EPILEPSI
Disusun Oleh:
dr. Afliana Wahyuni
Pembimbing:
dr. Yuhyi Fajrina, Sp.N
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, laporan kasus internsip ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun judul laporan kasus ini adalah “Epilepsi” Tugas ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program Dokter Internsip Indonesia di
Rumah Sakit Umum Teungku Peukan Aceh Barat Daya.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien datang denga keluhan kejang berulang sejak 10 hari yang lalu.
Frekuensi kejang >5x/hari. Riwayat terjatuh di kamar mandi (+). Pre iktal : pasien
merasa jantung berdebar – debar. Iktal : Kedua tangan dan kaki kaku kelojotan
dengan durasi selama 2 menit, kedua mata melihat keatas, dan tidak sadar (+).
Post iktal : sadar kembali dan pasien akan tertidur. Pasien mengeluh terdengar
suara bisikan yang mengatakan bahwa dirinya akan meninggal sejak 1 hari yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat kejang sejak kelas 5 SD yang diawali
dengan sakit gigi. Keluarga pasien mengaku terus berobat namun tidak teratur.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan :
Pasien pernah mengkonsumsi obat namun lupa nama obatnya. Riwayat
alergi dan penyakit bawaan disangkal.
Riwayat Keluarga dan sosial
Riwayat keluhan yg sama dialami oleh keluarga pasien disangkal.
5
2.3 Pemeriksaan Fisik
Kesan : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 89x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 18x/menit, regular
Saturasi Oksigen : 99%
Suhu : 36,7C
Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Normal
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Kepala dan Leher
Ukuran : Normocephali
Rambut : Hitam, distribusi merata
Wajah : Simetris
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ikterik (-/-), pupil bulat
isokor 2mm/2mm, kornea dan lensa jernih, refleks cahaya langsung
(+/+), dan refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), massa (-/-)
Hidung : NCH (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir pucat, tidak ada sianosis pada mukosa bibir, bibir simetris,
tidak ada trismus, hipersalivasi (+)
Leher : tidak ada tortikolis, massa (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris, kesan normochest, retraksi (-)
Palpasi : nyeri (-/-), fremitus normal
6
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (-), distensi (-)
Palpasi : Nyeri Tekan epigastrium (+), soepel (+), hepatosplenomegali (-)
Asites : Tidak ada
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran
Auskultasi : Peristaltik (meningkat)
Anus : Tidak ada keluhan, tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas: edema (-), sianosis (-), akral hangat (+)
Status Neurologis
Kesadaran : E4M6V5
Mata : Pupil Isokor, bulat, ukuran 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
TRM : Kaku Kuduk (-), Laseque Test (-), Kernig Sign (-)
Nervus Kranialis
Nervus Cranialis Kanan Kiri
Nervus I
Nervus II
7
Nervus III
Ukuran 3 mm 3 mm
Nervus V
Nervus VII
Nervus VIII
Nervus IX dan X
8
Nervus XI
Nervus XII
Motorik
Gerakan Columna Vertebralis : simetris
Bentuk Columna Vertebralis : kesan simetris
Sensibilitas
Rasa nyeri : Dalam batas normal
Rasa Raba : Dalam batas normal
Anggota Gerak Atas
Motorik : 5555/5555
Bisceps refleks : +/+
Trisceps refleks : +/+
Sensibilitas : Dalam batas normal
Anggota Gerak Bawah
Motorik : 5555/5555
Patella refleks : +/+
Achilles refleks : +/+
Sensibilitas : Dalam batas normal
Reflek Patologis
9
2.4 Pemeriksaan Penunjang
10
Tanggal 15 November 2023
EEG
11
12
Technician Comments :
- Perekaman dilakukan selama 45 menit saat bangun.
- Irama dasar berupa gelombang alfa dengan frekuensi 9-10 SPD dengan
amplitudo sedang-rendah sampai 40nV. Simetris di kedua hemisfer.
Reaktivitas terhadap buka tutup mata baik.
- Pada stimulasi fotik tidak tampak gelombang patologis. Stimulasi
hiperventilasi tidak dilakukan.
- Tak tampak gelombang tidur selama keseluruhan perekaman
- Tampak gelombang epileptiform descharge (spike and wave complex) di
temporal kanan dengan fase reversal di T4-T6. Terdapat perekaman iktal
selama 1 menit berupa gelombang multispike.
Interpretation :
- EEG abnormal berupa aktivitas epileptiform fokal di temporal kanan
2.5 Diagnosis
- Epilepsi
2.6 Penatalaksanaan
- IVFD Asering 20gtt/i
Medikamentosa
- Inj. Piracetam 1 gram/12 jam IV
- Phenitoin sodium cap 3x100 mg
- Flunarizin tab 2x10 mg
- Asam Folat tab 2x 1 mg
- Amlodipin tab 1x 10 mg
- Risperidone tab 2x 2 mg
2.7 Planning
- Pantau Keadaan Umum
- Pantau tanda-tanda Vital
13
2.8. Followup Ruangan
16/11/2023 S : Pasien masih mengeluh kejang
O:
Kesadaran = compos mentis (CM)
TD : 150/80 mmHg
HR = 76 x/menit
RR = 20 x/menit
Suhu = 36,5 ˚C
A : Epilepsi
P:
IVFD Asering 20 gtt/i
Inj. Piracetam 1 gram/12 jam IV
Phenitoin sodium cap 3x100 mg
Flunarizin tab 2x10 mg
Asam Folat tab 2x 1 mg
Amlodipin tab 1x 10 mg
17/11/2023 S : Pasien masih mengeluh kejang.
