Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dalam
kehidupan sehari - hari, sekitar 90% dari setiap individu pernah mengalami minimal 1 kali per
tahun. Nyeri kepala menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang datang berobat jalan ke
dokter saraf, hasil pengamatan yang didapatkan bahwa insidensi jenis penyakit dari praktek
klinik di medan pada tahun 2003 didapatkan 10 besar penyakit yang berobat jalan, dimana
cephalgia menduduki peringkat pertama dengan presentase jumlah 42% (Sjahrir, H, 2004).
Migrain merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang diklasifikasikan oleh
International Headache Society (IHS) dan merupakan penyebab nyeri kepala primer kedua
setelah Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang umumnya
unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah frontotemporal
(Price, S dan Lorraine MW, 2003).
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia. Migren merupakan ganguan yang bersifat familial dengan
karakteristik serangan nyeri kepala yang episodic (berulang-ulang) dengan intensitas, frekuensi
dan lamanya yang berbeda-beda. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai
anoreksia, mual dan muntah (Headache Classification Subcommitee of the International
Headache Society, 2004).
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien berjenis kelamin
perempuan berusia 33 tahun. Pasien datang ke Puskesmas Pujon dengan keluhan nyeri kepala
sebelah kiri. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis Migrain dengan Aura.
Kasus seperti ini cukup sering terjadi di masyarakat, beserta permasalahannya seperti masih
kurangnya pengetahuan terkait tatalaksana kasus tersebut. Oleh karena itu, penting bagi penulis
untuk memperhatikan dan menganalisis, kemudian bisa mengaplikasikan secara langsung di
lapangan mengenai penyakit migraine dengan aura.
1.1 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimanakah penegakan diagnosis kasus Ny.Z?
2

1.1.2 Bagaimana pandangan kedokteran keluarga pada kasus Ny.Z?


1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui penegakan diagnosis kasus Ny.Z
1.2.2 Mengetahui pandangan kedokteran keluarga pada kasus Ny.Z
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini bermanfaat sebagai resume dari beberapa referensi tentang migrain
dengan aura yang diharapkan dapat mempermudah pemahaman penulis mulai dari definisi,
epidemiologi, etiologi, faktor resiko, tanda gejala, klasifikasi, patogenesis, patofisiologi,
penegakan diagnosis, diagnosa banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.
3

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Nomor Rekam Medis : 006603
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Delik, RT/RW 3/0, Desa/Kelurhan Madiredo,
Keamatan Pujon, Kab/Kota Malang
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal kunjungan ke Puskesmas: 13 Maret 2020

Identitas Suami
Nama : Tn. AS
Usia : 36 tahun
Alamat : Jl. Delik, RT/RW 3/0, Desa/Kelurhan Madiredo,
Keamatan Pujon, Kab/Kota Malang
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 13 Maret 2020)


1. Keluhan utama : Nyeri kepala sebelah kiri
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poli Umum Puskesmas Pujon pukul 10.30 WIB, dengan keluhan
nyeri kepala sebelah kiri ± sejak 2 hari yang lalu, dimana nyeri dirasakan berdenyut-
4

denyut, awal munculnya nyeri apabila pasien melihat cahaya yang terang (silau) yang
memicu nyeri kepala sebelah kiri, diperberat dengan beraktivitas, misalnya mencuci
pakaian, nyeri kepala dirasakan sekitar (>10 menit) yang dirasakan mereda kemudian nyeri
kembali yang berlangsung < 72 jam, berkurang apabila pasien beristirahat, pasien juga
mengalami mual (+) ± sejak 2 hari yang lalu akan tetapi pasien tidak sampai muntah, nafsu
makan menurun, selera minum baik, BAB biasa dan BAK lancar.Diplopia (-), nyeri mata
(-), sensitif cahaya (+), demam (-),riwayat trauma (-). Pasien pernah mengeluhkan hal
serupa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a) Riwayat Keluhan Serupa : pasien pernah mengeluhkan hal serupa saat SMA
b) Alergi Obat dan Makanan : disangkal
c) Riwayat Operasi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a) Riwayat sakit serupa : disangkal
b) Alergi : disangkal
5. Riwayat Pengobatan :disangkal
6. Riwayat Alergi : tidak ada
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan suami dan kedua anaknya. Status ekonomi keluarga
pasien tergolong dalam ekonomi menengah kebawah. Penghasilan didapat dari Tn. AS
yang bekerja sebagai buruh pabrik dan Ny. Z bekerja sebagai ibu rumah tangga yang
kadang menerim pesanan makanan kotakan. Anaknya berumur 13 tahun dan 8 tahun.
Sebelah rumah Ny. Z adalah ibu mertua. Ny. Z juga aktif dalam posyandu lansia di
Desa Madiredo.
8. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan sehari 3 kali. Terkadang pasien membuat makanan kotakan dimana
tergantung ada tidaknya pesanan.

2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 13 Maret 2020)


2.3.1 Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Cukup
5

2. GCS : 456
3. Tanda Vital
a) Tensi : 124/80 mmHg
b) Nadi : 78 x/menit
c) RR : 22 x/menit
d) Suhu : 36,2°C
e) BB : 70 Kg
f) TB : 150 cm
Pemeriksaan Head to Toe
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpebrae anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung :Tidak ada nafas cuping hidung, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : Mukosa basah (+), bibir simetris, sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor
(-), faring hiperemis (-).
Leher : Tidak ada perbesaran KGB (-/-)
Thoraks :
Pulmo : I: Bentuk simetris, pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, retraksi
dinding dada (-)
P: tidak diperiksa
P: tidak diperiksa
A: Vesikuler seluruh lapang paru
Cor : Bunyi jantung I dan II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Soefl (+), bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (-).
Ekstemitas: Deformitas (-)
Genitalia: tidak diperiksa

 Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
6

2. Tanda rangsangan meningeal :


- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
- Kernig : Tidak diperiksa
- Lasseque : Tidak diperiksa
3. N. Kranialis :
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Anosmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Parosmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Hiposmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus 6/6 6/6
Lapang pandang Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Hemianopsia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fundus okuli Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata Kesegala arah Kesegala arah
Nistagmus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Pupil (bentuk & ukuran) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek cahaya direct Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek cahaya indirect Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fenomena Doll’s eye Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Strabismus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS V Dextra Sinistra
Motorik
 Membuka dan menutup Dalam batas normal Dalam batas normal
mulut Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Palpasi otot masseter dan
temporalis Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Kekuatan gigitan
7

Sensorik
 Kulit Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Selaput Lendir Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks Kornea
 Langsung Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Tidak Langsung Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Refleks Masseter Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Refleks Bersin Tidak diperiksa Tidak diperiksa


NERVUS VII Dextra Sinistra
Motorik
 Mimik Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Kerut kening Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Menutup mata Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Meniup Sekuatnya Tidak diperiksa Tidak diperiksa


Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Memperlihatkan Gigi
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Tersenyum dan tertawa
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Sensorik
Tidak diperiksa
 Pengecapan 2/3 depan lidah
 Produksi kelenjar ludah
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Hiperakusis
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Tidak diperiksa
-
NERVUS VIII Dextra Sinistra
Auditorius
 Pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
 Test Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Test Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Test schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Vestibularis
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Nistagmus
8

