Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PARALISIS PLICA
VOCALIS

Disusun Oleh:
Yensen Yestianto (406201040)

Pembimbing:
dr. Siti Nurhikmah,Sp.THT.KL,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK THT


PERIODE 1 November - 27 November 2021
RSUD RAA SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA

1
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1. Latar Belakang


Kelumpuhan plika vokalis (juga dikenal sebagai kelumpuhan pita suara)
adalah gangguan suara yang terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak
membuka atau menutup dengan benar. Kelumpuhan pita suara tunggal adalah
gangguan umum. Kelumpuhan kedua pita suara jarang terjadi dan dapat
mengancam jiwa.1 Paralisis plika vokalis merupakan akibat impuls saraf dari otak
ke laring terputus sehingga tidak terjadi pergerakan otot pita suara. Paralisis plika
vokalis dapat terjadi pada semua umur dan gejalanya dari ringan sampai
mengancam jiwa.2

Perkiraan frekuensi terjadinya kelumpuhan pita suara berkisar antara 1,5 -


23% kejadian. Menurut beberapa penulis, paralisis pita suara menempati urutan
kedua dalam kelompok lesi congenital pada laring. Kelumpuhan pita suara dapat
terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa. Kelumpuhan ini dapat
dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan yang didapat. Satu
atau kedua pita suara dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau dua sisi
lebih sering terjadi. Menurut Holinger dan rekan lesi congenital lebih banyak
terjadi daripada lesi yang didapat. 3

Pada paralisis plica vocalis unilateral, dapat terjadi disfoni, diikuti dengan
kesulitan menelan, batuk yang lemah, dan napas pendek. Paralisis plica vocalis
dapat berdampak pada kualitas hidup pasien. Paralisis bilateral dapat mengancam
jiwa karena jalan napas yang terganggu, dan paralisis unilateral juga berpotensial
menyebabkan kematian, jika proteksi jalan napas buruk dan menyebabkan
pneumonia aspirasi. Jika pada paralisis ini, evaluasi dan penatalaksanaan
dilakukan dengan tepat, suara dalam berbicara biasanya dapat kembali normal.
Oleh karena itu setiap kasus harus di diagnosis dengan hati-hati untuk mengetahui
letak lesi dan menetukan terapi.4
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi, etiologi dan patofisiologi paralisis plica vocalis?

2. Bagaimana gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis,


diagnosis banding, dan terapi vertigo?

1.3. Tujuan

1. Mampu menjelaskan definisi, etiologi dan patofisiologi dari vertigo

2. Mampu mendiagnosis vertigo berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang serta mampu menentukan terapi
dengan tepat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
2.1.1. Struktur Penyangga Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari pada
bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya
adalah batas kaudal kartilago krikoid. Laring menggantung dari tulang hyoid,
yang merupakan satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak berartikulasi
dengan tulang lain.
Kerangka dari laring tersusun atas 3 kartilago yang berpasangan dan 3
kartilago yang tidak berpasangan. Kartilago tiroid merupakan kartilago tidak
berpasangan yang terbesar, terletak dibawah os hioideum dan menggantung pada
ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea yang
berbentuk seperti perisai. Bagian paling anterior dari kartilago ini sering
menonjol pada beberapa pria, dan biasa disebut sebagai “Adam’s apple”. Pada
tepi posterior masing-masing alae, terdapat kornu superior dan inferior.
Artikulatio kornu inferior dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit
pergeseran atau gerakan antara kartilago tiroidea dan krikoidea. Kartilago tidak
berpasangan yang kedua adalah kartilago krikoid, yang juga mudah teraba di
bawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum,
bentuknya sering digambarkan sebagai sebuah “signet ring” yang berbentuk
lingkaran penuh dan tak mampu mengembang.
Kartilago ketiga yang tidak berpasangan adalah kartilago epiglotika, yang
berbentuk seperti sebuah bat pingpong. Pegangan atau petioles melekat melalui
suatu ligamentum pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara
bagia racquent meluas ke atas di belakang korpus hioideum ke dalam lumen
faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Perlekatan dari epiglotis
memungkinkan kartilago tersebut untuk invert, sebuah gerakan yang dapat
mendorong makanan dan cairan secara langsung ke dalam esofagus dan
melindungi korda vokalis dan jalan pernapasan selama proses menelan.3,5
Gambar 1. Anatomi Laring tampak anterior dan tampak posterior7
Ketiga kartilago yang berpasangan antara lain aritenoid, kuneiformis, dan
kornikulatus. Aritenoid berbentuk seperti piramid dan karena mereka melekat
pada korda vokalis, membiarkan terjadinya gerakan membuka dan menutup dari
korda vokalis yang penting untuk respirasi dan bersuara. Kuneiformis dan
kornikulatus berukuran sangat kecil dan tidak memiliki fungsi yang jelas.3,5

