Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

Rhinitis Vasomotor

Nama : Nur Afiqah Binti Abdul Rahman

Nim : 11.2016.188

Pembimbing :

dr. Daneswarry, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Tarakan Jakarta
Periode 18 September- 21 Oktober 2017

1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
KASUS

NAMA : Nur Afiqah binti Abdul Rahman

NIM : 112016188

PERIODE : 18 September 21 Augustus 2017

JUDUL : Rhinitis Vasomotor

TANGGAL PRESENTASI : 6 Oktober 2017

NAMA PEMBIMBING / PENGUJI : dr. Daneswary , Sp. THT-KL

Jakarta, 6/10/2017

Yang Mengesahkan,

dr. Daneswary,

Sp. THT-KL

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin/rhino (hidung) dan itis
(radang). Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang selaput lendir
(membran mukosa) hidung.
Rhinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik.
Rhinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi
virus atau bakteri. Selain itu, rhinitis akut dapat juga timbul sebagai reaksi sekunder
akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rhinitis akut diantaranya adalah rhinitis simpleks,
rhinitis influenza, dan rhinitis bakteri akut supuratif.
Rhinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Pembagian
rhinitis kronis berdasarkan ada tidaknya peradangan sebagai penyebabnya. Rhinitis
kronis yang disebabkan oleh peradangan dapat kita temukan pada rhinitis hipertrofi,
rhinitis sika (sicca), dan rhinitis spesifik (difteri, atrofi, sifilis, tuberkulosa, dan jamur).
Rhinitis kronis yang tidak disebabkan oleh peradangan dapat kita jumpai pada rhinitis
alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa.
Sebuah survei lain di Amerika Serikat memperkirakan terdapat 19 juta orang
Amerika yang menderita rinitis non alergi.1 Prevalensi yang cukup tinggi ini tentunya
perlu mendapat perhatian karena penyakit ini dapat menyerang semua usia, sering
mengganggu kualitas hidup, memberikan rasa tidak nyaman bagi penderitanya, adanya
berbagai rangsangan non-spesifik yang sering mencetuskan penyakit rinitis vasomotor
ini seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan
pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban,
perubahan suhu luar, kelelahan dan stres/emosi.2 Karena kelainan ini mempunyai gejala
yang mirip dengan rinitis alergi, maka diagnosis dilakukan dengan cara eksklusi.
Diagnosis yang tepat terutama dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

3
penunjang tentunya sangat diperlukan dalam menegakkan diagnosis rinitis vasomotor,
sehingga pada akhirnya dapat dilakukan terapi yang tepat.3

Maksud Penulis

Laporan ini dibuat untuk memperluas wawasan para pembaca mengenai


Rhinitis Vasomotor dengan harapan pembaca dapat mengerti dan memahami seluk
beluk dan perjalanan penyakit ini berdasarkan teori dan membandingkannya dengan
kasus yang ditemukan di lapangan.

Tujuan Penulis

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) FK
UKRIDA di RSUD Tarakan Jakarta.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Hidung

Gambar 1. Anatomi hidung4

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:


1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4)
ala nasi, 5) hidung luar; dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri 1) tulang hidung (os nasal), 2)
prosesus frontalis os maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago
nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, dan 4) tepi
anterior kartilago septum. 5,6 Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan
dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi

5
kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut
nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang
nares anterior, disebut vetibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai
5,6
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap
kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os etmoid, 2) vomer, 3)
krista nasalis os maksila, dan 4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah
1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan 2) kolumela. Septum dilapisi oleh
mukosa hidung.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil
lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka
suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior,
medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar
hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium)
duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding
lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila
dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan
os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina
kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina

6
kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-
lubang (kribrosa = saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di
bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Vaskularisasi hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Bagian bawah
rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya
ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang
a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmid anterior, a. labialis superior dan a. palatine mayor, yang disebut
pleksus kiesselbach (littles area). Pleksus kiesesselbach letaknya superficial dan
mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan
hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan
brjalan berdampingan denga arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyeabaran infeksi sampai ke intrakranial. 1,2

Gambar 2. Vaskularisasi hidung4

7
Fisiologi Penghiduan Normal

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi


fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi
udara (air conditioning), penyaring udara, humikifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanise inunologik lokal; 2) fungsi pengidu karena
terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus
penghidu; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
bicara dan mencegah hantaran tuara sendiri melalui konduksi tulang; 4) fungsi statis
dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung
panas, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. 1-3

Fungsi respirasi
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem repirasi melalui nares anterior,
lalu naik ke atas stinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah nasorafing.
Aliran udara di hidung ini benbentuk lingkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan
menglami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hamper jenuh oleh
uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan
pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur
sehingga berkisar 37 derajat celcius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh
banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum
yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring di hidung oleh: a) rambut (vibrissae) pada vesti bulum nasi, b) silis, c) palut
lender. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lender dan partikel-partikel yang
besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. 1-3

Fungsi penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pencecep dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

8
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pencecep
adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti
perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa
asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.

