Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

TUMOR LARING

DISUSUN OLEH:
Ayu Sugiarti
1102016036

PEMBIMBING:
Dr. Jon Prijadi, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI PERIODE 31 OKTOBER – 03
DESEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan bertambahnya usia harapan hidup di Indonesia yang semakin
meningkat, berakibat meningkatnya kemungkinan ditemukan berbagai penyakit
keganasan dan degeneratif. Salah satunya adalah keganasan didaerah kepala leher
yaitu karsinoma laring.
Kanker kepala dan leher merupakan 5% dari seluruh keganasan pada
tubuh manusia, dan kejadian tumor ganas laring sekitar 1-2%.1 Peneliti di
Indonesia didapatkan karsinoma laring sekitar 0,5-2%. Tumor laring di Indonesia
menduduki urutan ketiga–keempat dengan insidensi sekitar 6-13% dari
keganasan di bidang THT-KL. Sampai saat ini penyebab pasti karsinoma
laring belum diketahui secara pasti.
Salah satu akibat yang ditimbulkan dari tumor laring adalah terjadinya
sumbatan laring yang dapat berakibat kematian. Untuk itu diperlukan diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan prinsip penanggulangan
sumbatan laring, yaitu menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau
membuat jalan napas baru yang dapat menjamin ventilasi.
Masyarakat Indonesia yang tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
rendah kurang memperhatikan kesehatan dan kurang memanfaatkan sarana
kesehatan yang ada dengan alasan faktor ekonomi. Hal inilah yang
mengakibatkan kebanyakan pasien dari kelompok ini dengan karsinoma laring
datang pada stadium lanjut yang mengakibatkan tingginya angka kematian.
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum
memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk
dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang
dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan
kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring
ialah diagnosa dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada


pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring
terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling
dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori
dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan
epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid,
corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di
antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang
kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap
sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid
lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea
merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya
terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan
apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica.
Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang
terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana
dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane
mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.
Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago
cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum,
(2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica
vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.
Rima vestibule adalah celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis
yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah
membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari
kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi
plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima
glottides adalah celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis
kartilaginis arytneoidea di belakang.
Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir
bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus
dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat
membrane mukosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane
mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.

Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring.

Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2)
intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada
kartilago thyroidea melalui membrane thyroihyoidea, gerakan os hyoideum akan
diikuti oleh gerakan laring.
Otot-otot elevator laring meliputi m.digastricus, m.stylohyoideus,
m.geniohyoideus. M.stylopharyngeus, m.salphingopharyngeus, dan
m.palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir posterior lamina kartilaginis
thyroidea juga mengangkat laring.
Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus, m.sternothyroideus, dan
m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trakea yang elastis.
Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok; kelompok yang
mengendalikan aditus laringis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.
Terdapat dua sfingter pada laring yaitu (1) pada aditus larynges dan (2)
pada rima glottis. Sfingter pada aditus larynges hanya berfungsi pada saat
menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan
palatum durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah. Aditus
larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus obliqus dan m.aryepiglotica.
Epiglotis didorong ke belakang oleh lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas
aditus larynges. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam esophagus
dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi
aditus larynges, yaitu melalui fossa piriformis.
Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sfingter. Setelah
inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi
dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu
yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang
terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari
saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini
akan ditelan atau dikeluarkan.
Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan,
udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima
glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot
dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah
oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup
lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima
glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.

Gambar 2: otot-otot intrinsik laring.

Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang


sedang adduksi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulkan suara.
Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan
ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu
faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum
molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada
kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang
dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni
dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut
dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan
meminta pasien mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.
Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui
plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara
ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica
vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat
getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.
Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga
aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut:

ABDUKTOR ADDUKTOR TENSOR


Krikotiroideus posterior Interaritenoideus Krikotiroideus (eksterna)
Krikoaritenoideus Vokalis (interna)
lateralis
Krikoaritenoideus Tiroaritenoideus
(interna)

Laring dipersarafi oleh saraf sensorik yang mempersarafi membran


mukosa laring di atas plica vocalis dan berasal dari n.laryngeus internus, cabang
dari n.laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane
mukosa dipersarafi oleh n. laryngeus recurrens. Saraf motorik ke otot-otot
intrinsik laring berasal dari n. laryngeus recurrens, kecuali m. cricothyroideus
yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n.
vagus).

Gambar 3: persarafan pada laring.


Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus
laryngeus inferior a. thyroidea inferior.

Gambar 4: suplai darah arteri pada laring.

