PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah kematian, tubuh mengalami proses dekomposisi yang merupakan
proses kompleks mulai dari proses autolisis sel akibat enzim-enzim autolisis, sampai
proses eksternal sel oleh bakteri dari usus, jamur, dan lingkungan termasuk binatang
yang dapat merusak mayat. Proses dekomposisi dapat berbeda dari satu tubuh dengan
tubuh lain, dari lingkungan satu dibandingkan dengan lingkungan yang lain, bahkan
dari satu bagian tubuh mayat dengan bagian tubuhnya yang lain. Perubahanperubahan yang terjadi akibat proses dekomposisi ini dapat dihambat dengan proses
mumifikasi.1
Mumifikasi secara harfiah berarti proses pembentukan mumi. Mumi
merupakan sebuah kata yang diambil dari catatan sejarah Yunani Kuno yang
menggambarkan bangsa persia yang menghormati mayat bangsawannya dengan
melakukan pengawetan menggunakan lilin. Mayat yang mengalami mumifikasi akan
tampak kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau atau hitam,
dengan kulit yang tampak tertarik terutama pada tonjolan tulang, seperti pada pipi,
dagu, tepi iga dan panggul. Organ dalam umumnya mengalami dekomposisi menjadi
jaringan padat berwarna coklat kehitaman. Sekali mayat mengalami proses
mumifikasi, maka kondisinya tidak akan berubah, kecuali bila diserang oleh
serangga.1
Mumifikasi merupakan seluruh proses baik alami maupun buatan yang
meliputi pemeliharaan/ pengawetan, tubuh tetap utuh dari pembusukan. Mumifikasi
alami dipengaruhi oleh factor intrinsik dan ekstrinsik dimana sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang kering sehingga banyak ditemukan mumi alami pada daerah
seperti Chili, Mesir, dan Peru. 2
Pada proses mumifikasi, mayat mengalami pengawetan akibat proses
pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan
menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan
sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada
daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan
angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh.
Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bahkan hanya dengan mengubur dangkal mayat dalam tanah berpasir. Faktor dalam
tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah keadaan
dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.9
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian
tubuh. Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh
lain proses pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan adipocere
kadang terjadi bersamaan karena hidrolisa lemak membantu proses pengeringan
mayat.10
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir.
Permukaan tubuh yang kurang luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam
tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali
sengaja dibuat oleh manusia.11
2.2. Arti Mummifikasi dalam Interpretasi Kedokteran Forensik
Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang
memiliki karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering,
berwarna gelap dan mengerut. Dilihat dari sudut forensik, mummifikasi memberikan
keuntungan dalam hal bertahannya bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ
dalam, bentuk wajah secara kasar masih dapat diidentifikasi secara visual. Mumifikasi
juga dapat mempreservasi bukti terjadinya jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab
kematian. Elliot Smith (1912) menemukan mumi yang telah berumur kurang lebih 2000
tahun dan masih mampu menunjukkan bahwa sebab kematian orang itu adalah akibat
kekerasan. Luka-luka yang ada cocok dengan luka akibat bacokan kapak atau pedang,
tusukan tombak dan pukulan dari pegangan tombak. Foto kepala menunjukkan korban
diserang saat tidur yang disimpulkan Elliot dari luka pada puncak kepala yang
menurutnya tidak mungkin atau sulit dilakukan saat korban berdiri. Tidak adanya luka
pada daerah lain membuat Elliot menyimpulkan bahwa tidak ada tanda perlawanan.12,13
Pada bulan Mei 1960, tubuh wanita yang mengalami mummifikasi ditemukan
dalam sebuah lemari di sebuah rumah di Rhyl, North Wales. Mumi ini diperkirakan
telah ada dalam lemari itu selama 20 tahun. Dr.Gerald Evans menyimpulan bahwa
wanita ini dijerat, namun ia tidak dapat menemukan cukup bukti untuk menentukan
4
sebab kematian. Ia menemukan suatu cekungan melingkar pada leher dan sisa stocking
yang diikat dengan simpul hidup pada leher korban. Ia tidak dapat membuktikan
apakah stocking dilingkarkan di leher korban saat ia masih hidup atau ketika sudah
mati. Di pengadilan, terdakwa mengaku bahwa ia menemukan teman wanitanya di
lantai dalam keadaan kesakitan dan meninggal beberapa saat kemudian. Tubuh teman
wanitanya ini ditarik dan dimasukkan ke lemari, ini terjadi pada awal perang dunia
kedua sekitar tahun 1940-an. Dalam pembelaannya ia menyatakan bahwa stocking di
leher teman wanitanya dipakai sendiri oleh teman wanitanya untuk meringankan sakit
tenggorokan yang dideritanya.
