Anda di halaman 1dari 14

RESPONSI

ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM


DISPEPSIA

Pembimbing :
dr. Iwan S., Sp.PD

Penyusun :
Aryannisa Ayuningtyas Condrowibowo
2020.04.2.0023

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS HANG TUAH
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM

DISPEPSIA

Responsi ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan saya sebagai Dokter Muda di bagian Ilmu Kedokteran
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Anwar Medika Sidoarjo.

Surabaya, 25 September 2021

Pembimbing

dr. Iwan S., Sp.PD

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah yang
telah dilimpahkan-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan responsi dengan judul
“Dispepsia”. Penulisan responsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada
progam pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo. Saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada seluruh dokter di Anwar Medika yang senantiasa membimbing saya agar
saya dapat menyelesaikan studi dengan baik. Ucapan terima kasih saya haturkan utamanya
kepada dokter pembimbing responsi ini, dr. Iwan S.,Sp.PD dan semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya responsi ini.
Responsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan segenap kerendahan hati, saya
sebagai penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila ada yang kurang berkenan dan saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Semoga responsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 25 September 2021


Penyusun

Aryannisa Ayuningtyas Condrowibowo

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
I. STATUS PASIEN...................................................................................................................4
II. SUBJEKTIF............................................................................................................................4
III. OBJEKTIF..........................................................................................................................5
IV. ASSESMENT......................................................................................................................6
V. PLANNING.............................................................................................................................6
VI. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................7
6.1 Definisi Dispepsia............................................................................................................7
6.2 Etiologi dan Epidemiologi..............................................................................................7
6.3 Klafisikasi........................................................................................................................8
6.4 Patofisiologi......................................................................................................................8
6.5 Manifestasi Klinis............................................................................................................9
6.6 Diagnosa.........................................................................................................................10
6.7 Komplikasi.....................................................................................................................10
6.8 Tatalaksana....................................................................................................................11
6.8.1 Non Farmakologis..................................................................................................11
6.8.2 Farmakologis..........................................................................................................11
6.9 Prevensi..........................................................................................................................12
6.10 Prognosis........................................................................................................................12
VII. KESIMPULAN.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13

3
I. STATUS PASIEN
Identitas Pasien:
- Nama : Ny. Z
- Usia : 30 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Status pernikahan : Kawin
- Alamat : Gresik
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Suku/Bangsa : Jawa
- Agama : Islam
- Tanggal MRS : 7 September 2021

II. SUBJEKTIF
1. Keluhan utama:
Nyeri ulu hati.
2. Keluhan tambahan:
Mual, kembung.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri ulu hati mulai 1 minggu yg lalu, rasa nyerinya tajam seperti ditusuk-tusuk, keluhan
hilang timbul, muncul hanya setelah makan, pada saat istirahat atau beraktivitas lain tidak
terasa nyeri. Keluhan nyeri ulu hati disertai dengan mual dan kembung (perut terasa
seperti penuh dengan gas) namun tidak ada riwayat muntah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Demam typhoid akhir tahun lalu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu menderita hipertensi dan kanker serviks.
6. Riwayat alergi:
Makanan seafood.
7. Riwayat pengobatan:
Nyeri ulu hatinya diberi antasida, thiamphenicol, sucralfate, omeprazole.

4
8. Riwayat kebiasaan:
Tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, untuk olahraga sering ikut senam malam
diperumahannya, makan tidak teratur.
9. Riwayat sosial ekonomi
Seorang ibu rumah tangga jadi aktivitasnya sebatas pekerjaan dirumah saja.