 Reaksi Kalori Tidak diperiksa Tidak diperiksa


 Vertigo Tidak diperiksa Tidak diperiksa

 Tinnitus Tidak diperiksa Tidak diperiksa


NERVUS IX, X
Pallatum Mole Tidak diperiksa
Uvula Tidak diperiksa
Disfagia Tidak diperiksa
Disatria Tidak diperiksa
Disfonia Tidak diperiksa
Refleks Muntah Tidak diperiksa
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah Tidak diperiksa
NERVUS XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fungsi otot Tidak diperiksa Tidak diperiksa
sternocleidomastoideus
NERVUS XII
Lidah
 Tremor Tidak diperiksa
 Atrofi Tidak diperiksa

 Fasikulasi Tidak diperiksa

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Tidak diperiksa

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Tidak diperiksa

4. Motorik
5 5
5 5
5. Pemeriksaan Sensorik
Hipostesia (-)
Parestesia (-)
6. Pemeriksaan Refleks
Superior Inferior
Reflex Fisiologis
9

BPR : +2/+2 KPR : +2/+2


TPR : +2/+2 APR : +2/+2
Reflex Patologis
Hoffman : Tidak diperiksa Babinski : -/-
Tromner : Tidak diperiksa Chaddock : -/-
Oppenheim : Tidak diperiksa

7. Tes Provokasi
Tidak dilakukan

2.4 Resume
Pasien datang ke poli Umum Puskesmas Pujon pukul 10.30 WIB, dengan keluhan
nyeri kepala sebelah kiri ± sejak 2 hari yang lalu, dimana nyeri dirasakan berdenyut-
denyut, awal munculnya nyeri apabila pasien melihat cahaya yang terang (silau) yang
memicu nyeri kepala sebelah kiri, diperberat dengan beraktivitas, misalnya mencuci
pakaian, nyeri kepala dirasakan sekitar (>10 menit) yang dirasakan mereda kemudian
nyeri kembali yang berlangsung <72 jam, berkurang apabila pasien beristirahat, pasien
juga mengalami mual (+) ± sejak 2 hari yang lalu akan tetapi pasien tidak sampai muntah,
nafsu makan menurun dan pasien pernah mengeluhkan hal serupa.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis.
Tanda vital dalam batas normal, regio kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas
dalam batas normal. Pemeriksaan meningeal sign, motorik, sensorik, reflek fisiologis dan
patologis juga dalam batas normal.

2.5 Diagnosa
1. Diagnosa klinis: Cephalgia yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut, <72 jam, dipengaruhi
aktivitas, intensitas sedang sampai berat, fotofobia dan mual.
2. Diagnosa topis: Neurovaskular
3. Diagnosa etiologi : Migrain tanpa aura

2.6 Diagnosa Holistik


10

 Diagnosis dari segi biologis


Migrain tanpa Aura
 Diagnosis dari segi psikologis
Hubungan dengan anggota keluarga sangat mendukung, dan saling memperhatikan
kondisi kesehatan.
 Diagnosis dari segi sosial ekonomi
Status ekonomi menengah kebawah
Aspek Personal:
Keluhan Utama : Nyeri kepala sebelah kiri ± sejak 2 hari yang lalu
Harapan : Pasien berharap agar keluhannya hilang
Kekhawatiran : Pasien khawatir akan nyeri kepalanya tersebut bahwa ada masalah di
kepalanya atau otaknya sehingga timbul nyeri yang berlangsung hampir 3
hari dimana mengganggu dalam kegiatan sehar-hari serta tidak
bersemangat.
Aspek Klinis: Migrain tanpa aura
Aspek Resiko Internal: Pasien memikirkan mertua yang sedang sakit dan terbaring di RS
sehingga konsentrasi terbagi antara mengurus suami dan anaknya di
rumah serta mengurus mertua yang sedang sakit.
Aspek Resiko Eksternal: Pasien yang tergolong ekonomi menengah ke bawah. Pasien
merupakan ibu rumah tangga yang kadang menerima pesanan kotakan jika
ada yang memesan makanan, dimana sebagai tambahan biaya hidup
sehari-hari.
Aspek Fungsional: Derajat 1 (Mampu melakukan pekerjaan sehari-hari)

2.1 Rencana Terapi


1. Tatalaksana Holistik :
a. Aspek personal: Memberikan edukasi mengenai penyebab sakit pasien seperti :
Etiologi : Penyakit yang diderita pasien disebabkan terjadinya gangguan pada
neurovaskular karena adanya produksi NO dan NOS sehingga
menyebabkan penigkatan pengeluaran CGRP yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah pada otak serta adanya ikatan dengan
11

reseptor sel mast yang menyebabkan inflamasi neuron serta menyebabkan


nyeri kepala.
Gejala : Keluhan nyeri kepala sebelah kiri, berdenyut, intesitas sedang-berat,
mual dan fotofobia
Preventif : Istirahat yang cukup serta mengatur pola makan.
b. Aspek klinis :
 Sumatriptan 50 mg tablet 1x1 pc, dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg.
 Natrium diklofenak 50mg tablet 3x1 pc
 Domperidon 10mg tablet 3x1 ac
b. Aspek resiko internal :
- Tidak memikirkan yang berlebihan
- Tidak terlalu sering beraktivitas sehingga lebih digunakan untuk beristirahat.
c. Aspek resiko eksternal:
- Edukasi dan motivasi mengenai keluhan pasien
- Anjuran agar beristirahat agar dapat mengurangi keluhan pasien
- Melakukan relaksasi diri atau menenangkan diri dengan olahraga

2.7 Tatalaksana Komprehensif


Aspek kedokteran keluarga
a. Promotif: Menjelaskan tentang pola hidup bersih dan sehat serta edukasi pada pasien
dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien.
b. Preventif:
- Mengatur pola pikir pasien agar selalu berpikiran positif.
- Mengatur jam istirahat sekitar 7-8 jam/hari
- Menjaga pola makan pasien agar selalu mengkonsumsi buah, sayur.
- Rajin berolahraga
c. Kuratif :
 Terapi non-medikamentosa :
o Pengaturan pola tidur yang konsisten sangat membantu mencegah migrain.
o Pengaturan pola makan sehingga tidak telat makan.
12

o Sediakan waktu untuk berolahraga secara teratur dimana menghindari stres, yang
mana juga dapat memicu sakit kepala muncul.
o Sediakan waktu untuk relaksasi dan menenangkan diri setiap harinya, misalnya
dengan mendengarkan musik slow, pijatan ringan, atau terapi relaksasi lainnya
agar terhindar dari stress.
 Terapi Medikamentosa :
o Sumatriptan 50 mg tablet 1x1 pc, dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg.
o Natrium diklofenak 50mg tablet 3x1 pc
o Domperidon 10mg tablet 3x1 ac
d. Rehabilitatif :
 Pasien dianjurkan untuk membatasi aktifitas dan banyak beristirahat untuk
pemulihan dan meningkatkan daya tahan tubuh.
 Pasien dianjurkan untuk mengikuti saran dan nasihat dokter.
2.8 Tatalaksana berkesinambungan :
Melakukan follow-up terhadap pasien untuk menilai perkembangan proses penyembuhan.
Apabila masih terdapat keluhan pengobatan dapat dilanjutkan di rumah sakit tipe B
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut .
2.9 Tatalaksana Integratif :
Dibutuhkan pemahaman bersama agar pasein dan keluarga mengerti tentangmenyakit
pasien dan faktor resiko dari migrain tanpa aura, sehingga pasien dapat melakukan
pencegahan secara mandiri di rumah sehingga tidak memperberat keluhan dari pasien.

