BAB I
PENDAHULUAN
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dalam
kehidupan sehari - hari, sekitar 90% dari setiap individu pernah mengalami minimal 1 kali per
tahun. Nyeri kepala menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang datang berobat jalan ke
dokter saraf, hasil pengamatan yang didapatkan bahwa insidensi jenis penyakit dari praktek
klinik di medan pada tahun 2003 didapatkan 10 besar penyakit yang berobat jalan, dimana
cephalgia menduduki peringkat pertama dengan presentase jumlah 42% (Sjahrir, H, 2004).
Migrain merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang diklasifikasikan oleh
International Headache Society (IHS) dan merupakan penyebab nyeri kepala primer kedua
setelah Tension Type Headache (TTH). Migrain ditandai dengan nyeri kepala yang umumnya
unilateral dengan sifat nyeri yang berdenyut, dan lokasi nyeri umumnya di daerah frontotemporal
(Price, S dan Lorraine MW, 2003).
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia. Migren merupakan ganguan yang bersifat familial dengan
karakteristik serangan nyeri kepala yang episodic (berulang-ulang) dengan intensitas, frekuensi
dan lamanya yang berbeda-beda. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai
anoreksia, mual dan muntah (Headache Classification Subcommitee of the International
Headache Society, 2004).
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien berjenis kelamin
perempuan berusia 33 tahun. Pasien datang ke Puskesmas Pujon dengan keluhan nyeri kepala
sebelah kiri. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis Migrain dengan Aura.
Kasus seperti ini cukup sering terjadi di masyarakat, beserta permasalahannya seperti masih
kurangnya pengetahuan terkait tatalaksana kasus tersebut. Oleh karena itu, penting bagi penulis
untuk memperhatikan dan menganalisis, kemudian bisa mengaplikasikan secara langsung di
lapangan mengenai penyakit migraine dengan aura.
1.1 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimanakah penegakan diagnosis kasus Ny.Z?
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Nomor Rekam Medis : 006603
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Delik, RT/RW 3/0, Desa/Kelurhan Madiredo,
Keamatan Pujon, Kab/Kota Malang
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal kunjungan ke Puskesmas: 13 Maret 2020
Identitas Suami
Nama : Tn. AS
Usia : 36 tahun
Alamat : Jl. Delik, RT/RW 3/0, Desa/Kelurhan Madiredo,
Keamatan Pujon, Kab/Kota Malang
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Jawa
denyut, awal munculnya nyeri apabila pasien melihat cahaya yang terang (silau) yang
memicu nyeri kepala sebelah kiri, diperberat dengan beraktivitas, misalnya mencuci
pakaian, nyeri kepala dirasakan sekitar (>10 menit) yang dirasakan mereda kemudian nyeri
kembali yang berlangsung < 72 jam, berkurang apabila pasien beristirahat, pasien juga
mengalami mual (+) ± sejak 2 hari yang lalu akan tetapi pasien tidak sampai muntah, nafsu
makan menurun, selera minum baik, BAB biasa dan BAK lancar.Diplopia (-), nyeri mata
(-), sensitif cahaya (+), demam (-),riwayat trauma (-). Pasien pernah mengeluhkan hal
serupa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a) Riwayat Keluhan Serupa : pasien pernah mengeluhkan hal serupa saat SMA
b) Alergi Obat dan Makanan : disangkal
c) Riwayat Operasi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a) Riwayat sakit serupa : disangkal
b) Alergi : disangkal
5. Riwayat Pengobatan :disangkal
6. Riwayat Alergi : tidak ada
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan suami dan kedua anaknya. Status ekonomi keluarga
pasien tergolong dalam ekonomi menengah kebawah. Penghasilan didapat dari Tn. AS
yang bekerja sebagai buruh pabrik dan Ny. Z bekerja sebagai ibu rumah tangga yang
kadang menerim pesanan makanan kotakan. Anaknya berumur 13 tahun dan 8 tahun.
Sebelah rumah Ny. Z adalah ibu mertua. Ny. Z juga aktif dalam posyandu lansia di
Desa Madiredo.
8. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan sehari 3 kali. Terkadang pasien membuat makanan kotakan dimana
tergantung ada tidaknya pesanan.
2. GCS : 456
3. Tanda Vital
a) Tensi : 124/80 mmHg
b) Nadi : 78 x/menit
c) RR : 22 x/menit
d) Suhu : 36,2°C
e) BB : 70 Kg
f) TB : 150 cm
Pemeriksaan Head to Toe
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpebrae anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, refleks cahaya (+/+)
Hidung :Tidak ada nafas cuping hidung, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : Mukosa basah (+), bibir simetris, sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor
(-), faring hiperemis (-).
Leher : Tidak ada perbesaran KGB (-/-)
Thoraks :
Pulmo : I: Bentuk simetris, pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, retraksi
dinding dada (-)
P: tidak diperiksa
P: tidak diperiksa
A: Vesikuler seluruh lapang paru
Cor : Bunyi jantung I dan II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Soefl (+), bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (-).
Ekstemitas: Deformitas (-)
Genitalia: tidak diperiksa
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
6
Sensorik
Kulit Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Selaput Lendir Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks Kornea
Langsung Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vestibularis
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Nistagmus
8
4. Motorik
5 5
5 5
5. Pemeriksaan Sensorik
Hipostesia (-)
Parestesia (-)
6. Pemeriksaan Refleks
Superior Inferior
Reflex Fisiologis
9
7. Tes Provokasi
Tidak dilakukan
2.4 Resume
Pasien datang ke poli Umum Puskesmas Pujon pukul 10.30 WIB, dengan keluhan
nyeri kepala sebelah kiri ± sejak 2 hari yang lalu, dimana nyeri dirasakan berdenyut-
denyut, awal munculnya nyeri apabila pasien melihat cahaya yang terang (silau) yang
memicu nyeri kepala sebelah kiri, diperberat dengan beraktivitas, misalnya mencuci
pakaian, nyeri kepala dirasakan sekitar (>10 menit) yang dirasakan mereda kemudian
nyeri kembali yang berlangsung <72 jam, berkurang apabila pasien beristirahat, pasien
juga mengalami mual (+) ± sejak 2 hari yang lalu akan tetapi pasien tidak sampai muntah,
nafsu makan menurun dan pasien pernah mengeluhkan hal serupa.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis.
Tanda vital dalam batas normal, regio kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas
dalam batas normal. Pemeriksaan meningeal sign, motorik, sensorik, reflek fisiologis dan
patologis juga dalam batas normal.
2.5 Diagnosa
1. Diagnosa klinis: Cephalgia yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut, <72 jam, dipengaruhi
aktivitas, intensitas sedang sampai berat, fotofobia dan mual.
2. Diagnosa topis: Neurovaskular
3. Diagnosa etiologi : Migrain tanpa aura
o Sediakan waktu untuk berolahraga secara teratur dimana menghindari stres, yang
mana juga dapat memicu sakit kepala muncul.
o Sediakan waktu untuk relaksasi dan menenangkan diri setiap harinya, misalnya
dengan mendengarkan musik slow, pijatan ringan, atau terapi relaksasi lainnya
agar terhindar dari stress.
Terapi Medikamentosa :
o Sumatriptan 50 mg tablet 1x1 pc, dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg.
o Natrium diklofenak 50mg tablet 3x1 pc
o Domperidon 10mg tablet 3x1 ac
d. Rehabilitatif :
Pasien dianjurkan untuk membatasi aktifitas dan banyak beristirahat untuk
pemulihan dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Pasien dianjurkan untuk mengikuti saran dan nasihat dokter.
2.8 Tatalaksana berkesinambungan :
Melakukan follow-up terhadap pasien untuk menilai perkembangan proses penyembuhan.
Apabila masih terdapat keluhan pengobatan dapat dilanjutkan di rumah sakit tipe B
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut .
2.9 Tatalaksana Integratif :
Dibutuhkan pemahaman bersama agar pasein dan keluarga mengerti tentangmenyakit
pasien dan faktor resiko dari migrain tanpa aura, sehingga pasien dapat melakukan
pencegahan secara mandiri di rumah sehingga tidak memperberat keluhan dari pasien.