Fungsi fonetik
Resonasi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonasi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu pembentukkan
konsonan nasal (m, n, ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole
turun untuk aliran udara.

Gambar 3. Sistem olfaktoris4

9
RHINITIS VASOMOTOR

Definisi
Rinitis vasomotor adalah suatu sindrom pada hidung yang bersifat kronis dengan
gejala hidung tersumbat berulang disertai pengeluaran sekret yang encer serta bersin-
bersin. Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi diduga akibat gangguan vasomotor
pada hidung yaitu adanya gangguan fisiologik pada lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas saraf parasimpatis terhadap saraf simpatis.6

Mekanisme vasomotor merupakan respon banyak segi terhadap berbagai


stimulus nonalergi. Ia dapat disertai dengan obstruksi saluran pernapasan hidung akibat
kesadaran pasien akan siklus hidung yang normal. Sebenarnya rinitis vasomotor
merupakan diagnosis yang dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain. Pertama,
singkirkan obstruksi hidung akibat siklus hidung yang normal atau akibat posisi lebih
rendah yang juga merupakan fenomena fisiologi normal. Kedua, singkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Ketiga singkirkan adanya infeksi, eosinofilia, perubahan
hormonal (kehamilan dan hipertiroid), serta pajanan obat (kontrasepsi oral,
antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).5,6

Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal


vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial Rinitis.6

Etiologi
Etiologi yang pasti dari rinitis vasomotor belum diketahui, tetapi diduga sebagai
akibat gangguan keseimbangan vasomotor.5,6 Dianggap, bahwa sistem saraf outonom,
karena pengaruh dan kontrolnya atas mekanisme vaskularisasi hidung, dapat
menimbulkan gejala yang mirip rinitis alergika. Rinopati vasomotor disebabkan oleh
gangguan sistem saraf outonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi-
reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis atau inhibisi simpatis yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permiabilitas vaskular disertai edema dan
peningkatan sekresi kelenjar.5

10
Ada beberapa faktor pencetus yang diduga mempengaruhi keseimbangan
aktifitas saraf parasimpatis dan simpatis pada Rinitis vasomotor yaitu:6,7

1. Faktor fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara
yang tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya parfum) dan makanan yang
pedas, panas, serta dingin (misalnya es krim).
2. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang dan stress.

Patofisiologi
Etiologi dari Rinitis vasomotor belum diketahui dengan pasti. Namun beberapa
hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi rinitis vasomotor: 5,6

1. Neurogenik (Disfungsi Sistem Otonom)


Terjadi aktifitas saraf parasimpatis yang lebih dominan dari pada aktifitas
simpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin sehingga menimbulkan
vasodilatasi pembuluh darah kecil di mukosa hidung. Akibatnya terjadi
sumbatan dan peningkatan produksi mukus. Sedangkan saraf simpatis
menyebabkan vasokonstriksi yang mengakibatkan patensi hidung dan
menurunnya produksi mukus.

Mukosa hidung beserta struktur yang ada didalamnya mempunyai fungsi


untuk mempersiapkan udara yang akan masuk kedalam paru-paru antara
lain melembabkan udara, menyaring udara, dan memanaskan udara, semua
ini dikontrol oleh serat-serat saraf parasimpatis dan saraf simpatis.
Dominasi serat-serat saraf parasimpatis terhadap saraf simpatis oleh faktor-
faktor dibawah ini menimbulkan berbagai keluhan klinis sebagai suatu
sindroma, yang disebut Rinitis vasomotor.

2. Adanya trauma pada hidung (komplikasi akibat tindakan pembedahan serta


non pembedahan)

11
3. Neuropeptida
Zat-zat neuropeptida ini menyebabkan:

a. Disfungsi sistem saraf otonom dan saraf-saraf sensoris


Hal ini mengakibatkan gangguan pada saraf nosiseptif tipe C, yang
disebabkan oleh peningkatan ekspresi dari p-substance dan calcitonin
gene-related peptides. Terjadi peningkatan sekresi kelenjar serta
pengeluaran cairan plasma, di mana hal ini dirangsang oleh adanya
reflek dari sistem saraf parasimpatis yang menyebabkan peningkatan
sekresi kelenjar submukosa hidung.

b. Rinitis akibat iritasi kronis dari asap rokok


Hal ini diakibatkan oleh peningkatan ekspresi dari calcitonin gene-
related peptide, p-substance, vasoactive intestinal peptide (VIP),
neuropeptide tyrosine (NPY). NPY, senyawa peptida yang terdiri dari
36 asam amino, merupakan zat vasokonstriktor yang sering ditemukan
bersamaan dengan noradrenalin pada serabut saraf simpatis perifer.
VIP, zat neurotransmiter yang bersifat antikholinergik pada sistem
traktus respiratorius, memberikan efek bronkodilatasi dan vasodilatasi.

c. Paparan ozone yang berlebihan


Hal ini menyebabkan gangguan pada sel-sel epitel sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas serta perangsangan terhadap sel-sel
inflamasi. Akibatnya, jika berlangsung lama akan berlangsung proses
proliferasi sel-sel epitel yang akan merangsang peningkatan sekresi
kelenjar.