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

2.11 Karakteristik Demografi Keluarga


Nama kepala keluarga dan pasien : Tn. AS dan Ny. Z
Alamat : Madiredo, Pujon
Bentuk keluarga : Nuclear Family
Tabel 2.1 Daftar anggota keluarga Ny. Z yang tinggal dalam 1 rumah
13

N Nama Kedu- L/P Umur Pendidika Pekerjaan Pasien Ket.


o Dukan n PKM
1. Tn. AS Ayah (KK)1 L 36 thn SMP Buruh Pabrik - -

2. Ny. Z Ibu P 33 thn SMP IRT + -

3. An. AL Anak Ny. Z P 13 thn SMP Pelajar SMP - -

4. An. MF Anak Ny. Z L 8 thn SD Pelajar SD - -

Sumber: data primer, 13 Maret 2020


Kesimpulan:
Keluarga An S adalah Nuclear Family (keluarga yang terdiri dari 4 anggota keluarga
yaitu Tn AS (berperan sebagai kepala keluarga), Ny. Z (Ibu atau pasien), An. AL (anak
pertama Ny. Z) dan An. MF (Anak kedua Ny. Z). Terdapat anggota keluarga yang sakit
yaitu Ny. Z. Diagnosis klinis pasien adalah Migrain tanpa aura. Pasien berperan sebagai
istri dan ibu dari kedua anaknya.

2.12 Identifikasi Fungsi Keluarga


2.12.1 Fungsi fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score adalah skor yang
digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota
keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Penilaian: hampir
selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R SCORE disini akan
dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk
menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = jelek, 5-7
= sedang, 8-10 = baik. APGAR score meliputi:
a. Adaptation
Keluarga ini mampu beradaptasi antar sesama anggota keluarga, saling mendukung,
saling menerima, dan memberikan saran satu sama yang lainnya serta mengambil
keputusan secara musyawarah.
b. Partnership
14

Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling mengisi antar anggota
keluarga dalam setiap masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan dan memotivasi antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru dan bermanfaat yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.
d. Affection
Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini sudah terjalin dengan
cukup baik.
e. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup baik dan selalu memanfaatkan
waktu bersama sebaik-baiknya dengan anggota keluarga lainnya saat semua anggota
keluarga dapat berkumpul.

Tabel 2.2 Nilai APGAR Tn. AS


APGAR Ny. Z Terhadap Keluarga Sering/ Kadang- Jarang/
selalu kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya *
bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan *
membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan *
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan *
kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi *
waktu bersama-sama
Total skor APGAR Tn. AS adalah 10

Tabel 2.3 Nilai APGAR An. AL


APGAR An. MF Terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang- Jarang/
15

kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas *
dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima *
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya *
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya *
membagi waktu bersama-sama
Total skor APGAR An. AL adalah 10
Tabel 2.4 Nilai APGAR Ny. Z
APGAR An. AL Terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang- Jarang/
kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas *
dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima *
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya *
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya *
membagi waktu bersama-sama
Total skor APGAR Ny. Z adalah 10
Tabel 2.5 Nilai APGAR An. MF
APGAR Tn. AS Terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang- Jarang/
kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
16

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas *


dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima *
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya *
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya *
membagi waktu bersama-sama
Total skor APGAR An. MF adalah 10
APGAR score keluarga Ny.Z = (10 + 10 + 10 +10) : 4 = 10
Kesimpulan :
Fungsi fisiologis keluarga Ny.Z baik.
2.12.2 Fungsi Holistik
 Fungsi Biologis
Ny. Z merupakan pasien dengan diagnosis migrain tanpa aura, sehinggga merasa
terganggu karena nyeri kepala sebelah kiri selama ±2 hari yang berdenyut.
 Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama dengan suami Tn. AS, An AL dan An. MF. Hubungan keluarga
antara Ny.Z dan keluarganya terjalin cukup baik, dan saling memperhatikan satu sama
lain serta saling berinteraksi. Sedangkan Ny.Z juga memikirkan ibu mertua yang sedang
sakit terbaring di RS sehingga konsentrasi terpecah antara mengurus suami dan kedua
anaknya di rumah atau menunggu ibu mertua di RS.
 Fungsi Sosial-Ekonomi
Ekonomi keluarga tergolong cukup. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum,
atau iuran membayar listrik berasal dari penghasilan Tn. AS. Untuk kebutuhan air
menggunakan PDAM. Untuk memasak memakai kompor LPG. Pasien makan sehari-hari
biasanya 2 kali dengan nasi putih, kadang sayur, dan lauk pauk seperti tahu-tempe,
kadang ikan dan ayam. Jika ada keluarga yang sakit biasanya akan berobat ke tenaga
medis di desa seperti perawat, bidan atau langsung ke puskesmas.
 Kesimpulan :
17

Dari poin satu sampai empat dari fungsi holistik, fungsi biologis pasien mengalami
gangguan yaitu migraine tanpa aura. Fungsi psikologis didapatkan adanya konsentrasi
yang menurun karena memikirkan ibu mertua yang sedang sakit terbaring di RS dengan
mengurus suami dan kedua anaknya di rumah dan sosial ekonomi pasien cukup baik.
2.12.3 Fungsi patologis
Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score, dengan rincian sebagai berikut.
a. Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup baik. Ny.Z juga turut
serta mengikuti kegiatan pengkaderan di tempat tinggal Ny.Z yaitu kader posyandu
lansia. Sehingga Ny.Z tergolong aktiv dalam bersosialisasi.
b. Culture, keluarga ini memberikan respon yang baik terhadap budaya, tata krama,
dan perhatian terhadap sopan santun.
c. Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.
d. Economic, status ekonomi keluarga ini menengah kebawah yaitu pekerjaan
Tn.AS adalah buruh pabrik sedangkan Ny.Z seorang ibu rumah tangga yang kadang
menerima pesanan kotakan jika ada yang memesan. Sehingga penghasilan lebih dominan
dihasilkan oleh suaminya.
e. Educational, tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup. Ny. Z tamatan
SMP, Tn. AS tamatan SMP, An. AL sedang bersekolah di SMP dan An. MF
sedang bersekolah SD.
f. Medical, jarak antara rumah dengan pusat kesehatan dapat dijangkau dengan
mudah, dan keluarga ini merupakan keluarga yang mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik dan cukup memadai.

2.13 Genogram
Bentuk keluarga : Nuclear Family

Tn. M, 67 Ny. S, 64

Tn.AS, Ny Z, 33
37
18

Gambar 2.1 Genogram keluarga Ny. Z


Keterangan :
= Pasien
= Tinggal serumah
= Meninggal

2.14 Tahapan Keluarga


Perkembangan keluarga adalah proses perubahan dari sistem keluarga yang
terjadi dari waktu ke waktu meliputi perubahan interaksi dan hubungan di antara keluarga
dari waktu ke waktu. Keluarga Ny. Z termasuk dalam tahap 5 yaitu: dimulai pada saat
anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu
pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tugas perkembangan tahap 5 adalah:
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
2. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan
4. Perubahan system peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
Masalah pada tahap 5 adalah: kebebasan anak remaja, perkembangan teman sebaya, dan
kesenjangan antar generasi

2.15 Disfungsi Keluarga


Keluarga pasien kurang memahami tentang penyebab penyakit pasien serta
pengetahuan keluarga tentang faktor resiko migrain tanpa aura masih kurang. Hal ini dapat
19

diketahui dari keseharian pasien yang masih beraktivitas seperti menerima pesanan
kotakan serta terlalu banyak pikiran yaitu ibu mertua yang sedang sakit.

