Anda di halaman 1dari 70

Laporan Kasus

CEPHALGIA SEKUNDER DD PRIMER

Oleh:
Aninda Afrilia Aryani, S.Ked
(712021099)

Pembimbing:
dr. Yesi Astri, Sp.N., M.Kes

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul

CEPHALGIA SEKUNDER DD PRIMER

Dipersiapkan dan disusun oleh


Aninda Afrilia Aryani, S.Ked

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Desember 2022


Pembimbing

dr.Yesi Astri, Sp.N., M.Kes

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan
laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyaki Saraf Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan kasus ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr.Yesi Astri, Sp.N., M.Kes selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan kasus ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH..........................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv

BAB I STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1 Identitas......................................................................................1
1.2 Anamnesa...................................................................................1
1.3 Pemeriksaan ..............................................................................2
1.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................10
1.5 Diagnosa Banding......................................................................11
1.6 Diagnosa ....................................................................................11
1.7 Tatalaksana................................................................................11
1.7 Prognosa.....................................................................................12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Nyeri Kepala ................................................................13
2.2. Epidemiologi...............................................................................13
2.3 Klasifikasi dan Diagnosis Nyeri Kepala....................................13

BAB III ANALISA KASUS...........................................................................58

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................66

iv
BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 Identifikasi
Nama : Tn. R
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumnas Nendagung, Pagar Alam
Agama : Islam
No. RM : 61-30-02

1.2 Anamnesa
KU: Nyeri kepala yang memberat sejak 1 bulan yang lalu
RPS: 1 bulan SMRS penderita mengalami nyeri kepala yang
memberat. Nyeri kepala dirasakan dari depan hingga bagian belakang
kepala. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-
tusuk. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain. Nyeri diperberat
dengan aktivitas, dan tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri disertai
keluhan mual, silau melihat cahaya dan keluar air mata. Terkadang juga
disertai pusing berputar, tidak dipengaruhi dengan perubahan posisi.
Intensitas nyeri jika digambarkan dari skor 1-10 adalah 7.
Awalnya penderita mengalami keluhan serupa ±1 tahun yang lalu
namun tidak seberat saat ini. Untuk mengurangi keluhan tersebut penderita
meminum obat racikan dokter yang dikonsumsi oleh ibu nya juga,
dikarenakan ibu nya mengalami keluhan yang sama dan setelah berobat ke
dokter diberikan resep obat racikan. Pada awalnya keluhan berkurang
setelah mengonsumsi obat tersebut, namun 1 bulan terakhir ini keluhan
tidak berkurang saat pasien mengonsumsi obat tersebut. Tidak ada riwayat
trauma kepala, kejang, demam, penurunan berat badan maupun nafsu
makan, penyakit keganasan dan gangguan psikiatri,. Pasien memiliki

1
riwayat merokok dan minum alkohol. Dikeluarga penderita, ibu penderita
mengalami keluhan serupa.

1.3 Pemeriksaan
Status Praesens
Kesadaran : GCS (E4V5M6)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36, 5°C
Nadi : 80 x/m reguler
Pernapasan : 20 x/m
Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris

B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada

2
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. Saraf – Saraf Otak


1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Baik Baik
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hyposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Normal Normal

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation Tidak ada Tidak ada

3
conjugae
- Gerakan bola Baik ke segala arah Baik ke segala arah
mata
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Positif Positif
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Negatif Negatif

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Positif Positif
Sensorik
- Dahi Normal Normal
- Pipi Normal Normal
- Dagu Normal Normal

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Simetris
- Menunjukkan gigi Simetris
- Lipatan nasolabialis Simetris
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris

4
- Berbicara/bersiul Simetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Normal
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Terdengar Terdengar
Detik arloji Terdengar Terdengar
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Tes Rinne Positif Positif

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak Ada Tidak Ada
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler
Reflek
- Muntah Normal
- Batuk Normal
- Okulokardiak Normal
- Sinus karotikus Normal
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

5
8. N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu Normal
Memutar kepala Tidak ada tahanan
9. N. Hypoglossus Kanan Kiri
Menjulurkan lidah Tidak terjadi deviasi
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Tidak ada

D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada

E. Badan Dan Anggota Gerak


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 4 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Reflek fisiologis
- Biceps Hiperrefleks Normal
- Triceps Hiperrefleks Normal
- Periost radius Hiperrefleks Normal
- Periost ulna Hiperrefleks Normal
Reflek patologis

6
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
- Trofik Negatif Negatif

Tungkai Kanan Kiri


Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 4 5
Tonus Hipertonus Eutoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Hiperrefleks Normal
- APR Hiperrefleks Normal
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Normal

Sensorik
Tida ada kelainan

7
F. Gambar

Gerakan: kurang
Kekuatan:4 Gerakan: cukup
Refleks Kekuatan :5
fisiologis: Refleks fisiologis:
hiperefleks Normorefleks
Tonus: Tonus: eutoni
Hipertonus

Gerakan: kurang Gerakan: cukup


Kekuatan : 4 Kekuatan :5
Refleks Refleks fisiologis:
fisiologis: Normorefleks
Hiperefleks
Tonus: eutoni
Tonus:
Hipertonus
Keterangan : Hemiparese Dextra tipe Spastik

G. Gejala Rangsang Meningeal


Gejala Pada penderita ditemukan gejala
 Kaku kuduk Tidak ada
 Kernig Tidak ada

 Lasseque Tidak ada

 Brudzinsky Tidak ada


Tidak ada
 Neck
Tidak ada
 Cheeck
Tidak ada
 Symphisis
Tidak ada
 Leg I
Tidak ada
 Leg II
Jadi, gejala rangsang meningeal (-)

8
H. Gait Dan Keseimbangan
Gait
Ataxia : tidak ada
Hemiplegic : tidak ada
Scissor : tidak ada
Propulsion : tidak ada
Histeric : tidak ada
Limping : tidak ada
Steppage : tidak ada
Astasia-abasia : tidak ada
Dysmetri :
- Jari-jari : negatif
- Jari hidung : negatif
- Tumit-tumit : negatif
- Dysdiadochokinesia : negatif

I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada

9
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada tanggal 30 November 2022 pukul 08:12 WIB.
 Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 41,6 g/dl 12-14
Leukosit 6.900 ul 5,000-10,000
Trombosit 265.000 uL 150,000-440,000
Hematokrit 41,9 % 40-45
Eosinofil 3,3 % 1-3
Basofil 0,6 % 0-1
Neutrofil 61,1 % 50-70
Limfosit 27,6 % 20-40
Monosit 7,4 % 2-8
FID 1,5 (L) g/L 2,0-40
D-Dimer 100 Ng/ml 0-500
KIMIA
Glukosa Sewaktu 84 mg/dL <140
Natrium 139 mEq/L 135-148
Kalium 4,1 mEq/L 3,5-5,5

10
Pemeriksaan CT Scan kepala non Kontras ( 30 November 2022)

Pada pemeriksaan CT Scan kepala non Kontras didapatkan :


Kesan: Normal

1.5 Diagnosa Banding


 Cephalgia sekunder
 Cephalgia primer

1.6 Diagnosa
Diagnosa Klinik : Cephalgia + Hemiparese dextra tipe spastik
Diagnosa Topik : Lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra, dd
myofascial trigger point
Diagnosa Etiologi : Konstriksi vaskular
Diagnosa Tambahan : -

1.7 Tatalaksana
 Non Farmakologi

 Bed rest
 Edukasi resiko jatuh

11
 Edukasi keluarga mengenai penyakit
 Rencana pemeriksaan MRI dan Angiografi
 Farmakologi
• Mengatasi gejala nyeri kepala:
1. Analgetik golongan opioid, drip tramadol 100 mg dalam 500 ml
NS/12 jam
2. Antidepresan trisiklik, Amitriptilin 2x12,5 mg tab/oral
3. Kortikosteroid, Inj. Dexametasone 2x 5 mg/IV
4. Antiplatetlet, Aspilet 1x80 mg tab/oral
• Mengatasi gejala mual:
1. Proton Pump Inhibittor, Inj. Omeprazole 1 x 40 mg/IV

1.8 Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri Kepala


Nyeri kepala merupakan keluhan pasien yang paling umum
diungkapkan di seluruh dunia. Nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di
bagian kepala atau disebut juga sefalgia. Berdasarkan gambaran anatomi,
nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di atas garis orbito- meatal dan
belakang kepala, tidak termasuk nyeri di area orofasial, seperti hidung, sinus,
rahang, sendi temporomandibular, dan telinga.1

2.2 Epidemiologi Nyeri Kepala


Sekitar 50% populasi dunia mengalami nyeri kepala setiap tahunnya
dan lebih dari 90% menyatakan pernah mengalami nyeri kepala. Laporan
terakhir menyatakan terdapat lima hingga sembilan juta kunjungan ke
penyedia layanan kesehatan primer dengan keluhan migren setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Umumnya keluhan ini lebih banyak menimpa kaum wanita.
Jenis nyeri kepala yang paling umum terjadi adalah nyeri kepala tipe tegang,
migren, dan klaster dengan perkiraan angka kejadian masing-masing
mencapai 40, 10, dan 1% dari total populasi orang dewasa di seluruh dunia.1
Diperkirakan sebanyak 18% pasien dngan nyeri kepala di seluruh dunia
merupakan jenis nyeri kepala sekunder. Suatu senter rujukan tersier
medapatkan adanya penyebab sekunder pada 12,9-20% pasien dengan nyeri
kepala.8

2.3 Klasifikasi dan Diagnosis Nyeri Kepala


Nyeri kepala secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer mencakup nyeri
kepala tipe tegang, migren, dan klaster. Sedangkan, nyeri kepala sekunder
merupakan kondisi yang diakibatkan oleh penyebab lain, seperti trauma
kepala dan leher, gangguan vaskularisasi kranial dan servikal, gangguan
intrakranial non-vaskular, penggunaan obat maupun putus obat, infeksi,

13
gangguan homeostasis, ataupun gangguan psikiatrik. Nyeri kepala ini dapat
disebabkan oleh gangguan di tengkorak, leher, mata, telinga, hidung, sinus,
gigi, mulut, ataupun struktur wajah dan kranial lainnya. Kedua kelompok ini
penting untuk dibedakan agar kondisi penyebab yang lebih serius dapat
dikenali dan dengan segera diberikan penanganan yang tepat.1
Disebut nyeri kepala primer apabila tidak ditemukan adanya kerusakan
struktural maupun metabolik yang mendasari nyeri kepala. Disebut nyeri
kepala sekunder apabila nyeri kepala didasari oleh adanya kerusakan
struktural atau sistemik.10

Tabel 2.1. Klasifikasi Nyeri Kepala

14
Gambar 2.1. Diagnosa Nyeri Kepala

Diagnosis dan tatalaksana nyeri kepala dimulai dari membedakan nyeri


kepala sekunder, terutama nyeri kepala yang berbahaya (mengancam jiwa).