4. Nitric Oxide (NO)


Zat ini menyebabkan nekrosis sehingga luas jaringan normal akan berkurang.
Hal ini diakibatkan adanya peningkatan ekspresi NO pada epitel hidung,

12
sehingga terjadi peningkatan kadar NO yang persisten. Peningkatan kadar NO
ini membuat sel-sel epitel mengalami gangguan secara terus menerus (
penurunan kemampuan silia mukosa hidung dalam menghalau partikel-partikel
asing, meregangnya epithel-junction mukosa hidung, diskontinuitas membran
basalis), serta terjadi perangsangan dari serat saraf aferen nervus trigeminus,
yang menyebabkan perangsangan reflek vaskular serta sekresi kelenjar, hal ini
menyebabkan timbulnya gejala dari rinitis vasomotor. Untuk menurunkan
kadar NO, sangat dipengaruhi oleh jumlah reseptor NPY di dalam sirkulasi
darah, dapat diberikan alfa 2 adrenoreseptor agonis yang diberikan secara
intranasal.

5. Protein yang disekresi oleh mukosa hidung


Jika dilakukan nasal-washes kadar total protein dan albumin akan ditemukan
lebih tinggi pada rinitis alergi daripada rinitis yang disebabkan oleh non-alergi.
Jenis protein yang ditemukan ( MW 26-kda protein ) pada rinitis non alergi
jumlahnya minimal. Jika dilakukan gel-electrophoresis dari hasil nasal washing
kadar total protein pada rinitis vasomotor akan ditemukan lebih rendah daripada
rinitis penunjang.

6. Mekanisme terjadinya rhinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara
langsung melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan
merangsang sel-sel olfaktorius terdapat pada mukosa olfaktori. Kemudian
berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir secara primer maupun sesudah
merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah olfaktoris medial dan
olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian anterior
hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma
yang kuat serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer
sehingga terjadi dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di
hidung yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor.

13
Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap dan
pemeriksaan status lokalis (THT). Dari anamnesa dicari faktor pencetusnya dan
disingkirkan kemungkinan Rinitis alergi, infeksi, okupasi, hormonal, dan akibat obat.5

Anamnesis

Rhinitis vasomotor menimbulkan gejala sumbatan pada hidung, rinore dan


bersin. Karena mekanisme terjadinya rhinitis vasomotor dipengaruhi oleh system saraf
otonom, maka dapat dipahami mengapa gangguan emosi sering ditemukan pada pasien
rinitis dengan gejala hidung tersumbat.7 Reaksi vasomotor selain disebabkan oleh
disfungsi system saraf otonom, dipengaruhi juga oleh faktor iritasi, fisik dan endokrin.
Penderita rinitis vasomotor umumnya menunjukan gambaran sensitivitas yang
berlebihan terhadap iritasi, rangsangan dingin atau perubahan kelembaban udara.
Keluhan yang dominan pada rhinitis vasomotor ini adalah sumbatan pada hidung,
bergantian antara kanan dan kiri, dan rinore yang hebat. Keluhan bersin dan gatal tidak
dominan. Jadi disini dapat disimpulkan bahwa gejala Rinitis vasomotor dapat berupa:

1. Hidung tersumbat pada salah satu sisi dan bergantian tergantung pada posisi
penderita (gejala ini yang paling dominan).
2. Rinore yang bersifat serus atau mukus, kadang-kadang jumlahnya agak
banyak.
3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rinitis alergika
4. Gejala Rinitis vasomotor ini dapat memburuk pada pagi hari saat bangun
tidur karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan
karena adanya asap rokok.

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu: 6

1. Golongan tersumbat (blockers) dengan gejala kongesti hidung dan


hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang
minimal.

14
2. Golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik
dengan terapi antihistamin dan glukokortikostreoid topikal
3. Golongan rinore (runners) gejala dapat diatasi dengan pemberian
antikolinergik topikal
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran edema mukosa hidung,


konka berwarna merah gelap atau merah tua, permukaan konka licin atau tidak rata.
Pada rongga hidung terlihat adanya sekret mukoid, biasanya jumlahnya tidak banyak.
Akan tetapi pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit lebih
banyak dengan konka licin atau berbenjol -benjol.5

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


Rinitis alergi. Biasanya pada pemeriksaan sekret hidung tidak ada atau ditemukan
eosinofil dalam jumlah sedikit. Tes kulit biasanya negatif. Kadar IgE spesifik tidak
meningkat.6

Penatalaksanaan

Gambar 4 : Algorithma penatalaksanaan RV5

15
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Rinitis vasomotor seperti pada
Rinitis alergika. Pengobatan pada Rinitis vasomotor hanya simtomatis, tergantung
gejala yang menonjol. Secara garis besar, penatalaksanaannya dibagi dalam :5