2.16 Denah Rumah

- Lantai : Tehel Kamar


Mandi
Dapur
- Dinding : Bata dan triplek
Kamar
- Atap : Genteng Tidur Kamar Tidur
- Ventilasi : Cukup
- Pencahayaan : Cukup, akan tetapi Ruang
Kamar Tidur
kamar mandi cukup gelap Keluarga

- Sirkulasi Udara : Cukup


Ruang Tamu
- Sumber Air bersih : Memakai PDAM

Gambar 2.2 Denah rumah keluarga Ny.Z

2.17 Pola Interaksi Keluarga


Pola interaksi keluarga Ny.Z

Tn.AS Ny.Z

An.A An.MF
L

Gambar 2.3 Pola interaksi keluarga Ny.Z


Keterangan:
: hubungan baik : laki-laki : perempuan

Kesimpulan :
Hubungan Ny.Z dengan setiap anggota keluarga yang tinggal bersamanya adalah baik.
20

2.18 Fungsi Outdoor


 Jarak Rumah dengan Jalan Raya :
Rumah berada di dalam gang, jarak dari jalan raya sekitar 1,5 kilometer
 Tingkat Bising :
Tidak terlalu bising karena jarak rumah dengan jalan raya sekitar 1,5 kilometer
 Jarak Rumah dengan Sungai :
Jarak rumah dengan sungai sekitar 500 meter
 Tempat Pembuangan Sampah Umum :
Tempat pembuangan sampah umum sekitar 500 meter

2.19 Faktor Perilaku Keluarga (pengetahuan, sikap, dan tindakan)


Dalam struktur keluarga, kepala keluarga adalah Tn. AS berusia 36 tahun dan istri yaitu
Ny. Z berusia 33 tahun yang selaku pasien di PKM dan memiliki dua orang anak yaitu
An.AL berusia 13 tahun yang merupakan seorang pelajar SMP dan An.MF berusia 8
tahun yang merupakan seorang pelajar SD. Hubungan interaksi antar keluarga baik dan
saling menyayangi.
 Pengetahuan : Ny.Z dan keluarganya kurang mengetahui tentang kesehatan Ny.Z.
Pasien tidak mengetahui tentang faktor resiko penyakit ini sehingga pasien berobat ke
puskesmas untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut tentang keluhan pasien.
 Sikap : Keluarga cukup peduli terhadap penyakit pasien. Sehingga ketika keluhan dirasa
mengganggu keluarga membawa pasien berobat ke puskesmas.
 Tindakan: pasien datang berobat ke puskesmas diantar anak pertama pasien.

2.20 Faktor Non Perilaku


 Rumah yang dihuni keluarga Ny.Z cukup memenuhi standar kesehatan, pencahayaan
dan ventilasi rumah cukup baik. Halaman cukup bersih. Dinding rumah terbuat dari
tembok permanen. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari PDAM. Dipandang
dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga kurang mampu.
 Ny.Z merupakan anggota BPJS, sehingga apabila terdapat keluhan yang mengganggu
aktivitas maka pasien langsung berobat ke Puskesmas. Jarak antara rumah dengan
pelayanan kesehatan (Puskesmas Pujon) cukup dekat sekitar 15-20 menit.
21

Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku

Pemahaman: Keluarga memahami penyakit penderita Lingkungan:


Rumah memenuhi syarat kesehatan

Sikap: Keturunan:
Keluarga peduli terhadap penyakit penderita KeluargaKedua
Ny.Zanak penderita mengerti akan keluhan yang diderita Ny.Z

Pelayanan Kesehatan:
Tindakan:
Rutin periksa kesehatan
Keluarga peduli dan mengantar Ny.Z ke PKM saat mengalami keluhan
di PKM Pujon

Gambar 2.4: Faktor perilaku dan non perilaku


yang berhubungan dengan kasus Ny.Z

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling berhubungan
satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi otak atau encephalon.
Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-cranium, yang melindungi otak adalah
neurocranium dan yang membentuk tulang wajah adalah viscerocranium. Disebelah profunda
dari cranium terdapat lembaran jaringan ikat yang juga berfungsi melindungi otak disebut
meninges yang terdiri dari atas 3 lapis yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain
itu kulit kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih
superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak (Hartwig, M WL, 2015).
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri dan ada
yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi menjadi struktur
peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri ekstrakranial antara lain kulit
kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri ekstrakranial, periosteum, sinus paranasalis, rongga
22

hidung, rongga orbita, dan nervus cervicalis (C2 dan C3). Sedangkan struktur peka nyeri
intracranial antara lain sinus venosus (sinus sagitalis), duramater, arteri meningea media,
nervus cranialis (trigeminus, facialis, glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus Willisi.
Sedangkan struktur kranial yang tidak peka nyeri antara lain tulang kepala, parenkim otak,
ventrikel, dan plexus choroideus (Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).

Gambar 3.1. Anatomi dan Struktur Peka Nyeri Intrakranial


23

Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur
cranium maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala melibatkan
struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka nyeri akan
diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang diperantarai oleh nervus
trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di daerah fossa cranii posterior
(infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke daerah occipitalis, leher, dan belakang
telinga yang diperantarai oleh nervus cervicalis atas C1, C2, dan C3 (Guyton, 2009dan
Netter, FM, 2011).
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari
saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey
matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars
interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi,
pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu (Guyton, 2009).

Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferendari C2


selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan
beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada
kepala dan leher bagian atas. 

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala dan
yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini
disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal.
Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal
(Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini (Netter, FM, 2011).

V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater
24

bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan
otot menguyah (Netter, FM, 2011).

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring (Netter, FM, 2011).

Gambar 3.2. ProyeksiNyeri pada Supratentorium dan Infratentorium

Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus
inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longis simus capitisda n
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini
mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke
bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke
kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser
occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala
melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi
cabang lateral ke    longissimus capitisda n splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial.
Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-
3 zygapophysial bagian lateral dan posterior (Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).
25

Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum dapat
ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf yang hiperaktif dan
pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu pengeluaran sitokin proinflamasi
yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan di perivaskular (nervus trigeminus), yang
kemudian dipersepsikan sebagai nyeri kepala unilateral daerah frontotemporal dengan
kualitas yang berdenyut. Pembahasan ini akan lebih detail pada bagian patomekanisme.

3.2 Definisi
Migrain merupakan gangguan nyeri kepala berulang, serangan berlangsung selama
4-72 jam dengan karakteristik khas seperti berlokasi unilateral, nyeri berdenyut (pulsating),
intensitas sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin, dan berhubungan dengan
mual atau fotofobia (Anurogo,2012). Migrain adalah kondisi medic yang memiliki gejala
sakit kepala yang intens, nyeri pada sebelah bagian kepala. Kebanyakan pasien merasakan
sakit pada salah satu belakang mata atau telingannya. Selain itu migrain juga dapat
menimbulkan gejala seperti mual muntah dan sensistif terhadap cahaya maupun suara
(Goadsby,2013).
Migrain adalah kondisi neurologis yang kompleks dan dapat mempengaruhi tubuh
dengan berbagai macam gejala. Gejala yang ditumbulkan dapat berbagai macam, dan
biasanya dokter dapat menegakkan diagnosis migrain jika sakit kepala tergolong sakit yang
berat, tetapi beberapa pasien ada yang mengalami migrain ringan bahkan tidak merasakan
gejala migrain. Pasien yang mengalami migrain cenderung lebih senang berbaring dalam
ruangan yang gelap dan sunyi (Geffen, 2011).