Karena sifat jaringan dari tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh,
maka untuk dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium
karbonat atau campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses
mummifikasi tubuh yang lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan
dalam, mayat harus direndam dalam glycerin 15% selama beberapa hari. Pada mumi di
North Wales, perlunakan yang memadai untuk pemeriksaan dalam dicapai dalam 42,5
jam perendaman.15
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah
identifikasi. Walau terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut dan beberapa
kekhususan pada tubuh seperti tato dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Mumi
Prazyryk dari Asia Tengah berjenis kelamin perempuan yang diperkirakan berusia
2500-an tahun masih menunjukkan gambaran tato pada kulitnya dengan jelas.16
Terpeliharanya sebagian dari anatomi dan topografi jenasah pada proses
mumifikasi memungkinkan pemeriksaan radiologi yang lebih teliti. Dengan
pemeriksaan radiologi, jejas-jejas yang mungkin terlewatkan dalam pemeriksaan mayat
dan bedah mayat dapat ditunjukkan dengan jelas dan dieksplorasi kembali lewat
pemeriksaan bedah jenasah. Jejas yang nampak pada kulit mummi yang ditemukan
pada tahun 1991 oleh dr.Rainer Henn MD seorang ahli forensik dari Austria
menunjukkan patahan pada ulnar ketika dilakukan pemeriksaan X-foto anteroposerior.
Pemeriksaan CT-scan pada mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang
sulit dijangkau, bahkan dengan pemeriksaan bedah mayat. 17
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, bahkan
pada jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Lapisan kulit luar yang miskin
akan inti sel mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar
rambut, organ dalam dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan
untuk pemeriksaan DNA. Tzar Nicholas II dan ratu Alexandra Fyodorovna beserta
5
tujuh jenasah lain yang dikubur bersama, menjalani pemeriksaan DNA dan diambil
kesimpulan bahwa lima mumi berasal dari satu keluarga dan empat mumi lain tidak.
Tiga dari lima jenasah tadi diidentifikasi sebagai anak dari kedua jenasah lainnya. Sang
ibu berhubungan darah dengan keluarga kerajaan Inggris dan sang ayah berasal dari
keluarga Romanov. Pemeriksaan DNA mitokondria tulang dari Alexandra menunjukkan
uturan T-loop yang identik dengan ketiga anaknya dan Pangeran Philip, suami Ratu
Elizabeth II yang neneknya adalah saudara Alexandra. Pada Czar adalah anomali
berupa heteroplasmi, dimana pada posisi basa 16169 secara konsisten terdapat basa C
dan T ternyata identik dengan pemeriksaan DNA mitokondria Georgij Romanov
saudaranya. Para ilmuwan 99% yakin bahwa yang mereka periksa adalah mayat dari
Tzar dan keluarganya, 4 yang lain diyakini sebagai pengawalnya.17
Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan forensik bahwa
pada mummifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak pada kulit
yang menyerupai luka/jejas terutama pada daerah pubis, daerah sekitar leher, dan
axilla.7
2.3.
Jenis Mumifikasi
a.