15
Selanjutnya, nyeri kepala primer, termasuk migrain, harus didiagnosis.
Penting untuk mengenali kombinasi gejala yang relevan yang dapat
menentukan nyeri kepala primer umum atau nyeri kepala akibat penggunaan
obat yang berlebihan serta mengenali tanda red flag yang menunjukkan
kemungkinan penyebab nyeri kepala sekunder dan membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut. Tantangan bagi dokter adalah waspada terhadap
tanda red flag yang mengidentifikasi nyeri kepala berbahaya, dan dapat
mendiagnosis dan mampu menangani nyeri kepala yang tidak disertai
kelainan neurologis fokal atau tanda peringatan, atau nyeri kepala yang baru,
berbeda, persisten. Bahkan ketika keadaan darurat yang mengancam jiwa
telah dikesampingkan, pasien sering dibiarkan dengan nyeri kepala yang
parah dan mempengaruhi kualitas hidupnya. Misalnya, wanita usia lanjut
yang telah mengalami nyeri kepala sebelah kanan selama bertahun-tahun
diberitahu bahwa nyeri kepala itu migrain, dan diberi obat pereda nyeri.
Setelah ditemukan riwayat penyakit termasuk gangguan otonom yang terjadi
selama nyeri kepala, seperti lakrimasi dan kegelisahan, pasien kemudian
didiagnosis dengan nyeri kepala cluster dan berhasil diobati dengan oksigen,
secara signifikan meningkatkan kualitas hidupnya.13
Manajemen nyeri kepala terdiri dari lima langkah: i) mengevaluasi tipe
nyeri kepala; ii) memperoleh riwayat penyakit secara rinci dan menilai
gangguan fungsional; iii) menyingkirkan kasus yang perlu diperhatikan; iv)
pertimbangkan gangguan nyeri kepala sekunder v) merujuk ke spesialis bila
ada indikasi.13

ANAMNESIS
Anamnesis merupakan langkah pertama dalam manajemen nyeri
kepala. Peran anamnesis memegang posisi paling penting dalam manajemen
nyeri kepala, mengingat pada pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien
dengan nyeri kepala sering ditemukan normal. Ada beberapa langkah dalam
anamnesis pasien dengan nyeri kepala. Tanpa anamnesis riwayat nyeri kepala
yang cukup, intervensi diagnostik dan pengobatan yang kita berikan pada
pasien dengan nyeri kepala bisa keliru. Ada kalanya pemeriksaan penunjang

16
yang seharusnya tidak perlu dilakukan dapat dilakukan, atau sebaliknya uji
diagnostik atau laboratorik yang penting malah tidak dilakukan. Sebelum
melakukan anamnesis pada pasien dengan nyeri kepala, data dasar perlu
diambil terlebih dahulu.10

Tabel 2.2. Langkah Anamnesis Pasien dengan Nyeri Kepala (“H.


SOCRATESS”)

History (Riwayat)
Langkah pertama dalam manajemen pasien dengan nyeri kepala adalah
penggalian riwayat. Tujuan penggalian riwayat nyeri kepala adalah untuk
memberikan pandangan yang komprehensif tentang nyeri kepala pasien dan
mengetahui komorbiditas yang terkait atau masalah yang mungkin
mempengaruhi diagnosis dan perawatan. Saat menggali riwayat nyeri kepala
ini dokter berkesempatan untuk menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
Hubungan yang baik dengan pasien akan membantu proses terapeutik yang
sedang berlangsung. 10
Riwayat penting untuk membedakan jenis nyeri kepala, apakah
termasuk nyeri kepala primer ataukah nyeri kepala sekunder. Selain menggali

17
riwayat penyakit sekarang, dokter harus tahu tentang riwayat penyakit dahulu.
Riwayat penyakit dahulu seperti adanya karsinoma (kanker payudara, paru-
paru, ginjal, melanoma) membuat dokter harus mempertimbangkan diagnosis
tumor metastasis. Trauma kepala dapat menyebabkan nyeri kepala pasca-
trauma, hematoma subdural, atau diseksi arteri ekstrakranial. Berbagai
macam gangguan terkait dengan gigi, sinus, telinga, atau hidung dapat
muncul sebagai nyeri kepala. 10
Nyeri kepala harian yang secara kronis dapat menjadi awal dari depresi.
Depresi dan epilepsi sering terjadi bersamaan dengan migrain. Komorbiditas
merupakan faktor penting dalam memilih terapi akut atau pencegahan. 10
Komorbiditas dengan asma mengharuskan dokter menghindari
pemberian beta bloker. Komorbiditas dengan hipertensi mewajibkan
pemberian beta bloker. Terapi pencegahan depresi bisa diberikan obat
amitriptilin. Riwayat pengobatan pasien juga perlu diketahui. Nitrat,
antihistamin, kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon dapat menyebabkan
nyeri kepala. Selain itu obat-obatan bebas yang dikonsumsi jangka lama dapat
menyebabkan terjadinya MOH (Medication Overuse Headache).10
Dalam menghadapi kasus nyeri kepala dokter perlu tahu latar belakang
sosial dan psikologis mereka. Riwayat sosial yang perlu digali ini meliputi
riwayat keluarga, pekerjaan, pendidikan dan kebiasaan/hobi. Stressor di
rumah, di sekolah, dan di tempat kerja harus dipahami, meskipun dokter tidak
harus mengaitkan gangguan nyeri kepala primer sematamata pada stres.
Alkohol, tembakau, dan obat yang dijual bebas dapat berkontribusi pada
patogenesis nyeri kepala.10
Banyak penderita migren melaporkan anggota keluarga besarnya ada
yang menderita migren. Migren memiliki komponen genetik. Genetik juga
berperan pada TTH, baik TTH frekuen maupun TTH kronik. Penyebab nyeri
kepala sekunder seperti aneurisma serebral mungkin juga didapatkan riwayat
keturunan dalam keluarga.Dari penggalian riwayat ini dokter akan memiliki
gambaran umum tentang tingkat disabilitas yang diakibatkan oleh nyeri
kepala pasien. Dokter akan mengetahui bagaimana dampak nyeri kepala pada
kehidupan keluarga, sekolah atau pekerjaan, dan kehidupan sosial. Untuk

18
menghemat waktu dokter, pasien seyogyanya diminta terlebih dahulu
menuliskan semua riwayat tersebut secara rinci sebelum pertemuan awal
dengan dokter.10

PEMERIKSAAN FISIK
Sebagian besar pasien dengan nyeri kepala pada pemeriksaan fisiknya
ditemukan normal. Hanya sebagian kecil saja yang tidak normal. Apabila
ditemukan ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri
kepala, maka hal ini merupakan tanda bahaya (red flags). Adanya tanda
bahaya (red flags) mewajibkan dokter melakukan tindakan lebih lanjut.
Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan
selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila dokter
neurolog yang menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan
selanjutnya adalah segera melakukan pemeriksaan penunjang dan memberi
terapi sesuai dengan diagnosis yang telah ditetapkan.10
Pemeriksaan Fisik Umum
Perubahan kulit dapat dikaitkan dengan berbagai etiologi nyeri kepala.
Bintik café-au-lait merupakan tanda neurofibromatosis. Neurofibromatosis
ini terkait dengan meningioma intrakranial dan schwannoma. Kulit kering,
alopesia (kebotakan), dan pembengkakan terlihat pada hipotiroidisme. Lesi
melanotik ganas mungkin berhubungan dengan penyakit metastasis ke otak.10
Pemeriksaan Fisik Neurologi
Auskultasi bising di daerah karotis dan arteri vertebral dan orbit dapat
memperingatkan klinisi akan potensi stenosis arteri atau diseksi, atau
malformasi arteriovenous. Pemeriksaan saraf kranial dapat menjadi petunjuk
etiologi nyeri kepala. Gangguan penciuman tersering disebabkan oleh trauma
kepala. Gangguan penciuman menunjukkan adanya gangguan pada alur
penciuman (olfactory groove), misalnya tumor frontotemporal. Pada
pemeriksaan funduskopi, adanya perdarahan atau papilledema mengharuskan
dilakukannya imejing yang cepat untuk menyingkirkan kemungkinan lesi
desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang menunjukkan defek lapang
pandang bitemporal ditemukan pada tumor hipofisis.10

19
Selama serangan nyeri kepala klaster, dokter dapat menemukan adanya
lakrimasi ipsilateral, rhinorrhea, ptosis, miosis, dan wajah berkeringat pada
pasien. Kelainan gerakan mata bisa disebabkan oleh gangguan saraf
okulomotor akibat peningkatan tekanan intrakranial. Saraf kranial lainnya
dapat dipengaruhi oleh berbagai penyebab. Jika keterlibatan bersifat tidak
menyeluruh, asimetris, dan progresif, maka penyebab infiltratif seperti
neoplasma, meningitis TB, dan sarkoidosis harus dipertimbangkan.10
Nyeri kepala tanpa adanya tanda bahaya merupakan nyeri kepala
dengan risiko rendah. Nyeri kepala jenis ini tidak membutuhkan pencitraan
neurologis dan umumnya mengarah kepada nyeri kepala primer. Tanda
bahaya yang dimaksud meliputi nyeri kepala yang berkepanjangan atau
progresif; nyeri kepala baru atau yang dirasakan berbeda dari biasanya; nyeri
kepala terberat yang pernah dialami seumur hidup; nyeri kepala yang
langsung terasa berat ketika pertama muncul; adanya gejala sistemik yang
menyertai; kejang; ataupun adanya gejala neurologis. Jika salah satu saja dari
tanda bahaya tersebut muncul, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
baik berupa pencitraan maupun laboratorium untuk mengetahui penyebab
nyeri kepala tersebut.1

