PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Tumor Laring dibagi menjadi 2 jenis besar yaitu tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak jarang ditemukan, sedangkan tumor ganas laring merupakan tumor yang
terbanyak menyerang saluran pernapasan bagian atas. Tumor ganas laring cukup sering
ditemukan di bagian Telinga Hidung Tenggorokan ( THT ). Sebagai gambaran, diluar
negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang
THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor
ganas hidung dan sinus paranasal.1,2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar
radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Insiden tumor laring sangat
berhubungan erat dengan kebiasaan merokok ,seperti juga meningkatnya kejadian tumor
leher dan kepala 6x lebih sering pada perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.Risiko kematian pada tumor ganas laring berbanding lurus dengan
meningkatnya konsumsi rokok, terlebih lagi bila disertai dengan konsumsi alkohol.3
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya sumbatan
laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan sumbatan laring,
yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru
yang dapat menjamin ventilasi.1,4
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan
pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat
sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada
penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini. 1,5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
2.1.1. KERANGKA LARING
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Batas atas
laring adalah aditus laring, batas bawahnya adalah batas kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Terdapat
sepasang kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring dan
membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang
kartilago kornikulata melekat pada kartilago aritenoid di daerah apex, sedangkan
sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik.Pada laring terdapat
2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.1,5
m. Cricothyroid
m. Thyroarytenoid
m. Vocalis
membagi
rongga
laring
dalam
bagian,
yaitu
vestibulum
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau
menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago
krikoaritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
4. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga
dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
5. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke
atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan
tidak masuk lagi ke dalam laring.
sering tumbuh kembali setelah dilakukan pengangkatan. Pada orang dewasa biasanya
berbentuk tunggal, dan biasanya berubah ke arah keganasan.
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Terkadang terdapat pula
batuk, apabila tumor telah menutup rima glotis akan timbul gejala sesak napas dengan
stridor. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan laring,
biopsi serta pemeriksaan patologi anatomik.
Terapi pada papiloma laring merupakan ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro
atau juga menggunakan sinar laser. Oleh karena itu sering muncul kembali, pada sebagian
kasus sudah tampak papilom yang mulai tumbuh lagi setelah dilakukan ekstirpasi. Terapi
definitif terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai saat ini etiologi dari
papiloma laring belum diketahui dengan pasti.
Pappiloma Laring
2.2.2 Kondroma
Kondtroma merupakan lesi yang pertumbuhannya lambat (Slow growing lession)
yang tersusun atas kartilago hialin. Lebih sering ditemukan pada Pria dibandingkan
dengan Wanita. Tempat paling sering ditemukannya kondroma adalah pada aspek internal
dari bagian posterior kartilago krikoid, thyroid, arytenoid, dan epiglotis.
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah suara parau, dyspnea, disfagia dan
rasa penuh di daerah tenggorokan. Pada pemeriksaan dengan laringoskopi tampak massa
yang halus, lunak, berbentuk bulat atau modular, dan biasanya tertutup oleh mukosa yang
normal. Pemeriksaan imaging merupakaan pilihan yang tepat sebagai modalitas
diagnostik seperti laringogram dan laminogram, tumor akan tampak seperti gambaran
kalsifikasi pada foto x-ray.
Terapi pada kondroma yaitu tindakan eksisi pada tumor, thyrotomy dilakukan jika
letak tumor pada aspek anterior dari krikoid. Rekurensi sering ditemukan apabila tumor
tidak di angkat seluruhnya. Laringektomi total dilakukan pada rekurensi jika dibutuhkan.
2.2.3 Neurofibroma
Neurofibroma merupakan tumor yang jarang ditemukan, tumor ini berasal dari sel
Schwann. Pada umumnya tumor jenis ini tumbuh di sekitar aryepligotic fold. Jumlah
kasus pada wanita sebanyak 2:1.
2.2.4 Mioblastoma Sel Granuler
Mioblastoma diduga berasal dari jaringan neurogenik. Dapat ditemukan di semua
usia dan lebih sering ditemukan pada pria. Tumor ini sering ditemukan pada aspe
posterior dari plika vokalis atau aritenoid. Mioblastoma merupakan tumor yang
berukuran kecil, lembut, dan berwarna keabu-abuan. Mukosa biasanya menampakan
gambaran hiperplasia pseudoepitel. Gejala yang paling sering muncul adalah suara serak.
Terapi dari mioblastoma adalah eksisi menggunakan laringoskopi direk.
2.2.5 Adenoma
Adenoma merupakan tumor laring yang jarang ditemukan, berasal dari kelenjar
mukus. Tempat predileksinya di sekitar plika ventrikularis, Terapi yang digunakan pada
adenoma laring adalah eksisi tumor per oral, atau dengan thyrotomi.