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling mengisi antar anggota
keluarga dalam setiap masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan dan memotivasi antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru dan bermanfaat yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.
d. Affection
Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini sudah terjalin dengan
cukup baik.
e. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup baik dan selalu memanfaatkan
waktu bersama sebaik-baiknya dengan anggota keluarga lainnya saat semua anggota
keluarga dapat berkumpul.
kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas *
dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima *
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya *
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya *
membagi waktu bersama-sama
Total skor APGAR An. AL adalah 10
Tabel 2.4 Nilai APGAR Ny. Z
APGAR An. AL Terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang- Jarang/
kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas *
dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima *
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya *
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya *
membagi waktu bersama-sama
Total skor APGAR Ny. Z adalah 10
Tabel 2.5 Nilai APGAR An. MF
APGAR Tn. AS Terhadap Keluarga Sering/selalu Kadang- Jarang/
kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga *
saya bila saya menghadapi masalah
16
Dari poin satu sampai empat dari fungsi holistik, fungsi biologis pasien mengalami
gangguan yaitu migraine tanpa aura. Fungsi psikologis didapatkan adanya konsentrasi
yang menurun karena memikirkan ibu mertua yang sedang sakit terbaring di RS dengan
mengurus suami dan kedua anaknya di rumah dan sosial ekonomi pasien cukup baik.
2.12.3 Fungsi patologis
Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score, dengan rincian sebagai berikut.
a. Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup baik. Ny.Z juga turut
serta mengikuti kegiatan pengkaderan di tempat tinggal Ny.Z yaitu kader posyandu
lansia. Sehingga Ny.Z tergolong aktiv dalam bersosialisasi.
b. Culture, keluarga ini memberikan respon yang baik terhadap budaya, tata krama,
dan perhatian terhadap sopan santun.
c. Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.
d. Economic, status ekonomi keluarga ini menengah kebawah yaitu pekerjaan
Tn.AS adalah buruh pabrik sedangkan Ny.Z seorang ibu rumah tangga yang kadang
menerima pesanan kotakan jika ada yang memesan. Sehingga penghasilan lebih dominan
dihasilkan oleh suaminya.
e. Educational, tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup. Ny. Z tamatan
SMP, Tn. AS tamatan SMP, An. AL sedang bersekolah di SMP dan An. MF
sedang bersekolah SD.
f. Medical, jarak antara rumah dengan pusat kesehatan dapat dijangkau dengan
mudah, dan keluarga ini merupakan keluarga yang mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik dan cukup memadai.
2.13 Genogram
Bentuk keluarga : Nuclear Family
Tn. M, 67 Ny. S, 64
Tn.AS, Ny Z, 33
37
18
diketahui dari keseharian pasien yang masih beraktivitas seperti menerima pesanan
kotakan serta terlalu banyak pikiran yaitu ibu mertua yang sedang sakit.
Tn.AS Ny.Z
An.A An.MF
L
Kesimpulan :
Hubungan Ny.Z dengan setiap anggota keluarga yang tinggal bersamanya adalah baik.
20
Sikap: Keturunan:
Keluarga peduli terhadap penyakit penderita KeluargaKedua
Ny.Zanak penderita mengerti akan keluhan yang diderita Ny.Z
Pelayanan Kesehatan:
Tindakan:
Rutin periksa kesehatan
Keluarga peduli dan mengantar Ny.Z ke PKM saat mengalami keluhan
di PKM Pujon
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling berhubungan
satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi otak atau encephalon.
Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-cranium, yang melindungi otak adalah
neurocranium dan yang membentuk tulang wajah adalah viscerocranium. Disebelah profunda
dari cranium terdapat lembaran jaringan ikat yang juga berfungsi melindungi otak disebut
meninges yang terdiri dari atas 3 lapis yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain
itu kulit kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih
superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak (Hartwig, M WL, 2015).
