Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

OTITIS EKSTERNA DIFUSA

DOKTER PEMBIMBING
dr. Eman Sulaiman, Sp. THT-KL

DISUSUN OLEH:
Ryko Yudha Anggrean
2012730094

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan Kasus berjudul Otitis
Eksterna Difusa ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik THT di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Dalam pembuatan tinjauan
pustaka dari laporan kasus ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr.


Eman Sulaiman, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian laporan kasus ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun
dalam mencari referensi yang lebih baik.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan
kritik yang membangun dalam perbaikan laporan kasus ini.

Penulis berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Cianjur, Februari 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Embriologi............................................................................................................................ 13
Anatomi................................................................................................................................ 16
Fisiologi................................................................................................................................ 20
Definisi................................................................................................................................ 20
Epidemiologi....................................................................................................................... 21
Etiologi................................................................................................................................ 21
Patofisiologi......................................................................................................................... 22
Gejala klinis.......................................................................................................................... 23
Manifestasi klinis................................................................................................................. 24
Histopatologi........................................................................................................................ 24
Diagnosis Banding............................................................................................................... 25
Penatalaksanaan.................................................................................................................... 25
Komplikasi.............................................................................................................................26
Prognosis............................................................................................................................... 26
KESIMPULAN ................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, jamur maupun virus. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-daerah yang
panas dan lembab dan jarang terjadi pada iklim-iklim sejuk dan kering.1
Sejak tahun 1844 beberapa peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini
seperti : Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan
kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab, dan trauma
terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis
eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi
kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik. Penyakit ini
merupakan penyakit telinga bagian luar yang sering dijumpai, disamping penyakit telinga
lainnya. Otitis eksterna merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat
menyebar ke periaurikular, atau ke tulang temporal.3
Otitis eksterna akut difusa adalah penyakit yang terutama timbul pada musim panas dan
merupakan bentuk otitis eksterna yang paling umum. Otitis eksterna difusa merupakan tipe
infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh Pseudomonas, Staphylococcus,
Proteus, bahkan jamur. Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi
menambah maserasi kulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi
pertumbuhan bakteri. 1,3,6

4
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. Deni Ermawan

Jenis kelamin : Laki-Laki

Umur : 28 tahun

Alamat : Cianjur

No. RM : 656760

Tanggal berobat : 1 Februari 2017

B. Anamnesis
1. Keluhan utama:

Telinga kiri sakit

2. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan telinga kiri sakit sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien merasa sakit terus menerus yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk sampai
pusing, rasa sakit sempat hilang setelah minum obat dari praktek dokter, tetapi
kambuh lagi. Selain sakit, telinga kiri pasien juga sulit mendengar. Pasien mengaku
demam 3 hari yang lalu, tapi sekarang sudah tidak demam. Tidak ada cairan yang
keluar dari telinga kiri, tapi terasa seperti ada yang menghalangi di telinga kiri. Pada
saat ingin bicara, rahang bagian kiri seperti tertahan di bagian bawah telinga. Saat ini
pasien sedang pilek tanpa disertai batuk, nyeri menelan disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu:

5
13 tahun yang lalu pasien pernah mengalami keluar cairan dari telinga, tapi
pasien lupa telinga kanan atau kiri
Riwayat Hipertensi dan Diabetes mellitus disangkal.

4. Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluhan yang sama di keluarga

5. Riwayat alergi:

Riwayat alergi makanan, debu, cuaca dan obat-obatan disangkal

6. Riwayat pengobatan:

Pasien sudah berobat ke dokter dan diberikan obat amoxicillin, metronidazole dan
asam mefenamat.

7. Riwayat Psikososial

Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan


2. Kesadaran : Composmentis
3. Berat badan : 66 Kg
4. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Penafasan : 20 x/menit, teratur
Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat
Suhu : 37.0C

Status Generalis

6
1. Kepala : Normocephal (+), rambut berwarna hitam (+), distribusi rata (+)
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)

isokor

3. Telinga : Lihat status lokalis


4. Hidung : Lihat status lokalis
5. Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), stomatitis (-)
6. Tenggorok : Lihat status lokalis
7. Leher : Lihat status lokalis
8. Thorax
a. Inspeksi : Kedua hemithoraks tampak simetris, retraksi sela iga (-)
b. Palpasi : Kedua hemithoraks terangkat simetris
c. Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
d. Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
9. Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
c. Perkusi : Batas jantung relatif dalam batas normal
d. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
10. Abdomen
a. Inspeksi : Simetris, datar
b. Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Hepatomegali (-) splenomegali (-)
c. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
d. Auskultasi : Bising usus (+) normal
11. Ekstremitas

a. Superior : Akral hangat, udema (-/-), CRT < 2 detik (+)


b. Inferior : Akral hangat, udema (-/-), CRT < 2 detik (+)