Penatalakasanaan
Non Farmakologik
Menghindari penyebab. Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan
pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secara
periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan
larutan saline atau alat irigator seperti Grossan irigator.2
Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan
gejala utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada
pasien dengan gejala utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang
disarankan seperti Ipratropium bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang
mempunyai efek sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien
dengan takikardi dan glaukoma sudut sempit. 2
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan
bersin. Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator
yang dapat menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin,
menurunkan basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera,
tapi dengan penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gram sebelum hasil yang
diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti Beclomethason, Flunisolide
dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid yaitu edema mukosa dan eritema ringan. 2
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung
tersumbat. Untuk gejala yang multipel, penggunan dekongestan yang diformulasikan
dengan antihistamin dapat digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin,
Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini
merupakan agonis reseptor dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada
penggunaan topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rhinitis medikamentosa yaitu

16
rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari. Kontraindikasi
pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat serta tekanan darah
yang labil. 2

Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan
dapat dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada
mukosa dan submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk
mengatasi kongesti, tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post
operasi yang berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Selain itu juga dapat
dilakukan konkotomi. Neurectomi n.vidianus merusak baik hantaran simpatis and
parasimpatis ke mukosa sehingga dapat menghilangkan gejala rinorea. Kauterisasi dengan
AgNO3 atau elektrik cauter dapat dilakukan tetapi hanya pada lapisan mukosa.
Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada kauterisasi karena dapat mencapai lapisan
submukosa. Reseksi total atau parsial pada konka inferior berhasil baik.2

Prognosis
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore.
Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan
pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.5

Hubungan peri-menopause dan Rhinitis

Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging), yaitu ketika
seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa non-reproduktif.
Pada fase ini, wanita akan mengalami menopause. Istilah menopause berasal dari
bahasa Yunani, yaitu men yang artinya bulan dan pauo yang artinya berhenti.
Adapun menopause didefinisikan sebagai suatu cut point dimana seorang wanita
mengalami henti haid/haid terakhir/Final Menstrual Period (FMP) karena berhentinya
aktivitas folikel ovarium dan diikuti dengan adanya amenorea (tidak ada haid)
sekurang-kurangnya 12 bulan berturut-turut. Perimenopause merupakan masa

17
sebelum menopause dimana mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala
klinik sebagai awal permulaan dari menopause dan mencakup juga satu tahun atau dua
belas bulan pertama setelah terjadinya menopause.4

Seorang wanita memasuki masa perimenopuse pada usia 40 tahun dan akan
mengalami menopause pada usia 51,5 tahun. Namun demikian, umur terjadinya
menopause pada masing-masing individu tidaklah sama.

Sindrom perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi pada masa
perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pascamenopause mengalami
keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi, dan keluhan lainnya dengan derajat berat-
ringan yang berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan tersebut akan mencapai
puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemudian berangsur-angsur
berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan tecapainya keseimbangan hormon
pada masa senium.

Pada waktu peri menopause ini wanita biasanya akan mengalami perubahan
vasomotor termasuk hot flash dan juga rhinitis. Mekanisme pasti patogenesis keluhan
vasomotor belum diketahui tapi data yang berhubungan dengan fisiologi dan behavior
menunjukkan bahwa keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada
pusat termoregulasi di hipotalamus. Pada area preoptik medial hipotalamus terdapat
nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur pengeluaran keringat dan
vasodilatasi yang merupakan mekanisme primer pengeluaran panas tubuh.8,9

Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini timbul karena interaksi antara hormon
estrogen dan progesteron yang fluktuatif pada masa perimenopause. Keluhan
vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar estrogen tinggi, rendah, maupun normal
dalam darah. Keluhan vasomotor muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen.

18
Diagnosis Banding

RHINITIS ALERGI

Definisi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. 6
Alergi adalah respons jaringan yang berubah terhadap antigen spesifik atau
allergen. Hipersensitivitas pejamu bergantung pada dosis antigen, frekuensi paparan,
polesan genetic dari individu tersebut, dan kepekaan relative tubuh pejamu.7

Rhinitis alergika terjadi bilamanan suatu antigen terhadap seorang pasien telah
mengalami sensitisasi, merangsang satu dari enam reseptor neurokimia hidung:
reseptor histamin H1, adrenoseptor-alfa, adrenoseptor-beta2, kolinoseptor, reseptor
histamin H2 dan reseptor iritan. Dari semua ini yang terpenting adalah reseptor
histamin H1, dimana bila terangsang oleh histamine akan meningkatkan tahanan jalan
napas hidung, meneybabkan bersin, gatal, dan rinore. 8-9

Patofisiologi

Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/ reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2
fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC)
yang berlangsung sejak kotak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase
Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.