2.2.6 Hemangioma
Tumor ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan orang
dewasa. Hemangioma sering ditemukan pada plika vokalis, regio subglotik, dan sinus
kista
retensi
ini
adalah
pengangkatan
menggunakan
laringoskopi
atau
marsupialisasi.11
2.3.2 Laringokel
Merupakan pembesaran yang berisi udara pada ventrikel, dibagi menjadi 3 tipe
yaitu :
1. Laringokel Eksterna : Bentuk yang paling sering ditemukan, kantungnya
mencakup bagian atas dari kartilago tiroid, dan membran tirohioid, dapat
tampak sebagai massa pada leher.
2. Laringokel Interna : Kantung terbatas pada kartilago tiroid
10
3. Tipe Campuran
Gambaran makroskopik dengen menggunakan laringoskopi direk berupa massa
yang bulging pada laring. Pemeriksaan penunjang yang bermakna adalah CT-Scan atau
MRI karena dapat melihat kelainan dan bentuk anatomis dengan baik untuk menunjang
dan membantu terapi.
11
c.Tumor Subglotis : tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai
batas inferior krikoid.
2.4.1 EPIDEMIOLOGI
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di
Amerika Serikat pada tahun 1973 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring
per 100.000 penduduk laki-laki dan 1,3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk
perempuan. Tumor ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 5 : 1 dan terbanyak pada usia 56-69 tahun.2,3
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97 kasus
karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar
antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000, 28 orang diantaranya
telah dilakukan operasi laringektomi total.2
2.4.2 ETIOLOGI
Belum diketahui pasti penyebabnya, namun beberapa penelitian epidemiologi
menggambarkan beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor laring,
beberapa diantaranya yaitu :2,12,13
1. Umur
Insiden tumor ganas laring meningkat pada usia diatas 55 tahun.
2. Jenis kelamin
tumor laring 4x lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan perempuan
12
3. Ras
Meningkat pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih
4. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas laring
5. Alkohol
Orang yang mengkonsumsi alkohol berkemungkinan lebih besar terkena
tumor laring dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.
6. Riwayat keganasan pada kepala dan leher
Satu dari empat orang yang pernah menderita tumor pada kepala dan leher
berisiko tinggi terkena untuk kedua kalinya.
7. Pekerjaan
Pekerja-pekerja yang terpapar uap asam sulfat,nikel dan asbes akan beresiko
tinggi menderita tumor laring
8. Faktor-faktor lain seperti virus, makanan rendah vitamin A dan gastroesopha
geal reflux disease ( GERD ).
2.4.3 HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat differensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah
karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.2
Karsinoma verukosa adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak,
akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak
mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat
membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi
metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan
merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis. Sering
bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah.Terapi
yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi
pasca operasi.2
13
Kondrosarkoma, adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%,
tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 60 tahun. Terapi yang
dianjurkan adalah laringektomi total.2
2.4.4 GEJALA KLINIS DAN SUMBATAN LARING AKIBAT TUMOR LARING
Gejala klinis dari tumor ganas laring yaitu :13
a. Serak
Merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan
getaran, dan ketegangan pita suara.
Pada karsinoma laring,pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh
ketidakaturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, teserangnya otot-otot
vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya
tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya
lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan napas,
atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila
tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila
tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas
inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis,
serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali tumor
eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam ( Hot potato voice ).
b. Dispnea dan stridor
Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan dapat timbul
pada tiap tumor laring.Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh massa
tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor
14
supraglotik atau transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor
adalah tanda prognosis yang kurang baik.
c. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
d. Disfagi
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas post
krikoid. Rasa nyeri ketika menelan ( odinofagi )menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring.
15
16
17
3. Metastase jauh ( M )
Mx : tidak terdapat / terdeteksi.
M 0 : tidak ada metastase jauh.
M 1 : terdapat metastase jauh.
4. Stadium :
Stadium I : T1
N0
M0
Stadium II : T2
N0
M0
Stadium III : T3
N0
M0
T1/T2/T3
Stadium IV : T4
N1
N0/N1
M0
M0
T1/T2/T3/T4
N2/N3
T1/T2/T3/T4
N1/N2/N3
M1
18
2.4.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor laring
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring, yaitu :14,15
1.Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
1. Laringektomi :
a. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
b. Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
( epiglotis dan os hioid ) sampai batas bawah cincin trakea.
2. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini ( T1 T2 ) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor
supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2
dengan hasil yang baik ( angka kesembuhannya 90% ). Keuntungan dengan cara ini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang
dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang,
dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan
maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang
melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama 46 minggu diikuti
dengan laringektomi total.
19
3. Kemoterapi17
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvan ataupun
paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000
mg/m2.
Rehabilitasi suara
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. Setelah
laringektomi dilakukan rehabilitasi suara dengan pertolongan alat bantu suara yakni
vibrator yang ditempelkan didaerah submandibula atau menggunakan esophageal speech
dimana suara dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar.1,2
Penatalaksanaan sumbatan laring
Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas
lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada sumbatan
laring stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada stadium 2 dan 3
yaitu intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi dilakukan pada
stadium 4.4
Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea yaitu 4:
1. Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung
20
Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk
dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7 8,5 mm. Pipa endotrakea tidak boleh lebih
dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.
Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan / anterior trakea untuk
bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu 4:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi di saluran nafas atas
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
4. Untuk memasang respirator
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotis
Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat nafas
dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12
tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.4
2.4.8 PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I
adalah 90 98%, stadium II adalah 75 85%, stadium III adalah 60 70% dan stadium
IV adalah 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five
years survival rate sebesar 50%.2
21
BAB 3
KESIMPULAN
Tumor laring secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu Tumor jinak dan
ganas, Tumor jinak jarang ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas atau kanker.
Tumor jinak laring yang paling sering dijumpai adalah Papilloma, dan Kondroma. Tumor
ganas laring merupakan tumor yang terbanyak menyerang saluran pernapasan
bagian atas. Karsinoma sel skuamosa secara histopatologi merupakan jenis terbanyak dari
tumor ganas laring. Gejala klinis yang paling umum dari tumor laring adalah suara parau
atau serak (hoarseness). Penatalaksanaan tumor ganas laring tergantung dari stadium
tumor saat didiagnosis. Diagnosis ditegakan melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
atau temuan pemeriksaan makroskopik, pencitraan (imaging), biopsi jaringan, dan
pemeriksaan histopatologis. Tumor laring dapat menyebabkan terjadinya sumbatan laring
yang dapat berakibat kematian. Prinsip penanggulangan sumbatan laring, yaitu
menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang
dapat menjamin ventilasi.
22
Daftar Pustaka
1. Castellanos PF, S[ector JG, Kaiser TN, Tumors of the Larynx and
Laryngopharynx. In : Otorhinolaryngology head and neck surgery. Balenjjer JJ,
Snow JB Eds. Fifteenth Edition. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London,
Munich, Sidney, Tokyo. Lea & Febringer 1996 : p585-652.
2. Soepardi, Efiaty Arsyad, and Nurbaiti Iskandar. "Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala Leher." Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (2001).
3. Briger E and Smee RI. Early Glottic Cancer: Operative otolaryngology head and
neck surgery. Myers E ed. Philadelphia. London, Toronto, Sidney, Tokyo. WB
Saunders: 1977; p.403-15.
4. Eibling DE. Surgery for Glottic Carcinoma. In: Operative otolaryngology head
and neck surgery. Myers E ed. Philadelphia. London, Toronto, Sidney, Tokyo.
WB Saunders: 1977; p.416-43
5. Ballenger JJ, ed. Diseases of the Nose, Throat, and Ear. 13th Ed. Philadelphia:
Lea & Febiger, 1984.
6. Paparella MM, Shumrick DA. Otolaryngology. Vols. I-III. Philadelphia:
Saunders, 1980.
7. Hirano M. Phonosurgical anatomy of the larynx. In: Ford CN, Bless DN, eds.
Phonosurgery: Assesment and Surgical Management of Voice Disorders. New
York : Raven, 1991, p.25-41
8. Kirchner JA. Pressman and Kelemens Physiology of the Larynx. A Manual.
Rochester, MN: American Academy of Otolaryngology, 1970
9. Quiney RE, Hall D, Croft CB. Laryngeal papillomatosis: Corellation between
severity of disease and presence of HPV 6 and 11 detected by in situ DNA
hybridization. J Clin Pathol. 1989;42:694-698.
10. Swerdlow RS, et al. Cartilaginous tumors of the larynx. Arch Otolaryngology.
1974; 100:269.
11. Acierno SP, Waldhausen JH. Congenital cervical cysts, sinuses and fistulae.
Otolaryngol Clin North Am. 2007 Feb. 40(1):161-76, vii-viii.
12. Angouridakis N, Goudakos J, Karayannopoulou G, Triaridis S, Nikolaou A,
Markou K. Primary neuroendocrine neoplasms of the larynx. A series of 4 cases
reported and a review of the literature. Head Neck. Feb 6 2012;
23
13. Hoffman HT, Porter K, Karnell LH, Cooper JS, Weber RS, Langer CJ. Laryngeal
cancer in the United States: changes in demographics, patterns of care, and
survival. Laryngoscope. Sep 2006;116(9 Pt 2 Suppl 111):1-13.
14. Edge S, Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti A. American Joint
Comittee on Cancer - Head and Neck cancer staging 2007. 7th. Philadelphia:
Springer; 2010:
15. Laccourreye O, Ishoo E, de Mones E, Garcia D, Kania R, Hans S. Supracricoid
hemilaryngopharyngectomy in patients with invasive squamous cell carcinoma of
the pyriform sinus. Part I: Technique, complications, and long-term functional
outcome. Ann Otol Rhinol Laryngol. Jan 2005;114(1 Pt 1):25-34
16. Bonner JA, Harari PM, Giralt J, et al. Radiotherapy plus cetuximab for squamouscell carcinoma of the head and neck. N Engl J Med. Feb 9 2006;354(6):567-78.
17. Zeitels SM, Vaughan CW, Domanowski GF. Endoscopic management of early
supraglottic cancer. Ann Otol Rhinol Laryngol. Dec 1990;99(12):951-6.
24