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri dan ada
yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi menjadi struktur
peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri ekstrakranial antara lain kulit
kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri ekstrakranial, periosteum, sinus paranasalis, rongga
22
hidung, rongga orbita, dan nervus cervicalis (C2 dan C3). Sedangkan struktur peka nyeri
intracranial antara lain sinus venosus (sinus sagitalis), duramater, arteri meningea media,
nervus cranialis (trigeminus, facialis, glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus Willisi.
Sedangkan struktur kranial yang tidak peka nyeri antara lain tulang kepala, parenkim otak,
ventrikel, dan plexus choroideus (Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).
Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur
cranium maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala melibatkan
struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka nyeri akan
diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang diperantarai oleh nervus
trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di daerah fossa cranii posterior
(infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke daerah occipitalis, leher, dan belakang
telinga yang diperantarai oleh nervus cervicalis atas C1, C2, dan C3 (Guyton, 2009dan
Netter, FM, 2011).
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari
saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey
matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars
interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi,
pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu (Guyton, 2009).
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala dan
yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini
disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal.
Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal
(Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini (Netter, FM, 2011).
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater
24
bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan
otot menguyah (Netter, FM, 2011).
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring (Netter, FM, 2011).
Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus
inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longis simus capitisda n
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini
mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke
bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke
kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser
occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala
melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi
cabang lateral ke longissimus capitisda n splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial.
Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-
3 zygapophysial bagian lateral dan posterior (Hartwig, M WL, 2015 dan Guyton, 2009).
25
Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum dapat
ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf yang hiperaktif dan
pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu pengeluaran sitokin proinflamasi
yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan di perivaskular (nervus trigeminus), yang
kemudian dipersepsikan sebagai nyeri kepala unilateral daerah frontotemporal dengan
kualitas yang berdenyut. Pembahasan ini akan lebih detail pada bagian patomekanisme.
3.2 Definisi
Migrain merupakan gangguan nyeri kepala berulang, serangan berlangsung selama
4-72 jam dengan karakteristik khas seperti berlokasi unilateral, nyeri berdenyut (pulsating),
intensitas sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik rutin, dan berhubungan dengan
mual atau fotofobia (Anurogo,2012). Migrain adalah kondisi medic yang memiliki gejala
sakit kepala yang intens, nyeri pada sebelah bagian kepala. Kebanyakan pasien merasakan
sakit pada salah satu belakang mata atau telingannya. Selain itu migrain juga dapat
menimbulkan gejala seperti mual muntah dan sensistif terhadap cahaya maupun suara
(Goadsby,2013).
Migrain adalah kondisi neurologis yang kompleks dan dapat mempengaruhi tubuh
dengan berbagai macam gejala. Gejala yang ditumbulkan dapat berbagai macam, dan
biasanya dokter dapat menegakkan diagnosis migrain jika sakit kepala tergolong sakit yang
berat, tetapi beberapa pasien ada yang mengalami migrain ringan bahkan tidak merasakan
gejala migrain. Pasien yang mengalami migrain cenderung lebih senang berbaring dalam
ruangan yang gelap dan sunyi (Geffen, 2011).
3.3 Epidemiologi
50% orang di dunia ini mengalami sakit kepala setidaknya satu kali dalam setahun.
Dimana terdapatusia 18-65 tahun. Dari 50% orang di dunia yang mengalami sakit kepala
tersebut, dapat diperkirakan 30% nya menderita migrain (Ropper AH, Samuels MA dan
Klein JP, 2014).
Asia sebesar 10,6% (Ropper AH, Samuels MA dan Klein JP, 2014 dan World Health
Organization, 2016).
Berdasarkan umur, penderita migrain terbanyak berada pada usia 25-55 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin juga menunjukkan bahwa penderita migrain sebagian besar
adalah perempuan (American Headache Society).
3.4 Etiologi
Penyebab terjadinya migraine masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migraine (Price, S dan Wilson, LM,
2003).
monosodium glutamat, aspartam, cokelat, keju, tidak makan, puasa), psikologis (stres,
kondisi setelah stress atau liburan akhir minggu, cemas, takut, depresi), lingkungan fisik
(cahaya menyilaukan, cahaya terang, stimulasi visual, sinar berpendar atau berpijar, bau
yang kuat, perubahan cuaca, suara bising, ketinggian, mandi keramas), faktor yang berkaitan
dengan tidur (kurang tidur, terlalu banyak tidur)dan faktor lainnya (trauma kepala, latihan
fisik, kelelahan) (Chowdhury,2010).
