Anda di halaman 1dari 15

Tatalaksana Darurat pada Ketoasidosis Diabetikum

Pendahuluan
Ketoasidosis diabetikum (KAD adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, yang terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD sendiri merupakan komplikasi dari diabetes
mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.1 Pada KAD dapat
terjadi dehidrasi berat akibat diuresis osmotik dan sampai dapat menyebabkan syok. Angka
kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis,
syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, konsentrasi glukosa darah
awal yang tinggi, uremia, dan konsentrasi keasaman yang rendah. 2 Pada kelompok pasien
usia lanjut penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Manifestasi klinis yang dijumpai pada pasien KAD adalah adanya pernafasan yang
cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan
bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai dengan syok sedangkan bau
aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium. 1,2 Gambaran klinis berupa poliuri dan
polidipsi seringkali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam atau infeksi. Dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal tersebut berhubungan
dengan gastroparesis-dilatasi lambung.1
Ketoasidosis diabetes adalah keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan
perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolitnya dengan rehidrasi awal. Pemberian insulin diperlukan untuk untuk
mengembalikan hiperglikemia. Karena kepekaan insulin meningkat seiring dengan penurunan
pH, dosis dan kecepatan pemberian insulin harus dipantau secara hati-hati. Penelitian
memperlihatkan bahwa analog insulin kerja-cepat disebut lispro (Humalog) efektif dan
mengurangi biaya pengobatan untuk ketoasidosis diabetik dibandingkan jenis insulin
lainnya.2

Anamnesis

Pada kasus gawat darurat, boleh dilakukan anamnesis singkat terlebih dahulu ke keluarga
atau penjaga pasien. Setelah itu, jika pasien sudah stabil atau sadar, oleh dilakukan

1
anamnesis sekunder ataupun anamnesis yang lebih lengkap supaya penyakit dapat
ditangani dengan lebih maksimal.

Langkah-langkah anamnesis:
Identitas Pasien
Keluhan Utama: penurunan kesadaran
Keluhan Penyerta: penurunan berat badan, mudah lelah, polidipsi, poliuria
Riwayat Penyakit Sekarang:
Berapa lama keluhan utama terjadi?
Berapa banyak frekuensi berkemih dalam 1 hari? Berapa banyak volumenya?
Apakah sering berkemih pada malam hari?
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes
Riwayat persalinan dan imunisasi
Riwayat Pengobatan
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sosial-Lingkungan
Bagaimana pola makan dan minum? Berapa banyak volume cairan yang dikonsumsi
tiap hari?3
Pada anamnesis tidak terdapat riwayat hipertensi pada pasien, terdapat riwayat
diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu namun tidak berobat.

Pemeriksaan Fisik

Hipotermia sering ditemukan pada KAD. Adanya panas merupakan tanda adanya infeksi dan
harus diawasi; Hiperkapnia atau pernapasan Kussmaul, berkaitan dengan beratnya asidosis;
Takikardia sering ditemukan, namun tekanan darah masih bisa normal kecuali terjadi
dehidrasi yang berat; Napas berbau buah; Turgor kulit menurun, beratnya tergantung dari
beratnya dehidrasi; Hiporefleksi (akibat hipokalemia).

Pada KAD berat dapat ditemukan hipotonia, stupor, koma, gerakan bola mata tidak
terkoordinasi, pupil melebar, dan akhirnya meninggal. Tanda lainnya sesuai dengan penyakit/
factor pencetus.4,5

2
Pada skenario. pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien 130/80 mmHg,
nafas cepat & dalam 24x/menit, nadi 100x/menit, pada palpasi terdapat nyeri tekan
epigastrium.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

