Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah kematian, tubuh mengalami proses dekomposisi yang merupakan
proses kompleks mulai dari proses autolisis sel akibat enzim-enzim autolisis, sampai
proses eksternal sel oleh bakteri dari usus, jamur, dan lingkungan termasuk binatang
yang dapat merusak mayat. Proses dekomposisi dapat berbeda dari satu tubuh dengan
tubuh lain, dari lingkungan satu dibandingkan dengan lingkungan yang lain, bahkan
dari satu bagian tubuh mayat dengan bagian tubuhnya yang lain. Perubahanperubahan yang terjadi akibat proses dekomposisi ini dapat dihambat dengan proses
mumifikasi.1
Mumifikasi secara harfiah berarti proses pembentukan mumi. Mumi
merupakan sebuah kata yang diambil dari catatan sejarah Yunani Kuno yang
menggambarkan bangsa persia yang menghormati mayat bangsawannya dengan
melakukan pengawetan menggunakan lilin. Mayat yang mengalami mumifikasi akan
tampak kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau atau hitam,
dengan kulit yang tampak tertarik terutama pada tonjolan tulang, seperti pada pipi,
dagu, tepi iga dan panggul. Organ dalam umumnya mengalami dekomposisi menjadi
jaringan padat berwarna coklat kehitaman. Sekali mayat mengalami proses
mumifikasi, maka kondisinya tidak akan berubah, kecuali bila diserang oleh
serangga.1
Mumifikasi merupakan seluruh proses baik alami maupun buatan yang
meliputi pemeliharaan/ pengawetan, tubuh tetap utuh dari pembusukan. Mumifikasi
alami dipengaruhi oleh factor intrinsik dan ekstrinsik dimana sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang kering sehingga banyak ditemukan mumi alami pada daerah
seperti Chili, Mesir, dan Peru. 2
Pada proses mumifikasi, mayat mengalami pengawetan akibat proses
pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan
menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan
sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada
daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan
angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh.
Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun.
1

Kepentingan medikolegal dari mumifikasi adalah dapat menunjukkan tempat


kematian (kering, panas atau tempat basah).3
1.2 Batasan Masalah
Materi pembahasan referat ini mencakup defenisi mumifikasi, arti mumifikasi
dalam kedokteran forensik, jenis mumifikasi.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi mumifikasi.
2. Untuk mengetahui arti mumifikasi dalam kedokteran forensik.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis mumifikasi.
1.3 Metode Penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
sumber/ literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mummifikasi


Mumifikasi secara harafiah menggambarkan proses pembentukan mumi,
sebuah kata yang diambil dari bahasa Persia mum yang berarti lilin. Kata ini diambil
dari catatan sejarah Yunani kuno yang menggambarkan bangsa Persia, dalam
penghormatan terhadap bangsawannya, mengawetkan mereka dengan lilin. Mumifikasi
secara bahasa berarti pengeringan jaringan. Secara istilah, mumifikasi adalah proses
penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Mayat yang
mengalami mumifikasi akan tampak kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak
warna putih, hijau atau hitam, dengan kulit yang tampak tertarik terutama pada tonjolan
tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga dan panggul. Organ dalam umumnya
mengalami dekomposisi menjadi jaringan padat berwarna coklat kehitaman. Sekali
mayat mengalami proses mumifikasi, maka kondisinya tidak akan berubah, kecuali bila
diserang oleh serangga.4,5,6,7
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal. Pengeringan menyebabkan kulit tampak tertarik terutama pada
tonjolan tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga dan panggul. Proses ini bisa terjadi
secara alamiah pada kondisi yang khusus dan dapat dibuat oleh manusia sebagai salah
satu cara preservasi jenazah.5,8
Mumi secara alami jarang terbentuk karena dibutuhkannya suatu kondisi yang
spesifik, namun proses ini menghasilkan mumi-mumi tertua yang dikenal manusia.
Mumi alami yang tertua, diperkirakan berasal dari tahun 7400 SM. Mumifikasi
umumnya terjadi pada daerah dengan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara yang
baik dan suhu yang hangat , namun dapat pula terjadi di daerah dingin dengan
kelembaban rendah. Di tempat yang bersuhu panas, mumifikasi lebih mudah terjadi,
3