D. Status lokalis THT


1. Telinga

Tabel 1. Pemeriksaan Telinga

7
AD AS

Normotia, hematoma (-), Aurikula Normotia, hematoma (-),


perikondritis (-), helix sign (-), perikondritis (-), helix sign (-)
edema (-) edema (-)

Preaurikula
Peradangan (-), pus (-), nyeri Peradangan (-), pus (-), nyeri
tekan (-), Pembesaran KGB (-) tekan (+), Pembesaran KGB (-)

Retroaurikula
Peradangan (-), pus (-), nyeri Peradangan (+), pus (-), nyeri
tekan (-), Pembesaran KGB (-) tekan (+), Pembesaran KGB (-)

MAE
Hiperemis (-), udem(-), Hiperemis (-), udem(-),
serumen(-), sekret (-), serumen(-), sekret (+),
massa(-) massa(-)

Hiperemis (-), udem(-), Hiperemis (-), udem(-),


serumen(-), sekret (-), KAE serumen(-), sekret (+),
massa(-) massa(-)

Membran timpani
Intak, refleks cahaya (+) di jam Sulit dinilai karena pasien
5, hiperemis (-), retraksi (-) merasa sakit

+ Uji Rinne -

Lateralisasi (-) Uji Weber Lateralisasi ke kiri

Sama dengan pemeriksa Uji Schwabach Memanjang

Interpretasi : Tuli Konduktif

8
2. Hidung
a. Rinoskopi Anterior

Tabel 2. Pemeriksaan Hidung

Dextra Rhinoskopi anterior Sinistra

Hiperemis (-) Mukosa Hiperemis (-)


- Sekret -
Hipertrofi (-) Konka inferior Hipertrofi (-)
Deviasi (-) Septum Deviasi (-)
(-) Massa (-)
Normal Passase udara Normal

b. Sinus paranasal

Inspeksi : Pembengkakan kedua pipi (-), kemerahan kelopak mata bawah mata
(-), pembengkakan kelopak mata atas (-)

Palpasi : Nyeri tekan pipi (-), nyeri tekan medial atap orbita (-), nyeri tekan
kantus medius (-)

c. Tes penciuman
- Kanan : 17 cm, normal dengan kopi
- Kiri : 11 cm, normal dengan kopi
- Kesan : NDS normosmia
d. Transiluminasi
- Sinus maksilaris

Dekstra : Terang, Berbentuk seperti bulan sabit

Sinistra : Terang, Berbentuk seperti bulan sabit

- Sinus frontalis

Dekstra : Terang, Berbentuk seperti sarang tawon

Sinistra : Terang, Berbentuk seperti sarang tawon

- Kesan : sinus maksilaris dan sinus frontalis normal

9
3. Tenggorok

Tabel 3. Pemeriksaan Nasofaring

Naofaring (Rhinoskopi posterior)

Konka superior tidak dilakukan

Torus tubarius tidak dilakukan

Fossa Rossenmuller tidak dilakukan

Plika salfingofaringeal tidak dilakukan

Tabel 4. Pemeriksaan Orofaring

Dextra Pemeriksaan Orofaring Sinistra


Mulut
Hiperemis (-) Mukosa mulut Hiperemis (-)
Simetris (normal) bersih Lidah Simetris (normal) bersih
Simetris (normal) bersih Palatum molle Simetris (normal) bersih
Lubang (-) Gigi geligi Lubang (-)
Simetris (normal) bersih Uvula Simetris (normal) bersih
Tonsil
Hiperemis Mukosa Hiperemis

T0 Besar T0

Tidak Melebar Kripta Tidak Melebar


- Detritus -
- Perlengketan -
Faring
Tenang Mukosa Tenang
- Granula -
- Post nasal drip -

Tes Pengecapan

Manis Normal

Asin Normal

Asam Normal
10

Pahit Normal
C. Laringofaring

Tabel 5. Pemeriksaan Laringofaring

Laringofaring (Laringoskopi indirect)

Epiglotis tidak dilakukan

Plika ariepiglotika tidak dilakukan

Plika ventrikularis tidak dilakukan

Plika vokalis tidak dilakukan

Rima glotis tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Maksilofasial
Tabel 6. Pemeriksaan Maksilofasial

Dextra Nervus Sinistra

I. Olfaktorius

Normosmia Penciuman Normosmia

11
II. Optikus

(+) Daya penglihatan (+)

(+) Refleks pupil (+)

