Anda di halaman 1dari 48

PRESENTASI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun Oleh :
Alfani Naqiya Shidqiyah
41211396100037

Pembimbing :
dr Pratiwi Andayani, Sp.A (K)

KEPANITERAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERIODE 24 JULI – 29 SEPTEMBER 2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhaanahu wa ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus dalam Kepaniteraan
Klinik Bedah di RSUP Fatmawati. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, karena kerja keras beliaulah
umat manusia terbebas dari gelapnya zaman jahiliyah.
Dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada segenap jajaran SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Fatmwati, terkhusus dr.
Pratiwi Andayani, Sp. A (K) atas bimbingan dan arahannya dalam penulisan makalah
presentasi kasus ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah presentasi kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak agar makalah presentasi kasus ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat bagi pembaca nya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah presentasi kasus ini
dapat menjadi salah satu bahan dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat, khususnya
bagi yang sedang menempuh pendidikan keprofesian.

Penulis

Agustus 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

BAB I ILUSTRASI KASUS.....................................................................................................

1.1 IDENTITAS PASIEN........................................................................................................


1.2 ANAMNESIS....................................................................................................................
1.3 PEMERIKSAAN FISIK....................................................................................................
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................................
1.5 DIAGNOSIS....................................................................................................................
1.6 TATALAKSANA............................................................................................................
1.7 FOLLOW UP...................................................................................................................
1.8 PROGNOSIS...................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................

2.1 DEFINISI.........................................................................................................................
2.2 ETIOLOGI.......................................................................................................................
2.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................................................
2.4 KLASIFIKASI.................................................................................................................
2.5 MANIFESTASI KLINIS.................................................................................................
2.6 PATOGENESIS...............................................................................................................
2.7 DIAGNOSIS....................................................................................................................
2.8 DIAGNOSIS BANDING.................................................................................................
2.9 TATALAKSANA............................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

3
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

No. RM : 1813805
Nama : An. SKP
Usia : 1 tahun 7 bulan
TTL : Jakarta Selatan, 24 Desember 2021
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Masuk IGD : 18 Juli 2023

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan kejang yang didahului demam 12 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Awalnya pasien mengalami demam yang dirasakan terus-menerus dengan suhu


tertinggi mencapai 39 derajat, pasien segera dibawa ke puskesmas dan diberikan obat
penurun demam melalui anus, demam sempat turun dan suhu mencapai 38 derajat.
Kemudian pasien mengalami kejang 1 jam setelah demam, tiba-tiba, mata mendelik ke
atas, seluruh tubuh kaku, kejang selama 5 menit, setelah itu pasien sadar dan langsung
menangis. Pasien dibekali obat penurun demam dan batuk pilek dari puskesmas,
keluhan demam tidak membaik. Pasien dibawa ke IGD karena orang tua pasien khawatir
terjadi kejang berulang. Keluhan sesak napas, diare, muntah, sesak napas, perdarahan di
gusi dan mimisan disangkal. Keluhan nyeri pada otot disangkal. Nyeri hebat pada sendi-
sendi tubuh disangkal. Hidung mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan sesak
napas disangkal. BAB normal 1x sehari padat, darah -, lendir -. BAK tidak nyeri,
frekuensi 5-6x/hari warna urin jernih. Pasien masih mau minum namun sedikit ± 500

4
cc/hari.. Riwayat berpergian ke tempat endemis malaria dan demam hingga menggigil
disangkal. Riwayat penurunan BB yang progresif disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan rutin tidak
ada. Riwayat DM, hipertensi, alergi, keganasan, penyakit jantung, penyakit ginjal
disangkal. Riwayat batuk-batuk lama (lebih dari 3 minggu) disangkal. Riwayat kontak
dengan penderita TBC disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami sakit serupa. Riwayat DM, hipertensi, asma,
alergi, keganasan dan penyakit jantung pada keluarga disangkal. Riwayat sakit TBC
pada keluarga (batuk-batuk lama) disangkal.

Riwayat Kehamilan

Riwayat infeksi, hipertensi, gula darah tinggi, konsumsi obat-obatan dan trauma
selama kehamilan disangkal. Ibu pasien rutin kontrol kehamilan Tidak ada hewan
peliharaan di rumah. Pasien lahir secara normal, usia kehamilan cukup bulan. Berat
badan lahir 3200 gr, langsung menangis, biru (-).

Riwayat Imunisasi
Menurut orang tua, pasien mendapat imunisasi dasar secara lengkap.

Riwayat Tumbuh Kembang


Menurut ibu pasien, pertumbuhan dan perkembangan pasien sejak lahir hingga
sekarang normal sesuai usia. Pasien mulai bisa berbicara (mengatakan ma ma/ ba ba)
saat berumur 6 bulan, pasien mulai dapat berjalan sejak umur 1 tahun.

Riwayat Personal Sosial

5
Riwayat keluhan yang sama di lingkungan rumah tidak diketahui. Lingkungan
tempat tinggal pasien bersih. Vetilasi dan cahaya masuk kedalam rumah dengan baik.
Rumah tidak pernah terkena banjir, tidak ada tikus dirumah.

Riwayat Nutrisi
Pasien sudah bisa makan makanan keluarga. Penurunan nafsu makan disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
Status Gizi
Perempuan, Umur 1 tahun 7 bulan,
BB: 9.3 kg, TB 80 cm, BBL 3350
BB/U = -1 SD < z score < median
TB/U = -1 SD < z score < median
BB/TB = -1 SD < z score < median
HA = 1 tahun 5 bulan - 1 tahun 6 bulan
BBI = 7.3 kg
RDA = 100
KK = 7.3 x 100 = 730 --> 800 kkal/hari
Kesan : Gizi baik, perawakan baik, BB baik

Status Generalis
• Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam distribusi merata, ubun-ubun datar.
• Mata : Konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/- pupil bulat isokor diameter 3
mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
• Hidung : Deformitas -, tulang-tulang dalam perabaan baik, perdarahan (-), sekret
(-), sumbatan (-).
• Telinga : Normotia, kedua meatus akustikus dalam keadaan normal, lubang
telinga bersih, sekret (-), nyeri tekan tragus (-), dan pendengaran baik.