Gambar 2. Anatomi Laring tampak lateral kanan dan tampak medial7


2.1.2. Muskulus
Gerakan laring dipengaruhi oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerakan bagian laring tertentu yang
berhubungan dengan gerakan pita suara.8
 Otot Ekstinsik5,8
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (Suprahioid)
dan ada yang terletak dibawah hyoid (Infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang
suprahyoid ialah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid,
otot-otot ekstrinsik laring yang suprahyoid berfungsi menarik laring ke bawah.
Otot-otot ekstrinsik yang infrahyoid ialah m.sternohioid, m.omohioid,
m.tirohioid. Otot ekstrinsik laring yang infrahyoid berfungsi menarik laring ke
atas.
Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara keseluruhan.
Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelompok otot depresor
terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid, dan omohioid yang dipersarafi oleh ansa
hipoglosus dari C2 dan C3. Kelompok otot elevator terdiri dari mm.digastrikus
anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan milohioid yang dipersarafi
oleh nervus kranial V, VII dan IX. Kelompok ini penting pada fungsi menelan
dan fonasi dengan mengangkat laring dibawah dasar lidah.
 Otot Intrinsik5,8
Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,
m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m. krikotiroid, otot-otot ini
terletak dibagian lateral laring. Otot-otot intrinsik lain yang terletak di bagian
posterior adalah m.aritenoid transversum, m.arytenoid oblik dan
m.krikoaritenoid posterior. Otot instrinsik laring berfungsi mempertahankan
dan mengontrol jalan udara pernafasan melalui laring, mengontrol tahanan
terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam
mencegah aspirasi benda asing selama proses menelan.

Gambar 3. Otot-otot intrinsic laring 7


M.cricotiroid terletak dipermukaan depan laring, antara sisi lateral krikoid
dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid
di anterior dan gerakan ini memperbesar jarak antara kartilago tiroid dan
kartilago aritenoid, yang menumpang pada krikoid. Perlekatan anterior dan
posterior ligamentum vokalis terpisah makin jauh. Hasil akhirnya adalah
pemanjangan dan peregangan pita suara.
Kontraksi m.krikoaritenoid posterior membawa prosesus muskularis
aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini
berfungsi sebagai abduktor utama pita suara. m.krikoaritenoid lateral
melakukan gerak adduksi pita suara. M.tiroaritenoid eksterna bekerja untuk
adduksi pita suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas
suara. Sfingter glotis menarik kartilago aritenoid ke depan untuk mengurangi
tegangan ligamen vokalis dan memperbesar ketebalan pita suara. Otot ini
dipersarafi secara bilateral oleh n.laringeal rekuren, karena itu tidak terjadi
kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n.rekuren unilateral. Otot ini juga
menerima persarafan motorik dari n.laringeus superior.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan,
disebut rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima
vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi ronggga laring dalam
3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik. Vestibulum laring
ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut
supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya
disebut ventrikulus laring Morgagni. Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu
bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah
ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan
bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan
terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang
terletak di bawah plika vokalis.5
Gambar 4. Plica Vocalis9

2.1.3. Persarafan laring, Perdarahan dan Pembuluh limfa


Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan
n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan
sensorik. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah
ganglion nodosum, melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis
eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik internus
dan cabang motorik eksternus. Cabang interna menembus membran hiotiroid
untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan
seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-
masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot
krikotiroideus. Di sebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur di
antara trakea dan esophagus, masuk ke dalam laring tepat di belakang artikulasio
krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring
kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan di bawah
korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea superior. Perjalanan saraf
rekurens kanan dan kiri yang berbeda juga rnemperlihatkan jaras neural yang
lebih tinggi dari persarafan laring. n.rekuren kanan akan menyilang a.subklavia
kanan dibawahnya, sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta.
Gambar 5. Persarafan pada laring10

Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringis superior bergerak mendatar melewati bagian belakang
membran tirohioid bersama dengan cabang internus dari n.laringis superior
kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari
dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan
otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior
dan Bersama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior.
Didalam laring arteri laringis inferior bercabang, memperdarahi mukosa dan otot
serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Vena laringis superior dan vena
laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior dan
kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. 8 Suplai arteri ke
setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus superior a. thyroidea
superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus laryngeus inferior a.
thyroidea inferior.11
Gambar 6. Suplai darah arteri pada laring.12

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Di


daerah lipatan vokalpembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu:13,14
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical
superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea,
middle jugular node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan system
limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase
karsinoma laring dan menentukan terapinya.
Gambar 7. Kelenjar limfe pada bagian leher.15

2.2. Fisiologi3,8
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Penutupan rima glottis terjadi karena aduksi plika vokalis.
Kartilago aitenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi plika vokalis.
Kartilago arytenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Fungsi laring untuk fonasi yaitu dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada ditentukan oleh panjang dan
ketegangan pita suara. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago
arytenoid. Pada saat bersamaan m.krikotiroid posterior akan menahan atau
menarik kartilago aritenoid ke belakang sehingga plika vokalis kini dalam
keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid
akan mendorong kartilago arytenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan
mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi
rendahnya nada. Nada bervariasi sesuai frekuensi vibrasinya. Kerasnya suara
tergantung atas tekanan yang terbentuk di bawah pita suara. Suara yang
dipancarkan laring membentuk huruf hidup. Huruf hidup berbeda ditentukan cara
faring dan rongga mulut membentuknya untuk meresonansi suara.
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan keluar. Fungsi respirasi lari laring ialah dengan mangatur
besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan
menyebabkan prosesus vokalis kartilago arytenoid bergerak ke lateral, sehingga
rima glottis terbuka (abduksi). Fungsi lain yaitu menmbantu proses menelan
denga 3 mekanisme, yaitu Gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus
laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin
masuk ke dalam laring.

Gambar 7. Plika vokalis membuka dan menutup15

2.3. Paralisis Plica Vocalis

2.3.1. Definisi

Kelumpuhan plika vokalis (juga dikenal sebagai kelumpuhan pita suara) adalah
gangguan suara yang terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak
membuka atau menutup dengan benar.1

Paralisis pita suara adalah istilah luas yang dapat digunakan untuk
menggambarkan gerakan abnormal dari pita suara yang sebenarnya. Ini bisa
unilateral, di mana hanya satu pita suara sejati yang terpengaruh, atau bilateral, di
mana kedua pita suara sejati terpengaruh. Gerakan abnormal dapat dicirikan
sebagai paresis, artinya ada beberapa gerakan, meskipun berkurang atau lumpuh,
dengan penghentian total gerakan pita suara. Jika pita suara sejati lumpuh, dapat
digambarkan sebagai lumpuh pada posisi garis tengah, paramedian, atau lateral.16
2.3.2. Etiologi

Lesi penyebab paralisis plica vocalis dapat berupa:


1. Lesi kongenital8,18
Diperkirakan frekuensi paralisis plica vocalis sekitar dari 1,5 hingga 23%
dari seluruh lesi kongenital pada laring, keadaan ini sering dikaitkan dengan
kelainan hidrosefalus.
2. Lesi yang didapat17,18
Kelompok lesi yang didapat dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
 Traumatik
Lesi traumatik seringkali disebabkan oleh peregangan nervus laryngeus
rekuren pada saat partus pervaginal atau trauma operatif dalam
manajemen kista bronkogenik, fistel trakeoesofagal, atau patent ductus
arteriosus.
 Infeksi
Penyakit infeksi seperti whooping cough, ensefalitis, poliomyelitis, difteri,
rabies, tetanus, sifilis, dan botulism jarang didapatkan namun dapat
menyebabkan paralisis plica vocalis.17 Tuberkulosis paru bisa menjadi
penyebab kelumpuhan pita suara karena keterlibatan kelenjar atau
jaringan parut di mediastinum.8
 Neoplastik
Tumor otak dan spinal juga jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan
paralisis plica vocalis unilateral atau bilateral.
Lesi sepanjang perjalanan nervus laringeus rekurens dapat menimbulkan paralisis
laring dan dapat dikelompokkan berdasarkan letak lesi. 17,18
1. Lesi intracranial
Lesi intracranial biasanya disertai gejala-gejala lain dan lebih bermanifestasi
sebagai gangguan neurologis dan bukannya gangguan suara atau artikulasi.8
2. Lesi batang otak
Lesi batang otak terutama menimbulkan gangguan suara, namun dapat pula
disertai tanda-tanda neurologis lain.
3. Lesi dasar cranium dan di bawahnya
Lesi pada dasar cranium yang secara selektif melibatkan satu atau lebih saraf
kranialis termasuk tumor nasofaring, aneurisma dan tumor neurologik.
Tumor yang berasal dari spasium laterofaringeus serta dari lobus profunda
kelenjar parotis, juga dapat menyebabkan paralisis korda vokalis. Demikian
pula tiroidektomi atau pembedahan leher lainnya. Neoplasma tiroid,
esophagus dan paru merupakan penyebab paralisis korda vokalis yang
umum.
2.3.3. Patofisiologi19
Patofisiologi paralisis plica vocalis bilateral belum jelas, tetapi ada beberapa hal
yang dapat menyebabkan kondisi ini, yaitu:
1. Kompresi nervus vagus dalam foramen magnum.
2. Traksi cervical rootlet dari nervus vagus akibat dislokasi kaudal batang otak.
3. Disgenesis batang otak.
Paralisis pita suara bilateral familial dan apneu yang persisten setelah
dilakukan trakeostomi dapat dijelaskan oleh teori disgenesis. Penyebab paralisis
plica vocalis mungkin disebabkan lebih dari satu lesi.
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya
yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi otot-otot yang membantu
pergerakan pita suara, seperti otot m.krikotiroid, m.krikoarytenoid. Dalam
keadaan normal, bila plika vokalis dalam adduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan kedepan, menjauhi kartilago
arytenoids. Pada saat yang bersamaan m.krikoarytenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago arytenoids ke belakang. Plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.
Nervus laringeus rekurens mempersarafi empat otot-otot intrinsik laring: m.
thyroarytenoid, m. cricoarytenoid posterior, m.cricoarytenoid lateral. Inervasi
otot-otot ini bersifat unilateral. Otot thyroarytenoid dan cricoarytenoid lateral
merupakan otot adduktor dari plica vocalis. Tidak adanya persarafan otot-otot ini
secara unilateral menyebabkan glottis tidak dapat menutup dan dapat terjadi
aspirasi. Otot cricoarytenoid posterior merupakan otot abduktor utama dari plica
vocalis. Paralisis dari otot ini dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk
abduksi selama inspirasi. Tidak adanya persarafan m.cricoarytenoid posterior
biasanya menyebabkan subluksasi anteromedial kartilago arytenoid pada paralisis
plica vocalis unilateral dan m.cricoarytenoid posterior tidak dapat menahan
tarikan kartilago arytenoid ke arah anterior oleh ligamen plica vocalis. Jika kedua
otot cricoarytenoid posterior tidak mendapat persarafan, seperti pada paralisis
nervus laringeus rekurens bilateral, dapat terjadi obstruksi jalan napas.
2.3.4. Klasifikasi dan manifestasi
1. Paralisis Pita Suara Unilateral
Paralisis nervus laryngeal rekuren unilateral dapat disebabkan oleh iatrogenic
(misalnya operasi tiroid, esophagus, tulang cervical, dan operasi thoraks). Dapat
pula disebabkan secara primer atau sekunder oleh karsinoma paru, atau tumor
esophagus dan tiroid yang malignan. Aneurisma aorta atau dilatasi atrium kiri
(Ortner sindrom) dan trauma dapat pula mendukung kelumpuhan plica vocalis
unilateral. Etiologi paralisis plica vocalis unilateral dapat juga idiopatik.20
Pasien dengan paralisis pita suara unilateral biasanya bermanifestasi klinis
dengan adanya disfonia low-pitched, suara terasa berat dan lemah, yang terjadi
secara tiba-tiba. Seringkali, paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya
dengan cairan, karena adanya ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan
aspirasi. Hal ini terjadi jika paralisis pada n.laringeal superior dan kedua
n.laringeal rekuren. Pasien dengan paralisis pita suara unilateral seringkali
memiliki gejala napas pendek atau perasaan kekurangan udara. Pengaruh
fisiologikal negatif pada fungsi pulmoner sangat jarang terjadi pada pasien
dengan paralisis pita suara. Bagaimanapun, karena ketidakmampuan glotis,
pasien akan mengalami kekurangan udara yang signifikan dan akan mengalami
sensasi napas menjadi pendek dan keluarnya udara selama berbicara. Sebagai
tambahan, penutupan glotis diperlukan oleh individu untuk menciptakan tekanan
ekspirasi akhir positif (PEEP). Dengan demikian, beberapa pasien postoperatif
dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner karena hilangnya
PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.3
 Paralisis n.laringeal rekuren unilateral
Paralisis ini terjadi akibat terganggunya n.vagus ataupun karena adanya
kerusakan pada nervus laringeal rekurens. Paralisis pita suara terjadi pada
posisi paramedian. Kebanyakan paralisis pita suara dikarenakan efek
samping dari pembedahan.21
Hal-hal yang penting dalam diagnosis adalah:
 Disfoni
 Batuk “Bovine”
 Paralisis plica vocalis unilateral paramedian
 Lelah dengan pemakaian suara