Pasien mendengar bisikan yang mengatakan bahwa dirinya akan
meninggal (+). Sering lupa (+).
O:
Kesadaran = compos mentis (CM)
TD : 150/80 mmHg
HR = 80 x/menit
RR = 18 x/menit
Suhu = 36,3 ˚C
A:
Epilepsi
F 06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan penyakit fisik lain
14
P:
IVFD Asering 20 gtt/i
Inj. Piracetam 1 gram/12 jam IV
Phenitoin sodium cap 3x100 mg
Flunarizin tab 2x10 mg
Asam Folat tab 2x 1 mg
Amlodipin tab 1x 10 mg
Risperidone tab 2x 2 mg
18/11/2023 S : Pasien tidak mengeluh kejang.
Pasien mendengar bisikan yang mengatakan bahwa dirinya akan
meninggal (-). Sering lupa (-).
O:
Kesadaran = compos mentis (CM)
TD : 160/90 mmHg
HR = 84 x/menit
RR = 20 x/menit
Suhu = 37,0 ˚C
A:
Epilepsi
F 06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan penyakit fisik lain
P:
IVFD Asering 20 gtt/i
Inj. Piracetam 1 gram/12 jam IV
Phenitoin sodium cap 3x100 mg
Flunarizin tab 2x10 mg
Asam Folat tab 2x 1 mg
Amlodipin tab 1x 10 mg
Risperidone tab 2x 2 mg
19/11/2023 S : Pasien tidak mengeluh kejang.
Pasien mendengar bisikan yang mengatakan bahwa dirinya akan
15
meninggal (-). Sering lupa (-).
O:
Kesadaran = compos mentis (CM)
TD : 140/100 mmHg
HR = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
Suhu = 36,7 ˚C
A:
Epilepsi
F 06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan penyakit fisik lain
P:
IVFD Asering 20 gtt/i
Inj. Piracetam 1 gram/12 jam IV
Phenitoin sodium cap 3x100 mg
Flunarizin tab 2x10 mg
Asam Folat tab 2x 1 mg
Amlodipin tab 1x 10 mg
Risperidone tab 2x 2 mg
20/11/2023 S : Pasien tidak mengeluh kejang.
O:
Kesadaran = compos mentis (CM)
TD : 140/ 80 mmHg
HR = 80 x/menit
RR = 20 x/menit
Suhu = 36,0 ˚C
A:
Epilepsi
P : PBJ
Phenitoin sodium cap 3x100 mg
Amlodipin tab 1x 5 mg
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Definisi Konseptual.
Definisi Operasional
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan salah satu
kondisi/gejala sebagai berikut:
17
kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang
(lebih dari satu episode). 3
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE)
dan International Bureau for epilepsy (IBE), epilepsi didefinisikan sebagai
suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis
dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini
membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epileptik sebelumnya.
Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan atau gejala
yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau
sinkron yang terjadi diotak.4
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik. Status epileptikus merupakan kejang
yang terjadi >30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan
kesadaran diantara dua serangan kejang.4
3.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di
negara maju ditemukan sekitar 50/100.000. sementara di negara berkembang
mencapai 100/100.000. 5
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak
mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya
sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi
terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65 tahun.
Umumnya paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai
umur 50 tahun, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan kemungkinan
terjadinya penyakit cerebrovaskular. Pada 75% pasien, epilepsi terjadi
sebelum umur 18 tahun. 6
18
3.3 Etiologi
3.4 Klasifikasi
19
Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah : 3
1.Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikis
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
20
satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7
tahun.
d. Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa
dimenifestasikan oleh kepala yang terangguk- angguk, lutut lemas, atau kehilangan
total dari tonus otot dan pasien bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya
penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan ini
jarang terjadi.
e. Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini diikuti sentakan
bilateral yang lamanya 1 menit sampai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa
predominasi pada satu anggota tubuh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya, seringnya
dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
f. Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang klasik epilepsi
serangan ini ditandai oleh suatu sensasi penglihatan atau pendengaran selama
beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat. Secara tiba-tiba
penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian
diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan
tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa
menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan,
penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan
biasanya akan tertidur setelahnya.3
21
3.5.Patofisiologi
22
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada
korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya
epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi
dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi
sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection),
yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang
membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap
sel- sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada
hippocampus, yang bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk
terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial
luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan
aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga
merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di
korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor
rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron
abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan
cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis
serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar
neuron abnormal muncul secara bersama-sama, membentuk suatu badai
aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-
macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung
pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian
dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat
bervariasi. 9
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu :
23
orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan
dosis rangsangan berbeda-beda.