1. Pemeriksaan kadar gula darah. Ditemukan kadar GDS> 250 mg / dL. Klinisi dapat
melakukan tes glukosa dengan fingerstick sambil menunggu hasil lab.
2. Hitung darah lengkap (CBC). Leukosit (> 15 X 10 9 / L), ditandai pergeseran ke
kiri, mungkin infeksi yang mendasari KAD
3. Urinalysis. Dapat ditemukan keton urin positif dan glukosuria.
4. Pemeriksaan elektrolit. Hiperglikemia mengakibatkan efek osmotik sehingga air
dari ekstravaskuler ke ruang intravaskular. Untuk setiap kelebihan 100 mg / dL,
tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai. Kalium perlu
diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium normal atau sedikit
meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium
akan menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L.
Pemeriksaan terhadap bikarbonat digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga
dapat menentukan derajat asidosis..
5. Analisa gas darah. Ditemukan pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk
mengulang pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan KAD adalah 0,03 lebih
rendah dari pH arteri.
6. Pemeriksaan benda keton darah. Serum beta hidroksibutirat kapiler jika lebih
besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi
dengan KAD
7. Osmolalitas. Pasien dengan ketoasidosis diabetes yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalities > 330 mOsm / kg H 2 O. Jika osmolalitas
kurang dari ini pada pasien yang koma, mencari penyebab lain
8. Pemeriksaan amilase positif atau dapat ditemukan hiperamilasemia bahkan tanpa
adanya pankreatitis
9. Blood urine nitrogen (BUN) meningkat, dan anion gap juga akan meningkat
10. Pemeriksaan fosfor. Jika pasien berisiko hipofosfatemia misalnya pada status gizi
buruk, alkoholisme kronis maka fosfor serum harus ditentukan
11. Elektrokardiogram (EKG). KAD dapat menyebabkan komplikasi jantung
3
signifikan. EKG merupakan cara cepat untuk menilai hipokalemia atau
hiperkalemia
12. X-foto thorak. Sebagai pemeriksaan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi.
13. CT-Scan. CT-Scan pada kepala untuk melihat adanya edema serebri dan
perubahan status mental pada pasien KAD

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :

CBC Leukosit 15.000 /mL


GDS 400 mg/Dl
SGOT 64 IU, SGPT 67 IU
Amilase 100 U/L
AGD Ph 7,25 , O2 50 %, CO2 30 %, HCO3 20 mmol/L
Ketone urin (+)

Working Diagnosis

Tabel 1. Kriteria Diagnosis KAD1


Kadar glukosa >250 mg%
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif

KAD perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis KAD sesuai tabel. Walaupun demikian
penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Langkah pertama
yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat
dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis
pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan harus
dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.

Patofisiologi KAD

4
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, dan hormon
pertumbuhan. Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir yaitu hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD.
Walaupun sel tubuh tidak menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator seperti epinefrin
mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. 1 Akibatnya lipolisis meningkat
sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan.
Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Benda
keton utama ialah asam asetoasetat dan beta hidroksi butirat yang dalam keadaan normal beta
hidroksi butirat meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu
penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan
terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi trasnpor glukosa ke dalam sel, memberi signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis sel lemak,
menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus
Krebs dalam mitokondria sel. Proses oksidasi tesebut akan menghasilkan ATP yang
merupakan sumber utama energi sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat
keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator, meningkatnya
asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat
mengganggu sensitivitas insulin.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan
akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor 1,2:
- Infeksi
- Tidak minum obat atau insulin
- Penderita tidak tahu kalau menderita DM
- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik.
- Penyakit lainnya yang mendorong stress dan katabolic seperti : infark miokardium,
cedera otak, trauma, kehamilan, pembedahan, akromegali, abses gigi.
- Idiopatik

Mengatasi faktor pencetus pada KAD penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD
berulang.
5
Gambar 1. Patofisiologi KAD
Sumber : www.diabetesmanager.pbwork.com

Diagnosis banding

Koma hiperosmolar non ketotik (HONK)