III. Okulomotorius

(+) Membuka kelopak mata (+)

(+) Gerakan bola mata ke superior (+)

(+) (+)
Gerakan bola mata ke inferior
(+) (+)
Gerakan bola mata ke medial
(+) (+)
Gerakan bola mata ke

laterosuperior
IV. Troklearis

(+) Gerakan bola mata ke lateroinferior (+)


V. Trigeminal

Tes sensoris

(+) Cabang oftalmikus (V1) (+)

(+) Cabang maksila (V2) (+)

(+) Cabang mandibula (V3) (+)


VI. Abdusen

(+) Gerakan bola mata ke lateral (+)


VII. Fasial

(+) Mengangkat alis (+)

(+) Kerutan dahi (+)

(+) (+)
Menunjukkan gigi
(+) (+)
Daya kecap lidah 2/3 anterior
VIII. Akustikus

Normal Tes garpu tala CHL


IX. Glossofaringeal

12
(+) Refleks muntah (+)
Daya kecap lidah 1/3 posterior
(+) (+)
X. Vagus

(+) Refleks muntah dan menelan (+)

(-) Deviasi uvula (-)

Simetris Simetris
Pergerakan palatum
XI. Assesorius

(+) Memalingkan kepala (+)

(+) Kekuatan bahu (+)


XII. Hipoglossus

(-) Tremor lidah (-)

(-) Deviasi lidah (-)

5. Leher
Tabel 7. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Getah Bening (KGB)

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Pembesaran (-) Tiroid Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar submental Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar submandibula Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis superior Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis media Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis inferior Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar supraklavikularis Pembesaran (-)

13
E. Resume

Seorang laki-laki usia 28 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan telinga kiri
sakit sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. OS merasa sakit terus menerus yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk sampai pusing, rasa sakit sempat hilang setelah minum
obat dari praktek dokter, tetapi kambuh lagi. Selain sakit, telinga kiri OS juga sulit
mendengar. OS mengaku demam 3 hari yang lalu, tapi sekarang sudah tidak demam.
Tidak ada cairan yang keluar dari telinga kiri, tapi terasa seperti ada yang menghalangi di
telinga kiri. Pada saat ingin bicara, rahang bagian kiri seperti tertahan di bagian bawah
telinga. Saat ini OS sedang pilek.

Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Status THT hasil
pemeriksaan telinga kiri tampak peradangan pada retroaurikular sinistra. Pada KAE
sinistra terlihat adanya sekret, nyeri tekan pada daerah preaurikular dan retroaurikular
sinistra. Tes pendengaran dengan garpu tala menunjukkan tuli konduktif pada telinga
kiri. Pemeriksaan tenggorok tidak menunjukkan adanya kelainan.

F. Diagnosis Banding
1. Otitis eksterna difus
2. Mastoiditis akut sinistra
3. Radang KGB posterior auricular
4. Furunkel

G. Diagnosa Kerja

Otitis eksterna difus

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Audiometri
2. Rontgen Schuller Stenver

I. Penatalaksanaan

14
1. Nonmedikamentosa
Mengingatkan pasien mengenai kemungkinan dari kambuhnya penyakit, terutama
setelah berenang
Ingatkan pasien agar tidak terlalu sering membersihkan telinga dengan
menggunakan cotton bud
Menjaga kebersihan telinga
2. Medikamentosa
Antibiotic :Klindamycin 4 x 150-300 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg

15
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi

Gambar 5. Anatomi telinga

a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-
kira 2,5 - 3cm.1
1. Kulit liang telinga
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kanalis
auricularis externus dilapisi oleh kulit yang terikat erat pada tulang rawan dan
tulang yang mendasarinya karena tidak adanya jaringan subkutan di area
tersebut. Dengan demikian daerah ini menjadi sangat peka. 2
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan
lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit

16
liang telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas
menjadi lapisan luar membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari
pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 1 mm,
terdiri dari lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan merekat
dengan perikondrium. Epidermis dari liang telinga bagian tulang rawan
biasanya terdiri dari 4 lapis yaitu sel basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan
tanduk.
Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih tipis,
tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat dengan
periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar dari
membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani.
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah otot
intrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis superior
dan m. aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun telinga dengan
tulang tengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada
beberapa orang tertentu ada yang masih mempunyai kemampuan untuk
menggerakan daun telinganya keatas dan kebawah dengan menggerakan otot-
otot ini. Otot intrinsik terdiri dari m. helisis mayor, m. helisis minor, m.
tragikus, m.antitragus, m. obligus aurkularis, dan m.transpersus aurikularis.
Otot-otot ini berhubungan bagian-bagian daun telinga. 2
2. Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang
temporal superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis eksternal. 2
Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga didarahi oleh
cabang aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial. Suatu cabang dari
arteri auricular posterior mendarahi permukaan posterior telinga. Banyak
dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri ini. Pendarahan
kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan permukaan luar membrana
timpani adalah oleh cabang aurikular dalam arteri maksilaris interna.
Vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian dalam umumnya
bermuara kevena jugularis eksterna dan vena mastoid. Akan tetapi, beberapa
vena telinga mengalir kedalam vena temporalis superficial dan vena
aurikularis posterior.