6
• Mulut : Bibir pucat (-), mukosa kering (-), gusi bengkak dan berdarah (-), ulkus (-),
oral hygine baik
• Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea di tengah, KGB submental,
submandibula, supraklavikula, dan infraklavikula tidak teraba, kelenjar tiroid
membesar (-)
• Paru :
Inspeksi : gerakan dada simetris
Palpasi : vocal fremitus paru kanan menurun
Perkusi : redup pada lapang paru kiri
Auskultasi : vesikuler menurun pada lapang paru kiri, rhonki -/-, wheezing -/-
• Jantung:
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di linea midklavikula sinistra ICS V, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dekstra, batas jantung kiri di
ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen :
Inspeksi : Datar, lemas, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), lobus hepar teraba 1 cm, lien tidak teraba.
• Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik
Bawah : Akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik
• Kulit : Kulit coklat, lembab, hangat, ikterus (-), petechie (+) pada tangan kiri

Status Neurologis
GCS = E4M6V5
• Pupil

Kanan Kiri

7
Bentuk bulat bulat
Ukuran 3 mm 3
mm
Refleks Cahaya Langsung + +

Refleks Cahaya Tidak + +


Langsung

• Tanda Rangsang Meningeal

Kanan Kiri
Kaku kuduk (-)

Laseque >70o > 70o

Kernig > 135o >


135o
Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

• Refleks Fisiologis

Kan Kiri
an
Bisep : (+2) (+2)

Trisep : (+2) (+2)

Patela : (+2) (+2)

Achilles : (+2) (+2)

• Refleks Patologis

Kan Kiri
an
Hoffman Tromner : (-) (-)

8
Babinsky : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Gonda : (-) (-)

Schaeffer : (-) (-)

Klonus Lutut : (-) (-)

Klonus Tumit : (-) (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
21/07/2023 (08.34)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13.7 10.8-15.6

Hematokrit 38.9 35.0-43.0

Leukosit 4100 6.0-17.5

Trombosit 37000 229-553

Eritrosit 4.98 3.60-5.20

MCV 78.2 73.0-101.0

MCH 27.4 23.0-31.0

MCHC 35.1 26.0-34.0

RDW-CV 12.1 11.5-14.5

21/07/2023 (21.07)

9
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.3 10.8-15.6

Hematokrit 41.2 35.0-43.0

Leukosit 6500 6.0-17.5

Trombosit 31000 229-553

Eritrosit 5.32 3.60-5.20

MCV 77.4 73.0-101.0

MCH 26.9 23.0-31.0

MCHC 34.7 26.0-34.0

RDW-CV 12.4 11.5-14.5

22/07/2023 (00.23)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.3 10.8-15.6

Hematokrit 40.1 35.0-43.0

Leukosit 9700 6.0-17.5

Trombosit 24000 229-553

Eritrosit 5.39 3.60-5.20

MCV 74.3 73.0-101.0

MCH 26.5 23.0-31.0

MCHC 35.6 26.0-34.0

10
RDW-CV 12.4 11.5-14.5

22/07/2023 (10.59)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12.9 10.8-15.6

Hematokrit 35.6 35.0-43.0

Leukosit 14200 6.0-17.5

Trombosit 36000 229-553

Eritrosit 4.82 3.60-5.20

MCV 73.9 73.0-101.0

MCH 26.7 23.0-31.0

MCHC 36.2 26.0-34.0

RDW-CV 12.6 11.5-14.5

23/07/2023 (08.36)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12.7 10.8-15.6

Hematokrit 35 35.0-43.0

Leukosit 11.4 6.0-17.5

Trombosit 38000 229-553

11
Eritrosit 4.65 3.60-5.20

MCV 75.3 73.0-101.0

MCH 27.3 23.0-31.0

MCHC 36.2 26.0-34.0

RDW-CV 12.6 11.5-14.5

23/07/2023 (22.34)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12.6 10.8-15.6

Hematokrit 34.4 35.0-43.0

Leukosit 11800 6.0-17.5

Trombosit 61000 229-553

Eritrosit 4.58 3.60-5.20

MCV 75.0 73.0-101.0

MCH 27.5 23.0-31.0

MCHC 36.6 26.0-34.0

RDW-CV 12.6 11.5-14.5

24/07/2023 (11.29)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11.6 10.8-15.6

12
Hematokrit 33.0 35.0-43.0

Leukosit 10600 6.0-17.5

Trombosit 98000 229-553

Eritrosit 4.37 3.60-5.20

MCV 75.6 73.0-101.0

MCH 26.6 23.0-31.0

MCHC 35.2 26.0-34.0

RDW-CV 12.4 11.5-14.5

24/07/2023 (14.39)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Anti Dengue IgG Positif Negatif

Anti Dengue IgM Negatif Negatif

Rontgen

Rontgen Thoraks RLD 21/07/2023 :


- Efusi Pleura kanan

13
Rontgen Thoraks AP/PA 31/07/2023
- Dikorelasikan dengan radiografi sebelumnya, saat ini:
- Tidak tampak gambaran efusi pleura.
- Tidak tampak kelainan radiologis jantung dan paru.