Mumifikasi Alami
Mumifikasi alami dapat terjadi pada kondisi yang spesifik, seperti udara yang
panas dan kering di padang pasir atau pada udara yang dingin dan kering pada goagoa di pegunungan. Kondisi seperti itu dapat mengawetkan jaringan tubuh, dapat
terjadi di beberapa tempat di dunia seperti Amerika Selatan, Meksiko, Eropa, dan
Mesir. Mumifikasi juga bisa terjadi pada tempat dengan suhu sedang, terutama pada
tempat dimana tubuh mayat tidak terganggu dengan lingkungan di sekitarnya, seperti
pada rumah yang tertutup, lemari, loteng rumah.17,18
Proses mumifikasi dimulai 1 minggu setelah kematian, mumifikasi parsial
terjadi setelah beberapa minggu kemudian mumifikasi komplit terjadi dalam beberapa
bulan. Pada tahap awal, proses sering berlangsung bersamaan dengan derajat
pembusukan yang telah terjadi, terutama pada organ dalam. Yang pertama kali
mengalami proses mumifikasi adalah kulit, pada saat itu, organ-organ visceral telah
mengalami dekomposisi saat post mortem. Kecepatan pengeringan dapat mengurangi
peran pembusukan dari organism enterik, bakteri-bakteri tanah, dan organisme lain
yang berperan dalam pembusukan.Semakin cepat proses pengeringan, semakin bagus
proses mumifikasi karena hal ini dapat melindungi tubuh dari proses kolonisasi.
Tubuh yang kering juga menghalangi investasi dari larva serangga.19, 20
Hasil pemeriksaan dalam sangat bervariasi, sebagian tergantung dari lamanya
waktu kematian. Sebagian ditemukan organ yang kering dan menyusut, serta tidak
adanya cairan tubuh residu, sebagian membusuk, dan sebagian menjadi adiposera.
Faktanya, pembentukan adiposera sering ditemukan pada mumifikasi, mungkin
disebabkan penggunaan cairan tubuh dalam proses hidrolisis lemak untuk terjadinya
dehidrasi jaringan, tetapi faktor utamanya adalah evaporasi dari permukaan pada
kondisi yang kering.19
Seperti adiposera, pengenalan wajah dapat dilakukan walaupun dalam keadaan
kulit yang menyusut. Identifikasi menjadi sulit karena tangan kering dan sidik jari
tidak tersedia. Tangan dapat diproses menggunakan bermacam-macam teknik seperti
rehidrasi dengan natrium hidroksida atau merendam tangan dalam gliserin 15%
selama beberapa hari untuk melembutkan jaringan, sehingga sidik jari dapat diambil.
10,19
yang
mengalami
mumifikasi
biasanya
merupakan
jenazah
yang
disembunyikan dengan baik dalam waktu yang lama, sehingga saat ditemukan proses
mumifikasi tersebut sudah mencapai titik maksimal. Butuh waktu beberapa minggu
untuk terjadinya mumifikasi.19
Setelah terjadi pengeringan lengkap, tubuh jenazah akan dipertahankan dalam
keadaan tersebut selama beberapa tahun, kemudian terjadi pembentukan jamur dan
deteriosiasi fisik sehingga jaringan akan mengalami penghancuran secara bertahap.
Hal ini dipercepat oleh binatang seperti rayap dan tikus. Pada akhirnya akan terjadi
proses skeletalisasi. 19
Faktor dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain
adalah keadaan dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam
hal ini neonatus.1
Pada tanggal 19 September 1991, pasangan Jerman yang sedang mendaki di
padang salju pegunungan Tyrolean menemukan sebuah mumi yang kemudian
memberitahukannya pada pihak berwenang Itali dan Austria. Pihak Itali kemudian
7
melakukan ekstraksi mumi yang saat lebih dikenal dengan julukan The Iceman.
Temperatur yang amat dingin yang menghambat pembusukan dan kelembaban udara
yang rendah pada ketinggian 10.000 kaki membuat mumi ini terbentuk sejak 5300
tahun
lalu.
The
Iceman
saat
ini
dipamerkan
di
British
Museum.
