Lapsus Glory Uveitis Posterior Os
Lapsus Glory Uveitis Posterior Os
DISUSUN OLEH
112016076
PEMBIMBING
1
LEMBAR PENILAIAN
Tanggal
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data
Analisa masalah
Penguasaan teori
Referensi
Cara penyajian
Bentuk laporan
Total
Nilai %= (Total/35)x100%
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
Komentar penilai
2
Halaman Pengesahan
NIM : 11-2016-076
Pembimbing,
3
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
1.1.2. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 1 februari 2018 pukul 13.00 di
Poli Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa.
4
Keluhan Utama
Penglihatan mata kiri perlahan semakin kabur sejak 1 Bulan yang lalu
Keluhan tambahan
Sejak 1 Bulan SMRS, Pasien datang ke polikilinik Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa
dengan keluhan, mata kiri perlahan semakin kabur pandangannya disertai seperti bayangan
berupa garis-garis yang melayang. Keluhan timbul secara tiba-tiba. Rasa nyeri pada mata,
silau , dan mata berair dirasakan oleh pasien. Kepala pusing dan melihat pelangi (halo) di
sekitar lampu juga dirasakan oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain
sebelumnya. Pasien mengaku tidak memilliki kebiasaan mengucek-ucek mata dan tidak
pernah memiliki riwayat kecelakaan atau terkena pukulan pada mata.
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat merokok disangkal. Riwayat
alergi tidak ada.
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa dengan pasien.
i. Status Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
5
ii. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS OPHTALMOLOGI
KETERANGAN OD OS
Visus
Visus 6/8,5 5/60
Koreksi S + 0.50 6/6f -
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
Kedudukan bola mata simetris
Gerakan bola mata Bebas ke segala arah, nyeri gerak (-)
Palpebra superior
Edema - -
Nyeri tekan - -
Konjungtiva Superior dan Inferior
Hiperemis - -
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Sekret Serous - -
Injeksi siliar - +
Injeksi Konjungtiva - +
Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema Tidak ada Tidak ada
Permukaan Licin Licin
Bilik mata depan
kedalaman dalam dalam
Kejernihan jernih jernih
hifema Tidak ada Tidak ada
Iris
Warna Hitam Hitam
Kripte Jelas Jelas
Pupil
Letak Tengah Samar
Bentuk Bulat Bulat
6
Ukuran 3 mm Sulit dinilai
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tidak
Langsung + +
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow Test - -
Tonometri 20 18
Tidak dilakukan
1.3. RESUME
Pasien Tn. BT usia 40 tahun datang ke polikilinik Mata RSAU dr. Esnawan
Antariksa dengan keluhan, mata kiri perlahan semakin kabur pandangannya disertai seperti
bayangan berupa garis-garis yang melayang sejak 1 bulan SMRS. Keluhan timbul secara
tiba-tiba. Rasa nyeri pada mata, silau , dan mata berair dirasakan oleh pasien. Kepala pusing
dan melihat pelangi (halo) di sekitar lampu juga dirasakan oleh pasien. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit lain sebelumnya. Pasien mengaku tidak memilliki kebiasaan mengucek-
ucek mata dan tidak pernah memiliki riwayat kecelakaan atau terkena pukulan pada mata.
Pada PF ditemukan TD 120/80 mmHg. Visus mata OD 6/8,5 S+ 0,50 6/6f dan OS
5/60. Pada pemeriksaan lensa OS ditemukan konjungtiva bulbi injeksi siliar (+), injeksi
konjungtiva (+),letak pupil samar-bulat-sulit dinilai. Tonometri OD 20 sedangkan OS 18.