Tabel 2.3. Red Flags (Tanda Bahaya) untuk Nyeri Kepala

20
Red Flags Nyeri Kepala
1. Systemic Symptoms
Systemic symptoms (simptom sistemik) yang merupakan tanda bahaya
pada kasus nyeri kepala antara lain: demam, kaku leher, penurunan berat
badan, ruam, menggigil, berkeringat di malam hari. Kemungkinan diagnosis
Apabila kasus nyeri kepala disertai dengan adanya simptom sistemik, maka
nyeri kepala masuk dalam kategori red flags (bendera merah). Hati-hati
mungkin nyeri kepala yang ada bukan nyeri kepala primer. Kemungkinan
diagnosis nyeri kepala yang disertai dengan simptom sistemik bisa
bermacam-macam, antara lain meningoensefa-litis, gangguan vaskuler,
arteritis, atau penyebab sekunder yang lain.10
2. Secondary Headache Risk Factors
Beberapa penyakit seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis,
dan gangguan intra kranial lain dapat mengakibatkan terjadinya nyeri kepala.
Nyeri kepala karena adanya gangguan struktural seperti HIV, kanker,
meningitis, tumor metastasis, dan gangguan intra kranial lain terkategori
dalam nyeri kepala sekunder. Bila didapatkan kasus nyeri kepala pada orang

21
dengan penyakit-penyakit yang berisiko untuk terjadi nyeri kepala maka nyeri
kepala ini masuk dalam (secondary headache risk factors). 10
3. Seizures
Setiap nyeri kepala yang disertai dengan kejang maka dokter wajib
berhati-hati karena terkategori dalam red flags. Kejang bisa diakibatkan oleh
penyakit yang mendasari. Penyakit yang mendasari terjadinya kejang
bermacam-macam, misalnya: tumor, vaskular, trauma kepala, dll. 10
4. Neurologic Symptoms or Abnormal Signs
Simptom neurologis atau tanda abnormal bisa muncul bermacam-
macam. Contoh simptom neurologis atau tanda abnormal adalah:
kebingungan, gangguan kewaspadaan, penurunan kesadaran, atau adanya
tanda-tanda fokal. Apabila didapatkan nyeri kepala dengan simptom
neurologis atau tanda abnormal maka dokter wajib berhati-hati (red flags).
Harus curiga ada sebab yang mendasari terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala
yang disertai dengan simptom neurologis atau tanda abnormal kemungkinan
diagnosisnya adalah diseksi servikal, stroke, SDH, EDH, apopleksi pituitari,
abses, thrombosis vena, tumor, AVM, meningitis karsinomatosa/ infeksiosa,
hipertensi intrakranial. 10
5. Onset
Onset yang harus diwaspadai sebagai tanda bahaya (red flags) adalah:
nyeri kepala yang datang secara tiba-tiba, yang bersifat mendadak, yang baru
pertama kali muncul, atau yang dipicu oleh manuver valsava atau perubahan
posisi. Apabila disertai onset tersebut maka diagnosis yang mungkin adalah:
SAH, AVM, tumor primer, tumor metastasis, SAH, ICH, abses, meningitis,
thrombosis vena, hipertensi intrakranial, dll. Onset dan perjalanan nyeri
kepala dari waktu ke waktu memiliki implikasi diagnostik dan terapeutik.
Nyeri kepala dengan onset cepat berhubungan dengan nyeri kepala klaster,
sindrom SUNCT, dan trigeminal neuralgia. Nyeri kepala dengan onset
mendadak mengarah pada dugaan adanya mekanisme vaskular yang
mendasari seperti perdarahan subarachnoid. Onset nyeri kepala akibat
gangguan oftalmologik dan infeksi juga mendadak. Biasanya, pemeriksaan
fisik dapat membantu dalam membedakan kondisi yang serius. Nyeri kepala

22
lain meskipun onsetnya dahsyat, bisa jadi prognosisnya jinak. Contohnya
adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan aktivitas seksual, batuk, dan
mengejan. 10
6. Older
Usia tua pada kasus nyeri kepala merupakan tanda bahaya (red flags).
Nyeri kepala yang dimulai setelah usia 50 tahun mungkin disebabkan oleh
kondisi serius, seperti: giant cell arteritis, lesi massa, atau penyakit
serebrovaskular. Nyeri kepala atau nyeri wajah pada usia lanjut bisa
diakibatkan oleh obat-obatan, penyakit sistemik, postherpetic neuralgia
(PHN), trigeminal neuralgia, atau gangguan pada kepala, leher, mata, telinga,
atau hidung. Untuk itu, pemeriksaan tambahan dilakukan saat nyeri kepala
muncul pada pasien usia tua baru dengan onset baru, terdapat perubahan pola
nyeri kepala dibandingkan dengan yang sudah ada, atau pemeriksaan fisik
didapatkan kelainan. Pada keadaan ini, MRI kepala dan laju endap darah
diperlukan untuk membantu mengidentifikasi atau mengeksklusi gangguan
struktural dan giant cell arteritis. 10
7. Progression of Headache
Nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif)
merupakan tanda bahaya (red flags). Pemberatan pada nyeri kepala bisa
dilihat dari adanya perubahan frekuensi serangan, tingkat keparahan, atau
gambaran klinis. Perubahan frekuensi nyeri kepala bisa menjadi penyebab
kunjungan ke dokter, misalnya ketika serangan migren meningkat
frekuensinya menjadi nyeri kepala harian atau hampir setiap hari terjadi.
Apabila ada nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif)
maka dokter perlu mencurigai bahwa nyeri kepala yang terjadi bukan nyeri
kepala primer. Nyeri kepala yang terjadi tersebut mungkin disertai kelainan
yang mendasari, seperti: perdarahan sub dural (SDH), tumor, atau Medication
Overuse Headache (MOH). Apabila nyeri kepala progresif terjadi dalam
hitungan minggu atau bulan maka kecurigaan mengarah pada: peningkatan
Tekanan Intra Kranial (TIK), Medication Overuse Headache (MOH), atau
penyakit sistemik. Apabila nyeri kepala progresif terjadi subakut maka
kemungkinan penyebabnya adalah: Idiopathic Intracranial Hypertension

23
(IIH), Sub Dural Hemorrhage (SDH) bilateral, lesi obstruktif midline, atau
sindroma meningitis kronik. 10
8. Positional Change
Nyeri kepala yang memburuk dengan perubahan posisi perlu
diwaspadai (red flags). Perubahan posisi yang memperburuk nyeri kepala
misalnya adalah: berdiri tegak atau berbaring. 10
9. Papil edema
Papil edema merupakan tanda bahaya (red flags). Nyeri kepala yang
disertai dengan adanya papil edema maka perlu dicurigai akan adanya
penyebab sekunder yang mendasari nyeri kepala, misalnya: tumor, IIH,
meningitis, atau ensefalitis. 10
10. Precipitated Factors
Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas seksual,
manuver valsava, atau tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh batuk,
tenaga, aktivitas seksual, maneuver valsava, atau tidur tumor curiga akan
Arterio Venous Malformation (AVM), Sub Arachnoid Hemorrhage (SAH),
atau penyakit vaskuler. Jika pada anamnesis atau pemeriksaan didapatkan red
flags, maka pemeriksaan diagnostik mungkin diperlukan untuk mengeksklusi
penyebab sekunder nyeri kepala. 10

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Neuroimaging. diindikasikan untuk semua pasien yang datang dengan
tanda atau gejala nyeri kepala berbahaya, karena mereka berada pada
peningkatan risiko patologi intrakranial.13
Pungsi Lumbal, berguna untuk mengidentifikasi infeksi, keberadaan sel
darah merah (yang menunjukkan pendarahan), dan sel abnormal yang terkait
dengan beberapa kasus keganasan SSP. Pada orang dewasa dengan dugaan
perdarahan subarachnoid, penting untuk dilakukan pungsi lumbal untuk
memeriksa darah atau xanthochromia. CT scan kepala harus dilakukan
sebelum pungsi lumbal, meskipun hasil neurologis pemeriksaan normal,
karena terdapat risiko herniasi sentral otak bahkan tanpa adanya pemeriksaan
fisik ditemukan adanya perdarahan subaraknoid.13

24
Gambar 2.2. Algoritma Tes Diagnostik Penunjang

Tabel 2.4. Rekomendasi American College of Radiology untuk pencitraan pada


kasus nyeri kepala

2.3.1. Nyeri Kepala Primer


A. Migrain
1. Definisi
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala
primer. Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72
jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang
atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia.2

25
Migren bila tidak diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam dan
yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase prodromal (kurang lebih 25 %
kasus), fase aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri kepala dan fase
postdromal.2

2. Etiologi
Seorang dengan migraine memiliki sistem saraf yang sensitif.
Migraine dapat terjadi ketika terjadi kombinasi berbagai faktor biologis
dan linkungan (trigger factor) melebihi ambang biologis tertentu. Pemicu
dapat berupa stress, ggn pola tidur, kelaparan, berpuasa, dehidrasi, lampu
yang sangat terang, lingkungan dengan suara keras, bau yang menyengat,
mengonsumsi alkohol, makan keju dan faktor pencetus lainnya.3

3. Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya migraine, yaitu
teori vaskular, teori neurovaskular dan neurokimia serta teori cortical
spreading depression (CSD). Pada teori vaskular, vasokontriksi
intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migraine
dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami
konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif
setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah
ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut
jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit
kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin
akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin
akan memperburuk sakit kepala. Teori vaskular berkembang menjadi
teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat
serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP
(Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam

26
anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin,
dan amilin.4
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical
spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron
di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit.
Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola
yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan
vasokonstriksi.5,6
Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino
eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi
depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi. CSD pada episode aura
akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai
terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron
juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi
migraine. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi
pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia
seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan
dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya
menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril
neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.5,6

4. Klasifikasi
Berdasarkan International Headache Classification of Headache
Disorder (ICHD) edisi ke-3, migraine diklasifikasikan menjadi :7
a. Migraine tanpa aura
b. Migraine dengan aura : Migraine dengan aura khas, migraine
dengan basilaris, migraine dengan lumpuh separuh badan, migraine
retina, migraine kronis, migraine dengan komplikasi, status
migraineosus, migraine aura persisten tanpa infark, migraineous
infark. migrainee auto-triggered seizure.
c. Propable migraine
d. Sindroma episodik yang mungkin berhubungan dengan migraine

27
5. Diagnosis2
Anamnesis
Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau
seluruh tanda dan gejala, sebagai berikut:2
a. Nyeri sedang sampai berat, kebanyakan penderita migren
merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala, hanya sedikit
yang merasakan nyeri pada kedua sisi kepala.
b. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk.
c. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik.
d. Saat serangan nyeri kepala penderita tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.
e. Disertai mual dengan atau tanpa muntah.
f. Fotofobia dan atau fonofobia.
g. Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari
karakteristik di bawah ini:
• Sekurangnya satu gejala aura menyebar secara bertahap ≥5
menit, dan/atau dua atau lebih gejala terjadi secara berurutan.
• Masing-masing gejala aura berlangsung antara 5-60 menit
• Setidaknya satu gejala aura unilateral
• Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala
dalam waktu 60 menit.