Sedangkan faktor pencetus terdiri dari kualitas tidur, gangguan psikologis (depresi,
kecemasan, stres), hormonal (menstruasi), serta status merokok (Wijaya, MAP, Meidiary,
AAA dan Putra, IBK, 2019).
periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase nyeri kepala
Nyeri kepala migrain biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung
didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus
kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam. Intensitas nyeri bervariasi,
dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdromal
Pasien mungkin merasa lelah, lemas, konsentrasi menurun, dan terjadi perubahan
mood.
29
Gambar 3.3. Deskripsi vision loss pada pasien migrain dengan aura
(Chawla et all, 2016).
Gambar 3.4. Deskripsi vision loss pada pasien migrain dengan aura
(Chawla et all, 2016).
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migrain dengan aura, sementara pada
penderita migrain tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri kepala,
dan fase postdromal. Kesimpulannya, tanda dan gejala migrain yang dapat dijadikan sebagai
essential of diagnosis yang mengarah pada migrain klasik diantaranya (Aminoff, 2015) :
1. Sakit kepala pulsatif (commonly yang disertai dengan denyutan).
30
2. Nyeri tipikal atau khas (tidak selalu terjadi, sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri
unilateral).
3. Gejala penyerta lainnya yang sering dikeluhkan berupa: nausea, vomiting, fotofobia dan
fonofobia.
4. Ada aura (sebagai transient neurologic symptom).
3.7 Klasifikasi
Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache Society tahun 2013 :
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Komplikasi migren
Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)
Migrene-Triggered Seizure
3.8 Patogenesis
Patogenesis terjadinya migren masih belum diketahui secara pasti, namun telah
dikembangkan beberapa teori. Pertama adalah teori vaskuler tradisional. Teori ini
mengungkapkan bahwa migrain disebabkan oleh peleberan pembuluh darah otak. Namun,
data yang didapatkan tidak menunjang teori ini. Teori kedua adalah hipotesis migrain
neurovaskuler. Teori ini mengungkapkan disfungsi neuron yang menyebabkan migrain.
Teori terakhir adalah migrain yang didasarkan genetik. Teori ini mengungkapkan bahwa
migrain dapat diturunkan. Adanya abnormalitas dari kanal ion dari pasien migrain diduga
dapat diturunkan (Cclarks,2015).
31
3.9 Patofisiologi
Dahulu migrain oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Ini didasarkan atas tiga percobaan
binatang (Harsono, 2007):
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression
dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao, dapat menerangkan timbulnya aura pada
migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa
depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada
jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat
penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Adanya gangguan vasospasme menyebabkan
pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks
visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai.
32
Cortical Spreading Depression ini juga dapat menyebabkan ekstravasasi protein pada
duramater. Akibat hal tersebut, neurokinin-1 receptor inhibitor akan melemahkan perubahan
protein pada plasma meningeal yang akan menyebabkan respons inflamasi. Hal ini dapat
menimbulkan adanya rasa sakit di kepala. Pelepasan Calcitonine gene-related peptide pada
axon trigeminaljuga turut berperan dalam terjadinya vasodilatasi dan ekstravasasi protein
plasma.
3.10Penegakan Diagnosis
Tabel 3.1. Kriteria diangosis untuk migrain (BASH,2010)
35
1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri yang sedang sampai sangat nyeri
4. Aktivitas fisik rutin terganggu
D Ketika nyeri kepala menyerang, paling sedikit terdapat satu dari
gejala berikut:
d. Cemas
e. Food craving
f. Sexual excitement
g. Fatigue
h. Kelabilan emosi yang berlangsung dari beberapa menit sampai berhari-hari
i. Berkurangnya selera makan
j. Mual
k. Muntah
l. Sensitivitas terhadap sinar dan suara yang makin memberat
m. Gangguan mood, sensorik dan motorik.
2. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang berarti untuk mendiagnosis nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan neurologis normal.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan kepala dan leher serta
pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi, dan
sensasi. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan
tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan daya
ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien juga dilakukan dengan menanyakan
beberapa pertanyaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan berbagai
penyakit yang serius yang memiliki gejala nyeri kepala seperti tumor atau
aneurisma dan penyakit lainnya (Akbar,2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan nyeri kepala atau migrain dapat didiagnosis tanpa melakukan
pemeriksaan penunjang. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk mengetahui penyebab nyeri kepala sekunder. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah neuroimaging, electrencephalography,
pungsi lumbal, dan tes darah.
Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic migraine). Aura
sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh dalam jangka
waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus),
37
pada saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura,
yaitu :
bilateral) gangguantidur
Migrain Fronto- Dewasa Nyeri sedang- Cahaya,
dengan aura temporal muda, kadang berat, suara,
(uni- anak-anak berdenyut + alkohol,
bilateral) gangguan gangguantidur
sensorik,
visual, otonom
Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, Tidak
Headache temporal dan laki-laki tidak diketahui
(Nyeri dewasa (90%) berdenyut, pasti, alkohol
kepala lakrimasi, pada beberapa
kluster) rinore, injeksio kasus
konjungtiva
Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,
Headache Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
( Nyeri menyeluruh pertengahan, tidak
kepala terkadang berdenyut,
ketegangan anak-anak, berlangsung
) wanita>pria berhari-hari,
bulan, tahunan
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti umumnya 60- tertusuk, berat, berbicara,
persarafan 70 tahun dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi
pada kepala nyeri
3.12 Penatalaksanaan
1. Non-Medikamntosa
Terapi konvensional pada pasien dengan migrain sangat dianjurkan untuk
menghindari faktor pencetusnya. Namun pada hal ini karena faktor pencetus tidak selalu
39
bisa dihindari, maka dianjurkan pengobatan non- medik, termasuk dalam pengobatan
non-medik adalah latihan relaksasi otot (Harsono, 2007).
Kebiasaan dan pola hidup sangat berpengaruh dalam pencegahan migrain.
Terlebih lagi jika anda merasa bahwa migrain muncul akibat kebiasaan anda sehari-hari.
Berikut ini adalah pola hidup yang harus diperhatikan (Wibowo S., Gofir A, 2001).
Tidur
Pengaturan pola tidur yang konsisten sangat membantu mencegah migrain.
Biasakan tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari, bahkan di akhir pekan.
Pola tidur yang tidak teratur bisa menyebabkan sakit kepala.
Makan
Melewatkan waktu makan, atau level gula darah yang rendah bisa menyebabkan
migrain. Termasuk di dalamnya minum air yang cukup setiap harinya.
Olahraga
Sediakan waktu untuk berolahraga secara teratur. Namun hindari olahraga yang
terlalu berat karena bisa jadi kelelahan merupakan pemicu migrain anda. Walaupun
begitu, olahraga yang teratur bisa membantu mencegah migrain, termasuk
menghindari stres, yang mana juga dapat memicu sakit kepala muncul.
2. Medikamntosa
Tatalaksana pada pasien dengan migrain dilakukan berdasarkan usaha untuk
menghindari faktor risiko apa yang hendak diatasi pada saat serangan terjadi, disamping
itu penambahan obat-obat profilaksis dan simptomatis dapat diberikan jika perlu
(Aminoff, 2012).
a. Terapi Simptomatik
Pada serangan migrain yang tiba-tiba, istirahat di tempat yang gelap dengan
bantuan mematikan lampu sangat diperlukan untuk setidaknya mengurangi gejala
yang timbul. Pemberian obat analgesik sederhana (aspirin, asetaminofen, ibuprofen
atau naproxen) dapat dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan migrain
tersebut yang diberikan 15 hari atau kurang dalam sebulan, sedangkan pemberian
obat analgesik dengan kombinasi perlu dibatasi setidaknya 10 hari atau kurang
dalam sebulan.