1.5 Resume
Pasien dengan keluhan kejang disertai demam 12 jam SMRS. Awalnya pasien
mengalami demam yang dirasakan terus-menerus dengan suhu tertinggi mencapai
39 derajat, pasien segera dibawa ke puskesmas dan diberikan obat penurun demam
melalui anus, demam sempat turun dan suhu mencapai 38 derajat. Kemudian pasien
mengalami kejang 1 jam setelah demam, tiba-tiba, mata mendelik ke atas, seluruh
tubuh kaku, kejang selama 5 menit, setelah itu pasien sadar dan langsung menangis.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan vocal fremitus paru kanan menurun,
redup pada lapang paru kiri dan vesikuler menurun pada lapang paru kiri. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan shifting dullness (+). Pada ekstremitas didapatkan
adanya petekie pada tangan kiri. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya
trombositopenia.

1.6 Diagnosis
Demam Berdarah Dengue
Riwayat kejang demam sederhana

14
1.7 Tatalaksana
IVFD RL 1000 ml/24 jam
IVFD RL 1500 cc/24 jam
IVFD RL 500 cc/24 jam
Paracetamol 4x 5 mL
Diazepam 3x1 mg PO

1.8 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

1.9 Follow Up

21/07/2023 Demam tadi Compos mentis DBD masa kritis IVFD RL 1000
malam 38,8C. Tampak sakit sedang (tanda lekage +) ml/24jam -->
Terdapat keluhan T : 38,4C, FP: 38x/menit, FN : (febris H5) dinaikkan menjadi
batuk kering. 123x/menit Riw. Kejang 1500cc/24 jam
Tidak ada Mata : Konjungtiva anemis tidak demam sederhana (7cc/kgbb/jam)
keluhan mual, ada . Paracetamol 4 x 5 ml.
muntah, kejang. Telinga : normotia, sekret tidak Diazepam 3 x 1 mg
BAB dan BAK ada. PO
normal. Hidung : deformitas tidak ada,
sekret tidak ada, nafas cuping
hidung tidak ada.
Mulut : bibir lembabkemerahan,
mukosa oral lembab
Leher : tidak teraba pembesaran
KGB
Jantung : ictus cordis tidak
terlihat, BJ I II reguler, murmur
tidak ada, gallop tidak ada,
Paru : Vesikuler seluruh lapang
paru, rhonki tidak ada, redup di
lapang paru kanan +
Abdomen : lemas, BU + normal,
hepatomegaly 2cm BAC,
smiling umbilicus +

15
Ekstrimitas : akral hangat, CRT
< 2 detik, petekie pada tangan
kiri

22/07/2023 Demam mulai Compos mentis DBD masa kritis IVFD RL 1500cc/24
turun Tampak sakit sedang (tanda lekage +) jam (7cc/kgbb/jam),
T : 36.9 C, FP: 38x/menit, FN : (febris H6) tetesan berikut tunggu
128x/menit Riw. Kejang hasil H2TL
Mata : Konjungtiva anemis tidak demam sederhana Paracetamol 4 x 5 ml.
ada . Diazepam 3 x 1 mg
Telinga : normotia, sekret tidak PO bila panas > 39C
ada.
Hidung : deformitas tidak ada,
sekret tidak ada, nafas cuping
hidung tidak ada.
Mulut : bibir lembabkemerahan,
mukosa oral lembab
Leher : tidak teraba pembesaran
KGB
Jantung : ictus cordis tidak
terlihat, BJ I II reguler, murmur
tidak ada, gallop tidak ada,
Paru : Vesikuler kanan
melemah, rhonki tidak ada,
redup di lapang paru kanan +
Abdomen : lemas, BU + normal,
hepatomegaly 2cm BAC, ascites
+ , smiling umbilicus +
Ekstrimitas : akral hangat, CRT
< 2 detik, petekie pada tangan
kiri

23/07/2023 Keluhan demam Compos mentis DBD masa RL diturunkan 1000


sudah berkurang Tampak sakit sedang, T : 36.6 konvalesen cc/24 jam
C, FP: 39x/menit, FN : KDS TTV / 8 jam
128x/menit MB 1000 kal
Jantung dan Paru: BJ 1-2
reguler, suara nafas meredup di
kanan
Perut: agak tegang, hepar teraba
2 cm, bising usus (+)
Ekstremitas akral hangat

24/07/2023 Keluhan demam Compos mentis DBD masa RL diturunkan 600


tidak ada, Tampak sakit sedang konvalesen cc/24 jam
perdarahan BB: 9.3, T : 36.6 C, FP: Aff infus
spontan tidak ada 39x/menit, FN : 128x/menit H2TL dan Dengue
Jantung dan Paru: BJ 1-2 blot

16
reguler, suara nafas meredup di Rencana pulang
kanan
Perut: agak tegang, hepar teraba
1 cm, bising usus (+)
Ekstremitas akral hangat

BAB II

17
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau
nyeri sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Gejala-gejala yang timbul merupakan akibat perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh renjatan/syok.1
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan
manifestasi perdarahan, penurunan trombosit (trombositopenia), adanya
hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asites, efusi
pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti nyeri kepala,
nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata.2

2.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal sebagai
genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype. 3 Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106.2
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak
ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.3 Terdapat reaksi silang antara serotype
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.3
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga faktor yang memegang

18
peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-
10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum dapat menularkan kembali kepada manusia
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation priod)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul.4