3.3 Epidemiologi
50% orang di dunia ini mengalami sakit kepala setidaknya satu kali dalam setahun.
Dimana terdapatusia 18-65 tahun. Dari 50% orang di dunia yang mengalami sakit kepala
tersebut, dapat diperkirakan 30% nya menderita migrain (Ropper AH, Samuels MA dan
Klein JP, 2014).

Migrain juga merupakan peringkat ke-6 sebagai penyakit yang menyebabkan


kecacatan pada diri seseorang. Hal ini patut kita sadari seberapa bermasalahnya migrain
tersebut.Berdasarkan beberapa studi telah diketahui bahwa prevalensi migrain sendiri di
26

Asia sebesar 10,6% (Ropper AH, Samuels MA dan Klein JP, 2014 dan World Health
Organization, 2016).

Berdasarkan umur, penderita migrain terbanyak berada pada usia 25-55 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin juga menunjukkan bahwa penderita migrain sebagian besar
adalah perempuan (American Headache Society).

Kejadian migren sering ditemukan dan dapat menghambat aktivitas sehari-hari. Di


seluruh dunia, berdasarkan data World HelathOrganization (WHO), migren merupakan tipe
sakit kepala yang paling sering terjadi (30% dari semua kasus sakit kepala), kerap kali
muncul pada kisaran usia 35-45 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita (Wijaya, MAP,
Meidiary, AAA dan Putra, IBK, 2019).

3.4 Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine (Price, S dan Wilson, LM,
2003).

1. Riwayat penyakit migraine dalam keluarga. 70-80% penderita migraine


memilikianggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
2. Perubahan hormone (estrogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada
faseluteal siklus menstruasi.
3. Stres
4. Faktor fisik, tidur tidak teratur
5. Rangsang sensorik (cahaya silau dan bau menyengat)

3.5 Faktor Risiko


Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan terdapat beberapa faktor risiko
terjadinya migren, dapat dibedakan menjadi faktor demografi yaitu umur, jenis kelamin,
serta riwayat migrain atau kelainan neurologis pada keluarga (Wijaya, MAP, Meidiary,
AAA dan Putra, IBK, 2019).
Pemicu serangan migrain akut bersifat multifaktorial, meliputi faktor hormonal
(menstruasi, ovulasi, kontrasepsi oral), diet (alkohol, daging yang mengandung nitrat,
27

monosodium glutamat, aspartam, cokelat, keju, tidak makan, puasa), psikologis (stres,
kondisi setelah stress atau liburan akhir minggu, cemas, takut, depresi), lingkungan fisik
(cahaya menyilaukan, cahaya terang, stimulasi visual, sinar berpendar atau berpijar, bau
yang kuat, perubahan cuaca, suara bising, ketinggian, mandi keramas), faktor yang berkaitan
dengan tidur (kurang tidur, terlalu banyak tidur)dan faktor lainnya (trauma kepala, latihan
fisik, kelelahan) (Chowdhury,2010).
Sedangkan faktor pencetus terdiri dari kualitas tidur, gangguan psikologis (depresi,
kecemasan, stres), hormonal (menstruasi), serta status merokok (Wijaya, MAP, Meidiary,
AAA dan Putra, IBK, 2019).

3.6 Tanda Gejala


Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migrain bervariasi pada setiap
individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migrain, tetapi semuanya tidak
harus dialami oleh setiap individu. Fase-fase tersebut antara lain (Aminoff, MJ et all, 2009):
1. Fase Prodromal
Fase ini dialami 40-60% penderita migrain. Gejalanya berupa perubahan mood,
depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis
makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam
atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita atau
keluarga bahwa akan terjadi serangan migrain.
2. Fase Aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai
serangan migrain. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa
sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual
muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi.
Yang khas untuk migrain adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang
banyak), gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi
adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual
lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata
atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag.
Aura pada migrain biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
28

periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase nyeri kepala
Nyeri kepala migrain biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung
didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus
kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam. Intensitas nyeri bervariasi,
dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdromal
Pasien mungkin merasa lelah, lemas, konsentrasi menurun, dan terjadi perubahan
mood.
29

Gambar 3.3. Deskripsi vision loss pada pasien migrain dengan aura
(Chawla et all, 2016).

Gambar 3.4. Deskripsi vision loss pada pasien migrain dengan aura
(Chawla et all, 2016).

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migrain dengan aura, sementara pada
penderita migrain tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri kepala,
dan fase postdromal. Kesimpulannya, tanda dan gejala migrain yang dapat dijadikan sebagai
essential of diagnosis yang mengarah pada migrain klasik diantaranya (Aminoff, 2015) :
1. Sakit kepala pulsatif (commonly yang disertai dengan denyutan).
30

2. Nyeri tipikal atau khas (tidak selalu terjadi, sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri
unilateral).
3. Gejala penyerta lainnya yang sering dikeluhkan berupa: nausea, vomiting, fotofobia dan
fonofobia.
4. Ada aura (sebagai transient neurologic symptom).

3.7 Klasifikasi
Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache Society tahun 2013 :
 Migren tanpa aura
 Migren dengan aura
 Komplikasi migren
 Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)
 Migrene-Triggered Seizure

3.8 Patogenesis
Patogenesis terjadinya migren masih belum diketahui secara pasti, namun telah
dikembangkan beberapa teori. Pertama adalah teori vaskuler tradisional. Teori ini
mengungkapkan bahwa migrain disebabkan oleh peleberan pembuluh darah otak. Namun,
data yang didapatkan tidak menunjang teori ini. Teori kedua adalah hipotesis migrain
neurovaskuler. Teori ini mengungkapkan disfungsi neuron yang menyebabkan migrain.
Teori terakhir adalah migrain yang didasarkan genetik. Teori ini mengungkapkan bahwa
migrain dapat diturunkan. Adanya abnormalitas dari kanal ion dari pasien migrain diduga
dapat diturunkan (Cclarks,2015).
31

Bagan 3.1. Patogenesis migraine


(Cclarks, 2015).

3.9 Patofisiologi
Dahulu migrain oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Ini didasarkan atas tiga percobaan
binatang (Harsono, 2007):
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression
dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao, dapat menerangkan timbulnya aura pada
migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa
depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada
jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat
penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Adanya gangguan vasospasme menyebabkan
pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks
visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai.
32

Patofisiologi migrain menurut teori cortical spreading depression bermula dari


teraktivasinya Cortical Spreading Depression akibat peningkatan ion K+ di ekstraseluler dan
glutamat. Cortical Spreading Depression akan memprovokasi terkekspresinya C-fos Protein-
like Immunoreactivity di bagian Ipsilateral Trigeminal Nucleus Caudatus.

Cortical Spreading Depression ini juga dapat menyebabkan ekstravasasi protein pada
duramater. Akibat hal tersebut, neurokinin-1 receptor inhibitor akan melemahkan perubahan
protein pada plasma meningeal yang akan menyebabkan respons inflamasi. Hal ini dapat
menimbulkan adanya rasa sakit di kepala. Pelepasan Calcitonine gene-related peptide pada
axon trigeminaljuga turut berperan dalam terjadinya vasodilatasi dan ekstravasasi protein
plasma.