19
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA
kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompability Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti Interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. 1
Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4
dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit
atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat
alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil
dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators)
terutama histamine. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara
lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4(LT C4),
bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL 3, IL 4, IL 5,
IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll. Inilah yang
disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). 1
Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan
rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion
Molecule 1 (ICAM 1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul
kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target.
Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis
dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte

20
Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada secret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil
dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic
Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non
spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang ,
perubahan cuaca dan kelembapan udara yang tinggi. 7-9

Mekanisme terjadinya nasal allergy syndrome pada rhinitis alergi


Nasal Allergy Syndrome terdiri dari sneezing, itching, obstruksi nasi dan
rhinorrhea. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Gatal pada hidung dan bersin-
bersin mewakili gejala karakteristik utama selain obstruksi hidung dan rhinorrhea pada
rhinitis alergi. Mukosa hidung diinervasi oleh saraf sensoris, simpatik dan
parasimpatik. Transmisi sinyal saraf sensoris menghasilkan sensasi gatal dan refleks
motorik seperti bersin sedangkan refleks parasimpatis dan simpatis mengatur sistem
kelenjar dan vaskular. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel
goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D. farinae, B. tropicalis), kecoa,
serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass)
serta jamur (Aspergillus, Alternaria).
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting dan kacang-kacangan.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin dan sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan. 1

21
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi
gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan
rinitis alergi.Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari :
1. Respons primer :
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik
dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan,
reaksi berlanjut menjadi respons sekunder.
2. Respons sekunder :
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem
imunitas selular atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada
defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respons tertier.
3. Respons tertier :
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. 1

Klasifikasi Rhinitis Alergi


Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya,
yaitu : 2
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal
rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen
penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu
nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang
tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul
intermitten atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang
tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang
dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah
(indoor) dan alergen diluar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan

22
penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain,
seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan
perennial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musimantetapi karena lebih
persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan. 2,8
Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari
WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu
berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:
1. Intermiten (kadang-kadang), yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
2. Persisten/ menetap, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4
minggu.1
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di
atas.1

Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis
alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala
pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamine.
Karena itu perlu ditanyakan adanya riwayat atopi pada pasien. Gejala lain ialah keluar
ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali gejala

23
yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-anak. Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh
pasien. 1
2. Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
disertai adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala
spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang
terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal,
dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut allergic salute. Keadaan menggosok
hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum
nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan
lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan
edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak
seperti gambaran peta (geographic tongue). 1
3. Pemeriksaan Penunjang
In vitro :
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) seringkali menunjukkan
nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit,
misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronchial atau urtikaria. Pemeriksaan
ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu
keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE
spesifik dengan RAST (Radio Imuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat
memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya
eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil

24
(>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri. 1
In Vivo :
Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET),
SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab
juga derajat tinggi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. 1
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah
Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas
dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). 1
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu 5 hari. Karena
itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis
makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. 1

25
Penatalaksanaan

Gambar 10. Algoritma penatalaksanaan Rhinitis Alergi menurut WHO inititive ARIA.1
(dewasa)

26
BAB 3

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Jl. Kemboja No 21, Kelurahan Kota Bambu
Utara, Jakarta Barat
Status pernikahan : Menikah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 2 Oktober 2017, Jam 12.00
Keluhan Utama:
Pilek sudah tiga minggu
Keluhan Tambahan:
Hidung tersumbat bergantian, haid semakin tidak teratur
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang keluhan pilek sejak tiga minggu sebelum ke Poliklinik. Pasien mengaku
pileknya hilang timbul selama tiga minggu ini. Tidak ada pencetus yang jelas dan
spesifik, namun makin memberat jika terkena dingin AC.Pasien mengatakan
hidungnya juga tersumbat secara bergantian tergantung posisi. Pasien menyangkal
adanya gatal-gatal atau bersin-bersin setiap bangun pagi atau terkena dingin, namun
kadang-kadang akan bersin jika terpapar debu. Ingus berwarna jernih, jumlahnya tidak
terlalu banyak, tidak berbau dan tidak disertai darah. Gangguan penciuman atau
pengecapan tidak dikeluhkan pasien. Tidak ada gigi yang berlubang. Demam, sakit

27
kepala, pusing, atau nyeri pada pipi atau dahi disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
belum mengambil sebarang pengobatan. Pasien menyangkal riwayat operasi hidung.

Pasien menyangkal telinga terasa penuh. Pasien juga menyangkal penurunan


pendengaran pada telinga kanan dan kiri dan tidak ada berdengung atau berdenging.
Pasien tidak mengalami nyeri pada telinga, keluar cairan dari telinga, dan mengalami
trauma pada telinga. Pasien mengatakan tidak sedang menderita penyakit apapun dan
sebelumnya belum pernah menjalani pembedahan pada telinga. Pasien juga
mengatakan tidak sedang mengonsumsi obat obatan apapun dan jarang sekali terpapar
suara bising. Dalam keluarga pasien juga tidak terdapat adanya riwayat kerusakan
pendengaran. Pasien juga menyangkal adanya riwayat berenang atau pembedahan
telinga.