Faktor Pencetus
a. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau
sebelumnya/ perubahan hormonal.
b. Puasa dan terlambat makan
c. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-
buahan, mengandung MSG
d. Cahaya kilat atau berkelip.
e. Banyak tidur atau kurang tidur
f. Faktor herediter

28
g. Faktor psikologis: cemas, marah, sedih

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas
normal, pemeriksaan neurologis normal. Temuan-temuan yang abnormal
menunjukkan sebab-sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan
diagnostik dan terapi yang berbeda.2

Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
pemeriksaan fisik umum dan neurologis.
Kriteria diagnosis Migren tanpa Aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi
kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4 – 72 jam (tidak
diobati atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara
karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau
penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti
berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-
3 dan transient ischemic attack harus dieksklusi

6. Tatalaksana
A. Terapi abortif migrain:2

29
a. Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid
(OAINS)
b. Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan
jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.
Risiko medication overuse headache (MOH) harus dijelaskan ke
pasien, ketika memulai terapi migrain akut
• Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500 - 1000 mg per 4-6 jam (Level of evidence : A).
b. Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam (A).
c. Parasetamol 500 -1000 mg per 6-8 jam untuk terapi migrain akut
ringan sampai sedang (B).
d. Kalium diklofenak (powder) 50 -100 mg per hari dosis tunggal.
• Antimuntah
a. Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan untuk
mengurangi gejala mual dan muntah dan meningkatkan
pengosongan lambung (B)
b. Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral dan 30mg
rektal.
• Triptan
a. Triptan oral dapat digunakan pada semua migran berat jika
serangan sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan analgesik
sederhana (A).
b. Sumatriptan 30mg, Eletriptan 40-80 mg atau Rizatriptan 10 mg
(A).
• Ergotamin
Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut (A).
B. Terapi profilaksi migrain:2
• Prinsip umum :
o Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
o Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.

30
o Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
o Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
• Beta bloker
o Propanolol 80-240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini pertama
(A).
o Timolol 10-15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45- 200 mg/hari,
dapat sebagai obat profilaksi alternatif (A)
• Antiepilepsi
o Topiramat 25-200 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik dan
kronik (A).
o Asam valproat 400-1000 mg per hari untuk profilaksi migrain
episodik (A).
• Antidepresi
o Amitriptilin 10-75mg, untuk profikasi migrain (B).
• Obat antiinflamasi non steroid
Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari (B)

B. Tension Type Headache (TTH)


1. Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri
kepala tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering
dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan
stres. Nyeri kepala memiliki karakteristik bilateral, rasa menekan atau
mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah
pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia
atau fonofobia.2
Patofisiologi tension type headache (TTH) belum begitu jelas,
tetapi diduga banyak faktor yang berperan. Mekanisme perifer sangat
berperan pada patofisologi Episodik TTH (ETTH), sedangkan
mekanisme sentral berperan dalam kronik TTH (KTTH).2

31
Faktor muskulus (otot) sangat berperan dalam mekanisme perifer.
Pada penderita dengan ETTH maupun KTTH dijumpai peningkatan
ketegangan otot miofsial baik saat nyeri kepala maupun setelah bebas
nyeri kepala.2
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia,
namun sebagian besar pasien adalah dewasa muda yang berusia sekitar
antara 20-40 tahun.2

2. Klasifikasi
Menurut ICHD-3, tension type headache diklasifikasikan sebagai
berikut: 7
1. Episode infrekuensi TTH
2. Episode frekuensi TTH
3. TTH kronis
4. Probable TTH

3. Diagnosis
Berdasarkan ICHD-3, berikut kriteria diagnosis pada TTH: 7
1. Kriteria diagnosis episode infrekuensi TTH
A. Setidaknya terdapat 10 kali serangan nyeri kepala yang rata-
rata terjadi kurang dari 1 hari per bulan (kurang dari 12 hari
per tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik sebagai berikut:
Lokasi bilateral, nyeri seperti ditekan atau tegang (tidak
berdenyut), intensitas nyeri yang ringan atau sedang, tidak
diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Memenuhi 2 kriteria: Tidak mual atau muntah dan tanpa
fotofobia atau fonofobia.
E. Tidak berhubungan dengan penyakit lain.

32
2. Kriteria diagnosis episode frekuensi TTH
A. Setidaknya terdapat 10 kali serangan nyeri kepala yang rata-
rata terjadi 1 sampai 14 hari per bulan selama lebih dari 3
bulan (lebih dari sama dengan 12 dan kurang dari 180 hari
per tahun) dan memenuhi kriteria B-D.
B. Berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik sebagai berikut:
Lokasi bilateral, nyeri seperti ditekan atau tegang (tidak
berdenyut), intensitas nyeri yang ringan atau sedang, tidak
diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Memenuhi 2 kriteria: Tidak lebih dari satu gejala antara lain
fotofobia, fonofobia ataupun mual ringan, anpa mual sedang
hingga berat maupun muntah, dan tidak termasuk dalam
diagnosis lainnya.
3. Kriteria diagnosis TTH kronis
A. Setidaknya terdapat 10 kali serangan nyeri kepala yang rata-
rata terjadi lebih dari 15 hari per bulan selama lebih dari 3
bulan (lebih dari 180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria
B-D.
B. Berlangsung selama 30 menit sampai 7 hari.
C. Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik sebagai berikut:
Lokasi bilateral, nyeri seperti ditekan atau tegang (tidak
berdenyut), intensitas nyeri yang ringan atau sedang, tidak
diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Memenuhi 2 kriteria: Tidak mual atau muntah, tanpa
fotofobia atau fonofobia, tidak berhubungan dengan penyakit
lain.

4. Tatalaksana

33
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu
dengan:2
Analgetik:
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
asam mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100
mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:
1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache.
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan
obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat
memperburuk nyeri kepalanya.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada tension-type headache pilihannya adalah:
1. Kontrol diet
2. Terapi fisik
3. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
4. Behaviour treatment
Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation).

C. Nyeri Kepala Otonom Trigerminal

34
1. Definisi
Sefalgia otonom trigeminal adalah sekelompok sakit kepala yang
diklasifikasikan bersama sebagai serangan nyeri distribusi trigeminal
unilateral, sering dikaitkan dengan fitur otonom kranial ipsilateral.
Sakit kepala ini tidak memiliki ciri-ciri terkait yang terlihat pada
migrain dan sakit kepala tipe tegang dan secara klinis berbeda.11
Sakit kepala cluster, sering disebut sebagai "sakit kepala bunuh
diri" karena intensitas rasa sakitnya, lebih sering terjadi pada pria dan
biasanya bersifat episodik, ditandai dengan "cluster" dari 2 minggu
sampai 3 bulan. Rasa sakitnya sangat parah, dengan 1 sampai 8 episode
per hari, seringkali membangunkan pasien dari tidurnya sesaat setelah
tertidur. Ciri-cirinya distereotipkan dengan serangan nyeri orbita
unilateral berat yang berlangsung 15 menit sampai 3 jam, biasanya
berhubungan dengan gejala otonom ipsilateral (peningkatan lakrimasi,
hidung tersumbat/discharge, Horner parsial) dan menimbulkan
kegelisahan yang khas. Episode klaster cenderung berulang setiap tahun
pada waktu yang hampir sama dalam setahun, meskipun variasi yang
signifikan dilaporkan. Sekitar 20% pasien tidak mengalami remisi lebih
dari 1 bulan dalam satu tahun kalender dan menderita sakit kepala
cluster kronis.11
Sakit kepala neuralgiform unilateral jangka pendek jarang terjadi,
parah, terkunci di samping, nyeri tajam yang sangat singkat yang saat
ini dikategorikan tergantung pada pola fitur otonom terkait: SUNCT
dengan injeksi dan robekan konjungtiva ipsilateral, dan SUNA dengan
fitur tersebut atau rhinorrhea dan hidung tersumbat.11
Paroxysmal hemicrania adalah gangguan sakit kepala parah yang
jarang terjadi yang ditandai dengan serangan sakit kepala orbitofrontal
side-locked yang sering dan singkat dengan fitur otonom ipsilateral.
Serangan, biasanya dengan durasi beberapa menit, dapat muncul
dengan latar belakang sakit kepala ringan kronis pada sepertiga pasien.
Hemikranias paroksismal kronis dan episodik dijelaskan, dan bentuk
kronis lebih sering terjadi pada wanita.11

35
Hemicrania continua adalah sakit kepala persisten, lateral,
sidelocked yang terkait dengan fitur otonom ipsilateral. Baik
hemicranias continua dan hemicranias paroxysmal berbagi respon
dramatis terhadap dosis terapeutik indometasin dan sebaliknya biasanya
merespon buruk terhadap perawatan lain.11

2. Etiologi
Diduga berkaitan dengan neurovaskular, ritme sirkadian,
Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh
darah sekitar, Pembengkakan atau vasodilatasi dinding arteri carotis
interna dan peningkatan aktivitas sistem otonom parasimpatis,
pelepasan histamin, Penurunan kadar oksigen, panas, stres, alkohol dan
genetik.9

3. Klasifikasi
Tabel 2.5. Klasifikasi Cephalgia Otonomik Trigerminal

4. Diagnosis
Anamnesis2

36
• Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita,
supraorbita, temporal atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut,
berlangsung 15–180 menit dan terjadi dengan frekuensi dari sekali
tiap dua hari sampai 8 kali sehari.
• Serangan-serangannya disertai satu atau lebih sebagai berikut,
semuanya ipsilateral: injeksi konjungtival, lakrimasi, kongesti nasal,
rhinorrhoea, berkeringat di kening dan wajah, miosis, ptosis, edema
palpebra. Selama serangan sebagian besar pasien gelisah atau agitasi.

Pemeriksaan Fisik2
• Pemeriksaan Fisik Umum dan Tanda Vital
• Penilaian skala nyeri
• Pemeriksaan Neurologi
• Fokus: kesadaran, saraf kranialis, motorik, sensorik, otot-otot
perikranial

Kriteria Diagnosis2
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria b-
d.
b. Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang
berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.
c. Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
• Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
• Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
• Edema palpebra ipsilateral
• Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral
• Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
• Gelisah atau agitasi
• Frekuensi serangan 1-8 kali/hari
d. Tidak berhubungan dengan kelainan lain
Catatan;
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik:

37
1. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala
klaster.
2. Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan
dipisahkan oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis:
A. Serangan-serangan yang memenuhi kriteria A-E untuk nyeri kepala
klaster.
B. Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau
dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan.