Selain itu Cortical Spreading Depression dapat menyebabkan terjadinya perubahan


oksigenisasi pada aliran darah. Hal tersebut akan dimulai dengan adanya vasodilatasi pada
pembuluh darah dan akan segera dilanjutkan dengan adanya vasokonstriksi. Adanya
vaskonstriksi ini akan menyebabkan penekanan terhadap stimulasi visual. Setelah adanya
penekanan ini, akan terjadi perubahan oksigenisasi kembali. Hal ini lah yang menyebabkan
munculnya aura pada kejadian migrain. Pada migrain without aura, cortical spreading
depression kemungkinan terjadi pada regio otak yang secara klinis tidak berperan banyak.
2. Sistem trigemino-vaskular
Teori trigeminovascular menjelaskan bahwa adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS
dan produksi NO akan merangsang ujung n. trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP. CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan
merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuro. CGRP
juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori system saraf simpatis, aktifasi system ini akan
mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, system ini
juga mengaktifkan nucleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah
lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang
serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat erjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intracranial
dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migraine.
33

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung :


substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene relatide peptide (CGRP).
Semua ini berasal dari ganglion nervus sesisi SP, NKA, dann CGRP menimbulkan
pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh serotonin pada ujung-
ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
3. Inti-inti saraf di batang otak
Inti – initi saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai
hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh
darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya
lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat
penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah
leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan
vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan
berdenyut.
34

Bagan 3.2. Patofisiologi migraine


(Harsono, 2007).

3.10Penegakan Diagnosis
Tabel 3.1. Kriteria diangosis untuk migrain (BASH,2010)
35

A Paling sedikit 5 kali serangan yang memenuhi kriteria B-D


B Sakit kepala berlangsung 4-72 jam
C Sakit kepala yang paling sedikit memenuhi dua dari karakter -
karakter berikut:

1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri yang sedang sampai sangat nyeri
4. Aktivitas fisik rutin terganggu
D Ketika nyeri kepala menyerang, paling sedikit terdapat satu dari
gejala berikut:

1. Mual dan atau muntah


2. Fotofobia dan fonofobia
E Tidak dikaitkan dengan gangguan lain (riwayat penyakit dan
pemeriksaan tidak mengindikasikan adanya gangguan nyeri
kepala sekunder).
Keterangan :
A. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria B.
B. Migrain dengan aura memenuhi kriteria B dan C untuk satu dari subklasifikasi 1.2.1-
1.2.6 sebagai berikut:
1.2.1 Typical aura with migrain headache
1.2.2 Typical aura with non-migrain headache
1.2.3 Typical aura without headache
1.2.4 Familial hemiplegic migrain (FHM)
1.2.5 Sporadic hemiplegic migrain
1.2.6 Basilar-type migrain
C. Tidak berhubungan dengan gangguan lainnya.
1. Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan migrain dapat ditemukan (Anurogo,2012):
a. Hiperosmia
b. Menguap
c. Perubahan mood
36

d. Cemas
e. Food craving
f. Sexual excitement
g. Fatigue
h. Kelabilan emosi yang berlangsung dari beberapa menit sampai berhari-hari
i. Berkurangnya selera makan
j. Mual
k. Muntah
l. Sensitivitas terhadap sinar dan suara yang makin memberat
m. Gangguan mood, sensorik dan motorik.
2. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang berarti untuk mendiagnosis nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan neurologis normal.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan kepala dan leher serta
pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi, dan
sensasi. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan
tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan daya
ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien juga dilakukan dengan menanyakan
beberapa pertanyaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan berbagai
penyakit yang serius yang memiliki gejala nyeri kepala seperti tumor atau
aneurisma dan penyakit lainnya (Akbar,2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan nyeri kepala atau migrain dapat didiagnosis tanpa melakukan
pemeriksaan penunjang. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk mengetahui penyebab nyeri kepala sekunder. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah neuroimaging, electrencephalography,
pungsi lumbal, dan tes darah.

Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic migraine). Aura
sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh dalam jangka
waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus),
37

pada saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura,
yaitu :

3.11 Diagnosa Banding


Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum diketahui
secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup dengan gejala
klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga, butuh pengenalan
lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar dapat membedakannya
dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel perbandingan masing-masing nyeri
kepala yang dipertimbangkan sebagai diagnosis banding migrain.
Tabel 3.2. Diagnosis Banding Migrain(Ropper, A dan Brown, R, 2005).

Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor


Pencetus
Migrain Fronto- Dewasa Nyeri sedang- Cahaya,
tanpa aura temporal muda, kadang berat, suara,
(uni- anak-anak berdenyut alkohol,
38

bilateral) gangguantidur
Migrain Fronto- Dewasa Nyeri sedang- Cahaya,
dengan aura temporal muda, kadang berat, suara,
(uni- anak-anak berdenyut + alkohol,
bilateral) gangguan gangguantidur
sensorik,
visual, otonom
Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, Tidak
Headache temporal dan laki-laki tidak diketahui
(Nyeri dewasa (90%) berdenyut, pasti, alkohol
kepala lakrimasi, pada beberapa
kluster) rinore, injeksio kasus
konjungtiva
Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,
Headache Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
( Nyeri menyeluruh pertengahan, tidak
kepala terkadang berdenyut,
ketegangan anak-anak, berlangsung
) wanita>pria berhari-hari,
bulan, tahunan
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti umumnya 60- tertusuk, berat, berbicara,
persarafan 70 tahun dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi
pada kepala nyeri

3.12 Penatalaksanaan
1. Non-Medikamntosa
Terapi konvensional pada pasien dengan migrain sangat dianjurkan untuk
menghindari faktor pencetusnya. Namun pada hal ini karena faktor pencetus tidak selalu
39

bisa dihindari, maka dianjurkan pengobatan non- medik, termasuk dalam pengobatan
non-medik adalah latihan relaksasi otot (Harsono, 2007).
Kebiasaan dan pola hidup sangat berpengaruh dalam pencegahan migrain.
Terlebih lagi jika anda merasa bahwa migrain muncul akibat kebiasaan anda sehari-hari.
Berikut ini adalah pola hidup yang harus diperhatikan (Wibowo S., Gofir A, 2001).
 Tidur
Pengaturan pola tidur yang konsisten sangat membantu mencegah migrain.
Biasakan tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari, bahkan di akhir pekan.
Pola tidur yang tidak teratur bisa menyebabkan sakit kepala.
 Makan
Melewatkan waktu makan, atau level gula darah yang rendah bisa menyebabkan
migrain. Termasuk di dalamnya minum air yang cukup setiap harinya.
 Olahraga
Sediakan waktu untuk berolahraga secara teratur. Namun hindari olahraga yang
terlalu berat karena bisa jadi kelelahan merupakan pemicu migrain anda. Walaupun
begitu, olahraga yang teratur bisa membantu mencegah migrain, termasuk
menghindari stres, yang mana juga dapat memicu sakit kepala muncul.
2. Medikamntosa
Tatalaksana pada pasien dengan migrain dilakukan berdasarkan usaha untuk
menghindari faktor risiko apa yang hendak diatasi pada saat serangan terjadi, disamping
itu penambahan obat-obat profilaksis dan simptomatis dapat diberikan jika perlu
(Aminoff, 2012).
a. Terapi Simptomatik
Pada serangan migrain yang tiba-tiba, istirahat di tempat yang gelap dengan
bantuan mematikan lampu sangat diperlukan untuk setidaknya mengurangi gejala
yang timbul. Pemberian obat analgesik sederhana (aspirin, asetaminofen, ibuprofen
atau naproxen) dapat dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan migrain
tersebut yang diberikan 15 hari atau kurang dalam sebulan, sedangkan pemberian
obat analgesik dengan kombinasi perlu dibatasi setidaknya 10 hari atau kurang
dalam sebulan.
1) Analgesik spesifik
40