1) Analgesik spesifik
40
3.13 Komplikasi
Perlu diperhatikan untuk membedakan tipe-tipe migrain sesuai dengan
klasifikasinya dengan migrain dengan komplikasi. Tipe-tipe migrain sebagaimana
dijelaskan diklasifikasikan berdasarkan migrain dengan aura, migrain tanpa aura, dan
migrain kronis. Berikut ini dijelaskan migrain dengan komplikasi (Olesen et all, 2013) :
a. Status Migrainosus
Serangan migrain dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk
tidur).
43
3.14 Prognosis
Prognosis migrain masih sedikit dipelajari dan penelitian dalam hal ini masih dalam
tahap awal. Migrain adalah gangguan kronis dengan serangan episodik dengan prognosis
jangka panjang sangat bervariasi. Dalam banyak kejadian, migrain mungkin memiliki
kemungknan membaik (remisi lengkap) atau relatif membaik (parsial remisi). Pada
beberapa penderita penyakit ini bisa membaik dan pada beberapa lainnya memburuk
(progresif) (Bigal, 2008).
BAB IV
PEMBAHASAN
44
Ny.Z memikirkan
mertua yang sedang
sakit dan terbaring di
RS sehingga Ny.Z, 33 tahun Riwayat penyakit serupa
konsentrasi terbagi dengan Migrain sebelumnya yang menjadi
antara mengurus suami dengan Aura salah satu faktor resiko
dan anaknya di rumah
serta mengurus mertua
yang sedang sakit.
mereda kemudian nyeri kembali yang berlangsung < 72 jam. Keluhan berkurang jika Ny.Z
beristirahat. Ny.Z juga mengeluhkan mual yang dirasakan ± sejak 2 hari yang lalu.
b. Fungsi Psikologis
Pasien kesehariannya tinggal bersama suami dan keduaanaknya. Kehidupan Ny.Z terjalin
erat dan akrab, dengan latar pendidikan yang cukup dan selalu memperhatikan kesehatan
keluarga.
c. Fungsi Sosial-Ekonomi
Ny.Z merupakan ibu rumah tangga yang terkadang membuat makanan kotakan jika ada
pesanan. Ny.Z cukup aktif mengikuti kader kegiatan posyandu lansia. Pendidikan terakhir
Ny.Z adalah SMP. Hubungan dengan tetangga di sekitar rumah baik.
Aspek Kegiatan Dokter Keluarga
Aspek Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
personal migraindengan aura dari penyebab, gejala, penanganan,
komplikasi, dan pencegahannya
d. Fungsi indoor
Gambaran lingkungan di dalam rumah cukupmemenuhi syarat-syarat kesehatan, lantai
dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi, sirkulasi udara dan pencahayaan cukup,
sumber air cukup bersih, pengelolaan sampah dan limbah baik, kamar mandi
menggunakan jamban dengan septic tank, akan tetapi kamar mandi sedikit terlihat kotor
dan agak gelap.
e. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan di luar rumah cukup, jarak rumah keluarga Ny.Zdengan rumah
tetangganya berdekatan. Depan rumah Ny.Z adalah perkebunan buah jeruk sehingga
sirkulasi yang segar cukup banyak didapatkan. Kebersihan di sekitar rumah cukup dan
jalan menuju rumah ini sudah aspal. Jarak rumah dengan jalan raya sekitar 1,5 kilometer.
.
4.5 Upaya Kesehatan
Komunikasi, informasi dan edukasi terkait penyakit pasien kepada Ny.Zdan keluarga.
Pentingnya kerjasama dokter, pasien dan keluarga dalam mencegah penyakit tersebut.