Pasien mengatakan merasakan ada lendir di tenggorokan tetapi tidak mengganggu.


Pasien juga suka berdehem tetapi jarang. Suara serak, batuk dan nyeri menelan
disangkal pasien. Batuk setelah makan atau berbaring, sukar bernafas dan mulut berbau
tidak dikeluhkan pasien. Pasien juga menyangkal adanya rasa mengganjal di tenggorok.

Pasien mengeluh haidnya mulai tidak teratur sejak beberapa bulan sebelumnya.
Menstruasinya makin jarang, tempoh menstruasi makin singkat dan jumlah darah juga
makin sedikit. Pasien mengeluh menstruasinya mulai terjadi setiap 3 bulan, tempoh
sekali haid selama 5 hari dan mengganti pembalut 2 kali sehari. Pasien juga mengaku
semakin stress kebelakangan ini. Tidur tidak terganggu dan pasien menyangkal adanya
keringat malam dan kencing yang tidak puas. Pasien menyangkal sedang hamil dan
menggunakan obat kontrasepsi.

Pasien mengatakan lingkungan rumah bersih dan sprei sering diganti. Di rumah
juga tidak ada hewan peliharaan dan tidak ada yang merokok. Pasien mengatakan di
kamar menggunakan AC dan suhunya sering 16 derajat celcius. Di rumah sakit tempat
pasien bekerja ada bangunan yang lagi dibangun, namun lingkungan tempat kerja
pasien tidak ada terpapar pada debu, atau asap. Pasien juga mengaku jarang memakai

28
masker. Pasien mengaku akhir-akhir ini sering stress namun tidak mengatakan punca
dari stress tersebut. Pasien tidak suka makan pedas, asam, kopi atau coklat.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan


keadaan sekarang. Pasien juga tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Pasien
tidak mempunyai riwayat diabetes. Namun pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi
tidak pernah berobat ke dokter. Pasien mengatakan tidak ada alergi seperti terhadap
makanan maupun obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan yang sama. Tidak ada
keluarga yang memiliki asma ataupun alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS LOKALIS
Telinga
Dextra Sinistra

Bentuk daun telinga Mikrotia (-), makrotia (-) Mikrotia (-), makrotia (-)
anotia (-), atresia (-), anotia (-), atresia (-),
fistula (-), bat ear (-) fistula (-), bat ear (-)
Kelainan Kongenital Mikrotia (-), makrotia (-) Mikrotia (-), makrotia (-)
anotia (-), atresia (-), anotia (-), atresia (-),
fistula (-), bat ear (-) fistula (-), bat ear (-)
Radang, Tumor Nyeri (-), Massa (-), Nyeri (-), Massa (-),
hiperemis (-), sekret (-), hiperemis (-), sekret (-),
edema (-) edema (-)
Nyeri tekan tragus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

29
Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)
Kelainan pre-, infra-, Massa (-), hiperemis (-), Massa (-), hiperemis (-),
retroaurikuler odem (-), nyeri (-), fistula odem (-), nyeri (-), fistula
(-) (-)
Region Mastoid Massa (-), hiperemis (-), Massa (-), hiperemis (-),
odem (-), nyeri (-), abses (- odem (-), nyeri (-), abses (-
) )
Liang telinga Lapang, furunkel (-), jar. Lapang, furunkel (-), jar.
granulasi (-), serumen (-), granulasi (-), serumen (-),
edem (-), sekret (-), darah edem (-), sekret (-), darah
(-), hiperemis (-), (-), hiperemis (-
kolesteatom (-) ),kolesteatom (-)
Membran Timpani Suram Suram

Tes Penala
Kanan Kiri
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan pemeriksa sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz
KESAN : AURICULAR DEXTRA SINISTRA NORMAL

Hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Deformitas (-) Saddle Deformitas (-) Saddle
nose (-) Hump nose (-) nose (-) Hump nose (-)
Tanda peradangan Hiperemis (-), Odem (-), Hiperemis (-), Odem (-),
nyeri (-) nyeri (-)

30
Daerah sinus frontalis dan Hiperemis (-), Odem (-), Hiperemis (-), Odem (-),
maxillaris nyeri (-) nyeri (-)
Vestibulum Laserasi (-), massa (-), Laserasi (-), massa (-),
furunkel (-), sekret (-) furunkel (-), sekret (-)
Cavum Nasi Lapang, massa (-), Lapang, massa (-), sekret
sekret serosa(+) serosa (+)
Konka inferior Edema (+), hiperemis Edema (+), hiperemis
(+), livide (-) (+), livide (-)
Meatus nasi inferior Terbuka, sekret (-) Terbuka, sekret (-)

Konka Medius Tidak terlihat Tidak terlihat

Meatus nasi medius Tidak terlihat Tidak terlihat


Septum nasi Deviasi (-), hematoma (- Deviasi (-), hematoma (-
), abses (-) ), abses (-)