2.3 Epidemiologi
Kejadian infeksi dengue lebih tinggi pada anak dibandingkan dengan dewasa dan
persentase yang memerlukan perawatan rumah sakit lebih tinggi pada anak Asia
dibandingkan ras lainnya. Angka kematian dengue secara global telah dapat ditekan
menjadi kurang dari 1%, artinya case fatality rate (CFR) menurun sebesar 28% antara
tahun 2010–2016.
Kasus infeksi dengue di Indonesia pada tahun 2019 meningkat menjadi 138.127
dibanding tahun 2018 yang berjumlah 65.602 kasus. Angka kesakitan (incidence rate)
tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun 2018, yaitu dari 24,75 menjadi 51.48 per
100.000 penduduk. Jumlah kematian akibat infeksi dengue pada tahun 2018 sebanyak
467 orang, dengan CFR 0,71% pada tahun 2018, namun angka kematian meningkat lagi
pada tahun 2019 menjadi 919 orang dengan CFR 0,67%.
Penelitian terkait insidens infeksi dengue di Indonesia selama 50 tahun
menunjukkan peningkatan tajam, pada tahun 1968 adalah 0,05 kasus per 100.000
menjadi 77,96 kasus per 100.000 pada tahun 2016 dengan siklus setiap 6–8 tahun. Pada
tahun 2017, tercatat 59.047 kasus demam berdarah dengue (DBD) dan kematian terkait
DBD tersebut sebanyak 444 atau insidens DBD 22,55 per 100.000/tahun dengan CFR

19
0,75%.
Sejak tahun 1999, kelompok usia >15 tahun dengan infeksi dengue meningkat
lebih tinggi dari kelompok usia 0-14 tahun. Anak Indonesia adalah kelompok rentan
mengalami infeksi dengue, sejak tahun 2016 sampai 2019 kasus usia 0–14 tahun
insidensnya berturut-turut 54,74%, 51,66%, 51,76%, 53,08%, dan sampai pertengahan
tahun 2020 mencapai 53,41%, oleh karena itu tatalaksana tepat pada anak dan remaja
penting dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas infeksi dengue di Indonesia.2

2.3 Klasifikasi

Penggunaan klasifikasi baru tentu memerlukan penyesuaian waktu dan agar


memudahkan aplikasinya, Tabel 5 menunjukkan padanan klasifikasi baru dengan
klasifikasi yang pernah digunakan. Hal ini diharapkan mempermudah penggunaan
klasifikasi baru.

20
Sebuah studi multisenter klinis prospektif di daerah endemis dengue yang
didukung WHO/TDR mengumpulkan bukti untuk membuat kriteria klasifikasi dengue
berdasarkan derajat keparahan. Temuan studi mengkonfirmasi bahwa dengan
menggunakan satu set parameter klinis dan/atau laboratorium dapat menilai perbedaan
yang jelas antara pasien dengan dengue berat dan dengue tidak berat. Namun untuk
alasan praktis, kelompok pasien dengan dengue tidak berat dibagi menjadi dua
subkelompok yaitu pasien dengue dengan warning signs dan tanpa warning signs, untuk
itu klasifikasi diagnosis dengue, sebagai berikut :

1. Dengue tanpa warning signs.


2. Dengue dengan warning signs.
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam antara hari
sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler
bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit. Setiap menemukan pasien

21
demam dengan dugaan dengue, perlu dilakukan pemeriksaan serial darah tepi.
Adanya leukopenia progresif diikuti dengan penurunan cepat jumlah trombosit
pada umumnyamengawali terjadinya perembesan plasma. Adanya perembesan
plasma hebat (efusi pleura, asites, hemokonsentrasi, hipoalbumin dan
hipoproteinemia) merupakan risiko terjadinya syok.

Parameter Deskripsi Penjelasan

Klinis Muntah terus-menerus


3 episode muntah dalam 12 jam dan tidak dapat me

Nyeri atau nyeri tekan perut nyeri terus menerus dan


abdomen intensitas bertambah sehingga
mengganggu aktivitas

Gelisah/letargis kesadaran menurun dan/atau


iritabel

Perdarahan mukosa mimisan/epistaksis perdarahan


gusi perdarahan kulit berupa
petekia, purpura perdarahan di
konjungtiva, subkonjungtiva

Hepatomegali >2cm Pembesaran hati teraba melalui


pemeriksaan fisis > 2cm

Klinis dijumpai edema palpebra, efusi pleura,


akumulasi cairan asites

Laboratorium Kadar hematokrit dan Peningkatan hematokrit


dibandingkan sebelumnya, disertai
jumlah trombosit
penurunan cepat jumlah

trombosit.

22
Sumber: Morra ME, dkk. Definitions for warning signs and signs of severe dengue according to
the WHO 2009 classification: Systematic review of literature. Rev Med Virol. 2018
Jul;28(4):e1979.

3. Severe dengue.
Severe dengue harus dicurigai jika seorang yang tinggal di daerah risiko
infeksi dengue datang dengan gejala demam 2–7 hari disertai beberapa gejala
berikut:
a. Terdapat bukti perembesan plasma seperti hematokrit yang meningkat
cepat/tinggi dan/atau efusi pleura, asites.
b. Syok dengan gejala takikardia, ekstremitas lembab dan dingin, pengisian
waktu kapiler lebih dari dua detik, denyut nadi yang lemah atau tidak teraba,
tekanan nadi sempit atau pada syok lanjut tekanan darah tidak terukur.
c. Terdapat perdarahan yang signifikan/masif/hebat (seperti perdarahan saluran
cerna berupa hematemesis melena, menstruasi hebat, perdarahan saluran
napas berupa hemoptisis, perdarahan saluran kemih berupa hematuria,
perdarahan kulit luas berupa purpura, ekimosis atau lebam di tempat
suntikan).
d. Terdapat perubahan kesadaran (letargi atau gelisah, koma, kejang).
e. Terdapat gangguan gastrointestinal berat.
f. Terdapat kerusakan organ yang berat :
a) Distres napas (sesak napas):
1) Peningkatan laju napas sesuai usia.
2) Peningkatan usaha napas (dyspnea).
3) Napas Kussmaul.
4) Saturasi 02 94% tanpa pemberian 02.
5) Gagal napas.
b) Keterlibatan jantung berupa:
1) Miokarditis.
2) Kardiomiopati.
3) Gagal jantung.
c) Keterlibatan susunan saraf pusat, berupa:

23
1) Penurunan kesadaran tanpa ditemukan adanya gangguan metabolik
atau penjelasan lain, atau ditemukan tanda sbb.:
2) leukosit cairan serebrospinal >5/L; 2) tanda neurologis fokal, dan 3)
kejang (bukan kejang demam sederhana).
3) Ensefalopati.
4) Ensefalitis.
d) Keterlibatan hepar, berupa :
1) Gagal hati akut yang ditandai dengan ikterik, thromboplastin time
<20%, dan ensefalopati.
2) Peningkatan fungsi hati tanpa sebab lainnya seperti Hepatitis A, B, C,
atau toksisitas obat.
e) Keterlibatan ginjal berupa:

1) Kreatinin serum 2x dibandingkan batas atas nilai normal.

2) Kreatinin serum >1,2 mg/dL.


Penilaian AKI dengan menggunakan kriteria pediatric RIFLE (RIFLE,
akronim dari Risk of renal dysfunction, Injury to the kidney, Failure of
kidney function, Loss of kidney function, dan End-stage Renal Disease)
sebagai berikut:

Untuk mengenali adanya syok, tenaga kesehatan dalam


memeriksa pasien infeksi dengue cukup dengan hanya memegang
tangan pasien selama 30 detik untuk menilai hemodinamik berupa
kecukupan perfusi perifer dan cardiac output, atau dikenal sebagai ”the
5-in-1 manneuver” magic touch.

24
Gambar 5. The “5-in-1 maneuver” magic touch–CCTV-R
Sumber: Dengue clinical management: facilitator’s training manual. WHO 2013.

Gambar 1. Klasifikasi Infeksi Dengue


Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control, 2009.

2.4 Manifestasi Klinis


Dengue adalah infeksi dengan manifestasi kompleks dengan masa inkubasi 4
sampai 10 hari, dan memiliki 3 fase dalam perjalanan penyakitnya, yaitu fase demam,
fase kritis, dan fase pemulihan. Ketepatan dan kecepatan tatalaksana serta pemantauan
pasien sejak fase demam, mampu mengurangi risiko kematian pasien severe dengue
hingga <0,5%.

25
Gambar 1. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
Sumber : WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012

1. Fase Demam
Fase demam ditandai dengan demam yang timbul mendadak tinggi
(dapat mencapai 40o C), terus-menerus, kadang bifasik, serta berlangsung
selama 2–7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan
seperti muka kemerahan (facial flushing), nyeri kepala, nyeri retroorbita,
anoreksia, mialgia, dan artralgia. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah
nyeri ulu hati, mual, muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri
abdomen difus, kadang disertai nyeri tenggorokan. Faring dan konjungtiva yang
kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisis. Pada fase awal demam, sulit membedakan dengue secara
klinis dari penyakit demam non-dengue lainnya.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran
mukosa (misal epistaksis dan perdarahan gusi) dapat terjadi. Perubahan hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap pada fase demam berupa penurunan progresif
jumlah leukosit (leukopenia) kurang dari 100.000 sel/mm3 dapat menjadi
panduan klinisi untuk mendiagnosis dengue. Pada infeksi dengue jumlah total

26
leukosit, neutrofil dan trombosit lebih rendah jika dibandingkan dengan
penderita demam oleh virus lain pada daerah endemis dengue.
2. Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence)
yaitu ketika suhu tubuh turun menjadi 37,5–38o C atau kurang dan tetap berada
di bawah suhu tersebut, merupakan saat berlangsungnya perembesan plasma
terjadi sehingga pasien dapat mengalami syok hipovolemik. Gejala ini menandai
awal fase kritis. Tanda bahaya umumnya terjadi menjelang akhir fase demam,
yaitu antara hari sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit. Periode
perembesan plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24–48 jam.
Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan syok adalah dengan
mengenal warning signs yang mendahului fase syok. Kemunculan warning signs
merupakan tanda perburukan yang perlu diwaspadai. Adanya warning sign
merupakan faktor risiko terjadinya severe dengue.
3. Fase Pemulihan
Jika pasien berhasil melewati fase kritis selama 24–48 jam, reabsorbsi
cairan ekstravaskular secara bertahap akan berlangsung selama 48–72 jam
berikutnya. Keadaan umum akan membaik, nafsu makanmembaik, gejala
gastrointestinal menghilang, status hemodinamik stabil, dan diikuti dengan
perbaikan diuresis. Beberapa pasien memperlihatkan tanda ”pulau putih di
tengah lautan merah (white isles in the sea of red)”, sebagian mungkin
mengalami pruritus. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi sering terjadi
pada fase pemulihan. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah dari normal
karena dampak dilusi dari penyerapan cairan. Jumlah leukosit mulai meningkat
segera setelah masa defervescence sedangkan jumlah trombosit kembali normal
terjadi setelahnya

27
Gambar 3. Masalah klinis selama fase perjalanan penyakit dengue
Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control,
2009. dengan modifikasi

2.4 Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih


diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
hetelogous dengue infection).3,4
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel monosit terutama dan sel
makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi interferon
28
gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan
IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.

Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh


Suvatte, 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan menghasilkan
titer tinggi antibody IgG anti dengue.
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa seperti efusi pleura, asites. 7
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen- antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

29
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

2.5 Diagnosis

a. Anamnesis
1) Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2 – 7 hari.
2) Disertai lesu, tidak mau makan, mual dan muntah.
3) Pada anak besar dapat mengeluh nyeri dan pegal (nyeri kepala, nyeri mata,
nyeri perut, pegal otot, atau nyeri sendi).
4) Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Hepatomegaly dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada DBD.
2) Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hypovolemia, dan syok.
3) Perembesan plasma mengakibatkan ektravasasi cairan ke dalam rongga pleura
dan rongga peritoneal selama 24 – 48 jam.
4) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung (Rumple Leede)
positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
dan/melena.
5) Pembesaran hati.