5. Tatalaksana2
Terapi Akut :
• Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit
selama 15 menit (level of evidence A)
• Dihidroergotamin (DHE ) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri
dalam 10 menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama.
• Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri dalam
waktu 5-15 menit; dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi:
penyakit jantung iskemik, hipertensi tidak terkontrol. Sumatriptan
nasal spray 20 mg (kurang efektif dibanding subkutan). Efek
samping: pusing, letih, parestesia, kelemahan di muka. (A)
• Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral. (B)
• Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%. (B)
• Indometasin (rectal suppositoria).
• Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka
lama.
• Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%.
• Gabapentin atau Topiramat.

Supresi Periodik Klaster

38
• Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari  reduksi dosis dengan
interval tiap 3 hari  tappering off dalam 11 hari  jika nyeri kepala
klaster muncul lagi  stabilisasi dosis.
• Ergotamine tartrate tab 1 mg  dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum
prediksi serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)
• Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m.  2 kali/hari ½–1 jam sebelum
prediksi serangan
• Capsaicin
o Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril  sensasi burning &
rhinorrhoea  diulang tiap hari untuk 5 hari  serangan nyeri kepala
klaster: reduksi 67%.
o Perlu evaluasi lanjut
• Methysergide
1. Aman bila durasi periode klaster < 3 bulan
2. Efek samping: fibrosis
3. Dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari
• Chlorpromazine: 75–700 mg/hari

Farmakologi Profilaksis
• Verapamil (pilihan pertama) 120–160 mg t.i.d-q.i.d, selain itu bisa
juga dengan Nimodipin 240 mg/hari atau Nifedipin 40-120 mg/hari (A).
• Steroid (80–90% efektif untuk prevensi serangan), tidak boleh
diberikan dalam waktu lama. 50–75 mg setiap pagi dikurangi 10% pada
hari ketiga (A).
• Lithium 300–1500 mg/hari (rata-rata 600–900 mg). (Level B)
• Methysergide 4–10 mg/hari. ( Level B)
• Divalproat Sodium. (Level B)
• Neuroleptik (Chlorpromazine).
• Clonidin transdermal atau oral.
• Ergotamin tartrat 2 mg 2–3 kali per hari, 2 mg oral atau 1 mg rektal 2
jam sebelum serangan terutama malam hari., dihydroergotamin,
sumatriptan atau triptan lainnya. (Level B)

39
• Indometasin 150 mg/hari.
Catatan:
− Terapi pilihan pertama: prednison 60–80 mg/hari (selama 7–14 hari)
dan verapamil 240 mg/hari. Jika gagal: Methysergide 2 mg t.i.d (1–2
bulan) jangan diberikan dengan obat lain, kecuali hydrocodon bitartrat
(Vicodin).
− Jika tidak efektif:
o Lithium atau asam valproat atau keduanya dapat dipakai bersama
dengan verapamil.
o Untuk pasien yang dirawat inap karena nyeri kepala klaster
intractable: dihidroergotamin i.v. setiap 8 jam, juga diberikan sedatif.

Pengobatan bedah untuk nyeri kepala klaster kronis


Jika pengobatan konservatif dan preventif gagal, bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan “histamine desensitization” atau tindakan operasi.
Indikasi operasi:
1. Nyeri kepala tipe kronis tanpa remisi nyeri selama satu tahun.
2. Terbatas nyeri unilateral.
3. Stabil secara fisiologik, sehat secara mental dan medik.

D. Nyeri Kepala Primer Lainnya7


1. Sakit kepala primer yang berhubungan dengan aktivitas seksual
A. Setidaknya dua episode nyeri di kepala dan/atau leher yang
memenuhi kriteria B-D
B. Dibawa oleh dan terjadi hanya selama aktivitas seksual
C. Salah satu atau kedua hal berikut:
1. meningkat intensitasnya dengan meningkatnya gairah seksual
2. intensitas ledakan tiba-tiba sebelum atau dengan orgasme
D. Berlangsung dari 1 menit hingga 24 jam dengan intensitas berat
dan/atau hingga 72 jam dengan intensitas ringan
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

40
2. Sakit kepala akibat menelan atau menghirup stimulus dingin
A. Setidaknya dua episode sakit kepala frontal atau temporal akut
yang memenuhi kriteria B dan C
B. Dibawa oleh dan terjadi segera setelah rangsangan dingin ke
langit-langit mulut dan/atau dinding faring posterior dari
menelan makanan atau minuman dingin atau menghirup udara
dingin
C. Menyelesaikan dalam 10 menit setelah penghilangan rangsangan
dingin
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

3. Sakit kepala menusuk primer


A. Sakit kepala yang terjadi secara spontan sebagai tusukan tunggal
atau rangkaian tusukan dan memenuhi kriteria B dan C
B. Setiap tikaman berlangsung hingga beberapa detik
C. Tusukan berulang dengan frekuensi tidak teratur, dari satu sampai
banyak per hari
D. Tidak ada gejala otonom kranial
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

4. Sakit kepala nummular


A. Nyeri kepala terus menerus atau intermiten yang memenuhi
kriteria B
B. Terasa secara eksklusif di area kulit kepala, dengan keempat
karakteristik berikut ini:
1. berkontur tajam
2. tetap dalam ukuran dan bentuk
3. bulat atau elips
4. Diameter 1-6 cm
C. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

5. Sakit kepala hipnik

41
A. Serangan nyeri kepala berulang yang memenuhi kriteria BD
B. Berkembang hanya selama tidur, dan menyebabkan terbangun
C. Terjadi pada ≥10 hari/bulan selama >3 bulan
D. Berlangsung dari 15 menit hingga 4 jam setelah bangun tidur
E. Tidak ada gejala otonom kranial atau kegelisahan
F. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

6. Sakit kepala persisten harian baru (NDPH)


A. Sakit kepala persisten yang memenuhi kriteria B dan C
B. Onset yang jelas dan dapat diingat dengan jelas, dengan rasa sakit
yang terus menerus dan tak henti-hentinya dalam 24 jam
C. Hadir selama >3 bulan
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

2.3.2. Nyeri Kepala Sekunder


A. Definisi
Nyeri kepala sekunder merupakan kondisi yang diakibatkan oleh
penyebab lain, seperti trauma kepala dan leher, gangguan vaskularisasi
kranial dan servikal, gangguan intrakranial non-vaskular, penggunaan obat
maupun putus obat, infeksi, gangguan homeostasis, ataupun gangguan
psikiatrik. Nyeri kepala ini dapat disebabkan oleh gangguan di tengkorak,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, ataupun struktur wajah dan
kranial lainnya.1,10

B. Diagnosis
Nyeri kepala yang baru terjadi setelah terdiagnosis penyakit lain
yang dapat menyebabkan nyeri kepala, akan didiagnosis sekunder dari
penyakit tersebut, walaupun karakteristiknya mirip dengan nyerI kepala
primer. Hal ini ini termasuk pada nyeri kepala yang sudah pernah muncul
sebelumnya namun menjadi kronik atau memberat secara bermakna
(frekuensi dan intensitas meningkat hingga dua kali lipat) pada waktu yang

42
berdekatan dengan suatu penyakit, maka harus dicurigai sebagai nyeri
kepala primer dan sekunder.8
Kriteria diagnostik umum untuk nyeri kepala sekunder berdasarkan
International Classification of Headache Disorders (ICHD)-3 yang
diterbitkan oleh International Headache Society (IHS) tahun 2018 adalah:8
A. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria C ,
B. Terdiagnosis penyakit lain yang terbukti dapat menyebabkan
nyeri kepala
C. Bukti penyebab ditunjukkan dari sedikitnya 2 dari di bawah ini:
1. Nyeri kepala terjadi setelah awitan penyakit penyebab yang
diduga
2. Terdapat salah satu atau keduanya dari:
a) Nyeri kepala memberat secara bermakna bersamaan
dengan perburukan penyakit penyebab
b) Nyeri kepala membaik secara bermakna bersamaan dengan
perbaikan penyakit penyebab
3. Karakteristik nyeri kepala tipikal dengan penyakit penyebab
4. Terdapat bukti lain untuk penyakit penyebab
D. Tidak termasuk ke dalam diagnosis ICHD-3 lainnya

Jenis nyeri kepala yang termasuk nyeri kepala sekunder berdasarkan


ICHD-3 adalah:8
1. Nyeri kepala yang berhubungan dengan trauma atau cedera kepala
dan/atau leher
2. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penyakit kranial dan/atau
servikal
3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penyakit intrakranial
nonvaskular
4, Nyeri kepala yang berhubungan dengan dengan penggunaan suatu
substansi atau putus obat
5. Nyeri kepala yang berhubungan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berhubungan dengan gangguan homeostasis

43
7. Nyerikepala atau wajah yang berhubungan dengan penyakit
kranium, leher, mata, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
wajah atau servikal lainnya
8. Nyeri kepala yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan

Pengenalan tanda bahaya nyeri kepala akan menentukan urgensi


pemeriksaan lanjutan (pencitraan otak, analisis cairan otak, atau
pemeriksaan darah) pada pasien dengan keluhan nyeri kepala. Tanda
bahaya ini berbeda antara orang dewasa dan anak-anak.8
Terdapat skrining adanya tanda bahaya (red flag) pada nyeri kepala
sekunder yang disebut SNNOOP10 (Systemic symptoms/signs and disease,
neurologic symptoms or signs, onset sudden or onset after the oge of 40
years, and change of headache pattern) yang dibuat pada tahun 2003 serta
sudah direvisi hingga ke-10 pada tahun 2018.8

Tabel 2.6. Daftar Tanda Bahaya SNOOP10

44
Tabel 2.7. Tanda Bahya Pada Evaluasi Pasien dengan Nyeri Kepala

45
Tanda Bahaya Diagnosis Banding Rencana Pemeriksaan
Nyeri kepala setelah usia Arteritis temporal, lesi Laju endap darah,
50 tahun massa pencitraan
Nyeri kepala awitan Perdarahan subaraknoid, Pungsi Iumbal,
mendadak malformasi arteri vena, pencitraan apopleksi
lesi massa (terutama pituitari
fossa posterior)
Nyeri kepala progresif Lesi massa, subdural Pencitraan, skrining obat
bertambah berat hematoma, medication
overuse
Nyeri kepala dengan Meningitis, ensefalitis, Tes darah, pungsi lumbal,
penyakit sistemik infeksi sistemik, Lyme pencitraan
(demam, kaku kuduk, disease
ruam kulit)
Defisit neurologis fokal Lesi massa, stroke, Pencitraan, evaluasi
(selain aura tipikal) penyakit vaskular kolagen vaskular
kolagen (misalnya
anterior
pituitary-like/APL)
Edema papil Lesi massa, pseudotumor, Pencitraan, pungsi lumbal
meningitis