Evaluasi awal terhadap paralisis plica vocalis unilateral adalah untuk


menentukan apakah paralisis ini merupakan cedera n.laringeal rekuren atau
kerusakan n.vagus. Lesi yang menunjukkan karakteristik kelumpuhan plica
vocalis paramedian ditemukan di bawah dari n.laringeus superior. Pita suara yang
lumpuh ditemukan dalam posisi paramedian karena kerja otot krikotiroid
terhambat.21
 Paralisis vagal komplit unilateral20
Paralisis komplit vagal unilateral ini umumnya terjadi karena proses
pembedahan misalnya pada pembedahan bagian bawah tengkorak. Penyebab
lainnya karena gangguan neurologik seperti multiple sclerosis, siringomelia,
dan encefalitis. Infark brainstem, inflamasi maupun proses malignansi juga
menjadi kausa lainnya dalam paralisis komplit vagal unilateral ini.21
Hal yang penting dalam diagnosis:
 Suara serak, lemah
 Kemungkinan adanya riwayat aspirasi
 Tempat cedera adalah di atas n.laringeal superior
 Posisi plica vocalis pada intermediet lateral
2. Paralisis Pita Suara Bilateral
Terjadinya paralisis nervus laryngeal rekurens bilateral kebanyakan oleh proses
pembedahan tiroid, terutama tiroidektomi. Pada paralisis pita suara bilateral
keluhan khas yang sering timbul adalah hilangnya suara secara tiba-tiba.
Penyebab lainnya yang jarang terjadi karena pertumbuhan tumor tiroid yang
malignan. Paralisis nervus komplit nervus vagal bilateral biasanya melibatkan
nervus kranialis yakni nervus glosofaringeus dan nervus hipoglosus.
Pada paralisis ini terjadi imobilisasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi
intermediate dengan pelebaran celah glottis.
 Paralisis Nervus Laringeal Rekuren Bilateral21
Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid, terutama
total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan
tumor tiroid yang malignan.
 Paralisis Komplit Nervus Vagal Bilateral21
Paralisis ini biasanya melibatkan nervus kranialis, yakni nervus
glosofaringeus dan nervus hipoglosus. Pada paralisis ini terjadi imobilasasi
dari pita suara yang berlokasi pada posisi intermediate dengan pelebaran
celah glottis.