bahkan hanya dengan mengubur dangkal mayat dalam tanah berpasir. Faktor dalam
tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah keadaan
dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.9
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian
tubuh. Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh
lain proses pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan adipocere
kadang terjadi bersamaan karena hidrolisa lemak membantu proses pengeringan
mayat.10
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir.
Permukaan tubuh yang kurang luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam
tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali
sengaja dibuat oleh manusia.11
2.2. Arti Mummifikasi dalam Interpretasi Kedokteran Forensik
Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang
memiliki karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering,
berwarna gelap dan mengerut. Dilihat dari sudut forensik, mummifikasi memberikan
keuntungan dalam hal bertahannya bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ
dalam, bentuk wajah secara kasar masih dapat diidentifikasi secara visual. Mumifikasi
juga dapat mempreservasi bukti terjadinya jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab
kematian. Elliot Smith (1912) menemukan mumi yang telah berumur kurang lebih 2000
tahun dan masih mampu menunjukkan bahwa sebab kematian orang itu adalah akibat
kekerasan. Luka-luka yang ada cocok dengan luka akibat bacokan kapak atau pedang,
tusukan tombak dan pukulan dari pegangan tombak. Foto kepala menunjukkan korban
diserang saat tidur yang disimpulkan Elliot dari luka pada puncak kepala yang
menurutnya tidak mungkin atau sulit dilakukan saat korban berdiri. Tidak adanya luka
pada daerah lain membuat Elliot menyimpulkan bahwa tidak ada tanda perlawanan.12,13
Pada bulan Mei 1960, tubuh wanita yang mengalami mummifikasi ditemukan
dalam sebuah lemari di sebuah rumah di Rhyl, North Wales. Mumi ini diperkirakan
telah ada dalam lemari itu selama 20 tahun. Dr.Gerald Evans menyimpulan bahwa
wanita ini dijerat, namun ia tidak dapat menemukan cukup bukti untuk menentukan
4

sebab kematian. Ia menemukan suatu cekungan melingkar pada leher dan sisa stocking
yang diikat dengan simpul hidup pada leher korban. Ia tidak dapat membuktikan
apakah stocking dilingkarkan di leher korban saat ia masih hidup atau ketika sudah
mati. Di pengadilan, terdakwa mengaku bahwa ia menemukan teman wanitanya di
lantai dalam keadaan kesakitan dan meninggal beberapa saat kemudian. Tubuh teman
wanitanya ini ditarik dan dimasukkan ke lemari, ini terjadi pada awal perang dunia
kedua sekitar tahun 1940-an. Dalam pembelaannya ia menyatakan bahwa stocking di
leher teman wanitanya dipakai sendiri oleh teman wanitanya untuk meringankan sakit
tenggorokan yang dideritanya.
Karena sifat jaringan dari tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh,
maka untuk dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium
karbonat atau campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses
mummifikasi tubuh yang lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan
dalam, mayat harus direndam dalam glycerin 15% selama beberapa hari. Pada mumi di
North Wales, perlunakan yang memadai untuk pemeriksaan dalam dicapai dalam 42,5
jam perendaman.15
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah
identifikasi. Walau terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut dan beberapa
kekhususan pada tubuh seperti tato dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Mumi
Prazyryk dari Asia Tengah berjenis kelamin perempuan yang diperkirakan berusia
2500-an tahun masih menunjukkan gambaran tato pada kulitnya dengan jelas.16
Terpeliharanya sebagian dari anatomi dan topografi jenasah pada proses
mumifikasi memungkinkan pemeriksaan radiologi yang lebih teliti. Dengan
pemeriksaan radiologi, jejas-jejas yang mungkin terlewatkan dalam pemeriksaan mayat
dan bedah mayat dapat ditunjukkan dengan jelas dan dieksplorasi kembali lewat
pemeriksaan bedah jenasah. Jejas yang nampak pada kulit mummi yang ditemukan
pada tahun 1991 oleh dr.Rainer Henn MD seorang ahli forensik dari Austria
menunjukkan patahan pada ulnar ketika dilakukan pemeriksaan X-foto anteroposerior.
Pemeriksaan CT-scan pada mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang
sulit dijangkau, bahkan dengan pemeriksaan bedah mayat. 17
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, bahkan
pada jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Lapisan kulit luar yang miskin
akan inti sel mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar
rambut, organ dalam dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan
untuk pemeriksaan DNA. Tzar Nicholas II dan ratu Alexandra Fyodorovna beserta
5