30
6) Syok, ditandai dengan nadi cepat dna lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
7) Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% menurut standar
umur dan jenis kelamin.
8) Dua kriteria klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi,
serta dikonfirmasi secara uji serologic hemaglutinasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Diagnostik Dengue
Viremia dengue pada pasien berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3
hari sebelum timbulnya demam dan berlangsung selama empat sampai tujuh
hari penyakit. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan antigen
virus yang beredar dapat dideteksi4. IgM dan IgG imunoglobulin isotipe
adalah nilai diagnostik pada dengue. Antibodi IgM dapat dideteksi pada hari
3-5 setelah onset penyakit, meningkat cepat sekitar dua minggu dan menurun
ke tingkat tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Karena IgM antibodi muncul
terlambat, yaitu setelah lima hari dari onset demam, tes serologi berdasarkan
antibodi ini yang dilakukan selama lima hari pertama dari penyakit klinis
biasanya negatif9.
Antibodi IgG terdeteksi pada tingkat rendah pada lebih dari hari ke 5,
meningkat kemudian menetap untuk jangka waktu lama (selama bertahun-
tahun). 9

31
Gambar 6. Pilihan uji diagnostik infeksi dengue
Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control, 2009.

2) Darah Perifer Lengkap


• Hematokrit (bukan hemoglobin) adalah salah satu pemeriksaan untuk
mengetahui terjadinya hemokonsentrasi atau peningkatan permeabilitas
kapiler (perembesan plasma). Hematokrit memperlihatkan evolusi
penyakit dan respons dari terapi cairan yang diberikan. Pemeriksaan Ht
dilakukan pada kunjungan pertama pasien dengue (dalam fase demam
atau sebelum masuk fase kritis).

Peningkatan hematokrit diikuti dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat (100.000

• Leukopenia sering dijumpai pada dengue dengan jumlah leukosit bahkan


mencapai <2000/mm3.

2.6 Tatalaksana

Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian. (1) tersangka DBD, (2) demam
dengue (DD), (3) DBD derajat II dan III, (4) DBD derajat III dan IV (DSS).

a. DBD tanpa syok (derajat I dan II)

I) Medikamentosa

● Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

● Diusahakan tidak memberikan obat – obat yang tidak diperlukan (mislanya

antacid, antiemetik) untuk mengurangi detoksifikasi obat dalam hati.

● Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan

saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.

32
● Antibiotic diberikan untuk DBD ensefalopati.

II) Suportif

● Mengatasi kehilangan Ciaran plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

kapiler dan perdarahan.

● Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatsi masa perlaihan

dari fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik.

● Cairan intravena diperlukan apabila

1) anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi
yang dapat mempercepat terjadinya syok,
2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

b. DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)

Penggantian volume plasma segera, Ciaran intravena larutan ringer laktat 10 –


20ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum
teratasi tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20 – 30
ml/kgbb/jam, maksimal 1500ml/hari.

33
34
35
36
37
Gambar 6. Diagram/Alur Tata laksana Infeksi Dengue
Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control,
2009. dengan modifikasi

Tatalaksana Grup A, B, C

a. Grup A – Rawat jalan


Pasien yang dipulangkan ke rumah untuk tata laksana rawat jalan. Pasien
yang masuk grup A adalah mereka yang masih bisa minum dengan jumlah cukup
dan buang air kecil setidaknya 6 jam sekali serta tidak memiliki warning signs
terutama ketika demam turun (defervescense).

38
Gambar 7. Tatalaksana pasien rawat jalan Grup A

Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and

control, 2009

Pasien rawat jalan harus kontrol ke poliklinik setiap hari untuk dipantau
perkembangan klinisnya (asupan minum, diuresis, dan aktivitas) sampai mereka
melewati fase kritis. Pasien dengan kadar hematokrit stabil dapat dipulangkan ke
rumah dengan mengikuti anjuran perawatan di rumah sebagai berikut:

1) Ingatkan untuk segera membawa pasien ke rumah sakit bila dijumpai


warning signs.
2) Meningkatkan asupan cairan (>5 gelas untuk remaja) dengan memberi
larutan rehidrasi oral (ORS), jus buah, susu, air beras atau jewawut, dan
cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk menggantikan
cairan yang hilang karena demam dan muntah.
3) Berikan parasetamol untuk demam tinggi dengan interval pemberian 4–6
jam. Berikan kompres hangat apabila pasien masih mengalami demam tinggi.
Jangan berikan asam asetil salisilat (aspirin), ibuprofen, atau obat anti-
inflamasi nonsteroid (NSAID) karena obat-obatan ini dapat menyebabkan
gastritis atau perdarahan.
4) Nasehati orang tua/pengasuh bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit
segera apabila terdapat kondisi klinis yang tidak membaik, saat suhu turun

39
(defervescense), nyeri perut hebat, muntah terus-menerus, ekstremitas
lembab dan dingin, letargi atau rewel/gelisah, perdarahan (mis.: tinja
berwarna hitam atau muntah berwarna coklat kehitaman, mimisan atau
perdarahan gusi yang sulit dihentikan, menstruasi lebih hebat dari biasanya),
serta tidak buang air kecil selama lebih dari 4–6 jam.

b. Grup B – Pasien yang harus dirujuk untuk perawatan rumah sakit


Tata laksana grup B adalah untuk pasien dengan warning signs atau
dengan penyakit penyerta (faktor risiko) yang akan membuat tata laksana
menjadi lebih kompleks, contohnya bayi, obesitas, komorbiditas (diabetes
melitus, penyakit hemolitik, gagal ginjal), atau jika dijumpai kondisi sosial
khusus misalnya tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan dengan keterbatasan
akses transportasi, hidup sendiri (tanpa keluarga) walaupun tidak dijumpai
warning signs.