2.3.5. Diagnosis
 Anamnesa
Gejala kelumpuhan pita suara didapat adalah suara parau, stridor atau bahkan
disertai kesulitan menelan tergantung pada penyebabnya. Gejala yang dapat
timbul pada paralisis plica vocalis unilateral adalah suara desah, serak dan lemah
di mana terdapat restriksi dalam jangkauan volume dan nada. Paralisis korda
vokalis unilateral pada anak memiliki ciri tambahan. Karena ukuran glottis yang
kecil, maka paralisis unilateral pada anak dapat membahayakan jalan napas,
sehingga secara klinis mengakibatkan stridor. Pada paralisis plica vocalis
bilateral, distress napas yang berat dapat menjadi gambaran yang dominan. 8
Pasien dengan UVCP datang dengan disfonia mendadak, sering digambarkan
sebagai suara yang lemah atau “breathy” voice. Selain perubahan suara sebagian
besar pasien mengalami kesulitan menelan seperti disfagia dan regurgitasi. Sesak
nafas pada aktivitas minimal meskipun aktivitas fungsi paru normal.
 Pemeriksaan Laringoskopi Indirect dan Direct
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan pita suara sisi mana yang
mengalami lumpuh serta gerakan adduksi dan abduksinya. Jika terjadi paralisis
nervus laryngeal superior dan rekuren, atau terjadi paralisis nervus vagus komplit,
maka plica vocalis akan berada pada posisi intermediet. Jika hanya nervus
laringeus rekuren yang mengalami paralisis, plica vocalis akan berada pada posisi
paramedian dan menyebabkan jalan napas tidak adekuat.
Gambar 8. Gambaran pemeriksaan laringoskopi waktu respirasi menunjukkan
plica vocalis yang paralisis23,24

Gambar 9. Gambaran plika vokalis normal dan plika vokalis dengan paralisis25
 Pemeriksaan penunjang8,26
 Pencitraan
Karena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka diperlukan
tambahan tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk itu maka dapat
digunakan X-ray, MRI maupun CT-scan. Dilakukan tergantung pada
kelainan dugaan penyebabnya, misalnya gangguan serebral, maupun di
tempat lain.
 Endoskopi
Dilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada monitor agar
bisa terlihat salah satu atau kedua pita suara yang terkena.
 Laringeal electromyography (LEMG)
Dalam pemeriksaan ini dilakukan pemasukkan jarum kecil ke dalam otot
pita suara dan digunakan untuk menemukan kelainan yang terjadi serta
langkah terapi selanjutnya. Pemeriksaan Laringeal electromyography
(LEMG) dilakukan untuk mengukur arus listrik pada otot laring. LEMG
memberikan informasi mengenai patofisiologi imobilitas dan dismotilitas.
Dengan informasi ini, dapat ditentukan pemilihan terapi berdasarkan
pemahaman etiologi dari kelainan tersebut.8,25

2.3.6. Tatalaksana
Ada beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain:
1. Medikasi
Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta seperti
refluks gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal alergi
(antihistamin).
2. Voice therapy
Terapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi
pembedahan. Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena dalam
beberapa kasus suara dapat kembali normal tanpa terapi pada tahun pertama
terjadinya kerusakan sehingga tidak memerlukan pembedahan, jika pasien
tidak bisa atau menolak pembedahan.
Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada
saat pre-operatif 1-2 sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-operatif
dapat menurukan muscle tension dysphonia (MTD) sekunder dan untuk terapi
post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan, koordinasi, dan daya tahan
otot.
3. Pembedahan.
Pada paralisis bilateral pita suara biasanya pasien membutuhkan penanganan
yang segera akibat hilangnya fungsi abduksi yang menyebabkan obstruksi
jalan nafas. Trakheostomi sebaiknya dilakukan pada pasien ini. Karena
merupakan penatalaksanaan yang efektif dan langsung melewati tempat
obstruksi.3
Pembedahan untuk terapi paralisis pita suara juga dapat dikategorikan
sebagai:
a. Temporary
Dengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi pada pita
suara yang rusak, di samping otot thyroaritenoid di rongga paraglotis.
Dan hasilnya adalah medialisasi dari pita suara yang paralisis, sehingga
dapat meningkatkan kualitas suara dan meningkatkan fungsi menelan.
Ada banyak materi injeksi yang dapat digunakan, antara lain:
1. Radiesse voice gel
2. Asam Hialuronik
3. Cymetra
4. Gelfoam
5. Zyplast/Zyderm
b. Permanen
Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework
surgery. Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama dengan yang
injeksi temporary, hanya materialnya yang berbeda, untuk injeksi permanen
ini digunakan material yang lebih permanen, seperti lemak, fascia, CaHA,
Teflon. Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk
injeksi permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi kriteria
standar untuk terapi jangka panjang pada paralisis pita suara.
Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty
adalah medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal dan
dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil dan pisahkan
kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui jendela insisi kearah medial
sehingga dapat memedialisasi pita suara yang paralisis. Implan yang biasa
dipakai adalah silastic block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex penggunaannya
sangat meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena kemampuannya
untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur pembedahan dan
Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh.
Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal
framework surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago arytenoids,
disebut “arytenoid adduction”, dengan melakukan jahitan melalui otot untuk
mecapai kartilago arytenoids dan menjahitnya kearah anterior laring
(arytenoid adduction). Terapi pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat
mengembalikan panjang dan ketegangan dari pita suara yang paralisis dan
untuk memedialkan glottis posterior.
Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini,
dengan ”arytenoid adduction” dan medialisasi laringoplasty disebut dapat
memaksimalkan rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti karena fungsi dari
medialisasi laringoplasty adalah mengembalikan posisi dan menebalkan pita
suara yang paralisis dan arytenoid adduction untuk mengembalikan
ketegangan dan panjang dari pita suara yang paralisis.3