III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik :
- Pemeriksaan umum : tampak sakit ringan, GCS 4-5-6, BB 84kg, TB 159cm, IMT 31,6
(obesitas I)
- Tanda vital : BP 110/90 mmHg; PR 86x/menit regular; RR 20x/menit; suhu 36,0; SpO2
98%
- Kepala : Inspeksi: anemia/icterus/cyanosis/dyspnea : -/-/-/-
- Leher : tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tiroid,
pembuluh vena, tidak ada carotid bruit, JVP: normal
- Toraks :
o Inspeksi: dada tampak simetris, tidak ada gerakan dada yang tertinggal, tidak
ada pernapasan menggunakan otot aksesorius, IC tidak terlihat.
o Palpasi: IC teraba pada midclavicular sinistra ICS V | stem fremitus D=S.
o Perkusi: batas jantung kanan digaris parasternal kanan | kiri midclavicular kiri,
paru sonor/sonor.
o Auskultasi: S1 S2 tunggal, regular, tidak ada murmur | paru suara vesicular +/+,
suara napas tambahan (ronki, wheezing) tidak ada.
- Abdomen :
o Inspeksi: abdomen distended.
o Auskultasi: bising usus normal.
o Palpasi: liver dan lien tidak teraba, ada nyeri tekan epigastrium.
o Perkusi: hipertimpani, meteorismus (+)
- Ekstrimitas : akral hangat merah kering, CRT <2detik, edema tidak ada
2. Pemeriksaan Penunjang :
- Laboratorium :

5
o Darah lengkap: normal
o GDA: normal
o Elektrolit: normal
- Radiologi:
o Xray thorax: normal
3. Daftar Masalah
- Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak seminggu yang lalu, seperti tertusuk, hilang
timbul.
- Keluhan muncul hanya saat makan.
- Tidak muncul keluhan pada saat istirahat maupun beraktivitas.
- Keluhan utama disertai oleh rasa mual dan kembung.
- Pasien mempunya riwayat makan yang tidak teratur.
- Pemeriksaan fisik abdomen menunjukkan nyeri tekan epigastrium, perkusi
hipertimpani dan ada meteorismus.

IV. ASSESMENT
- Diagnosis: Dispepsia.
- Diagnosis Banding
o Gastritis.
o Gastroesophageal reflux disease.
o Ulkus peptikum.
o Irritable bowel syndrome.

V. PLANNING
- Diagnostik:
o PPI test.
o Endoskopi.
- Terapi:
o Diet makanan lunak dan gizi seimbang (kalori 25 x 84 = 2100 kkal).
o Kebutuhan cairan per hari: 30 x 84 = 2520 cc/hari.
o Proton pump inhibitor: omeprazole (injeksi 40mg/hari).

6
o Mucoprotective agent: sucralfate 4 x 1gr/hari.
o Prokinetic agent: domperidone 3 x 20mg/hari.
o Obat lain-lain: ondansetron (injeksi 4mg/hari).
- Monitoring:
o Tanda vital.
o Keluhan.
- Edukasi:
o Pasien akan dirawat inap untuk dipantau keluhannya dan diredakan gejalanya.
o Hindari makan makanan pedas dan asam.
o Hindari minum kopi dah teh.
o Jaga agar pola makan setiap hari yang teratur.

VI. TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Definisi Dispepsia


Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’
(digestion) yang berarti gangguan percernaan. Awalnya gangguan ini dianggap sebagai
bagian dari gangguan cemas, hipokondria, dan histeria. British Society of
Gastroenterology (BSG) menyatakan bahwa istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis,
melainkan kumpulan gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran pencernaan
atas.
Definisi dispepsia adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa
nyeri atau tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa terbakar,
penuh, cepat kenyang, mual atau muntah (Purnamasari, 2017).

6.2 Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi terbanyak dispepsia organik yaitu ulkus peptikum lambung/duodenum
sekitar 10%, penyakit refluks gastroesofagus persentasenya 5-20%, dan kanker lambung
2%. Namun, sebagian besar etiologi dispepsia tak diketahui (fungsional) sekitar 50-70%.
Faktor diet (makanan dibakar, cepat saji, berlemak, pedas, kopi, teh) dan pola
hidup (merokok, alkohol, obat NSAID/aspirin, kurang olahraga, makan tidak teratur)
diyakini berkontribusi pada dispepsia. Rokok dianggap menurunkan efek perlindungan

7
mukosa lambung, sedangkan alkohol dan obat antiinflamasi berperan meningkatkan
produksi asam lambung
Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan dispepsia kronis
atau berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik (struktural) dan sisanya
idiopatik atau fungsional (Purnamasari, 2017).