Rhinopharhinx
Koana : Tidak dilakukan
Septum nasi posterior : Tidak dilakukan
Muara tuba eustachius: Tidak dilakukan
Tuba eustachius : Tidak dilakukan
Torus tubarius : Tidak dilakukan
Post nasal drip : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Transluminasi
Sinus Frontas kanan, Kiri : tidak dilakukan
Sinus Maxilla kanan, Kiri : tidak dilakukan

31
Tenggorokan
Pharynx
Dinding pharynx : Hiperemis (+), Ulkus (-), mukosa tidak rata, granul (-)
Arcus : Hiperemis (-), simetris
Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-)
Uvula : Di tengah, bifida (-), simetris, tidak memanjang
Gigi : gigi berlubang (-), caries (-), gigi palsu (-)

Larynx
Epiglotis : Tidak dilakukan
Plica aryepiglotis : Tidak dilakukan
Arytenoidds : Tidak dilakukan
Ventricular band : Tidak dilakukan
Pita suara : Tidak dilakukan
Rima glotidis : Tidak dilakukan
Cincin trachea : Tidak dilakukan
Sinus Piriformis : Tidak dilakukan
Kelenjar limfe submandibula dan servical: tidak adanya pembesaran pada inspeksi dan
palpasi.

32
RESUME

ANAMNESIS

Pasien wanita berusia 50 tahun datang dengan rinore sudah 3 minggu, memberat jika
terkena dingin AC. Hidungnya juga tersumbat secara bergantian tergantung posisi.
Kadang-kadang akan bersin jika terkena debu. Ingus berwarna jernih dan tidak terlalu
banyak. Terdapat post nasal drip tetapi tidak mengganggu. Pasien juga suka berdehem
tetapi jarang.

Haid mulai iireguler sejak beberapa bulan sebelumnya. Menstruasinya makin jarang,
tempoh menstruasi makin singkat dan jumlah darah juga makin sedikit. Pasien
mengeluh menstruasinya mulai terjadi setiap 3 bulan, tempoh sekali haid selama 5 hari
dan mengganti pembalut 2 kali sehari.

Pasien mengatakan lingkungan rumah bersih dan sprei sering diganti. Pasien
mengatakan di kamar menggunakan AC dan suhunya sering 16 derajat celcius. Di
rumah sakit tempat pasien bekerja ada bangunan yang lagi dibangun, namun
lingkungan tempat kerja pasien tidak ada terpapar pada debu, atau asap. Pasien juga
mengaku jarang memakai masker. Pasien mengaku akhir-akhir ini sering stress namun
tidak mengatakan punca dari stress tersebut.

PEMERIKSAAN FISIK
Telinga
- Telinga kanan : Membrane timpani sedikit suram.
- Telinga kiri : Membrane timpani sedikit suram.
- Pemeriksaan tes penala tidak ada kelainan dengan menggunakan penala 512 Hz

Hidung

- Konka inferior kanan dan kiri tampak hiperemis dan sedikit edema. Terdapat
sekret serosa pada cavum nasi kanan dan kiri.

33
Tenggorok

- Pada pemeriksaan faring dinding posterior tampak sedikit hiperemis,

DIAGNOSIS KERJA

Rhinitis Vasomotor

Dasar yang mendukung :

Anamnesis
- Pilek yang lebih tiga minggu dan belum sembuh
- Keluhan muncul hilang timbul tetapi tidak ada penyebab spesifik dan diperberat
jika terpapar dingin
- Bersin jika terpapar pada debu tetapi jarang
- Hidung pasien tersumbat bergantian kanan dan kiri tergantung posisi
- Hidung pasien juga keluar sekret serosa tetapi tidak dalam jumlah yang banyak
sehingga mengganggu
- Pasien merasakan stress bertambah sejak beberapa bulan terakhir ini

Pemeriksaan fisik
- Konka kanan dan kiri edema dan hipertrofi, terdapat sekret serosa

34
DIAGNOSIS BANDING

1. Rhinitis Alergi
Dasar yang mendukung:

Anamnesis
- Riwayat bersin jika terkena debu dan tersumbat yang hilang timbul.
- Keluhan diperberat saat terpapar udara dingin
Pemeriksaan fisik

- Sekret di cavum nasi serosa


Dasar yang tidak mendukung :

Anamnesis :

- Hidung tersumbat yang tergantung posisi pasien


- Tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya
- Pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan
- Ahli keluarga tidak ada riwayat alergi atau asma

Pemeriksaan fisik

- Konka hipertrofi dan tidak adanya livide


- Tidak ada allergic shinners, allergic crease, allergic salute, geographic tounge

PENATALAKSANAAN

Rhinitis Vasomotor

1. Budesonide nasal spray


2. Vitamin C tab 1x1
3. KIE ( Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) :
- hindari faktor pencetus timbulnya penyakit

35
- hindari terlalu lama di tempat yang ber-AC
- hindari minum minuman dingin
- olahraga teratur untuk meningkatkan daya tahan tubuh
- memakai pakaian yang hangat saat udara dingin
- hindari penyebab kepada stress
Prognosis

Jika faktor pencetusnya dapat dihindari, dan penderita menjalankan terapi


medikamentosa dengan baik dan benar maka prognosis pasien ini baik (ad bonam).