Warning signs Setiap warning signs

Tanda dan gejala yang Pasien dehidrasi, tidak mampu menerima


cairan oral
berhubungan dengan hipotensi
Pusing atau hipotensi postural
(kemungkinan perembesan
Banyak berkeringat, kesadaran menurun,
plasma)
kondisi memburuk saat defervescence

Hipotensi atau ekstremitas dingin

Perdarahan Perdarahan spontan, tidak tergantung


jumlah trombosit

Kerusakan organ Ginjal, hati, saraf, atau jantung

- hati membesar, nyeri, walaupun belum


syok

- nyeri dada atau distress napas, sianosis

40
Temuan melalui pemeriksaan Hematokrit meningkat

lebih lanjut Efusi pleura, asites, penebalan kandung


empedu tanpa gejala

Tabel 8. Kriteria rawat inap dengan warning signs

Gambar 8. Grup B: Dengue dengan kondisi penyerta, tetapi tanpa


warning signs Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and
control, 2009.

Pada pasien yang tidak memiliki warning sign, anjurkan pasien untuk
minum lebih banyak. Jika tidak terpenuhi, mulai terapi cairan intravena dengan
NaCl 0,9% (normal saline) atau ringer laktat dengan atau tanpa dekstrose dengan
tetesan rumatan. Cairan intravena pada umumnya hanya diperlukan selama 24–
48 jam.

41
c. Grup C – Pasien yang membutuhkan rujukan segera dan perawatan darurat
(severe dengue)
Pasien membutuhkan perawatan darurat dan rujukan segera jika pada fase
kritis dijumpai keadaan berikut:
1) Perembesan plasma hebat yang menyebabkan syok
2) dan/atau akumulasi cairan yang disertai distres napas.
3) Perdarahan hebat.
4) Kerusakan organ yang berat (gagal hati, gangguan fungsi ginjal,
kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis).

Pemberian cairan harus dilanjutkan untuk mengganti plasma yang hilang dan
mempertahankan agar sirkulasi tetap baik dalam 24–48 jam berikutnya.
Resusitasi cairan adalah langkah pemberian cairan intravena dalam jumlah
besar (misal 10–20 ml/kg/bolus) dalam waktu yang singkat dengan pengawasan
ketat untuk mengetahui respons terhadap tindakan dan mencegah kemungkinan
edema paru karena kelebihan cairan.

Pemeriksaan golongan darah dan cross matched test harus dilakukan untuk
semua pasien yang mengalami syok. Transfusi darah hanya diberikan untuk
kasus dengan dugaan perdarahan hebat, misalnya pada perdarahan saluran
cerna.

Pasien dengue dapat dipulangkan apabila menunjukkan tanda penyembuhan


dan memenuhi seluruh kriteria pulang rawat.
Tanda penyembuhan :

a. Nafsu makan membaik.


b. Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut.
c. Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil.
d. Suhu badan normal.
e. Diuresis 1 ml/kgBB/jam.
f. Tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal.
g. Ruam konvalesens, ditemukan pada 20–30% kasus.
h. Kadar hematokrit stabil pada kadar basal normal.
42
Kriteria pulang rawat :

a. Nafsu makan membaik.


b. Tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik.
c. Perbaikan klinis yang jelas.
d. Jumlah urine cukup.
e. Tidak tampak distres napas yang disebabkan efusi pleura dan/atau asites.
f. Minimal 48 jam setelah syok teratasi.
3
g. Jumlah trombosit 50.000/mm dan cenderung meningkat.
h. Tidak dijumpai bradikardia

2.7 Diagnosis Banding

Fase Demam

Flu Like Sydrome Selesma, influenza, campak,


chikungunya, infeksi mononukleosis,
COVID-19, serokonversi HIV

Demam dan ruam Rubela, campak, demam skarlatina,


infeksi meningokokus, chikungunya,
reaksi obat

Diare Rotavirus, infeksi usus lain

Penyakit dengan manifestasi neurologi Meningoensefalitis, kejang demam

Fase Kritis

Penyakit Infeksi Gastroenteritis akut, malaria,


leptospirosis, demam tifoid, tifus,
hepatitis viral, serokonversi HIV akut,
sepsis bakterial, syok septik, COVID-19
(MIS-C)