17
3. Sistem limfatik
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula mengalir ke
kelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular mengalir ke kelenjar
retroauricular. Regio lobulus mengalir kelenjar cervicalis superior. 2
4. Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-
saraf kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian ketiga
saraf trigeminus (N.V) mensarafi permukaan anterolateral permukaan telinga,
dinding anterior dan superior liang telinga dan segmen depan membrana
timpani.Permukaan posteromedial daun telinga dan lobulus dipersarafin oleh
pleksus servikal nervus aurikularis mayor. Cabang aurikularis dari nervus
fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus (N.IX) dan nervus vagus (N.X)
menyebar ke daerah konka dan cabang-cabang saraf ini menyarafi dinding
posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior dan inferior
membrana timpani. 2

b. Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari: 1
Membran timpani; yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan
lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan
memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin.
Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.
c. Telinga Dalam

18
Gambar 6. Anatomi telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, yang berfungsi menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibule. 1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktuskoklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa
sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner Membrane) sedangkan skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Pada skala media terdapat
bagian yang berbentuk lidah yang diebut membran tektoria, dan pada membran basal
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis
Corti, yang membentuk organ Corti.4

II. Fisiologi
Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasikan melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan daya tingkap
lonjong. Energi getar yang diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan
menggetarkan tingkap lonjong sehigga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran

19
ini diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong edolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
proses ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 1,4

Gambar 7. Fisiologi pendengaran

III. Otitis Eksterna Difus


a. Definisi
Otitis eksterna difus dikenal dengan swimmer ear (telinga perenang) atau
telinga cuaca panas (hot weather ear) adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga
akibat infeksi bakteri yang menyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit
sehingga menyumbat saluran folikel. 1

b. Epidemiologi
Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai tanggal Januari 2000 s/d Desember
2000 di Poliklinik THT RS H. Adam Malik Medan didapati 10746 kunjungan baru
dimana, dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna, 282 kasus (2,62%) otitis

20
eksterna difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta. Penyakit ini
sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada iklim-
iklim sejuk dan kering. Nan Sati CN dalam penelitiannya di RS Sumber Waras / FK
UNTAR Jakarta mulai 1 Januari 1980 sampai dengan 30 Desember 1980
mendapatkan 1.370 penderita baru dengan diagnosis otitis eksterna yang terdiri dari
633 pria dan 737 wanita. 3

c. Etiologi
Organisme yang paling sering ditemukan pada pasien dengan otitis eksterna
difusa adalah bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa (Bacillus pyocaneus)
dan staphylococcus. Yang lebih jarang ditemukan adalah bakteri streptococci dan
Proteus vulgaris. Selain itu, jamur dapat terlibat dalam infeksi pada telinga luar,
yaitu jamur Candida albicans dan Aspergillus niger. Otitis eksterna difusa dapat juga
terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. 2,5
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu : 1,3,6
Derajat keasaman (pH)
pH pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam berfungsi
sebagai protektor terhadap kuman. Peningkatan pH menjadi basa (di atas
6.0) akan mempermudah terjadinya otitis eksterna yang disebabkan oleh
karena proteksi terhadap infeksi menurun.
Udara
Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan jamur
mudah tumbuh.
Trauma
Trauma ringan misalnya mengorek-ngorek telinga dengan benda tumpul
seperti cotton bud merupakan faktor predisposisi terjadinya otitis
eksterna.

Berenang

21
Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Air kolam renang
menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber kontaminasi yang
sering dari bakteri

d. Patofisiologi

Saluran telinga dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang


sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan
saluran telinga dengan cotton bud bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan
bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran
menumpuk disana. 2
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang.
Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi menambah
maserasi kulit liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri. Perubahan ini dapat juga menyebabkan rasa gatal di liang telinga sehingga
menambah kemungkinan trauma karena garukan. 2,3

Gambar 8. Patofisiologi terjadinya otitis eksterna difusa

e. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada pasien dengan otitis eksterna difusa antara lain: 3,5

22
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap
awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan
nyeri tekan daun telinga.

Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan


pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada
kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak
merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis
eksterna kronik merupakan keluhan utama.

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa
tidak enak sedikit, perasaan penuh di dalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering
merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala
sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding
dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa
kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan
perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagipula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar
liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga
gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan
tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat
dirasakan oleh penderita otitis eksterna. Nyeri terutama ketika daun telinga
ditarik, nyeri tekan tragus, dan ketika mengunyah makanan. Rasa gatal dan
nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening sampai kental purulen
tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur biasanya
akan bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau.

Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis
eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen,
penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering
menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin
yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan
ke dalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman
hantaran suara.

23
Pemeriksaan fisik pada pasien biasanya menunjukkan:

Kulit MAE edema dan hiperemis merata sampai ke membran timpani


dengan sekret pada CAE. Jika terjadi edema CAE yang hebat,
membran timpani dapat tidak tampak.
Nyeri tekan tragus (+)
Nyeri tarik auricula (+)
Adenopati regional yang nyeri tekan 6

Menurut MM. Carr, secara klinik otitis eksterna terbagi :


a. Otitis Eksterna Ringan :
Kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit
b. Otitis Eksterna Sedang :
Liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif
c. Otitis Eksterna Komplikasi :
Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak
d. Otitis Eksterna Kronik :
Kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif
Otitis eksterna akut berlangsung kurang dari 4 minggu atau terjadi kurang dari
4 kali dalam setahun, sedangkan otitis eksterna kronis berlangsung selama lebih dari
4 minggu atau terjadi lebih dari 4 kali dalam satu tahun. Pada penderita DM atau
pasien dengan immunocompromised, otitis eksterna dapat berkembang menjadi tipe
maligna.7

f. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain
meliputi :
- Radang KGB Posterior auricular
- Furunkel
- Mastoiditis akut sinistra

g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk kasus otitis eksterna difus yaitu 1 :
1. Audiometri
2. Rontgen Schuller Stenver

h. Penatalaksanaan
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang mungkin
terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk menghindarinya pasien harus
menjaga agar telinganya selalu kering, dengan cara menggunakan alkohol encer

24
secara rutin tiga kali seminggu. Pasien juga harus diingatkan agar tidak menggaruk /
membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu sering. 1,6
Polimiksin B (1,5-2,5 mg/KgBB) merupakan antibiotik yang paling efektif
terhadap Pseudomonas, dan Klindamisin (150-300 mg) yang efektif terhadap
staphylococcus. Pemberian antiseptik yaitu asam borat di telinga sebanyak 3 tetes
per 3 kali pemberian/ hari. 8

i. Komplikasi
Komplikasi Otitis eksterna antara lain :
- Perikondritis
- Selulitis
- Dermatitis aurikularis 3

j. Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh
dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis ekserna dapat
dengan mudah diobati dengan tetes telinga antibiotik. Otitis eksterna kronis yang
mungkin memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis eksterna biasanya tidak
memiliki komplikasi jangka panjang atau serius. 7

25
KESIMPULAN

Otitis eksterna merupakan peradangan liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar
ialah perubahan pH di liang telinga menjadi basa, keadaan udara yang lembab dan hangat,
serta faktor predisposisi yaitu trauma ringan ketika mengorek telinga.
Otitis ekterna difusa mengenai kulit liang telinga bagian dua pertiga dalam. Tampak
kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasannya. Bakteri penyebabnya
yang tersering adalah Pseudomonas. Gejala otitis eksterna difusa adalah nyeri tekan tragus,
liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening regional dapat membesar, dan
tedapat nyeri tekan.
Pengobatannya degan membersihkan liang telinga, memasukkan tampon yang
mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik dengan kulit yang
meradang. Kadang diperlukan pula obat antibiotika sistemik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI. 2008.
2. Enriquez A, et al. Basic Otolaryngology. Manila: Department of Otorhinolaryngology
UP - PGH. 1993.
3. Abdullah F. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring Dengan Salep
Ichtyol (Ichtammol) Pada Otitis Eksterna Akut. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6423/1/tht-farhan.pdf. Accessed on:
February 1st 2017.
4. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC.1997.
5. Lee K.J, Essential otolaryngology: head and neck surgery. Stamford: Appleton &
Lange. 1995.
6. Becker W, Naumann H, Pfaltz C. Ear, Nose, and Throat, A Pocket Reference. Second,
revised edition. New York: Thieme. 1994.
7. Stppler M. Swimmers Ear Infection. Available at:
http://www.medicinenet.com/otitis_externa/article.htm. Accessed on: July 6th 2012.

27

Anda mungkin juga menyukai