Tabel 6.1 Beberapa Penyebab Dispepsia

6.3 Klafisikasi
Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik (struktural) dan fungsional
(nonorganik). Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang mendasari, seperti
penyakit ulkus peptikum (Peptic Ulcer Disease/PUD), GERD (GastroEsophageal
Reflux Disease), kanker, penggunaan alkohol atau obat kronis. Non-organik
(fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas yang kronis atau
berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi.
Ada juga kriteria lain berdasar Rome yang membagi dispepsia fungsional menjadi
3 kelompok yaitu pertama dispepsia tipe ulkus yang keluhannya lebih dominan nyeri
epigastrik, kedua dispepsia tipe dismotilitas yang keluhan dominannya lebih ke
kembung mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang, ketiga dispepsia tipe non-
spesifik tanpa keluhan yang dominan (Purnamasari, 2017).

8
6.4 Patofisiologi
Karena patofisiologi dari dispepsia masih belum jelas, maka ada beberapa
hipotesis mekanisme telah diajukan. Hipotesis menurut (Setiadi, 2014) yang telah
diajukan adalah sebagai berikut:

 Sekresi Asam Lambung


Diduga adanya peningkatan sensitivitas mmukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak diperut.
 Helicobacter pylori
Studi populasi yang besar telah menunjukan peningkatan insiden infeksi
H. Pylori pada pasien dengan dispepsia. Beberapa ahli berpendapat H. Pylori
akan menginfeksi lambung jika lambung dalam keadaan kosong pada jangka
waktu yang cukup lama.
 Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia terjadi perlambatan
pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi
lambung pada saat makan, disritmia gaster dan hipersensitifitas visceral.
 Ambang Rangsang Persepsi
Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
hipersensitifitas reseptor di dinding usus dengan dispepsia yang timbul
akibat proses mekanik, kimiawi atau makanan, asam lambung atau hormon.
 Faktor Dietik
Faktor diet dapat dikatakan sebagai faktor pencetus keluhan dispepsia,
karena pada kasus dispepsia biasanya ada perubahan pola makan seperti
makan hanya mampu porsi kecil dan tidak toleran terhadap porsi besar.
 Psikologis
Diduga bahwa dispepsia berkorelasi dengan adanya depresi, peningkatan
kecemasan dan gangguan somatisasi. Adanya stres akut dapat mempengaruhi
fungsi gastrointestinal. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung
yang didahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Namun hipotesa
ini masih kontroversial.

9
6.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri atau
ketidaknyamanan di perut, rasa penuh di perut setelah makan, kembung, rasa kenyang
lebih awal, mual, muntah, atau bersendawa. Pada dispepsia organik, kecenderungkan
keluhan tersebut menentap, disertai rasa kesakitan dan jarang memiliki riwayat psikiatri
sebelumnya (Stanghellini et al., 2003).

6.6 Diagnosa
Pemeriksaan fisik dispepsia biasa merujuk pada klasifikasi Rome yang membagi
dispepsia berdasar gejala yang dialami, ada yang dominan nyeri di ulu hati, ada juga
yang lebih dominan keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh dan cepat kenyang,
bisa juga pasien tidak merasakan ada keluhan yang benar-benar dominan (UC et al.,
2011).

Tabel 6.2 Kriteria dispepsia menurut Rome III

Ada beberapa peneriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengeksklusi


gangguan organik atau biokimiawi seperti pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi
tiroid, fungsi pankreas, dan lain-lain), radiologi (USG dan endoskopi ultrasonografi)
dan endoskopi yang merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting untuk
mengeksklusi penyebab dispepsia

Diagnosa banding untuk dispepsia sendiri adalah beberapa penyakit saluran cerna
lain yang bergejala mirip seperti gastritis, gastroesophageal reflux disease, ulkus
peptikum dan irritable bowel syndrome (Setiadi, 2014).

10
6.7 Komplikasi
Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat mengakibatkan
kanker pada lambung (Djojoningrat, 2009).

6.8 Tatalaksana
Tatalaksana dispepsia bisa dibagi menjadi 2 yaitu yang non farmakologis dan
yang farmakologis, karena terapi dari dispepsia ini harus punya cakupan yang luas dari
beberapa aspek menurut (Setiadi, 2014).

VI.8.1 Non Farmakologis


Tatalaksana non farmakologis dari dispepsia meliputi modifikasi
pola hidup dan dietetik. Prinsipnya adalah menghindari makanan pencetus
serangan seperti pedas, asam, dan tinggi lemak serta hindari terlalu banyak
minum kopi maupun teh. Namun prinsip ini juga harus dipakai secara
proporsional dan jangan sampai mempengaruhi kualitas hidup penderita.
Bisa juga dilakukan psikoterapi seperti akupuntur, acupressure,
acustimulation, gastric electrical stimulation namun belum ada guideline
untuk dipakai oleh penderita dispepsia.