Kriteria Diagnosis7
1. Sakit kepala akibat trauma atau cedera pada kepala dan/atau leher
Sakit kepala terus-menerus yang disebabkan oleh cedera traumatis
di kepala
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria C dan D
B. Cedera traumatis pada kepala telah terjadi
C. Sakit kepala dilaporkan berkembang dalam 7 hari setelah salah satu
dari berikut ini:
1. cedera kepala
2. sadar kembali setelah cedera di kepala

46
3. penghentian pengobatan yang mengganggu kemampuan untuk
merasakan atau melaporkan sakit kepala setelah cedera di kepala
D. Sakit kepala menetap selama >3 bulan setelah onsetnya
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.
Sakit kepala persisten yang disebabkan oleh cedera traumatik
sedang atau berat di kepala
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria sakit kepala persisten yang
disebabkan oleh cedera traumatis di kepala Cedera pada kepala yang
berhubungan dengan setidaknya salah satu dari berikut ini:
1. kehilangan kesadaran selama >30 menit
2. Skor Glasgow Coma Scale (GCS) <13
3. amnesia pasca trauma berlangsung >24 jam
4. perubahan tingkat kesadaran selama >24 jam
5. bukti pencitraan dari cedera kepala traumatis seperti patah tulang
tengkorak, perdarahan intrakranial dan/atau memar otak.
Sakit kepala persisten yang disebabkan oleh whiplash
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria C dan D
B. Whiplash, terkait dengan nyeri leher dan/atau sakit kepala, telah
terjadi
C. Sakit kepala berkembang dalam 7 hari setelah whiplash
D. Sakit kepala menetap selama >3 bulan setelah onsetnya
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

2. Sakit kepala yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah


kranial dan/atau servikal
Sakit kepala yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non-
traumatik
Sakit kepala akut akibat perdarahan subaraknoid non- trauma
(SAH)
A. Sakit kepala baru yang memenuhi kriteria C dan D
B. SAH dengan tidak adanya trauma kepala telah didiagnosis

47
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh setidaknya dua dari berikut
ini:
1. Sakit kepala berkembang dalam hubungan waktu yang dekat
dengan gejala lain dan/atau tanda klinis SAH, atau mengarah ke
diagnosis SAH
2. sakit kepala membaik secara signifikan bersamaan dengan
stabilisasi atau perbaikan gejala lain atau tanda klinis atau
radiologis SAH
3. sakit kepala tiba-tiba atau seperti petir
D. Salah satu dari berikut ini:
1. sakit kepala sembuh dalam 3 bulan
2. sakit kepala belum sembuh tapi belum 3 bulan berlalu
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

3. Sakit kepala akibat arteritis


Sakit kepala akibat giant cell arteritis (GCA)
A. Sakit kepala baru yang memenuhi kriteria C
B. GCA telah didiagnosis
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh setidaknya dua dari
berikut ini:
1. sakit kepala telah berkembang dalam hubungan temporal yang
dekat
dengan gejala lain dan/atau tanda klinis atau biologis dari
timbulnya GCA, atau telah mengarah pada diagnosis GCA
2. salah satu atau kedua hal berikut:
a) sakit kepala secara signifikan memburuk secara
paralel dengan memburuknya GCA
b) sakit kepala telah membaik atau hilang secara signifikan
dalam 3 hari setelah pengobatan steroid dosis tinggi
3. sakit kepala berhubungan dengan nyeri kulit kepala dan/
atau klaudikasio rahang
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

48
4. Sakit kepala yang disebabkan oleh kelainan arteri karotis atau
vertebra servikal
Sakit kepala akut atau nyeri wajah atau leher yang disebabkan
oleh diseksi arteri servikal
A. Sakit kepala baru dan/atau nyeri wajah atau leher yang memenuhi
kriteria C dan D
B. Diseksi karotis atau vertebra serviks telah didiagnosis
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh setidaknya dua dari
berikut ini:
1. rasa sakit telah berkembang dalam hubungan temporal yang
dekat dengan tanda-tanda lokal lain dari diseksi arteri serviks, atau
mengarah pada diagnosisnya
2. salah satu atau kedua hal berikut:
a) rasa sakit secara signifikan memburuk secara paralel dengan
tanda-tanda lain dari diseksi arteri serviks
b) nyeri telah membaik atau hilang secara signifikan dalam
waktu 1 bulan sejak onsetnya
3. salah satu atau kedua hal berikut:
a) nyeri hebat dan terus menerus selama berhari-hari atau lebih
b) nyeri mendahului tanda-tanda retina akut dan/atau
iskemia serebral
4. nyeri bersifat unilateral dan ipsilateral terhadap arteri servikal
yang terkena
D. Salah satu dari berikut ini:
1. sakit kepala sembuh dalam 3 bulan
2. sakit kepala belum sembuh tapi belum 3 bulan berlalu
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.
5. Sakit kepala akibat kelainan vena kranial
Sakit kepala akibat trombosis vena serebral (CVT)
A. Sakit kepala baru yang memenuhi kriteria C
B. CVT telah didiagnosis

49
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh kedua hal berikut:
1. sakit kepala telah berkembang dalam hubungan waktu yang dekat
dengan gejala lain dan/atau tanda klinis CVT, atau
mengarah pada penemuan CVT
2. salah satu atau kedua hal berikut:
a) sakit kepala secara signifikan memburuk secara paralel dengan
tanda-tanda klinis atau radiologis perpanjangan CVT
b) sakit kepala telah membaik atau teratasi secara signifikan
setelah perbaikan CVT
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

6. Sakit kepala akibat gangguan arteri intrakranial akut lainnya


Sakit kepala akut yang dikaitkan dengan sindrom vasokonstriksi
serebral reversibel (RCVS)
A. Sakit kepala baru yang memenuhi kriteria C
B. RCVS telah didiagnosis
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh salah satu atau kedua hal
berikut:
1. sakit kepala, dengan atau tanpa defisit fokal dan/atau kejang,
telah menyebabkan angiografi (dengan tampilan “string dan
manik-manik”) dan diagnosis RCVS
2. sakit kepala memiliki satu atau lebih ciri-ciri
berikut:
a) serangan petir
b) dipicu oleh aktivitas seksual, aktivitas, manuver Valsava, emosi,
mandi dan/atau mandi
c) ada atau berulang selama ≤1 bulan setelah onset, tanpa sakit
kepala baru yang signifikan setelahnya > 1 bulan
D. Salah satu dari berikut ini:
1. Sakit kepala sembuh dalam waktu 3 bulan sejak onset
2.sakit kepala belum sembuh tapi 3 bulan dari onset belum juga
lewat

50
E. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

7. Sakit kepala yang disebabkan oleh gangguan intrakranial non-


vaskular
Sakit kepala akibat peningkatan tekanan cairan serebrospinal
(CSF).
A. Sakit kepala baru, atau sakit kepala yang sudah ada sebelumnya
memburuk secara signifikan, memenuhi kriteria C
B. Hipertensi intrakranial telah didiagnosis, dengan kedua hal
berikut:
1. Tekanan CSF melebihi 250 mm CSF (atau 280 mm CSF pada
anak obesitas)
2. komposisi CSF normal
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh setidaknya dua dari
berikut ini:
Sakit kepala yang disebabkan oleh hipertensi intrakranial
idiopatik (IIH)
A. Sakit kepala baru, atau sakit kepala yang sudah ada sebelumnya
memburuk secara signifikan, memenuhi kriteria C
B. Kedua hal berikut:
1. IIH telah didiagnosis
2. Tekanan CSF melebihi 250 mm CSF (atau 280 mm CSF pada
anak obesitas)
C. Salah satu atau kedua hal berikut:
1. sakit kepala telah berkembang atau memburuk secara signifikan
dalam hubungan temporal dengan IIH, atau menyebabkan
penemuannya
2. sakit kepala disertai salah satu atau kedua hal berikut:
a) tinitus pulsatil
b) edema papil
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

51
Sakit kepala akibat tekanan cairan serebrospinal (CSF) yang
rendah
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria C
B. Salah satu atau kedua hal berikut:
1. tekanan CSF rendah (<60 mm CSF)
2. bukti kebocoran CSF pada pencitraan
C. Sakit kepala telah berkembang dalam hubungan sementara dengan
tekanan CSF yang rendah atau kebocoran CSF, atau menyebabkan
penemuannya
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.
Sakit kepala pasca pungsi dural
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria 7.2Sakit kepala disebabkan
oleh
tekanan CSF yang rendah, dan kriteria C di bawah ini
B. Pungsi dural telah dilakukan
C. Sakit kepala berkembang dalam 5 hari setelah pungsi dura
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.
Sakit kepala akibat hipotensi intrakranial spontan
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria Sakit kepala disebabkan oleh
tekanan CSF yang rendah, dan kriteria C di bawah ini
B. Tidak adanya prosedur atau trauma yang diketahui dapat
menyebabkan kebocoran CSF
C. Sakit kepala telah berkembang dalam hubungan sementara dengan
terjadinya tekanan CSF rendah atau kebocoran CSF, atau telah
mengarah pada penemuannya
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

8. Sakit kepala yang dikaitkan dengan suatu zat atau penarikannya


Sakit kepala yang dikaitkan dengan penggunaan atau paparan
suatu zat
Sakit kepala akibat karbon monoksida (CO).
A. Sakit kepala bilateral yang memenuhi kriteria C

52
B. Paparan CO telah terjadi
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh semua hal berikut:
1. sakit kepala telah berkembang dalam 12 jam setelah terpapar CO
2. Intensitas sakit kepala bervariasi dengan tingkat keparahan
keracunan CO
3. sakit kepala telah hilang dalam 72 jam setelah eliminasi CO
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.
Sakit kepala akibat alkohol tertunda
A. Sakit kepala yang memenuhi kriteria C
B. Alkohol telah tertelan
C. Bukti penyebab yang ditunjukkan oleh semua hal berikut:
1. sakit kepala telah berkembang dalam 5-12 jam setelah konsumsi
alkohol
2. Sakit kepala sembuh dalam 72 jam setelah onset
3. sakit kepala memiliki setidaknya satu dari tiga karakteristik
berikut:
a) bilateral
b) kualitas berdenyut
c) diperparah oleh aktivitas fisik
D. Tidak lebih baik diterangkan oleh diagnosis ICHD-3 lainnya.