tujuh jenasah lain yang dikubur bersama, menjalani pemeriksaan DNA dan diambil
kesimpulan bahwa lima mumi berasal dari satu keluarga dan empat mumi lain tidak.
Tiga dari lima jenasah tadi diidentifikasi sebagai anak dari kedua jenasah lainnya. Sang
ibu berhubungan darah dengan keluarga kerajaan Inggris dan sang ayah berasal dari
keluarga Romanov. Pemeriksaan DNA mitokondria tulang dari Alexandra menunjukkan
uturan T-loop yang identik dengan ketiga anaknya dan Pangeran Philip, suami Ratu
Elizabeth II yang neneknya adalah saudara Alexandra. Pada Czar adalah anomali
berupa heteroplasmi, dimana pada posisi basa 16169 secara konsisten terdapat basa C
dan T ternyata identik dengan pemeriksaan DNA mitokondria Georgij Romanov
saudaranya. Para ilmuwan 99% yakin bahwa yang mereka periksa adalah mayat dari
Tzar dan keluarganya, 4 yang lain diyakini sebagai pengawalnya.17
Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan forensik bahwa
pada mummifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak pada kulit
yang menyerupai luka/jejas terutama pada daerah pubis, daerah sekitar leher, dan
axilla.7
2.3.

Jenis Mumifikasi
a.
Mumifikasi Alami
Mumifikasi alami dapat terjadi pada kondisi yang spesifik, seperti udara yang
panas dan kering di padang pasir atau pada udara yang dingin dan kering pada goagoa di pegunungan. Kondisi seperti itu dapat mengawetkan jaringan tubuh, dapat
terjadi di beberapa tempat di dunia seperti Amerika Selatan, Meksiko, Eropa, dan
Mesir. Mumifikasi juga bisa terjadi pada tempat dengan suhu sedang, terutama pada
tempat dimana tubuh mayat tidak terganggu dengan lingkungan di sekitarnya, seperti
pada rumah yang tertutup, lemari, loteng rumah.17,18
Proses mumifikasi dimulai 1 minggu setelah kematian, mumifikasi parsial
terjadi setelah beberapa minggu kemudian mumifikasi komplit terjadi dalam beberapa
bulan. Pada tahap awal, proses sering berlangsung bersamaan dengan derajat
pembusukan yang telah terjadi, terutama pada organ dalam. Yang pertama kali
mengalami proses mumifikasi adalah kulit, pada saat itu, organ-organ visceral telah
mengalami dekomposisi saat post mortem. Kecepatan pengeringan dapat mengurangi
peran pembusukan dari organism enterik, bakteri-bakteri tanah, dan organisme lain
yang berperan dalam pembusukan.Semakin cepat proses pengeringan, semakin bagus

proses mumifikasi karena hal ini dapat melindungi tubuh dari proses kolonisasi.
Tubuh yang kering juga menghalangi investasi dari larva serangga.19, 20
Hasil pemeriksaan dalam sangat bervariasi, sebagian tergantung dari lamanya
waktu kematian. Sebagian ditemukan organ yang kering dan menyusut, serta tidak
adanya cairan tubuh residu, sebagian membusuk, dan sebagian menjadi adiposera.
Faktanya, pembentukan adiposera sering ditemukan pada mumifikasi, mungkin
disebabkan penggunaan cairan tubuh dalam proses hidrolisis lemak untuk terjadinya
dehidrasi jaringan, tetapi faktor utamanya adalah evaporasi dari permukaan pada
kondisi yang kering.19
Seperti adiposera, pengenalan wajah dapat dilakukan walaupun dalam keadaan
kulit yang menyusut. Identifikasi menjadi sulit karena tangan kering dan sidik jari
tidak tersedia. Tangan dapat diproses menggunakan bermacam-macam teknik seperti
rehidrasi dengan natrium hidroksida atau merendam tangan dalam gliserin 15%
selama beberapa hari untuk melembutkan jaringan, sehingga sidik jari dapat diambil.
10,19