2.3.7. Prognosis
Hasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik. Kebanyakan pasien
dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan dengan minimal
atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan berbicara sehari-hari.
Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa dengan sempurna, karena
kemampuan pita suara sudah terbatas.27
2.3.8. Komplikasi27,28
Komplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik, kesulitan
bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang mencakup
manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema dapat
menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari komplikasi ini maka
pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan sangat hati-hati serta dengan
pemberian kortikosteroid pre dan post-operatif, dan resiko akan lebih besar jika
proses pembedahan adalah bilateral.
Walaupun pembedahan sangat penting jika ada disfagia, kebanyakan
pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas suara, dan jika tidak ada
perbaikan kualitas suara, maka terjadi komplikasi saat prosedur. Sering kualitas
suara yang buruk atau tidak ada perbaikan setelah operasi dapat diperbaiki
dengan pengulangan medialisasi laringoplasty dengan atau tanpa arytenoid
adduction.
Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang buruk
setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan, penempatannya terlalu
kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar. Hal ini dapat menyebabkan
edema intraoperatif, dapat dicegah dengan penggunaan kortikosteroid untuk
meminimalkan edema sebelum dapat dilakukan kembali penggantian implan.
Migrasi dari implan dapat terjadi post-operatif, baik kearah medial saluran nafas
atau ke arah lateral ke leher.
BAB III
KESIMPULA
N

Paralisis pita suara adalah istilah luas yang dapat digunakan untuk
menggambarkan gerakan abnormal dari pita suara yang sebenarnya. Ini bisa unilateral,
di mana hanya satu pita suara sejati yang terpengaruh, atau bilateral, di mana kedua
pita suara sejati terpengaruh. Gerakan abnormal dapat dicirikan sebagai paresis,
artinya ada beberapa gerakan, meskipun berkurang atau lumpuh, dengan penghentian
total gerakan pita suara. Jika pita suara sejati lumpuh, dapat digambarkan sebagai
lumpuh pada posisi garis tengah, paramedian, atau lateral.

Perkiraan frekuensi terjadinya kelumpuhan pita suara berkisar antara 1,5 - 23%
kejadian. Menurut beberapa penulis, paralisis pita suara menempati urutan kedua
dalam kelompok lesi congenital pada laring. Kelumpuhan pita suara dapat terjadi pada
anak-anak ataupun orang dewasa. Kelumpuhan ini dapat dikategorikan dalam
kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan yang didapat. Satu atau kedua pita suara
dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau dua sisi lebih sering terjadi.
Paralisis plica vocalis diklasifikasikan menjadi dua yaitu paralisis plica vocalis
unilateral dan bilateral. Paralisis plica vocalis unilateral dibagi lagi menjadi dua
kelompok berdasarkan letak lesinya yaitu paralisis nervus laringeus rekuren unilateral
dan paralisis nervus vagus komplit unilateral. Demikian pula paralisis bilateral dibagi
menjadi dua berdasarkan letak lesinya yaitu paralisis nervus laringeus rekuren bilateral
dan paralisis nervus vagus komplit bilateral. Etiologi dan gejala yang ditimbulkan dari
paralisis plica vocalis unilateral dan bilateral berbeda. Diagnosis paralisis plica vocalis
dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laringoskopi direk dan indirek,
serta pemeriksaan penunjang lain seperti LEMG dan radiologi sesuai dengan
kemungkinan penyebabnya. Penatalaksanaan paralisis plica vocalis dapat berupa
terapi konservatif dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vocal Fold Paralysis. (2017). Retrieved 13 November 2021, from


https://www.nidcd.nih.gov/health/vocal-fold-paralysis
2. Rudolf Probst, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. "Larynx and Trachea." In Basic
Otorhinolaryngology, by Gerhard Grevers, Heinrich Iro Rudolf Probst, 338-
344,380-383. New York: Thieme, 2006.