HONK ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar,
dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran. Mekanisme patogenesis
HONK hampir sama dengan KAD dimana sekresi insulin yang tidak adekuat. 4 Dan pada
keadaan stress terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa
meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer akhirnya akan timbul hiperglikemia.
Diuresis osmotik menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun,
6
dan sebagai akibatnya sekresi hormon akan lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik. Namun masih belum diketahui pada HONK mengapa tidak terjadi ketosis atau
ketoasidosis.5
Pada anamnesis biasanya faktor penyebab pasien datang ke RS adalah poliuria,
polidipsia, penurunan berat badan, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor
turun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada
bau aseton yang tercium dari pernapasan dan tidak ada pernapasan Kussmaul.4
HONK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM yang mempunyai suatu penyakit penyerta
yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.4 Faktor pencetus dapat dibagi menjadi :
a. Infeksi
b. Pengobatan
c. Non-compliance
d. DM tidak terdiagnosis
e. Penyalahgunaan obat
f. Penyakit penyerta ( infark miokard akut, sindrom Cushing, hipertermia,
hipotermia, gagal ginjal, emboli paru)
Angka kematian HONK lebih banyak dibandingkan KAD karena insidens lebih sering pada
usia lanjut dan berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau penyakit utama lainnya,
dan dehidrasi.5
Pankreatitis akut
Pankreatitis akut merupakan kedaruratan gastrointestinal yang sering ditemukan di
klinik. Penyebab suatu episode pankreatitis akut tidak selalu mudah ditentukan namun pada
dasarnya dapat diakibatkan baik oleh infeksi, virus, bakteri, batu saluran empedu, alkohol
atau obat-obatan tertentu dan 30% tidak diketahui penyebabnya. 6 Di Indonesia dilaporkan
bahwa pankreatitis akut adalah sebagai komplikasi demam berdarah dengue (DBD) atau
demam tifoid. Pankreatitis akut merupakan penyakit sistemik yang terdiri dari 2 fase yaitu :6
a. Fase awal, yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72
jam.
b. Fase lanjut, merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang
menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai
pada awal minggu kedua.
Manifestasi klinis dari pankreatitis akut adalah pasien biasanya datang dengan
keluhan nyeri perut hebat, melintang, dan tembus sampai ke bagian punggung. Biasanya
disertai muntah. Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen, dan umumnya tidak dapat
7
diatasi dengan obat analgesik biasa.6 Tidak jarang pasien datang dengan kembung atau
mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada fase lanjut, pasien datang dalam keadaan
sindrom syok atau dengan hemodinamik yang tidak stabil.

Tabel 2. Kriteria penilaian pankreatitis akut6


Gejala Skor
Nyeri epigastrium menetap >5 jam 1
Mual, muntah 1
Nyeri periumbilikal 2
Keadaan umum sedang-berat 1
Nadi >90x/menit 1
Suhu aksila >37,5 C 1
Nyeri hipogastrium kiri/kanan 1
Leukositosis > 10.000/ul 1

Krisis tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun jarang terjadi.
Hampir semua kasus diawali oleh factor pencetus. Tidak satu indikator biokimiawipun
mempu meramalkan terjadinya krisis tiroid, sehingga tindakan kita didasarkan pada
kecurigaan atas tanda-tanda krisis tiroid membakat, dengan kelainan yang khas maupun
yang tidak khas. Pada keadaan ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ.
Karena mortalitas amat tinggi, kecurigaan krisis saja cukup menjadi dasar mengadakan
tindakan agresif. Hingga kini patogenesisnya belum jelas: free-hormon meningkat,
naiknya free-hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel
sasaran dan sebagainya. Faktor risiko krisis tiroid: surgical crisis (persiapan operasi yang
kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik serta psikologik, infeksi
dan sebagainya).
Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triad 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia. Apabila terdapat triad maka
kita dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-
Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia dan disfungsi
susunan saraf.7
Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, >45 highly suggestive, 25-44 suggestive
of impending storm, dibawah 25 kemungkinan kecil.1

8
Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:1

Penggantian cairan dan garam yang hilang

Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.

Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya pemantauan


serta penyesuaian pengobatan.

Tatalaksana segera
Kriteria diagnostik3

capillary blood glucose diatas 1L mmol/L


capillary ketones diatas 3 mmol/L atau urine ketones ++ atau lebih
venous pH kurang dari 7.3 dan atau bicarbonate kurang dari 15 mmol/L

Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunkaan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan


hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam pertama
diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada
KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin.
Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung
glukosa (dekstrosa 5 % atau 10 %).8

Insulin

Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 45 menit, sementara pemberian insulin
secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh sekitar 24 jam. Insulin infus
intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of low dose insulin) merupakan
standar baku pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis.
Infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan komplikasi metabolik
seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan

9
disequilibrium osmotik yang lebih jarang dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan
dosis besar secara berkala atau intermiten.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan
intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang dari 3,3
mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus diberikan lebih
dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus intravena 5-7 U/jam seharusnya
mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 5075 mg/dL/jam serta dapat
menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis
di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain penyebab
penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan kadar glukosa
darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan.
Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah, antara lain rehidrasi
yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus
dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan. Pada
tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus
dilanjutkan paling sedikit 12 jam setelah insulin subkutan kerja pendek diberikan. Pasien
KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan insulin subkutan atau intramuskular. Hasil
terapi dengan insulin infus intravena, subkutan, dan intravena intermiten pada pasien
KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan
penurunan kadar glukosa dan keton pada 2 jam pertama.2
Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia yang fatal
sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada
elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin
dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.3
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan
KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke
luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama
KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali
mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada
pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi

10
pada elektrokardiogram, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup
adekuat.
Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi glukosa
sekitar 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai <200 mg% maka dapat dimulai
infus mengandung glukosa. Perlu ditekankan disini bahwa tujuan terapi KAD bukan
untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan
pemberian bikarbonat adalah:

- Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.

- Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

- Hipertonis dan kelebihan natrium

- Meningkatkan insidens hipokalemia

- Gangguan fungsi serebral

- Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi
pemberian bikarbonat.1

Penatalaksanaan Lanjutan

Pengobatan Umum

Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting. Pengobatan umum
KAD, terdiri atas:

Antibiotika yang adekuat

Oksigen bila PO2 < 80 mmHg

11
Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)

Pemantauan

Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat


penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu perlu dilaksanakan
pemeriksaan:

- kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer

- elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan.

- Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1,
selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil

- Vital Sign tiap jam

- Keadaan hidrasi, balance cairan

- Waspada terhadap kemungkinan DIC

Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar ev

12
Gambar 2. Algoritma tatalaksana KAD
Sumber: www.aafp.org

13
Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM
secarakomprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasiDM
kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien
yang baik. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi
perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai
pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat sakit, mengatasidemam
dan infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dangaram yang
mudah dicerna, yang paling penting ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin
atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencaripertolongan atau nasihat
tenaga kesehatan yang professional.Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri
terutama saat mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa
darah dan keton urinsendiri. Di sinilah pentingnya educator diabetes yang dapat membantu
pasien dankeluarga, terutama pada keadaan sulit.

Komplikasi

Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napasdewasa
(adult respiratory distress syndrome, ARDS). Pathogenesis terjadinya hal inibelum jelas.
Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atauperubahan permeabilitas
kapiler paru. Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pancreatitis akut. Pada evaluasi lebih
lanjut keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik selama
KAD.Infark miokard akut dapat merupakan factor pencetus KAD, tetapi dapat juga
terjadipada saat pengobatan KAD. Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan
merupakanpenyebab kematian yang penting.Selain itu masih ada komplikasi
iatrogenic, seperti hipoglikemia, hipokalemia,hiperkloremia, edema otak, dan
hipokalsemia yang dapat dihindari denganpemantauan yang ketat dengan
menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaanketoasidosis yang baku.

Prognosis
Dubia ad bonam jika ditangani dengan cepat. Namun, tergantung juga faktor komorbiditas
lain seperti sepsis, stress, usia dan sebagainya.

14
Penutup
Kesimpulannya, Koma Diabetikum ini ditandai dengan adanya hiperglikemia, ketonemia dan
asidosis. Ia di klasifikasikan sebagai kasus gawat darurat di mana tatalaksana cepat sangat
penting dalam menentukan keadaan pasien. Pada kasus ini, laki-laki 20 tahun tersebut
mengalami Ketoasidosis Diabetikum. Jadi, hipotesis diterima.

Daftar Pustaka

1. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta :
Interna Publishing; 2009.h.1906-10.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Kegawatdaruratan : ketoasidosis diabetik. Edisi ke-3. Jakarta : Media
Aesculapius; 1999.h.604-8.
3. Dhatariya K, Savage M. The management of diabetic ketoacidosis in adults.
September 2013. Diunduh dari : www.diabetes.co.uk, 19 november 2014.
4. Soewondo P. Koma hipersmolar hiperglikemik non ketotik. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1912-5.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Kegawatdaruratan : koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik. Edisi
ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 1999.h.608-10.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Gastroenterologi : pankreatitis akut. Edisi ke-3. Jakarta : Media
Aesculapius; 1999.h.498-500.
7. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidsme, dan hipertiroidisme. Dalam :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.2007.
8. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis treatment and management. 29 October 2014. Cited
from: www.emedicine.medscape.com, 19 November 2014.

15

Anda mungkin juga menyukai