Keganasan Leukemia akut dan keganasan lain

43
Gejala klinis lainnya Akut abdomen:

- apendisitis akut

- kolesistitits akut

- perforasi usus

Ketoasidosis diabetes

Asidosis laktat

Kelainan darah

Kelainan ginjal

Tabel Diagnosis Banding

44
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus, suhu tertinggi mencapai 39 ºC. Pasien sudah diberikan obat penurun
panas lewat bokong lalu demam turun namun tidak namun tidak mencapai suhu normal.
Gambaran ini sesuai dengan kriteria demam berdarah dengue.
Diagnosis banding lain yang perlu disingkirkan yaitu chikungunya. Pada
chikungunya, keluhan dominan pada nyeri sendi, tetapi pada pasien keluhan tersebut
disangkal. Campak juga perlu dipikirkan pada pasien anak, tetapi berdasarkan
pengakuuan pasien sudah imunisasi campak. Selain itu juga tidak adanya keluhan
muncul bercak-bercak merah dimulai dari batas rambut, sehingga campak dapat
disingkirkan. Demam akibat COVID19 juga dapat disingkirkan karena tidak adanya
keluhan batuk, flu, sakit tenggorokan, ataupun sesak. Pasien juga mengaku tidak ada
riwayat kontak dengan pasien terduga atau terkonfirmasi COVID19.
Etiologi lainnya yang dipikirkan yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Diagnosis demam tifoid dapat disingkirkan dari anamnesis karena demam baru
berlangsung 2 hari dan muncul terus-menerus, tidak pada waktu tertentu. Keluhan
terkait penurunan kesadaran seperti mengantuk ataupun gastrointestinal seperti
gangguan BAB disangkal oleh pasien. Kecurigaan terhadap leptospirosis perlu
dipikirkan tetapi pasien mengaku daerahnya tidak terkena banjir, tidak ada tikus, dan
tidak ada nyeri pada otot betis sehingga diagnosis leptospirosis dapat disingkirkan.
Tidak ada riwayat perjalanan ke daerah endemik Malaria dan tidak ditemukannya trias
malaria yaitu menggigil, demam tinggi, dan berkeringat dapat menyingkirkan diagnosis
tersebut.
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan adanya petekie, Efusi pleura
dan ascites. Perubahan patofisiologi utama yang membedakan demam dengue (DD)
dengan demam berdarah dengue (DBD) adalah peningkatan permeabilitas vaskuler
yang terjadi pada DBD dengan akibat hilangnya volume plasma, keluar dari
kompartemen vaskuler ke dalam interstisial sehingga terjadi peningkatan hematokrit,

45
hipoproteinemia, dan akan menimbulkan efusi serosa di dalam ruang pleura , dan
peritoneum. Petekie timbul karena terganggunya intregritas vaskular akibat rangsangan
sitokin proinflamatorik, trombositopenia, gangguan koagulasi, dan infeksi virus di sel
endotel. Petekie pada awal perjalanan sakit adalah akibat infeksi virus dengue di sel
endotel kapiler (vaskulopati) sedangkan petekie pada perjalanan sakit berikutnya adalah
akibat jumlah trombosit yang sangat rendah dan gangguan koagulasi.
Pada PF Abdomen ditemukan adanya hematomegali dengan tepi tumpul,
permukaan licin, dan tidak nyeri. Hal tersebut dapat terjadi karena virus dengue
menyebar ke organ lain terutama organ RES yang menyebabkan destruksi hepatosit
menimbulkan hepatomegali. . Hepatomegali yang terjadi akibat infeksi virus Dengue
akan mengalami penyembuhan dan kembali normal secara bertahap setelah kondisi
kritis pasien teratasi.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan adanya
trombositopenia. Trombosit adalah salah satu parameter penting pada DBD. Trombosit
yang rendah dapat terjadi karena supresi virus pada sumsum tulang, penghancuran
trombosit di perifer, dan konsumsi trombosit di pembuluh darah. Trombosit yang rusak
melepas VEGF dan mengaktivasi endotel dan selanjutnya memperburuk kebocoran
plasma. Kesimpulan dari anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami DBD derajat 2.
Antipiretik yang diberikan yaitu parasetamol 4 x 5 mL. Parasetamol bekerja
menghambat enzim COX, sehingga mencegah pembentukan asam arakidonat menjadi
PG. PG yang terbentuk akan memicu sekresi IL1 dan TNF alfa yang akan
mempengaruhi termoregulator di hipotalamus. Evaluasi keadaan umum, tanda vital,
balans cairan, dan hematologi/24 jam untuk menilai keberhasilan terapi dan perburukan
pasien.
. Tatalaksana yang diberikan yaitu pemberian cairan isotonic (maintenance)
sesuai dengan BB ideal <10 kg selama 24 jam. Tatalaksana cairan bertujuan untuk
mengisi volume intravaskular sehingga kebetuhan sirkulasi organ terpenuhi. Ketika
trombosit tetap mengalami penurunan setelah diberikan cairan rumatan. Cairan diganti
menjadi 7ml/kgBB. Pada tanggal 23 sudah masuk masa konvalens dimana cairan
menjadi diturunkan menjadi 1000 cc/24, lalu pada tanggal 24 cairan diturunkan lagi

46
menjadi 600 cc/24 jam.
Pasien dipulangkan pada tanggal 24 dengan klinis suhu 36,6 C tanpa anti piretik
setelah 24 jam, tidak ada sesak, sianosis, napas cuping hidung, maupun retraksi, kadar
trombosit 98.000, dan frekuensi nadi dalam batas normal sehingga memenuhi kriteria
pulang rawat.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of


Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded edition. WHO 1-45.
2011a
2. KEMENKES RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta. 2017
3. Sumarmo S., Herry G., Sri Rezeki, Hindra I. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis,
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 155 – 70. 2016.
4. Antonius H., Badriul, Setyo H., Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 140 – 9. 2009.
5. Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Demam
Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Infodatin. 2017.
6. IDAI. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksanan Infeksi Virus Dengue pada anak. Jakarta.
IDAI. 2014
7. Halstead, SB. 2015.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Nelson
Textbook of Pediatrics.20th ed. Kliegman, et al Philadelphia: Elsevier; 1134-6.
8. Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. .Dengue and dengue hemorrhagic
fever.CABI. 2014
9. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever. New Delhi: WHO, Regional Office for South-
Easr Asia. 2011. Hal 1-34.
10.World Health Organization. Handbook for Clinical Management of Dengue. Geneva.
WHO. 2012
11.Chairulfatah, Alex. Demam pada Anak: Patogenesis dan Aplikasi Klinis. Jakarta: 2017
12.Ismoedijanto. Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, Agustus 2000: 103-108
13.Marcdante, Karen J. Kliegman, Robert M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Saunders
Elsevier. 2014

14. KEMENKES RI.Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Infeksi Dengue


Anak dan Remaja. Jakarta. 2021

48

Anda mungkin juga menyukai