1.4. DIAGNOSIS
Uveitis posterior OS
Dasar Diagnosis:
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak 1
bulan yang lalu. Pada awalnya pasien merasakan mata kiri perlahan semakin kabur
pandangannya disertai seperti bayangan berupa garis-garis yang melayang sejak .Keluhan
timbul secara tiba-tiba. Rasa nyeri pada mata, silau, dan mata berair dirasakan. Keluhan
7
seperti ini sesuai dengan keluhan uveitis posterior yang umumnya melihat bayangan benang
hitam yang seperti lalat beterbangan. Dengan keluhan yang unilateral mendukung diagnosis
uveitis dikarenakan uveitis umumnya unilateral. Fotofobia juga bisa tejadi pada uveitis
posterior. Dikarenakan diakui pasien awalnya terdapat penurunan penglihatan maka perlu
dipikirkan diagnosis banding dari mata tenang visus turun perlahan yaitu katarak, glaukoma,
dan retinopati. Visus menurun bisa disebabkan karena lokasi peradangan terletak pada
macula. Gangguan penglihatan tergantung dari letak dan luasnya lesi; apabila lesi central dan
luas maka gangguan penglihatan menjadi keluhan utama. Bila lesi kecil dan tidak sentral,
gangguan penglihatan tidak dirasakan. Pada pemeriksaan slit lamp umumnya segmen anterior
bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga seringkali proses uveitis
posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur.
Dengan menggunakan oftalmoskopi vitreus humor tampak keruh sehingga retina sulit
dinilai. Jika terjadi peradangan, retina dapat tampak suram, pembuluh darah tak nyata karena
tenggelam didalam edema. Pada peradangan dapat juga ditemukan bercak eksudat yang
berupa berwarna kekuning-kuningan yang biasanya tampak sepanjang pembuluh darah atau
di macula. Badan kaca keruh karena masuknya sel-sel radang kedalamnya. Kongesti papil
menyebabkan papil dengan batas tak nyata, suram. Pada pemeriksaan funduskopi dapat
ditemukan kelainan segmen posterior ditemukan kelainan berupa proses peradangan
retinikoroiditis, atau koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang
baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai
perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah. Pada lesi lama
didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau
mengkerutnya jaringan retina atau koroid.
1.5. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Midriatikum sulfas atropin 1 % sehari 3 kali tetes, homatropin 2 % sehari 3 kali
tetes, dan scopolamin 0,2 % sehari 3 kali tetes
- Topikal dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
- Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler
dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml), prednisolone succinate 25 mg (1 ml),
triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml) , methylprednisolone acetate 20 mg.
- Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari
sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari
8
- Antibiotik sistemik (cefadroxil) tablet 2x500 mg selama 5 hari
Non medika mentosa
penggunaan kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobia
pasien di edukasi agar menjaga kebersihan salah satunya dengan mencuci tangan
1.6. Prognosis
Ad vitam: Bonam
Ad fungsionam: ad malam
1.7. Saran
Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dilakukan hematologi lengkap dan tes imunologi.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap serta pemeriksaan
titer IgG dan IgM Toxoplasma. Alasan dilakukannya pemeriksaan penunjang ini karena
penyebab tersering peradangan koroid dan retina pada pasien kelompok umur 16-50 tahun
adalah toxoplasmosis, retinitis, cytomegalovirus, sifilis, dan tuberkulosis. Toksoplasmosis
adalah penyebab korioretinitis paling umum pada manusia dan merupakan 30-50 % dari
kasus uveitis posterior
9
TINJAUAN PUSTAKA
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada
koroid, dan disebut juga koroiditis. Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit
koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ). Uveitis posterior biasanya lebih
serius dibandingkan uveitis anterior.1
Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat
dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya
disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang
dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah
terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea
bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning atau putih yang
disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada
10
koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya
kabur.
Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating
spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan
fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan.
Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan
oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah
timbul endoftalmitis dan neoplasma. Dalam membuat diagnosis uveitis posterior harus akurat
dan lengkap tentang riwayat perjalanan penyakit dan sistem yang mendapat kelainan yang
berhubungan dengan uveitis. Riwayat pemakaian kortikosteroid yang lama, obat – obatan
imunosupresan, terapi antibiotik, obat – obat intravena atau pasien dengan hipereliminasi
bakterial endogen, jamur dan penyakit virus. Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan
dengan penyakit sistemik. Pasien dengan penyakit sistemik kolagen vaskular yang
berhubungan dengan dermatologi, jaringan ikat, paru – paru, gastrointenstinal dan saluran
kemih yang dapat mempermudah terjadinya inflamasi. Pertimbangan lain adalah umur pasien
dan apakah timbulnya unilateral atau bilateral. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu
memastikan.2
1. Penyakit Virus
Penyakit Herpes
Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit vesikuler juga
dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat menyebabkan iridosiklitis.
Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster, dan CMV pernah dilaporkan sebagai
penyebab sindrom nekrosis retina akut.3
11
Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN)
ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh infeksi.
Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks tipe 2
dan cytomegalovirus. Kadang penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien tampak sehat
meskipun mengenai pasien dengan AIDS. ARN merupakan diagnosis dari gejala klinik,
pasien sering datang dengan keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat inflamasi
segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat pada badan
vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan yang akan menyebabkan
arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning – putih di posterior retina. 3
12
2. Penyakit Jamur
Histoplasmosis
Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya berhubungan dengan
Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik yang dalam perkembangannya
dapat bertahan 2 tahun dalam bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat yang
endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis yang
diduga disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi
setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru. Jamur ini dapat menyebar ke limpa,
hati, dan koroid mengikuti infeksi yang berasal dari paru – paru. Histoplasmosis didapat
kadang tidak menimbulkan gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak berbahaya dan
biasanya ditemukan pada anak – anak.4,5
13
lapisan luar. Gangguan penglihatan pada pusat penglihatan karena keterlibatan makula
sehingga pasien harus dirujuk ke dokter mata.
Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan lokal. Pada tahap
awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan menghambat zat tersebut dan akan tampak
hipofluoresein. Selanjutnya, lesi koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan
kontras, area pada membran neovaskular subretina aktif akan menjadi hiperfluoresein yang
terjadi awal pada angiogram.
Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif yang didapat
pada saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada pada kemungkinan diagnosis
kandidiasis pada pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau yang mendapat
terapi antibiotik sistemik, steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat karena kandidemia
harus diperiksa kemungkinan mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua pemeriksaan
akan ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah selama 1-2 minggu untuk
mendeteksi metastasis penyakit mata.Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena,
pengobatan anti jamur periokular dan intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole,
Flusitosin, Fluconazole atau Rifampin oral yang dapat diberi dengan ditambah amphoterisin
B intravena. Bila proses inflamasi mengenai retina dan sampai ke dalam vitreus, anti jamur
intravitreal dan vitrektomi dapat dipertimbangkan. Terapi yang tepat untuk lesi perifer
memiliki prognosis yang baik. 3-5
14
3. Penyakit Protozoa
Toxoplasmosis okular
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang menyebabkan
nekrosis retina koroiditis. Terdapat 3 bentuk: ookista, atau bentuk tanah (10-12µm), takizoit,
atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 µm) dan kista jaringan atau bentuk laten (10-200µm),
mengandung sebanyak 3000 bradizoit. Parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista
ditemukan pada feses kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung yang dapat
berperan sebagai reservoir atau host intermediet bagi parasit. Manusia terinfeksi lebih sering
karena memakan daging yang mentah dan kurang matang yang mengandung kista jaringan.
Wanita yang mendapat Toxoplasmosis selama kehamilan dapat mentransmisikan takizoit ke
janin dengan potensial mata yang parah, SSP dan komplikasi sistemik. Wanita hamil nonimun
tanpa bukti serologik terpapar toxoplasmosis harus berhati-hati bila memelihara kucing dan
harus menghindari daging mentah.
15
Gambar 3. retinokoroiditis toksoplasma
Sumber : www.jcor.In.\ Journal Of Clinical Ophthalmology And Research.
Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata baik dengan
pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit tinggi letaknya, lesi kabur
dapat terlihat pada fundus, lokasi lesi sering berada dekat dengan bekas luka korioretinal.
