dari silinder (fokus yang lebih dekat ke retina dimajukan dulu bersatu dengan fokus lain di
depannya dengan silindris positif, kemudian dengan lensa sferis negatif kedua fokus
dimundurkan ke retina).

5. Astigmatisma hipermetropik simpleks adalah apabila meridian utama yang satu


emetropik dan yang lain hiperopik sehingga fokusnya satu di retina dan yang lainnya di
belakang retina. Koreksinya dengan lensa silindris positf untuk memajukan fokus yang
dibelakang retina ke depan sehingga jatuh tepat di retina.

6. Astigmatisma hipermetropik kompositus adalah apabila kedua meridian utama adalah


hiperopik tetapi dengan derajat berbeda sehingga kedua fokus berada di belakang retina
tapi jaraknya berbeda. Koreksinya dengan lensa sferis positif dan silindris positif. Bisa juga
dengan gabungan lensa sferis positf dan silindris negatif dengan catatan kekuatan lensa
sferis lebih besar daripada silindris

20
7. Astigmatisma Mikstus adalah apabila meridian utama yang satu miopik dan yang lain
hiperopik sehingga fokusnya satu di depan retina dan satu di belakang retina. Koreksinya
dengan gabungan lensa sferis negatif dan lensa silindris positif dengan catatan kekuatan
lensa silinder lebih besar daripada sferis. Atau dengan gabungan lesna sferis positif dan

lensa silindris negatif dengan kekuatan lensa silinder lebih besar dari sferis.

Gambar 1. Jenis jenis astigma

2.2.5 Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan


datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan
refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.Dengan
menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial
dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif
untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.Keadaan dari astigmatisma irregular
pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya
distorsi bayangan pada kornea.

Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido‟s Disc di depan mata.
Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami
perubahan bentuk. Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka
dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada
saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa
sferis saja.

21
Gambar 2. Kipas Astigmat

2.2.6 Gejala Klinis

Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang
melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang
bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda
yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal,
mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua
kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
2.2.7 Tatalaksana
 Astigmastisme reguler diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan yaitu
dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi
lensa sferis.
 Astigmastisme irreguler bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras,
tetapi bila berat bisa dilakukan transplantasi kornea.

2.3 MIOPIA

Bila bayangan yang terletak jauh difokuskan didepan retina oleh mata yang tidak
berakomodasi, mata tersebut mengalami mopia, atau nearsighted. 1 Bila mata berukuran
lebih Panjang daripada normal, kelainan yang terjadi disebut myopia aksial. (untuk setiap
milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira- kira lebih miopik 3 dioptri). Apabila
unsur- unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi

22
disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif . Jika objek digeser lebih dekat dari 6
meter, bayangan akan bergerak mendekati retina dan terletak lebih focus. Titik tempat
bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut “titik jauh”.

Gambar 3. Miopia

Lensa sferis konkaf (minus) biasanya digunakan untuk mengoreksi bayangan pada
myopia. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
 Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan miopia bias dimana terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat.
 Miopia aksial : akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea
dan lensa yang abnormal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
 Miopia ringan : dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
 Miopa sedang : dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
 Miopia berat/ tinggi : dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Menurut perjalanan miopia dikenal dengan bentuk :


 Miopia stasioner : miopia yang menetap setelah dewasa
 Miopia progresif : miopia bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah

23
panjangnya bola mata.
 Miopia maligna : miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasio retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa = miopia maligna
= miopia degeneratif. Miopia jenis ini biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak di bagian temporal papil disertai dengan
atrofi korioretina. Atrofi ini berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan
kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan
untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.
Pada miopia, dapat terjadi bercak fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenarsi papil saraf
optik. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat
terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien
dengan miopia memiliki keuntungan dapat membaca di titik jauh tanpa kacamata bahkan
pada usia presbiopik.

Miopia derajat tinggi menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap gangguan-


gangguan retina degeneratif, termasuk pelepasan retina. Menurut etiologinya myopia
diklasifikasikan sebagai berikut,
 Miopia aksial : karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal

 Miopia kurvatura : karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal

 Miopia indeks : karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal

Menurut gambaran klinisnya myopia diklasifikasikan sebagai berikut.


 Miopia kongenital

Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral.
Miopia bilateral sering berhubungan dengan kelainan kongenital lain seperti
katarak kongenital, mikrophtalmus. Miopia kongenital sangat perlu dikoreksi lebih
awal.