Dokter sebagai dokter keluarga memberikan penyuluhan, pencegahan, dan pengobatan
penyakit Ny.Z dan menjelaskan perubahan kebiasaan menjadi lebih baik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ny.Z di diagnosa dengan migrain tanpa aura. Migrain merupakan gangguan nyeri kepala
berulang, serangan berlangsung selama 4-72 jam dengan karakteristik khas seperti berlokasi
unilateral, nyeri berdenyut (pulsating), intensitas sedang atau berat, diperberat oleh aktivitas fisik
rutin, dan berhubungan dengan mual atau fotofobia. Pada Ny.Z mengalami migraine tanpa aura
dimana terdapat 4 fase yaitu fase prodormal dimana pada Ny.Z gejalanya berupa perubahan
mood, perasaan lemah, letih, lesu yang muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala,
fase aura terjadi dengan mendahului serangan migraine yang muncul sekitar 10 menit yang
47
dirasakan mereda kemudian nyeri kembali yang berlangsung < 72 jam dengan mengganggu salah
satu sisi lapang pandang dan kemudian hilang dalam beberapa menit dilanjutkan timbul nyeri
kepala, fase nyeri kepala dirasakan Ny.Z berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung di
daerah frontotemporalis sekitar ±1 jam, kemudian menjalar ke posterior dan berlangsung selama
<72 jam yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan fase post dormal dimana terjadi perubahan
mood, merasa lelah dan konsentrasi menurun.
5.2 Saran
Melakukan pendekatan berbasis kedokteran keluarga guna meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap penyakit migraine dengan aura melalui pola hidup sehat dan perlu diberikan
pengetahuan yang benar tentang penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan penyakit.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. 2010. Nyeri Kepala. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makasar.
American Headache Society. Epidemiology and Impact of Headache and Migraine.
http://www.americanheadachesociety.org/assets/1/7/NAP_for_Web_-
_Epidemiology___Impact_of_Headache___Migraine.
Aminoff, MJ, Greenberg, DA dan Simon, RP, 2009. Clinical Neurology 9th edition. San
Fransisco: McGraw-Hill Education-Medical.
48
Aminoff, MJ dan Kerchner, GA. 2015. 2015 Current Medical Diagnosis and Treatment Fifty-
Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Education-Medical.
Bigal, ME dan Lipton, RB. 2008. The prognosis of migrain. Current opinion in neurology. 21(3):
Hal.301-308.
British Association For The Study of Headache. 2010. Guidelines for All Healthcare
Professionals in the Diagnosis and Management of Migrain,Tension-type Headache,
Cluster Headache, Medication-overuse Headache. Third edition. England.
CClarks. 2015. Migrain Headaches in Adults. Tulane University School of Medicine.
http://tmedweb.tulane.edu/pharmwiki/doku.php/migrain_headaches.
Chawla, J dkk. 2016. Migrain Headache Clinical
Presentation.http://emedicine.medscape.com/article/1142556-clinical#showall.
Chowdhury D. 2010. Acute Management of Migrain. JAPI; 58: Hal.21-25
Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of Medicine.
Massachusetts. 354: Hal.158-165..
Guyton.2009.Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier.
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal.289-
300.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Cetakan kelima. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Hartwig, MWL. 2015. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. Hal.1063-101.
Headache Classification Subcommitee of the International Headache Society. 2004. The
International Headache Classification Disorder. 2nd Edition. Cephalgia 24 Suppl. 1:1-
160.
Netter, FM. 2011. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders.
Olesen, J dkk. 2013. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(IHS) The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (beta version).
Cephalalgia An International Journal of Headache. 33(9): Hal. 629–808.
Price, S dan Lorraine MW. 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.
Price, S dan Wilson, LM. 2003. Patofisiologi edisi 6. Jakarta: EGC.
Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologi. EGC; Jakarta.
49
Ropper AH, Samuels MA dan Klein JP. 2014. Adams and Victor’s Principles of Neurology.
USA: McGraw-Hill.
Ropper, A dan Brown, R. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th. USA :
McgrawHill.
Sjahrir, H. 2004. Nyeri Kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Wijaya, MAP, Meidiary, AAA dan Putra, IBK. 2019. Karakteristik Migren Tanpa Aura pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter. Callosum Neurology, Publikasi
Elektronik (Online First, Ahead of Print). Jurnal Berkala Neurologi Bali. ISSN 2614-
0276 | E-ISSN 2614-0284. DOI: 10.29342/cnj.v2i2.40. Hal.60-64.
World Health Organization. 2016. Headache Disorders.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs277/en/.
LAMPIRAN
50
Kamar An.AL
Kamar mandi