Lesi tersebut tampak pada bagian posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan
kadang-kadang terlihat berdekatan dengan papil nervus optikus. Sering salah dianggap
sebagai papilitis optik. Pembuluh darah retina pada sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis
dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus. Karakteristik lesi adalah retinitis fokal
eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk proliferasi T. gondii. Lesi ini
tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal penyakit, dan pasien tidak
menyadari floating spot sampai lapisan depan retina dan membran hialoid posterior terkena.
Retinitis toksoplasma dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut
Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).
16
terdapat lesi fundus yang berhubungan dengan toksoplasmosis mata. Pemeriksaan humor
akous dapat digunakan untuk konfirmasi adanya penyakit toksoplasma pada kasus yang
masih meragukan. Pemeriksaan tersebut lebih signifikan pada saat titer antibodi pada humor
akous lebih tinggi daripada dalam serum. Meskipun diagnosis toksoplasmosis mata didasari
dengan pemeriksaan fisik, antibodi antitoksoplasmosis negatif perlu dipikirkan diagnosis lain.
Para dokter dalam hal menginterpretasikan standar pemeriksaan antibodi IgG harus
mengingat bahwa laboratorium menampilkan pemeriksaan pada dilusi 1 : 8 atau lebih,
meskipun reaksi antibodi positif ditemukan dilusi 1 : 4 atau kurang. Titer antibodi yang
sangat rendah ini tetap mengindikasikan terdapat toksoplasmosis yang sebelumnya tetapi juga
dapat mengarah ke positif palsu sebagai hasil dari reaksi nonspesifik.
1. Sindrom Behcet
Ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari wanita.Penyebab diduga
suatu proses imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan. Walaupun
memiliki banyak gambaran penyakit hipersensitivitas tipe lambat, adanya perubahan
mencolok kadar komplemen serum pada permulaan serangan mengisyaratkan suatu gangguan
kompleks imun. Baru-baru ini pada pasien Behcet dapat dideteksi adanya kompleks imun
berkadar tinggi dalam darah. Sebagian besar pasien dengan gejala mata positif untuk HLA-
B51, suatu subtipe HLA-B5. 4-6
Ditandai 4 kelainan yaitu :
o Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditis). Pada dasarnya didapatkan peri arteritis
dan end arteritis yang menyebabkan vaskulitis obliteratif sehingga dapat terjadi iskemi retina,
perdarahan retina, serta ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini merupakan gejala yang
lebih lanjut.
o Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat mengenai bibir,
lidah, mukosa bukal, palatum durum serta palatum molle.
17
o Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis serta hipersensitivitas kulit.
o Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita. Pengobatan sering
berupa pemberian imunosupresan multipel (mis: steroid,siklosporin, azatioprin), walaupun
demikian hasil akhir penglihatan tetap buruk pada 25% kasus
Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh
iridosiklitis akut, koroiditis bebercak dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya
diawali oleh suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan kadang-kadang vertigo.
Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bebercak atau
timbul uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan
penyakit di bagian posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan
serosa retina dan gangguan penglihatan.