3. James B. Snow, John Jacob Ballenger. In Ballenger’s Otorhinolaryngology Head


and Neck Surgery. 18th Edition. Spain: BC Decker Inc; 2003. Page 1090-1236
4. Emily Kay-Rivest, Elliot Mitmaker, Richard J. Payne, Michael P. Hier, Alex M.
Mlynarek, Jonathan Young. "Preoperative vocal cord paralysis and its association
with malignant thyroid disease and other pathological features." Journal of
Otorolaryngology-Head and Neck Surgery, 2015: 1-5.

5. J. Dance Jr, Milton. Anatomy and Physiology of the Voice. [online]. Available
from: http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm. [Cited
Nov, 13 2021]
6. Cinnamon VanPutte, A., & System, L. (2021). Larynx - Anatomy of the
Respiratory System. Retrieved 13 November 2021, from
https://www.brainkart.com/article/Larynx---Anatomy-of-the-Respiratory-
System_21912/
st
7. John T. Hansen, David R. Lambert. In Netter’s Clinical Anatomy. 1 Edition.
USA: Medimedia; 2005. Chapter 8
8. Soepardi EA, dkk. Disfonia. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung,
tenggorokan, kepala dan leher, Edisi ketujuh. FKUI. Jakarta. 2017. P 207
9. lengkapku, L. (2012). Anatomi Larynx (Laring). Retrieved 14 November 2021,
from http://medicina-islamica-lg.blogspot.com/2012/02/anatomi-larynx-
laring.html

10. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of
Human Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79.
11. Vashishta R. Larynx Anatomy: Medscape; 2013 [cited Nov 15 2021].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1949369-
overview#showall
12. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx
and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar Smoke.
British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.
13. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH, editors. Principles of
Anatomy and Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 879-82.
14. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB,
Ballegner JJ, editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16
ed. London: Becker Inc; 2003. p. 1090-107.
15. Mayo Foundation for Medical Education and Research.In Vocal Cord
Paralysis.[online] Available from:
http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm.
[Cited Nov, 15 2021]
16. Singh JM, Wang R, Kwartowitz G. Unilateral Vocal Fold Paralysis.
[Updated 2021 Nov 15]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519060/
17. Toutounchi SJS. Vocal Cord Paralysis and its Etiologies: A Prospective Study. J
Cardiovasc Thorac Res.
18. Lalwani AK. Otolaryngol Clin N Am. Current Diagnosis and Tratment . New
York: Mc Graw Hill.2007

19. R.S. Dhillion, C.A East. Ear,Nose And Throat and Head And Neck Surgery.
London: Churchill Livingstone, 1999.

20. Rudolf Probst, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. "Voice Disordes." In Basic
Otorhinology, by Gerhard Grevers, Heinrich Iro Rudolf Probst, 393-395. New
York: Thieme, 2006.

21. Efianty A., Nurbaity Iskandar, Jenny B, Ratna D, Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 241-2
22. Williamson AJ, Shermetaro C. Unilateral Vocal Cord Paralysis. [Updated 2021
Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535420/
23. Bansal, Mohan. “Laryngeal Symptoms and Examination.” In Disease of
Ear,Nose and Throat Head and Neck Surgery, by Mohan Bansal, 467-476. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2013.

24. R.Bull, Tony. Color Atlas of ENT Diagnosis. New York: Thieme, 2003.

25. Larynx - Knowledge @ AMBOSS. (2021). Retrieved 15 November 2021, from


https://www.amboss.com/us/knowledge/Larynx/
26. Michael Hawke, Brian Bingham,Heinz Stammberger, Bruce Benjamin.
Diagnistic Handbook of Otorhinolaryngology. London: Martin Dunitz, 2007.

27. Mayo Foundation for Medical Education and Research.In Vocal Cord Paralysis.
[online] Available from:
http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm. [Cited Nov,
15 2021]
28. Greater Baltimore Medical Center. In Vocal Cord Paralysis.[Online]. Tersedia
dari: http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/vocalparal.htm#1. [Cited Nov,15
2021]

Anda mungkin juga menyukai