36
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dicurigai mengalami rhinitis


vasomotor. Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien perempuan berumur 50 tahun
dengan keluhan pilek sudah lebih tiga minggu hilang timbul. Pilek tersebut dikatakan
makin memberat jika terkena dingin. Hidung pasien juga tersumbat secara bergantian
tergantung kepada posisi. Cairan yang keluar berwarna jernih, konsistensi cair dan
biasanya disertai dengan keluhan hidung buntu(tersumbat). Keluhan ini tidak pernah
disertai dengan mata berair, bersin-bersin, rasa gatal di hidung, mata maupun
tenggorokan. Dapat di singkirkan kemungkinan rhinitis alergi karena pasien
mengatakan tidak ada riwayat alergi atau asma, begitu juga dengan keluarga pasien. Ini
juga dapat mendukung diagnosis rhinitis non-alergi. Pasien juga tidak demam dan ini
dapat menyingkirkan common-cold atau rhinitis simplex.

Selain itu, penderita tidak pernah memiliki riwayat pemakaian obat-obat tetes
hidung atau obat semprot hidung dalam jangka waktu lama, pemakaian obat hipertensi
juga tidak ada sehingga kemungkinan diagnosis rinitis medikamentosa juga dapat
disingkirkan. Dengan mengeksklusi kemungkinan diagnosis rinitis alergi, maupun
rinitis medikamentosa dan adanya keluhan hidung berair dan tersumbat bergantian
tergantung posisi, tanpa bersin-bersin maupun rasa gatal, maka dari anamnesis dapat
ditarik kemungkinan adanya rinitis vasomotor. Adanya hidung tersumbat yang lebih
menonjol dibandingkan hidung meler menunjukkan bahwa tipe rhinitisnya adalah
rhinitis vasomotor tipe blocker. Rinitis vasomotor sampai saat ini etiologi pastinya
masih belum diketahui, namun beberapa faktor pencetusnya sudah diketahui, dan pada
penderita ini faktor pencetusnya adalah faktor lingkungan yaitu cuaca dingin, sering
terpapar AC dan stress.

37
Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan konka inferior edema, hiperemis dan terdapat
sekret serosa. Ini sesuai dengan karakteristik pada rhinitis vasomotor dan tidak adanya
livide pada mukosa hidung dapat menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi.

Karena etiologinya belum diketahui, maka belum ada terapi kausal untuk
mengatasi rinitis vasomotor. Pada penderita ini hanya diberikan terapi
konservatif/medikamentosa yang bertujuan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul.
Pseudoefedrin tidak diberikan karena pasien mempunyai riwayat darah tinggi. Karena
pada pasien ini lebih dominan hidung tersumbatnya, jadi di berikan kortikosteroid
topical seperti budesonide sparay. Pada pasien ini juga diberikan vitamin C untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

Kemungkinan faktor pencetus atau pemberat dari rhinitis vasomotor pada


pasien ini adalah dingin dan stress, jadi prognosis dikatakan baik dengan syarat faktor
pencetusnya di atasi dengan modifikasi gaya hidup dengan menghindari cuaca dingin
dengan memakai pakaian hangat, makan dan minum makanan atau minuman hangat
dan olah raga secara teratur, terutama saat pagi hari sehingga dapat menjaga suhu tubuh
tetap hangat. Pasien juga harus hindari pencetus yang boleh menyebabkan stress.

38
BAB 5

KESIMPULAN

1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa


hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang kadang
dijumpai adanya bersin bersin.
2. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan
sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.
3. Biasanya dijumpai setelah dewasa, berbeda dengan rhinitis alergi yang biasanya
ditemui sejak kecil.
4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip
dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya
terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya
gangguan vasomotor.
5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat
dilakukan tindakan operatif.

39
Daftar Pustaka

1. Russell AS. Demographics and Epidemiology of Allergic and Nonallergic


Rinitis. Available at:
http://www.ingentaconnect.com/content/ocean/aap/2001/00000022/00000004/
art00001?crawler=true. Accessed at: October, 2017.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
3. Brian J. G.B., Michael H., Peter K., Atlas of Clinical Otolaryngology. 2001.
Mosby Yaer Book: London.p.30-5.
4. Boies, L. R. Penyakit telinga luar: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-
6. Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 1997.h.76-9.
5. Mansjoer, A (ed). Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok, Edisi 3. FK
UI.Jakarta.2005

6. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke


Enam. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
7. Grey ES, Priya JB, Vasomotor Rhinitis. Asthma and Allergy Centre.
8. Patricia WW, Stephen W. Vasomotor Rhinitis. American Family of Physicians.
University of Louisville School of Medicine. Kenctucky. 2005. 72 (6) : 1057-
62
9. Wallace DV. Bernstein D. Richard A. Diagnosis and management of rhinitis.
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology. 2008. 122 (2) : 1-84

40

Anda mungkin juga menyukai