D. Tatalaksana
Setelah mengetahui penyakit organik yang mendasari nyeri kepala,
tatalaksana selanjutnya diberikan sesuai etiologi nya.8 Respon bebas nyeri
pada fase akut dapat dicapai dengan menggunakan triptan,
dihidroergotamin, atau OAINS dengan dosis optimal di awal serangan
(dalam 30 menit pertama). Kortikosteroid oral dapat digunakan, baik dengan
prednison dosis awal 60 mg/ hari atau deksametason 4 mg/ hari sampai 12
mg/ hari, dengan penurunan dosis bertahap selama 3-7 hari. Triptan atau
dihidroergotamin juga dapat digunakan sebagai terapi transisi. farmakologis
abortif dan preventif. Pemilihan obat preventif dilakukan berdasarkan
efikasinya, preferensi dan tipe nyeri kepala pasien, efek samping obat, dan

53
penyakit komorbid yang menyertai. Obat preventif yang umum digunakan
adalah golongan alfa-agonis, antikonvulsan, antidepresan, SSRI, beta-
bloker, antagonis kanal kalsium.1

2.3.3. Medication Overuse Headache (MOH)


A. Definisi
Menurut International Classification of Headache Disorders–3 beta
terbaru, MOH pada dasarnya didefinisikan sebagai nyeri kepala selama 15
hari atau lebih per bulan yang dianggap sebagai konsekuensi dari
penggunaan obat nyeri kepala yang terlalu sering digunakan pada pasien
dengan nyeri kepala yang sudah ada sebelumnya. Klasifikasi tidak termasuk
jumlah unit obat atau dosis yang digunakan, tetapi jumlah hari per bulan
obat diminum.12
Definisi MOH yang lebih spesifik adalah nyeri kepala yang terjadi
pada ≥15 hari per bulan sebagai akibat dari terlalu sering menggunakan obat
nyeri kepala akut atau simtomatik (≥10 hari per bulan untuk triptan,
ergotamin, atau opioid; ≥15 hari per bulan untuk analgesik sederhana atau
kombinasi) selama lebih dari 3 bulan. Biasanya, tetapi tidak selalu,
diselesaikan setelah penggunaan yang berlebihan dihentikan.12

B. Epidemiologi
Medication Overuse Headache merupakan masalah umum kesehatan
global dengan prevalensi pada populasi dewasa dari berbagai negara mulai
dari 0,5% hingga 7,6%. Penelitian di Skandinavia melaporkan prevalensi
MOH 1% hingga 2%, mewakili sekitar 50% dari semua pasien dengan nyeri
kepala harian kronis ([CDH]), nyeri kepala terjadi pada 15 hari atau lebih
per bulan selama lebih dari 3 bulan). Di Singapura, survei praktik umum
pasien dan dokter yang hadir dalam pengaturan perawatan primer
menemukan bahwa 22,6% populasi pasien melaporkan minum obat nyeri
akut untuk nyeri kepala setidaknya 4 hari per minggu. Namun, dokter hanya
mengidentifikasi hal ini pada 5,3% dari populasi penelitian, menunjukkan
bahwa dokter tidak mengenali sebagian besar pasien yang berisiko MOH.12

54
C. Obat-obatan yang Berhubungan dengan MOH
Penggunaan obat berlebihan ditemukan menjadi faktor risiko penting
untuk kronifikasi nyeri kepala primer. Berikut yang obat dikaitkan dengan
MOH: analgesik sederhana (asetaminofen, dan asam asetilsalisilat (ASA)
yang lebih jarang) dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), kafein,
opioid, analgesik kombinasi, ergotamin, triptan dan barbiturat (terutama di
AS dan Kanada). Risiko dari terendah ke tertinggi adalah: triptan /
ergotamin, agen analgesik tunggal (NSAID, asetaminofen), dan analgesik
kombinasi yang mengandung opiat atau barbiturat. Risiko terendah untuk
triptan (risiko relatif (RR) 0,65) dan ergotamin (RR 0,41) dibandingkan
dengan analgesik gabungan. Triptan dan obat yang mengandung ergotamin
ditemukan lebih baik bila dibandingkan dengan opioid. Ini sejalan dengan
Bigal et al. yang melaporkan bahwa orang yang menggunakan obat yang
mengandung barbiturat atau opiat memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi
untuk mengalami nyeri kepala kronis daripada pasien yang menggunakan
analgesik tunggal atau triptan. Penggunaan opioid dan triptan secara kronis
telah terbukti meningkatkan kadar Calsitonin Gen Related Peptide (CGRP)
yang terlibat dalam inflamasi neurogenik dan nyeri kepala.12

D. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis MOH sesuai ICHD-3:8
1. Nyeri kepala terjadi ≥15 hari per bulan pada pasien dengan
riwayat nyeri kepala sebelumnya
2. Penggunaan obat nyeri kepala akut dan/atau simtomatik secara
berlebihan selama >3 bulan
3. Tidak ada diagnosis ICHD-3 lainnya yang lebih sesuai

Tabel 2.8. Subklasifikasi MOH

55
E. Tatalaksana
Saat ini belum terdapat konsensus/pedoman khusus mengenai tata
laksana MOH. Gejala klinis sebagian besar pasien (50-70%) setelah
dilakukan terapi putus obat/withdrawal therapy. Penurunan dan penyesuaian
dosis/tapering off direkomendasikan untuk jenis benzodiazepin, opioid dan
barbiturat selama 2-4 minggu, selain jenis obat tersebut dapat dilakukan
terapi putus obat secara langsung. Pemberian terapi untuk nyeri kepala akut
dan terapi preventif tetap dapat diberikan bersamaan terapi putus obat,
karena adanya kemungkinan pasien akan mengalami gejala putus obat.
Terapi pasien dapat dilanjutkan dengan mengganti jenis analgesik lain dan
juga edukasi yang tepat untuk menghindari kekambuhan MOH.8
Beberapa pasien merasakan gejala putus obat selama 2-10 hari (rata-
rata 3,5 hari). Gejala yang dialami dapat berupa nyeri kepala yang semakin
lama semakin memberat, disertai mual, muntah, hipotensi, takikardia,
gangguan tidur, dan ansietas. Metode pemutusan obat berbeda-beda untuk
setiap individu. Durasi dan keparahan gejala juga tergantung pada jenis
analgesik yang digunakan. Secara keseluruhan gejala penarikan triptan lebih
ringan daripada jenis obat lainnya. Terapi gejala putus obat dapat diberikan
obat anti nyeri, steroid, dan obat-obatan simptomatik lainnya.8

56
Terapi gejala putus obat:
1. Naproksen 500 mg dapat diberikan 2 kali sehari.
2. Prednison 100 mg/hari pada hari pertama, dilanjutkan tapering off 20
mg pada hari
3. Dihidroergotamin (DHE) 1-2 mg dapat diberikan 3 kali sehari secara
intravena. Berikutnya

BAB III
ANALISA KASUS

57
Pasien dirawat di bangsal Saraf RS Muhammadiyah Palembang karena
nyeri kepala yang memberat sejak 1 bulan yang lalu. Menurut teori, nyeri kepala
adalah nyeri yang dirasakan di bagian kepala atau disebut juga sefalgia.
Berdasarkan gambaran anatomi, nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di atas
garis orbito- meatal dan belakang kepala, tidak termasuk nyeri di area orofasial,
seperti hidung, sinus, rahang, sendi temporomandibular, dan telinga. Nyeri kepala
secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Disebut nyeri kepala primer apabila tidak ditemukan adanya kerusakan
struktural maupun metabolik yang mendasari nyeri kepala. Disebut nyeri kepala
sekunder apabila nyeri kepala didasari oleh adanya kerusakan struktural atau
sistemik.
Nyeri kepala dirasakan dari depan hingga bagian belakang kepala. Nyeri
dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Nyeri tidak
menjalar ke bagian tubuh yang lain. Nyeri diperberat dengan aktivitas, dan tidak
berkurang dengan istirahat. Nyeri disertai keluhan mual, silau melihat cahaya dan
keluar air mata. Terkadang juga disertai pusing berputar, tidak dipengaruhi
dengan perubahan posisi. Intensitas nyeri jika digambarkan dari skor 1-10 adalah
7. Menurut teori, diagnosis nyeri kepala dimulai dari membedakan nyeri kepala
sekunder, terutama nyeri kepala yang berbahaya (mengancam jiwa). Selanjutnya,
nyeri kepala primer, termasuk migrain, harus didiagnosis. Penting untuk
mengenali kombinasi gejala yang relevan yang dapat menentukan nyeri kepala
primer umum atau nyeri kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan serta
mengenali tanda red flag yang menunjukkan kemungkinan penyebab nyeri kepala
sekunder dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

Berdasarkan teori, tanda red flag yang menunjukkan kemungkinan


penyebab nyeri kepala sekunder dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

58
Sebagian besar pasien dengan nyeri kepala pada pemeriksaan fisiknya
ditemukan normal. Hanya sebagian kecil saja yang tidak normal. Apabila
ditemukan ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri kepala,
maka hal ini merupakan tanda bahaya (red flags). Adanya tanda bahaya (red
flags) mewajibkan dokter melakukan tindakan lebih lanjut. Apabila dokter
umum menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan selanjutnya adalah
segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila dokter neurolog yang menemukan
tanda bahaya (red flags), maka tindakan selanjutnya adalah segera melakukan
pemeriksaan penunjang dan memberi terapi sesuai dengan diagnosis yang telah
ditetapkan. Berikut red flags dari nyeri kepala:

Pada kasus ditemukan red flagsantara lain terdapat progresifitas dari nyeri
kepala penderita. Penderita awalnya mengalami keluhan 1 tahun yang lalu dan
saat ini keluhan memberat. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan
hemiparese dextra tipe spastik. Berikut merupakan red flags nyeri kepala dan
diagnosis banding penyebab nya:
Tanda Bahaya Diagnosis Banding
Nyeri kepala setelah usia 50 tahun Arteritis temporal, lesi massa

59
Nyeri kepala awitan mendadak Perdarahan subaraknoid, malformasi
arteri vena, lesi massa (terutama fossa
posterior)
Nyeri kepala progresif bertambah Lesi massa, subdural hematoma,
berat medication overuse
Nyeri kepala dengan penyakit Meningitis, ensefalitis, infeksi
sistemik (demam, kaku kuduk, sistemik, Lyme disease
ruam kulit)
Defisit neurologis fokal (selain Lesi massa, stroke, penyakit vaskular
aura tipikal) kolagen (misalnya anterior pituitary-
like/APL)
Edema papil Lesi massa, pseudotumor, meningitis