18
mungkin menjadi autoantigennya. Pasien sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah
Oriental, yang mengisyaratkan adanya disposisi imunogenetik.4-6
3. Oftalmia Simpatika
Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat (sympathetic eye) yang
timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma tembus pada mata yang lain (exciting
eye). Biasanya exciting eye ini tidak pernah senbuh total dan tetap meradang pasca trauma,
baik tauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Tanda awal
dari mata yang ber-simpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di
belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis sub akut, sebukan sel radang dalam vitreus
dan eksudat putih kekuningan pada jaringan dibawah retina. Penyakit ini dapat disertai
dengan gejala-gejala sistemik lain seperti vitiligo, alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip
sindrom VKH. Bedanya adalah pada sindrom VKH tidak ada riwayat trauma. Penyebab yang
pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan suatu reaksi autoimun terhadap jaringan
pigmen uvea atau pigmen epitel retina yang telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma
tembus mata. Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan perbaikan
dapat ditambah pemberian imunosupresan. Yang terpenting adalah hati-hati dan waspada
menghadapi trauma tembus mata yang disertai destruksi jaringan uvea. 7
19
4. Poliarteritis Nodosa
Penyakit kolagen ini mengenai arteri berukuran sedang, terutama pada pria. Terjadi
peradangan hebat pada semua lapisan otot arteri, dengan nekrosis fibrinoid dan eosinofilia
perifer. Gambaran klinis utama adalah nefritis, hipertensi, asma, neuropati perifer, nyeri dan
atrofi otot dan eosinifilia perifer. Sering terjadi kelainan jantung, walaupun kematian
biasanya disebabkan oleh disfungsi ginjal. Kelainan mata dijumpai pada 20% kasus dan
terdiri dari episkleritis dan skleritis yang sering tidak nyeri. Apabila pembuluh-pembuluh
limbus terkena, dapat terjadi pembentukan alur-alur di kornea perifer. Sering terjadi
mikrovaskulopati retina. Hilangnya penglihatan secara mendadak mungkin disebabkan oleh
neuropati optikus iskemik yang mencerminkan keparahan vaskulitis di pembuluh siliaris atau
sumbatan arteri retina sentralis. Dapat terjadi oftalmoplegia akibat arteritis vasa nervorum.
Kortikosteroid sistemik dan siklofosfamid memberi manfaat, tetapi prognosis jangka panjang
tetap buruk.7
5. Granulomatosis Wegener
APMPPE biasanya menyerang individu pada usia remaja dan dewasa muda. Pasien
mengeluh penglihatannya berkurang. Sebagian penderita umumnya merasa sehat, tetapi ada
juga yang mempunyai gejala-gejala prodormal seperti pada penyakit infeksi virus.
Pemeriksaan funduskopi menunjukkan adanya banyak lesi berupa plak berwarna putih
kekuningan dan homogen, pada retina pigmen epithelium dan koriokapilaris. Setelah 2-6
20
minggu, lesi ini akan menghilang dan meninggalkan depigmentasi pada retina pigmen
epithelium.
Gambar 5. Tampak Lesi Plakoid pada Epiteliopati Pigmen Plakoid Multifokal Posterior Akut
Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841371/figure/F0008/
Keadaan yang tidak umum ini biasanya terjadi pada dekade ke-5 sampai dekade ke-7
kehidupan, wanita lebih sering dibandingkan pria. Gejala awalnya berupa berkurangnya
ketajaman penglihatan, nyctalopia dan gangguan penglihatan warna. Mungkin ada sedikit
inflamasi segmen anterior. Didalam vitreus dapat ditemukan sel-sel. Karakteristiknya adalah
ditemukannya banyak bintik putih kekuningan atau depigmentasi pada fundus, seolah-olah
fundus mendapat pukulan ”birdshot from a shotgun”. Bintik-bintik juga muncul pada pigmen
epitelium. Edema diskus, atrofi N. Optikus, edema makula, pembuluh darah retina menipis
dan berkerutnya permukaan retina dapat juga ditemukan. Pada 80-90% pasien dapat
ditemukan HLA-A29 haplotipe, yang mana merupakan faktor predisposisi genetik dalam
21
perkembangan penyakit ini. Penyakit ini adalah penyakit yang kronik, sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. 7
8. Koroidopati Serpiginosa
Biasanya penyakit ini menyerang wanita pada dekade ke-4 sampai dekade ke-6
kehidupan. Keluhan utama dari pasien ialah penglihatan menjadi kabur. Pada vitreus tidak
ditemukan sel, tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan sel dalam jumlah yang banyak.
Gambaran sikatriks seperti serpiginosa (pseudopodial) atau geograpik (seperti peta) terdapat
di fundus posterior. Tepi lesi ini mungkin aktif, berwarna kuning abu-abu dan tampak edema.
Daerah yang aktif akan menjadi atrofi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
kemudian lesi yang baru dapat muncul di mana saja atau berdekatan dan memberi gambaran
seperti ular. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan karakteristik gambaran klinik.