24
acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik),
serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan
epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang
bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
3.6. Diagnosis
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis yang didukung oleh
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Tentukan tipe bangkitan
2. Tentukan tipe epilepsi
3. Tentukan sindrom epilepsi
Dalam praktis klinis, langkah-langkah dalam penegakan diagnosis epilepsi
adalah sebagai berikut;
1. Anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari saksi mata mengenai hal hal terkait
dibawah ini.
a. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca-bangkitan
1. Sebelum bangkitan/gejala prodormal
Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasan lapar, berkeringat, hipotermi,
mengantuk, menjadi sensitif, dan lain – lain.
2. Selama bangitan/iktal
a. Ada/tidaknya aura
b. Deskripsi bangkitan; deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh,
vokalisasi, automatisme, gerakan pada salah satu atau kedua lengan
dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit,
pucat, berkeringat dan lain lain. Akan lebih baik jika saksi dapat
menirukan gerakan atau memiliki video saat pasien mengalami
bangkitan.
- Apakah terdapat lebih dari satu tipe bangkitan?
- Apakah terdapat perubahan tipe dari bangkitan sebelumnya?
- Waktu terjadinya bangkitan: saat tidur, saat terjaga, bermain
video game, berkemih, atau sewaktu – waktu.
25
3. Pasca-bangkitan/post-ictal: bingung, langsung sadar, nyeri kepala,
tidur, gaduh gelisah, hemiparesis pasca-bangkitan (paralisis Todd).
4. faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stres psikologis,
alkohol.
5. faktor lain: usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval
terpanjang antar bangkitan , awareness antar bangkitan.
6. Terapi dan respons terhadap OAE sebelumnya.
7. Penyakit yang diderita sekarang dan riwayat penyakit lain yang
menjadi penyebab serta komorbiditas .
8. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga.
9. Riwayat pre-natal, natal dan tumbuh kembang, riwayat bangkitan
neonatal/kejang demam.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
a. trauma kepala
b. tanta- tanda infeksi
c. kelaina kongenital
d. kecanduan alkohol atau NAPZA
e. kelainan pada kulit (neurooculocutaneus), dan
f. tanda – tanda keganansan.
Pemeriksaan neurologis
Untuk mencari tanda – tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan bangkitan, seperti paralisis Todd, gangguan kesadaran
pasca-iktal, afasia pasca-iktal.15
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium perlu memeriksa kadar glukosa, kalsium,
magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Hal yang memudahkan
timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hipomagnesia,
hiponatremia, hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan uremia. Penting pula
diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang. Pemeriksaan cairan
otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya,
toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak,
metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.10,11
26
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi. Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto
polos kepala.
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatri
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran.
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
Adanya gelombang tidak teratur yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelomang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majenuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu
mempunyai gambaran EEG gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3spd),
epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku/tajam/lambat dab
paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
27
Gambar 3.2. Pembentukan EEG
28
3.7 Penatatalaksanaan
29
7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent
8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,
modulasi aktivitas channel
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun
bebas dari bangkitan kejang.
30
3.8 Komplikasi
3.9 Prognosis
31
BAB IV
KESIMPULAN
Epilepsi merupakan kelainan otak di mana karakteristik predominannya adalah
terjadinya interupsi pada fungsi otak normal secara berulang dan tidak dapat
diprediksi. Kelainan yang terjadi itu disebut sebagai serangan epileptik (epileptic
seizures). Serangan epileptik didefinisikan sebagai gejala dan tanda suatu kejadian
yang bersifat transien akibat aktivitas neuronal otak yang berlebihan dan abnormal.
Diperkirakan 70 juta penduduk dunia mengalami epilepsi. Rata-rara insidensi
epilepsi adalah 50,4 per 100.000 populasi per tahun. Secepatnya dalam dua minggu
seluruh pasien dengan serangan epileptik harus diperiksa oleh spesialis saraf
(neurologi) untuk diagnosis dini dan tata laksana segera. Pasien dengan epilepsi
harus rutin dilakukan pemantauan atau kontrol kondisi penyakitnya.
Kepatuhan minum obat pada pasien epilepsi merupakan salah satu faktor penting
terhadap keberhasilan terapi. Panjangnya waktu pengobatan kasus epilepsi seringkali
menyebabkan pasien bosan untuk mengkonsumsi rutin obat antiepilepsinya, apalagi
bila frekuensi kejangnya masih ada meskipun telah rutin mengkonsumsi obat.
endahnya kepatuhan pada pasien epilepsi dewasa dalam menggunakan OAE
berkontribusi pada morbiditas (contohnya aktivitas kejang yang persisten),
mortalitas, tambahan biaya perawatan Kesehatan. World Health Organization
(WHO) telah menyimpulkan bahwa meningkatkan efektivitas intervensi kepatuhan
memiliki dampak yang jauh lebih besar pada kesehatan penduduk daripada perbaikan
dalam perawatan medis tertentu.
32
DAFTAR PUSTAKA
33