Berdasarkan teori, nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat


(progresif) merupakan tanda bahaya (red flags). Pemberatan pada nyeri kepala
bisa dilihat dari adanya perubahan frekuensi serangan, tingkat keparahan, atau
gambaran klinis. Apabila ada nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat
(progresif) maka dokter perlu mencurigai bahwa nyeri kepala yang terjadi bukan
nyeri kepala primer. Nyeri kepala yang terjadi tersebut mungkin disertai kelainan
yang mendasari, seperti: perdarahan sub dural (SDH), tumor, atau Medication
Overuse Headache (MOH). Apabila nyeri kepala progresif terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan maka kecurigaan mengarah pada: peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK), Medication Overuse Headache (MOH), atau penyakit sistemik.
Apabila nyeri kepala progresif terjadi subakut maka kemungkinan penyebabnya
adalah: Idiopathic Intracranial Hypertension (IIH), Sub Dural Hemorrhage (SDH)
bilateral, lesi obstruktif midline, atau sindroma meningitis kronik.
Berdasarkan teori, simptom neurologis atau tanda abnormal bisa muncul
bermacam-macam. Contoh simptom neurologis atau tanda abnormal adalah:
kebingungan, gangguan kewaspadaan, penurunan kesadaran, atau adanya tanda-
tanda fokal. Apabila didapatkan nyeri kepala dengan simptom neurologis atau
tanda abnormal maka dokter wajib berhati-hati (red flags). Harus curiga ada sebab
yang mendasari terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang disertai dengan

60
simptom neurologis atau tanda abnormal kemungkinan diagnosisnya adalah
diseksi servikal, stroke, SDH, EDH, apopleksi pituitari, abses, thrombosis vena,
tumor, AVM, meningitis karsinomatosa/ infeksiosa, hipertensi intrakranial.
Sehingga kemungkinan jenis nyeri kepala pada kasus yaitu nyeri kepala
sekunder. Kriteria diagnostik umum untuk nyeri kepala sekunder berdasarkan
International Classification of Headache Disorders (ICHD)-3:
A. Nyeri kepala yang memenuhi kriteria C ,
B. Terdiagnosis penyakit lain yang terbukti dapat menyebabkan
nyeri kepala
C. Bukti penyebab ditunjukkan dari sedikitnya 2 dari di bawah ini:
1. Nyeri kepala terjadi setelah awitan penyakit penyebab yang
diduga
2. Terdapat salah satu atau keduanya dari:
a) Nyeri kepala memberat secara bermakna bersamaan
dengan perburukan penyakit penyebab
b) Nyeri kepala membaik secara bermakna bersamaan dengan
perbaikan penyakit penyebab
3. Karakteristik nyeri kepala tipikal dengan penyakit penyebab
4. Terdapat bukti lain untuk penyakit penyebab

Pada kasus pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat racikan dokter untuk
mengurangi keluhan nyeri kepala nya selama ±1 tahun ini, yang merupakan obat
dikonsumsi oleh ibu nya yang juga memiliki riwayat nyeri kepala. Adanya
riwayat konsumsi obat tersebut dapat mengindikasikan adanya Medication
Overuse Headache (MOH). Berdasarkan teori, definisi MOH yang lebih spesifik
adalah nyeri kepala yang terjadi pada ≥15 hari per bulan sebagai akibat dari terlalu
sering menggunakan obat nyeri kepala akut atau simtomatik (≥10 hari per bulan
untuk triptan, ergotamin, atau opioid; ≥15 hari per bulan untuk analgesik
sederhana atau kombinasi) selama lebih dari 3 bulan. Biasanya, tetapi tidak selalu,
diselesaikan setelah penggunaan yang berlebihan dihentikan. Obat-obatan yang
terkait dengan MOH antara lain analgesik sederhana (asetaminofen, dan asam

61
asetilsalisilat (ASA) yang lebih jarang) dan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), kafein, opioid, analgesik kombinasi, ergotamin, triptan dan barbiturat.
Pada pemeriksaan CT scan kepala non kontras, didapatkan kesan normal.
Pada kasus dicurigai adanya konstriksi vaskular, dan dilakukan rencana
pemeriksaan MRI dan angiografi. Berdasarkan teori, Neuroimaging. diindikasikan
untuk semua pasien yang datang dengan tanda atau gejala nyeri kepala berbahaya,
karena mereka berada pada peningkatan risiko patologi intrakranial. Rekomendasi
untuk pemeriksaan radiologi pada kasus nyeri kepala antara lain:

Tatalaksana yang diberikan berupa non farmakologi dan farmakologi. Untuk


non farmakologi dilakukan Bed rest, Edukasi resiko jatuh, Edukasi keluarga
mengenai penyakit. Sedangkan farmakologi diberikan drip tramadol 100 mg
dalam 500 ml NS/12 jam, Amitriptilin 2x12,5 mg tab/oral, Inj. Dexametasone 2x
5 mg/IV, Aspilet 1x80 mg tab/oral, dan Inj. Omeprazole 1 x 40 mg/IV
Menurut teori, setelah mengetahui penyakit organik yang mendasari nyeri
kepala, tatalaksana selanjutnya diberikan sesuai etiologi nya. Respon bebas nyeri
pada fase akut dapat dicapai dengan menggunakan triptan, dihidroergotamin, atau
OAINS dengan dosis optimal di awal serangan (dalam 30 menit pertama).
Kortikosteroid oral dapat digunakan, baik dengan prednison dosis awal 60 mg/
hari atau deksametason 4 mg/ hari sampai 12 mg/ hari, dengan penurunan dosis
bertahap selama 3-7 hari. Triptan atau dihidroergotamin juga dapat digunakan
sebagai terapi transisi. farmakologis abortif dan preventif. Pemilihan obat
preventif dilakukan berdasarkan efikasinya, preferensi dan tipe nyeri kepala
pasien, efek samping obat, dan penyakit komorbid yang menyertai. Obat preventif

62
yang umum digunakan adalah golongan alfa-agonis, antikonvulsan, antidepresan,
SSRI, beta-bloker, antagonis kanal kalsium
Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki
afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah. Tramadol secara luas digunakan
sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Rumus kimia
dari tramadol yaitu 2-[(dimetilamino)metil- 1-(3-(metoksifenil)-sikloheksanol
hidroklirida yang merupakan sintetik dari kelompok aminosikloheksanol yang
bersifat agonis opioid. Tramadol sama efektifnya dengan morfin atau meperidin
untuk nyeri ringan sampai sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah.
Amitriptilin merupakan golongan antidepresan trisiklik. Tricyclic
antidepressants (TCAs) adalah salah satu antidepresan yang sudah lama
dimanfaatkan sebagai analgesik. The European Federation of Neurological
Societies (EFNS), The Canadian Pain Society (CPS), dan The International
Association for The Study of Pain Neuropathic Pain Special Interest Group
(NeuPSIG) merekomendasikan TCAs sebagai terapi lini pertama pada pasien
dengan neuropathic pain. Tricyclic antidepressants (TCAs) efektif sebagai
analgesik dalam mengobati neuropati pada diabetes mellitus, neuralgia post
herpetic, tension headache, dan migrain memalui penguatan saraf-saraf
noradrenergik dan menginhibisi jalur serotonergik. Dosis TCAs yang digunakan
sebagai analgesik lebih rendah dibandingkan sebagai antidepresan.
Dexamethasone merupakan obat golongan kortikosteroid dengan efek
glukokortikoid yang poten. Efek terapi yang diharapkan dari dexamethasone
adalah efek antiinflamasi atau imunosupresan, dengan
menghambat phospholipase A2. Kortikosteroid juga dapat mengurangi gejala
nyeri kepala.
Pada kasus diberikan aspilet dikarenakan dicurigai adanya kelainan vaskular
pada penderita. Pemberian Antiplatelet aspilet atau aspirin, aspirin menghambat
sklooksigenase dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya
senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke dan penyakit vaskular lainnya.
Pemberian omeprazol untuk mengurangi keluhan mual pada pasien.
Omeprazol adalah penghambat pompa proton selektif dan bersifat irreversible.

63
Omeprazole menekan sekresi asam lambung oleh penghambatan spesifik pompa
proton H+/K+-ATPaseyang ditemukan pada permukaan sekresi sel parietal
lambung. Karena sistem enzim ini dianggap sebagai asam (proton, atau H +)
memompa ke dalam mukosa lambung, omeprazol menghambat langkah terakhir
dari produksi asam.

64
BAB IV
KESIMPULAN

1. Nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di bagian kepala atau disebut
juga sefalgia. Nyeri kepala secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
2. Pasien dirawat di RS Muhammadiyah Palembang dengan diagnois
cephalgia sekunder dd primer.
3. Pasien ditatalaksana secara komprehensif berdasarkan etiologi dan
mencegah komplikasi.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Haryani, S., Tandy, VT., Vania, A., Barus, J. PENATALAKSANAAN


NYERI KEPALA PADA LAYANAN PRIMER .Callosum Neurology
Journal, Volume 1, Nomor 3: 83-90, 2018 ISSN 2614-0276 | E-ISSN
2614-0284
2. Perdossi. PANDUAN PRAKTIK KLINIS NEUROLOGI.
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA. 2016
3. Buse, C. D., 2017. News Medical Life Science. [Online] Available at:
https://www.news-medical.net/health/Migraine-research.aspx
4. Charles, A. & Brennan, K., 2011. The neurobiology of migraine. In: M.
M. Nappi G, ed. Handbook of Clinical Neurology. Los Angeles: Elsevier,
pp. 99-108.
5. Chawla, J., 2017. WebMD Corporation. [Online] Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview.
6. Katzung, B., 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Boston:
McGraw-Hill.
7. International Headache Society (IHS). The international classification of
headache disorder. international journal of headache 3rd edition. 2017
8. Aninditha, T., Harris, S., Wiratman, W. Buku Ajar Neurlogi Edisi Kedua.
Departemen Neurologi FK UI, Yayasan Otak Sehat Indonesia. 2022
9. Mayo Clinic, 2016. Mayo Clinic Organization. [Online] Available at:
http://www.mayoclinic.org/health/cluster-headache/ds00487
10. Hidayati, HB. PENDEKATAN KLINISI DALAM MANAJEMEN
NYERI KEPALA. MNJ, Vol.02, No.02, Juli 2016
11. Rizzoli,P., Muallally, WJ. Headache. The American Journal of Medicine,
Vol 131, No 1, January 2018
12. Susanti,R. MEDICATION OVERUSE HEADACHE, WHY IT
HAPPENED?. Jurnal Human Care Volume 5;No.1(February, 2020):391-
398
13. Bahar, A. NYERI KEPALA DALAM PRAKTIK KLINIK. Molucca
Medica Volume 14, Nomor 1, April 2021

55

Anda mungkin juga menyukai