VI.8.2 Farmakologis
a. Antasida, mengonsumsi antasida dapat meredakan gejala dispepsia
sementara namun ini bukan solusi jangka panjang.
b. Antagonis reseptor H2, obat-obatan seperti ranitidine, simetidine dan
famotidine dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri di ulu
hati pada dispepsia. Tapi pada kasus yang tidak persisten obat ini bisa
diganti dengan PPI karena lebih efektif dalam menangani masalah
asam lambung.
c. Proton Pump Inhibitor (PPI), golongan obat PPI seperti omeprazole,
lanzoprazole, pantoprazole, rabeprazole dan lain-lain dapat
mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri yang dialami pasien. Obat ini bisa dikombinasi dengan
antagonis reseptor H2 untuk dispepsia kronis yang persisten.

11
d. Mukoprotektor, seperti misoprostol dan sukralfat dapat membantu
menguatkan mucosal barrier di lambung yang menambah proteksi
dari asam lambung.
e. Prokinetik, obat prokinetik seperti metoklopramid, domperidone,
cisapride dapat memperbaiki motilitas saluran cerna.
f. Lain-lain, ditujukan untuk menghambat keluhan nyeri contohnya
penggunaan obat antidepresi golongan trisiklik seperti amitriptilin,
obat golongan agonis 5-HT1 seperti buspiron untuk memperbaiki
keluhan setelah makan dan obat antagonis reseptor 5-HT3 seperti
ondansentron dapat menurunkan rasa mual post prandial.

6.9 Prevensi
Pencegahan dapat dilakukan lewat modifikasi gaya hidup seperti makan perlahan-
lahan dan harus dikunyah halus sebelum ditelan, menghindari pemicu dispepsia seperti
makanan pedas, asam, berlemak dan minuman yang bersoda, atau mengandung alkohol
dan kafein, berhenti merokok serta menjaga berat badan tetap ideal dengan olahraga
teratur (Djojoningrat, 2009).

6.10 Prognosis
Jika diagnosa ditegakkan secara akurat dan cepat setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang tepat, maka prognosis dapat dikatakan baik (Djojoningrat, 2009).

VII. KESIMPULAN
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak seminggu yang lalu, seperti tertusuk,
hilang timbul. Keluhan muncul hanya saat makan. Tidak muncul keluhan pada saat
istirahat maupun beraktivitas. Keluhan utama disertai oleh rasa mual dan kembung.
Pasien mempunya riwayat makan yang tidak teratur. Pemeriksaan fisik abdomen
menunjukkan nyeri tekan epigastrium, perkusi hipertimpani dan ada meteorismus. Pasien
didiagnosa menderita dispepsia dan harus dirawat inap. Terapi yang akan diberikan
adalah diet makanan lunak dan gizi seimbang (kalori 25 x 84 = 2100 kkal), kebutuhan
cairan per hari: 30 x 84 = 2520 cc/hari, proton pump inhibitor: omeprazole (injeksi

12
40mg/hari), mucoprotective agent: sucralfate 4 x 1gr/hari, prokinetic agent: domperidone
3 x 20mg/hari dan obat lain-lain: ondansetron (injeksi 4mg/hari).

DAFTAR PUSTAKA

Djojoningrat, D. (2009) ‘Dispepsia Fungsional’, in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Purnamasari, L. (2017) ‘Faktor Risiko , Klasifikasi , dan Terapi Sindrom Dispepsia’, Continuing
Medical Education.

Setiadi, S. A. I. S. A. W. (2014) ‘Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 / Editor, Siti Setiadi ...
[et al.]’. Internal Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Stanghellini, V. et al. (2003) New Developments in the Treatment of Functional Dyspepsia,


Drugs.

UC, G. et al. (2011) ‘Epidemiology of uninvestigated and functional dyspepsia in Asia: facts and
fiction’, Journal of neurogastroenterology and motility. J Neurogastroenterol Motil, doi:
10.5056/JNM.2011.17.3.235.

13

Anda mungkin juga menyukai