Waktu terjadinya mumifikasi tidak terdokumentasi dengan baik, karena


jenazah

yang

mengalami

mumifikasi

biasanya

merupakan

jenazah

yang

disembunyikan dengan baik dalam waktu yang lama, sehingga saat ditemukan proses
mumifikasi tersebut sudah mencapai titik maksimal. Butuh waktu beberapa minggu
untuk terjadinya mumifikasi.19
Setelah terjadi pengeringan lengkap, tubuh jenazah akan dipertahankan dalam
keadaan tersebut selama beberapa tahun, kemudian terjadi pembentukan jamur dan
deteriosiasi fisik sehingga jaringan akan mengalami penghancuran secara bertahap.
Hal ini dipercepat oleh binatang seperti rayap dan tikus. Pada akhirnya akan terjadi
proses skeletalisasi. 19
Faktor dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain
adalah keadaan dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam
hal ini neonatus.1
Pada tanggal 19 September 1991, pasangan Jerman yang sedang mendaki di
padang salju pegunungan Tyrolean menemukan sebuah mumi yang kemudian
memberitahukannya pada pihak berwenang Itali dan Austria. Pihak Itali kemudian
7

melakukan ekstraksi mumi yang saat lebih dikenal dengan julukan The Iceman.
Temperatur yang amat dingin yang menghambat pembusukan dan kelembaban udara
yang rendah pada ketinggian 10.000 kaki membuat mumi ini terbentuk sejak 5300
tahun

lalu.

The

Iceman

saat

ini

dipamerkan

di

British

Museum.

The Greenland Mummies yang terdiri dari bayi berumur enam bulan, anak berumur
empat tahun dan beberapa wanita dengan umur yang bervariasi yang diperkirakan
meninggal 500 tahun lalu di sebuah gua di Greenland. Tubuh mereka mengalami
mumifikasi akibat aliran udara kering dalam gua dan suhu di bawah nol derajat
Celcius yang menunda proses pembusukan. Suhu yang dingin menghambat
pembusukan, dan kelembaban udara yang rendah membantu pengeringan jaringan
tubuh. Pada ketinggian yang ekstrim seperti pada kasus The Iceman, kadar oksigen
yang rendah juga turut menghambat pertumbuhan bakteri aerob dalm proses
pembusukan.1
Kasus mumifikasi dengan preservasi anatomi dan topografi yang cukup baik
di Indonesia ditemukan pada Januari 1988 di desa Cibitung kabupaten Bekasi, Jawa
Barat. Kasus ini adalah temuan kedua di Indonesia, mayat ditemukan dalam sebuah
kamar tertutup dengan suhu kamar 32 340C dengan kelembaban 62 67%. Mayat
nenek ini ditemukan setelah sang nenek menurut keluarga menghilang tujuh bulan
sebelumnya. Saat ditemukan, mata, hidung dan mulut sudah tidak ada. Sebagian pipi
dan bibir tersisa kulit kering berwarna kelabu. Leher kiri dan kanan terdapat kulit dan
jaringan otot yang mengering. Bagian depan masih utuh seluruhnya, berupa kulit dan
otot yang mengering, kaku dan keras. Pada bagian belakang hanya tulang iga saja
yang masih utuh. Rongga dada perut telah kosong seluruhnya. Lengan kanan berupa
kulit berwarna kelabu, telapak dan punggung tangan masih utuh dan mengering.
Lengan kiri mengering warna kuning kelabu dengan tangan kiri tinggal tulang-tulang
saja. Tungkai kanan dan kiri tampak sebagai kulit dan otot yang telah kering berwarna
kuning coklat dengan bercak kelabu. Secara mikroskopis kulit masih menunjukkan
gambaran yang dapat dikenali sebagai kulit, otot tampak sebagai serabut yang sedikit
bergelombang berwarna eosinofilik dan homogen tanpa inti sel.1
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir.
Permukaan tubuh yang lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam
tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali
sengaja dibuat oleh manusia.1
8

10

11

12

b.

Mumifikasi Buatan

13

Mumifikasi buatan yang paling popular adalah yang dilakukan di Mesir


selama beberapa generasi. Mumifikasi merupakan salah satu sejarah yang paling
penting dalam peradaban Mesir Kuno. Mumi buatan yang pertama kali dibuat pada
Dinasti keempat selama masa Kerajaan Tua mencapai hingga puncak pada masa
Kerajaan Baru. Beberapa material diteliti telah digunakan dalam proses pembentukan
mumi, Maksoud et al., dalam penelitiannya menerangkan bahwa garam natron
merupakan bahan terpenting untuk mengawetkan jenazah, dan bahan-bahan dari
tumbuh-tumbuhan memiliki efek anti-bakterial yang dapat menjaga tubuh dari
serangan mikroba.5,12
Bahan-bahan yang telah diidentifikasi digunakan dalam proses mumifikasi
buatan diantaranya: phenol, guaiacols, napthalenes, monoterpenes, seswuiterpenoid,
osidised diterpene resin acid dan triterphenoid. Bahan-bahan tersebut juga memiliki
efek antibacterial dan antifungal yang menjaga tubuh dari perburukan kondisi tubuh
akibat serangga.12