Sering diberikan Cafergot (diberikan 1 atau 2 tablet ketika serangan atau


saat warning symptomps, dilanjutkan 1 tablet setiap 30 menit. Jika perlu berikan
hingga 6 tablet setiap serangan datang, namun perhatikan jika serangan terus
berulang pemberian tetap tidak boleh lebih dari 10 hari dalam sebulan) atau
sediaan lain seperti Dihydroergotamine mesylate (diberikan 0,5-1 mg IV atau 1-2
mg subkutan/IM)
Analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,
dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif
reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D.
Di samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2,
α1dan α 2- nonadrenergik dan dopamin(Wibowo S., Gofir A, 2001).
Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman
dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping mual
yang kurang lebih bersifat vasokonstriktor. Dosis 1 mg intravena selama 2-3
menit dan didahului 5-10 mg metoklopramid untuk menghilangkan mual dan
dapat diulangsetiap 1 jam sampai total 3 mg.
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang
sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya
analgesik spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai
antimigren. Ergotamin lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek
sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat
ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya
ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat
apabila analgesik nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek
samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan.
Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler,
kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun)
serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin timbul
antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya
diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu (Wibowo S., Gofir A, 2001).
41

Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat


antiemetik, analgesik, atau sedatif. Dosis oral umumnya 1 mg saat serangan,
diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau 10
mg/minggu (Harsono, 2005 dan Dodick, D, 2006).
2) Triptans : Sumitripan, Zomatripan.
Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5-Hidroksi
triptamin (5-HT1D) yan efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri kepala
migren.Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia
sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Sumatriptan terbukti efektif
menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migren. Diberikan pada migrain
berat atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesik nonspesifik
dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal peroral sumatriptan adalah 50 mg
dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Obat ini juga dapat diberikan
subkutan dengan sebuah autoinjektor. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan dapat
diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan (tidak melampaui 12 mg/24
jam).Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe
basiler. Efek samping berupa dizziness,heaviness, mengantuk, nyeri dada non
kardial, disforia.
3) Analgesik non-spesifik (Wibowo S., Gofir A, 2001).
Analgesik yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala,
dan atau analgesik spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesik nyeri kepala.
Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesik nonspesifik
masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai
sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS
pemberian analgesik spesifik lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat
serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase
prodromal.Fase prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada
hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian
antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping meredakan gejala
42

penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping


antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.
Yang termasuk analgesik nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol),
aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), seperti Natrium Diklofenak,
ibuprofen, golongan fenamat, indometasin, ketorolak.Mekanisme kerja OAINS
pada umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa
prostaglandin dihambat.Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah
minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
b. Terapi Preventif(Wibowo S., Gofir A, 2001).
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor
pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesik
sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu. Terapi preventif kronis
akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien.
Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi:
 Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
 Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
 Penyakit sangat mengganggu kualitas/gaya hidup penderita.

3.13 Komplikasi
Perlu diperhatikan untuk membedakan tipe-tipe migrain sesuai dengan
klasifikasinya dengan migrain dengan komplikasi. Tipe-tipe migrain sebagaimana
dijelaskan diklasifikasikan berdasarkan migrain dengan aura, migrain tanpa aura, dan
migrain kronis. Berikut ini dijelaskan migrain dengan komplikasi (Olesen et all, 2013) :
a. Status Migrainosus
Serangan migrain dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk
tidur).
43

b. Migrain Aura-triggered Seizure


Migrain dengan aura yang diikuti dengan kejang. Pada kasus ini diagnosis
migrain perlu diperhatikan diagnosis klinis pada pasien epilepsi sebagai bahan
pertimbangan.

3.14 Prognosis
Prognosis migrain masih sedikit dipelajari dan penelitian dalam hal ini masih dalam
tahap awal. Migrain adalah gangguan kronis dengan serangan episodik dengan prognosis
jangka panjang sangat bervariasi. Dalam banyak kejadian, migrain mungkin memiliki
kemungknan membaik (remisi lengkap) atau relatif membaik (parsial remisi). Pada
beberapa penderita penyakit ini bisa membaik dan pada beberapa lainnya memburuk
(progresif) (Bigal, 2008).

BAB IV
PEMBAHASAN
44

4.1 Masalah Medis


1. Nyeri kepala sebelah kiri yang dirasakan berdenyut sejak ±2 hari yang lalu.
2. Terasa mual dirasakan ± sejak 2 hari yang lalu.

4.2 Masalah Non Medis


1. Ny.Z memikirkan mertua yang sedang sakit dan terbaring di RS sehingga konsentrasi
terbagi antara mengurus suami dan anaknya di rumah serta mengurus mertua yang sedang
sakit.
2. Ny.Z jarang mengkonsumsi sayur dan buah serta minum air putih. Terlalu banyak makan-
makanan yang bersantan dan gorengan

4.3 Diagram Permasalahan Pasien


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor
resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

Ny.Z memikirkan
mertua yang sedang
sakit dan terbaring di
RS sehingga Ny.Z, 33 tahun Riwayat penyakit serupa
konsentrasi terbagi dengan Migrain sebelumnya yang menjadi
antara mengurus suami dengan Aura salah satu faktor resiko
dan anaknya di rumah
serta mengurus mertua
yang sedang sakit.

4.4 Analisis Home Visit


4.4.1 Fungsi Holistik
Fungsi holistik merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi biologis, fungsi psikologis,
dan fungsi sosial ekonomis.
a. Fungsi Biologis
Ny.Z menderita migraine dengan aura dan mulai merasakan ± sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan dirasakan berdenyut-denyut, awal munculnya nyeri apabila pasien melihat cahaya
yang terang (silau) yang memicu nyeri kepala sebelah kiri, diperberat dengan beraktivitas,
misalnya mencuci pakaian, nyeri kepala dirasakan sekitar (>10 menit) yang dirasakan
45

mereda kemudian nyeri kembali yang berlangsung < 72 jam. Keluhan berkurang jika Ny.Z
beristirahat. Ny.Z juga mengeluhkan mual yang dirasakan ± sejak 2 hari yang lalu.
b. Fungsi Psikologis
Pasien kesehariannya tinggal bersama suami dan keduaanaknya. Kehidupan Ny.Z terjalin
erat dan akrab, dengan latar pendidikan yang cukup dan selalu memperhatikan kesehatan
keluarga.
c. Fungsi Sosial-Ekonomi
Ny.Z merupakan ibu rumah tangga yang terkadang membuat makanan kotakan jika ada
pesanan. Ny.Z cukup aktif mengikuti kader kegiatan posyandu lansia. Pendidikan terakhir
Ny.Z adalah SMP. Hubungan dengan tetangga di sekitar rumah baik.
Aspek Kegiatan Dokter Keluarga
Aspek Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
personal migraindengan aura dari penyebab, gejala, penanganan,
komplikasi, dan pencegahannya

Aspek Memberikan obat :


klinik - Sumatriptan 50 mg tablet 1x1 pc, dosis maksimal dalam 24 jam
200 mg.
- Natrium diklofenak 50mg tablet 3x1 pc
- Domperidon 10mg tablet 3x1 ac
serta menjelaskan fungsi obat dan cara pemakaiannya.