Angiografi fluorescein menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid, pada daerah
dimana penyakitnya aktif. Pada saat penyakitnya tidak aktif, daerah yang menarik zat warna
dapat menyebarkan fluorescein, tetapi tidak di tahan. Jika penyakit ini mengenai makula,
maka ketajaman penglihatan sentral akan terganggu. 7
Diagnosis
A. Anamnesis3-5
Umur : Pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom samaran”, seperti
retinoblastoma atau leukemia. Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun penyebab uveitis
posterior termasuk Toksoplasmosis, Uveitis intermediate, Sitomegalovirus dan infeksi bakteri
atau fungi. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun yang termasuk diagnosa banding
adalah Toksoplasmosis, Sifilis dan Candida. Pada pasien yang berumur di atas 40 tahun
mungkin menderita sindrom nekrosis retina akut, Toksoplasmosis, Retinits dan Sarkoma sel
reticulum.
B. Gejala 3-5
o Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis
uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis banding
o Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena.
Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis. Biasa
terlihat seperti lalat yang berterbangan (floaters)
22
o Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, Sifilis,
Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-kondisi yang megenai N. II.
o Fotofobia.
C. Pemeriksaan
Pemeriksaan pada mata
Terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler, pemeriksaan dengan
funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap.
Pemeriksaan darah
Terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan diamati.
Pemeriksaan etiologi
Seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux test (test untuk
Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).
Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan
sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai
penglihatannya kabur. Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa
komplikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang
23
sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang
baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai
perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah. Pada lesi lama
didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau
mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina
atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.
Terapi
Konservatif
Biasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid, immunosuppressive /
cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan diberikan antibiotik atau anti virus.
Contohnya Pengobatan standar untuk toksoplasmosis mata terdiri dari pyrimethamine
(daraprim) dan sulfonamide. Dosis awal pyrimethamine 150 mg diikuti 25 mg perhari untuk
6 minggu, dosis awal triplesulfa atau sulfadiazine 4 mg diikuti dengan 1g obat yang sama 4 x
sehari selama 4 atau 6 minggu. Terapi dengan pyrimethamine dan sulfonamide
mengecewakan pada usia tua dan pada lesi yang luas pada fundus yang muncul untuk
beberapa bulan. Efek negatif dari kandungan sulfa meliputi kulit merah, batu ginjal, dan
sindrom Steven Johnson. Banyak ahli mata menggunakan trimethoprim/sulfamethoxazole
(bactrim, septra) sebagai alternatif sulfadiazin. Karena sulfadiazin lebih mahal dan sangat
sulit didapat. Asam folinik secara umum mencegah leukopenia dan trombositopenia yang
diakibatkan terapi pirimetamin. Jumlah leukosit dan trombosit harus dimonitor setiap hari.
Asam folinik sekarang tersedia dalam bentuk preparat oral dan diberikan 5 mg tablet setiap
hari. Namun terapi klindamisin dapat menyebabkan kolitis membranosa. Terapi baru sudah
mulai tersedia untuk toksoplasma. Atovaquone adalah agen untuk bentuk kista yang
berpotensial mengurangi bahkan untuk bentuk bukan kista. Obat tersebut sangat larut lemak,
baik untuk penyakit sistemik dan pada pasien imunocompromise. Kekambuhan telah
diobservasi pada pasien yang diobati dengan obat tersebut, namun hal tersebut belum
dibuktikan untuk mencegah serangan toksoplasma berikutnya. Investigasi yang lebih lanjut
dibutuhkan sebelum ditetapkan sebagai terapi toksoplasmosis mata.8,9
Tindakan
Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan
dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi fotokoagulasi dan
kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan
24
fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai
perdarahan vitreus
25
d) Ablasi retina
Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis, infeksi
uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30 %
kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka
sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan operasi
sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 / 60.
e) Endoftalmitis
Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan namun
kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi 2
bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi. Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah
endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis
infeksi disebut juga endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa
massa lensa pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena
trauma. Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan, hipopion,
vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan hingga
berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis
konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea
Prognosis
26
DAFTAR PUSTAKA
27