The Greenland Mummies yang terdiri dari bayi berumur enam bulan, anak berumur
empat tahun dan beberapa wanita dengan umur yang bervariasi yang diperkirakan
meninggal 500 tahun lalu di sebuah gua di Greenland. Tubuh mereka mengalami
mumifikasi akibat aliran udara kering dalam gua dan suhu di bawah nol derajat
Celcius yang menunda proses pembusukan. Suhu yang dingin menghambat
pembusukan, dan kelembaban udara yang rendah membantu pengeringan jaringan
tubuh. Pada ketinggian yang ekstrim seperti pada kasus The Iceman, kadar oksigen
yang rendah juga turut menghambat pertumbuhan bakteri aerob dalm proses
pembusukan.1
Kasus mumifikasi dengan preservasi anatomi dan topografi yang cukup baik
di Indonesia ditemukan pada Januari 1988 di desa Cibitung kabupaten Bekasi, Jawa
Barat. Kasus ini adalah temuan kedua di Indonesia, mayat ditemukan dalam sebuah
kamar tertutup dengan suhu kamar 32 340C dengan kelembaban 62 67%. Mayat
nenek ini ditemukan setelah sang nenek menurut keluarga menghilang tujuh bulan
sebelumnya. Saat ditemukan, mata, hidung dan mulut sudah tidak ada. Sebagian pipi
dan bibir tersisa kulit kering berwarna kelabu. Leher kiri dan kanan terdapat kulit dan
jaringan otot yang mengering. Bagian depan masih utuh seluruhnya, berupa kulit dan
otot yang mengering, kaku dan keras. Pada bagian belakang hanya tulang iga saja
yang masih utuh. Rongga dada perut telah kosong seluruhnya. Lengan kanan berupa
kulit berwarna kelabu, telapak dan punggung tangan masih utuh dan mengering.
Lengan kiri mengering warna kuning kelabu dengan tangan kiri tinggal tulang-tulang
saja. Tungkai kanan dan kiri tampak sebagai kulit dan otot yang telah kering berwarna
kuning coklat dengan bercak kelabu. Secara mikroskopis kulit masih menunjukkan
gambaran yang dapat dikenali sebagai kulit, otot tampak sebagai serabut yang sedikit
bergelombang berwarna eosinofilik dan homogen tanpa inti sel.1
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir.
Permukaan tubuh yang lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam
tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali
sengaja dibuat oleh manusia.1
8
10
11
12
b.
Mumifikasi Buatan
13
14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses mumifikasi merupakan salah satu proses pengawetan mayat yang bisa terjadi
secara alami maupun buatan. Mumifikasi alami dapat terjadi akibat pengaruh lingkungan,
dapat terjadi pada lingkungan kering dengan kelembaban rendah namun juga dapat terjadi
pada lingkungan dengan suhu dingin. Sedangkan mumifikasi buatan dilakukan dengan
interfensi manusia dengan menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghambat proses
pembusukan.
Mumifikasi alami dapat terjadi akibat kondisi yang spesifik, seperti udara yang
panas dan kering di padang pasir atau pada udara yang dingin dan kering pada goa-goa di
pegunungan. Kondisi seperti itu dapat mengawetkan jaringan tubuh, dapat terjadi di beberapa
tempat di dunia seperti Amerika Selatan, Meksiko, Eropa, dan Mesir. Mumifikasi juga bisa
terjadi pada tempat dengan suhu sedang, terutama pada tempat dimana tubuh mayat tidak
terganggu dengan lingkungan di sekitarnya, seperti pada rumah yang tertutup, lemari, loteng
rumah.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
28
Januari
2015).
Tersedia
dari
URL:
http://forensicroom.blogspot.com/2006/06/mumifikasi.html
Campobasso CP, Falamingo R, Grattagliano I, Vinci F. The mummified
corpse in domestic setting. Am J Forensic Med Pathol. 2009: 30(3): 307
3.
4.
5.
10.
Dewi. Tanatologi. 2010 (Diakses pada tanggal 29 Januari 2015).
Dorland, WAN. Kamus kedokteran dorland edisi 29. Jakarta: EGC. 2006
Dix J, Graham M. Causes of Death Atlas Series. Time of Death,
6.
7.
8.
1995.
Maksoud GA, El-Amin AR. A review on the materials used during the
mummification processes in ancient Egypt. Mediterranean Archaeology and
9.
10.
11.
dari
12.
http://www.socgenmicrobiol.org.uk/pubs/micro_today/pdf/110108.pdf.
Budiyanto A. Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi Pertama. Jakarta : Bagian
13.
14.
15.
16.
http://radiology.rsnajnls.org/cgi/content/full/2263020338/DC1
Inman K, Rudin N. An introduction to Forensic DNA analysis. Florida :
CRC
Press.
1997
37
57.
Diunduh
http://www.scribd.com/doc/101522427/referat-forensik-sippo
16
dari
17.
18.
19.
10.
Mummification and the afterlife in ancient Egypt. 2005
Bucholtz, Ann. Death Investigation : An Introduction to Forensic Pathology
20.
17