Aspek - Menganjurkan pasien untuk tidak terlalu banyak memikirkan


resiko yang tidak perlu dipikirkan
internal - Menganjurkan pasien untuk mengatur pola tidur
- Menganjurkan pasien untuk sering berolahraga
- Meganjurkan pasien untuk mengkonsumsi buah dan sayur,
memperbanyak minum air putih.

Aspek Menganjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada


psikososial pasien agar selalu menjaga kesehatan.
keluarga
46

Aspek Menganjurkan keluarga pasien untuk refreshing bersama ke luar


Fungsional rumah.

d. Fungsi indoor
Gambaran lingkungan di dalam rumah cukupmemenuhi syarat-syarat kesehatan, lantai
dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi, sirkulasi udara dan pencahayaan cukup,
sumber air cukup bersih, pengelolaan sampah dan limbah baik, kamar mandi
menggunakan jamban dengan septic tank, akan tetapi kamar mandi sedikit terlihat kotor
dan agak gelap.
e. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan di luar rumah cukup, jarak rumah keluarga Ny.Zdengan rumah
tetangganya berdekatan. Depan rumah Ny.Z adalah perkebunan buah jeruk sehingga
sirkulasi yang segar cukup banyak didapatkan. Kebersihan di sekitar rumah cukup dan
jalan menuju rumah ini sudah aspal. Jarak rumah dengan jalan raya sekitar 1,5 kilometer.
.
4.5 Upaya Kesehatan
Komunikasi, informasi dan edukasi terkait penyakit pasien kepada Ny.Zdan keluarga.
Pentingnya kerjasama dokter, pasien dan keluarga dalam mencegah penyakit tersebut.
Dokter sebagai dokter keluarga memberikan penyuluhan, pencegahan, dan pengobatan
penyakit Ny.Z dan menjelaskan perubahan kebiasaan menjadi lebih baik.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ny.Z di diagnosa dengan migrain tanpa aura. Migrain merupakan gangguan nyeri kepala
berulang, serangan berlangsung selama 4-72 jam dengan karakteristik khas seperti berlokasi
unilateral, nyeri berdenyut (pulsating), intensitas sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik
rutin, dan berhubungan dengan mual atau fotofobia. Pada Ny.Z mengalami migraine tanpa aura
dimana terdapat 4 fase yaitu fase prodormal dimana pada Ny.Z gejalanya berupa perubahan
mood, perasaan lemah, letih, lesu yang muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala,
fase aura terjadi dengan mendahului serangan migraine yang muncul sekitar 10 menit yang
47

dirasakan mereda kemudian nyeri kembali yang berlangsung < 72 jam dengan mengganggu salah
satu sisi lapang pandang dan kemudian hilang dalam beberapa menit dilanjutkan timbul nyeri
kepala, fase nyeri kepala dirasakan Ny.Z berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung di
daerah frontotemporalis sekitar ±1 jam, kemudian menjalar ke posterior dan berlangsung selama
<72 jam yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan fase post dormal dimana terjadi perubahan
mood, merasa lelah dan konsentrasi menurun.

Penatalaksanaan yang diberikan pada Ny.Z berupa non-medikamentosa yaitu pengaturan


pola tidur yang konsisten sangat membantu mencegah migrain, pengaturan pola makan sehingga
tidak telat makan, menyediakan waktu untuk berolahraga secara teratur dimana menghindari
stres, yang mana juga dapat memicu sakit kepala muncul dan menyediakan waktu untuk
relaksasi dan menenangkan diri setiap harinya. Penatalaksanaan berupa medikamentosa dapat
diberikan analgesik dan antiemetik.

5.2 Saran
Melakukan pendekatan berbasis kedokteran keluarga guna meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap penyakit migraine dengan aura melalui pola hidup sehat dan perlu diberikan
pengetahuan yang benar tentang penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan penyakit.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. 2010. Nyeri Kepala. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makasar.
American Headache Society. Epidemiology and Impact of Headache and Migraine.
http://www.americanheadachesociety.org/assets/1/7/NAP_for_Web_-
_Epidemiology___Impact_of_Headache___Migraine.
Aminoff, MJ, Greenberg, DA dan Simon, RP, 2009. Clinical Neurology 9th edition. San
Fransisco: McGraw-Hill Education-Medical.
48

Aminoff, MJ dan Kerchner, GA. 2015. 2015 Current Medical Diagnosis and Treatment Fifty-
Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Education-Medical.
Bigal, ME dan Lipton, RB. 2008. The prognosis of migrain. Current opinion in neurology. 21(3):
Hal.301-308.
British Association For The Study of Headache. 2010. Guidelines for All Healthcare
Professionals in the Diagnosis and Management of Migrain,Tension-type Headache,
Cluster Headache, Medication-overuse Headache. Third edition. England.
CClarks. 2015. Migrain Headaches in Adults. Tulane University School of Medicine.
http://tmedweb.tulane.edu/pharmwiki/doku.php/migrain_headaches.
Chawla, J dkk. 2016. Migrain Headache Clinical
Presentation.http://emedicine.medscape.com/article/1142556-clinical#showall.
Chowdhury D. 2010. Acute Management of Migrain. JAPI; 58: Hal.21-25
Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of Medicine.
Massachusetts. 354: Hal.158-165..
Guyton.2009.Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier.
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal.289-
300.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Cetakan kelima. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Hartwig, MWL. 2015. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. Hal.1063-101.
Headache Classification Subcommitee of the International Headache Society. 2004. The
International Headache Classification Disorder. 2nd Edition. Cephalgia 24 Suppl. 1:1-
160.
Netter, FM. 2011. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders.
Olesen, J dkk. 2013. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(IHS) The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (beta version).
Cephalalgia An International Journal of Headache. 33(9): Hal. 629–808.
Price, S dan Lorraine MW. 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.
Price, S dan Wilson, LM. 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta: EGC.
Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologi. EGC; Jakarta.
49

Ropper AH, Samuels MA dan Klein JP. 2014. Adams and Victor’s Principles of Neurology.
USA: McGraw-Hill.
Ropper, A dan Brown, R. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th. USA :
McgrawHill.
Sjahrir, H. 2004. Nyeri Kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Wijaya, MAP, Meidiary, AAA dan Putra, IBK. 2019. Karakteristik Migren Tanpa Aura pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter. Callosum Neurology, Publikasi
Elektronik (Online First, Ahead of Print). Jurnal Berkala Neurologi Bali. ISSN 2614-
0276 | E-ISSN 2614-0284. DOI: 10.29342/cnj.v2i2.40. Hal.60-64.
World Health Organization. 2016. Headache Disorders.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs277/en/.

LAMPIRAN
50

Tampak depan rumah Ny.Z

Ruang tamu Ny.Z


51

Ruang tamu Ny.Z

Ruang tengah atau keluarga Ny.Z

Kamar tidur Ny.Z dan suami


52

Kamar An.AL

Ruang menyimpan barang-barang dapur

Tempat tidur An.MF


53

Kamar mandi

Dapur dan ruang cuci baju

Anda mungkin juga menyukai