24
 Miopia Simplek

Jenis myopia ini paling banyak terjadi. Jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi. Tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini meningkat
2% pada usai 5 tahun sampai 14% pada usia 15 tahun. Karena banyak ditemukan
pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan “school myopia”.
2.3.1 Gejala klinis

Gejala utamanya kabur melihat jauh, sakit kepala disertai juling, cenderung
memicingkan mata bila melihat jauh. Mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi
sferis atau mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
2.3.2 Diagnosa

Tes Pin Hole dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan refraksi
untuk menentukan kelainannya dan juga besar koreksi yang diperlukan, seperti yang
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Koreksi pada mata dengan miopia dilakukan dengan memberi lensa minus atau
negatif yang ukurannya teringan dengan tajam penglihatan terbaik. Koreksi dapat
dilakukan dengan pemberian kacamata atau lensa kontak. Selain itu bisa juga dilakukan
tindakan operasi dengan metode-metode berikut:
 Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
 Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
 Photorefractive keratectomy (PRK)
Refraksi Subyektif

Dengan menggunakan metode Trial and Error, jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20
feet, digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, mata diperiksa satu
persatu, ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata, bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis negatif.

Refraksi obyektif :
 Retinoskopi : dengan lensa kerja + 2.00 pemeriksa mengamati refleks fundus
yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
 Autorefraktometer (komputer)
25
2.3.3 Penatalaksanaan
 Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis negatif terlemah yang menghasilkan tajam


penglihatan terbaik.
 Lensa kontak
Untuk : anisometropia dan miopia tinggi
 Bedah refraktif
Bedah refraktif kornea : tindakan untuk merubah kurvatura permukaan anterior
kornea (Excimer laser, operasi lasik)
Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan
implantasi lensa intraokuler.
2.3.4 Komplikasi

1. Ablasio Retina

Ablasio retina terutama pada miopia tinggi. Ini merupakan komplikasi


tersering. Biasanya disebabkan karena didahului dengan timbulnya hole
pada daerah perifer retina akibat proses-proses degenerasi di daerah ini.16

2. Strabismus
Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien myopia memiliki pungtum
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap , maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esotropia. Bila terdapat juling keluar, mungkin
fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat amblyopia.17

3. Ambliopia terutama pada miopia dan anisometropia

Ambliopia anisometropik terjadi Ketika adanya perbedaan refraksi antara


kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina
tidak focus.18

26
Daftar Pustaka
1. Dahl AA. Anatomy and physiology of the eye; 2021. Diunduh dari
https://www.emedicinehealth.com
2. Hejtmancik JF, Shiels A. Overview of the Lens. Prog Mol Biol Transl Sci.
2015;134:119-127.
3. Ruan X, Liu Z, Luo L, et al. Structure of the lens and its associations with the
visual quality. BMJ Open Ophthalmology;  2020
4. Gartner LP, Hiatt JL. Buku ajar berwarna histologi. Edisi ke-3. Editor: Suryono
IAS, Damayanti L, Wonodirekso S. Singapore: Saunders Elsevier; 2007.h.500-01.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata (5th ed.). Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2018.
6. Khurana A. Comprehensive Ophthalmology. 6th ed. The Health Sciences
Publisher; 2015.
7. Kanski JJ. Clinical ophthalmology. A systematic approach. 7th edition. In:
Elsevier Health Sciences. 2011
8. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku ajar oftalmologi. Edisi Ke-
1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2020.h.195-200.
9. Feldman, Brad H., et al. “Cataract.” EyeWiki, American Academy of
Ophthalmology, 30 August 2020, https://eyewiki.aao.org/Cataract. Accessed 10
Juni 2021
10. Gupta V, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An
appraisal. Indian J Ophthalmol. 2014;62(2):103–10.
11. Ocampo V. Senile cataract (age related cataract); 2021. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/
12. Astari P. Katarak : klasifikasi, tatalaksana, dan komplikasi operasi. CDK-
269 :45(10); 2018.
13. Paul RE, John PW. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC Indonesia. 2013.h.394
14. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonsia. 2017.h.83-84
15. SU Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 2. Yogyakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Juli 2012.h 12-3.

27
16. Widodo A. Miopia patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia Volume 5 No 1 April
2007; h.19-26 diunduh dari : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/TinjPus3.pdf
pada tanggal 14 Desember 2020
17. World Health Organization (WHO). Visual impairment and blindness.
http://www.who .int/mediacentre/cacsheets/fs282/en/#. 2017 diunduh 10
Desember 2020
18. Albert D. Amblyopia. Albert & Jacobiec‟s Principles and practice of
ophthalmology E-book Chapter 300. Saunders Elsevier.2008

28

Anda mungkin juga menyukai