14

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses mumifikasi merupakan salah satu proses pengawetan mayat yang bisa terjadi
secara alami maupun buatan. Mumifikasi alami dapat terjadi akibat pengaruh lingkungan,
dapat terjadi pada lingkungan kering dengan kelembaban rendah namun juga dapat terjadi
pada lingkungan dengan suhu dingin. Sedangkan mumifikasi buatan dilakukan dengan
interfensi manusia dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghambat proses
pembusukan.
Mumifikasi alami dapat terjadi akibat kondisi yang spesifik, seperti udara yang
panas dan kering di padang pasir atau pada udara yang dingin dan kering pada goa-goa di
pegunungan. Kondisi seperti itu dapat mengawetkan jaringan tubuh, dapat terjadi di beberapa
tempat di dunia seperti Amerika Selatan, Meksiko, Eropa, dan Mesir. Mumifikasi juga bisa
terjadi pada tempat dengan suhu sedang, terutama pada tempat dimana tubuh mayat tidak
terganggu dengan lingkungan di sekitarnya, seperti pada rumah yang tertutup, lemari, loteng
rumah.

15

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kristanto E, Hertian S, Atmadja DS. Mumifikasi. 2006 (Diakses pada


tanggal

2.

28

Januari

2015).

Tersedia

dari

URL:

http://forensicroom.blogspot.com/2006/06/mumifikasi.html
Campobasso CP, Falamingo R, Grattagliano I, Vinci F. The mummified
corpse in domestic setting. Am J Forensic Med Pathol. 2009: 30(3): 307

3.
4.
5.

10.
Dewi. Tanatologi. 2010 (Diakses pada tanggal 29 Januari 2015).
Dorland, WAN. Kamus kedokteran dorland edisi 29. Jakarta: EGC. 2006
Dix J, Graham M. Causes of Death Atlas Series. Time of Death,

6.

Decomposition, and Identification. An Atlas. London : CRC Press. 1999.


Di Maio DJ, Di Maio VJM. Forensic Pathology.2nd edition. London : CRC

7.

Press. 2001: 21-36


Pounder D. Postmortem Canges and Time of Death. Diunduh dari
http://www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/llb/timedeath.htm. Last updated :

8.

1995.
Maksoud GA, El-Amin AR. A review on the materials used during the
mummification processes in ancient Egypt. Mediterranean Archaeology and

9.

Archaeometry. 2011: 11(2): 129 50.


Atmadja DS, Budijanto A. Mumifikasi suatu fenomena yang langka.

10.

Majalah Patologi Indonesia 1988 Okt ; 2(2) : 28-30.


Sauko P., Knight B. Knights Forensic Pathology. 3rd Edition. USA: CRC

11.

Press, 2004: p. 72-73.


Vass AA. Decomposition. Microbiology Today 2001 Nov (28):190-2.
Diunduh

dari

12.

http://www.socgenmicrobiol.org.uk/pubs/micro_today/pdf/110108.pdf.
Budiyanto A. Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi Pertama. Jakarta : Bagian

13.

Kedokteran Forensik FKUI. 1997.


Polson CJ, Gee DJ. The Essensials of Forensic Medicine. 3rd edition. New

14.
15.

York : Pergamon Press. 1991.


Owen D. Hidden Evidence. Singapore : Periplus Editions (HK) Ltd. 2000.
Murphy WA, et all. The Iceman : Discovery and Imaging. Diunduh dari

16.

http://radiology.rsnajnls.org/cgi/content/full/2263020338/DC1
Inman K, Rudin N. An introduction to Forensic DNA analysis. Florida :
CRC

Press.

1997

37

57.

Diunduh

http://www.scribd.com/doc/101522427/referat-forensik-sippo
16

dari

17.

Campobasso CP, Falamingo R, Grattagliano I, Vinci F. The mummified


corpse in domestic setting. Am J Forensic Med Pathol. 2009: 30(3): 307

18.
19.

10.
Mummification and the afterlife in ancient Egypt. 2005
Bucholtz, Ann. Death Investigation : An Introduction to Forensic Pathology

20.

for the Nonscientist. USA : Elsevier, 2015: p.63.


Dettmeyer RB, Verhoff MA, & Schutz HF. Forensic Medicine :
Fundamentals and Perspectives. Berlin : Springer. 2013: p.51.

17

Anda mungkin juga menyukai