II.2 FISIOLOGI LARING


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:
2.1 Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.

2.2 Fungsi Proteksi.


Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-
otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

2.3 Fungsi Respirasi.


Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2
arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring . Tekanan parsial
CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.

2.4 Fungsi Menelan.


Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah
(m. Konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta
menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke
bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi
lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga
makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke
sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

II.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi tumor laring terdiri dari: Asap rokok dan alcohol, etiologi
karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa
perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko
tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat
adalah rokok alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif. Karsinogen lingkungan,
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar
(pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik,
lingkungan), vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan,
ikan asin). Human papilloma virus (HPV), predileksi di korda vokalis. Awalnya
tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian terjadi perubahan
maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma).

II.4 KLASIFIKASI TUMOR


II.4.1 Tumor jinak laring
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5
% dari semua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebiih 5% dari
semua jenis tumor laring. Penyebabnya sering ditemukan pada disfonia
fungsional yang disertai dengan penggunaan suara yag berlebihan. Selain
itu, sebagain kasus juga disebabkan penyakit infeksi. Gejala umum pada
pasien yang mengalaminya adalah sumbatan jalan napas dengan derajat
keparahan yang bervariasi dan suara parau, disfonia, dispnea, stridor,
serta rangsang batuk. Tumor jinak laring dibagi menjadi lesi non-
neoplastik dan neoplastic.

A. Tumor Jinak Laring Non – Neoplastik


a. Polip Pita Suara
Terjadi akibat penggunaan pita suara yang berlebihan pada
disfonia hiperkinetik (fonotrauma). Penyebabnya adalah alergi dan
merokok. Sering mengenai pria usia 30-50 tahun.

Patologi
Polip pita suara terjadi akibat berteriak tiba-tiba sehingga terjadi
perdarahan di pita suara disertai edema submukosa.

Gejala Klinis
Biasanya unilateral. Tempat tumbuhnya sama dengan nodul, di
epertiga posterior pita suara. Masa lunak dengan permukaan rata, dan
sering bertangkai. Masa bisa naik turun di glottis saat bicara atau
bernafas. Gejalanya berupa suara serak, dan bila polip besar dapat
menyebabkan dispnea, stridor dan sering tersedak. Kadang kadang ada
keluhan suara dobel (diplofonia) yang disebabkan frequensi getar kedua
pita suara tidak sama. Keluhan keluhan tersebut dapat hilang timbul
pada polip berukuran besar yan menggantung. Keluhan dispnea terjadi
hanya pada polip dengan ukuran sangat besar. Diagnosis banding yang
penting adalah granuloma intubasi dan granuloma kontak.

Penatalaksanaan
Operasi dengan mikrolaringoskopi yang dilanjutkan dengan
terapi wicara. Pembedahan mikrolarisngooskopi ini bertujuan untuk
menyingkirkan kemungkinan pertumbuhan histologi ganas dan
logopedik.

b. Nodul pita suara


Tumbuh simtris pada tepi bebas pita suara, tepat di sepertiga
anterior pita suara, daerah yang vibrasinya paling kuat sehingga paling
rentan terkena trauma. Ukurannya bervariasi yaitu beberapa milimeter.
Penyebabnya adalah bicara dengan nada rendah terus-menerus, atau
bicara dengan suara keras (intensitas tinggi, berteriak) untuk jangka
waktu lama. Sering mengenai guru, enyanyi, actor, atau penjual
keliling.

Patologi
Penggunaan suara yang berlebihan menyebabkan edema dan
perdaraha di ruang submukosa, yang kemudia mengalami hialinisasi
dan fibrosis. Mukosa di atasnya juga mengalami hyperplasia sehingga
membentuk nodul.

Gejala Klinis
Keluhan suara serak, suara tidak bisa tahan lama, dan nyeri leher
jika bicara bayak. Pada stadium awal berupa pembengkakakn lunak,
berwarna kemerahan yang akhirnya mengeras dan menjadi berwarna
keabu-abuan. Nodul khas dijumpai pada kedua sisi di posisi pita suara
tekait, biasanya dijumpai pada area peralihan sepertiga dean hingga
sepertiga belakang pita suara, karena bagian tersebut merupakan tempat
tersering peregangan untuk menghasilkan frequensi tinggi, misalnya
saat benyanyi atau teriak. Secara histologis tampak penebalan epitel
dengan fibrosis dan penambahan jaringan ikat.

Penatalaksaan
Pada kasus stadium awal diterapi secara konservatif dengan
anjuran mengurangi bicara, dan dibiasakan bicara dengan suara
normal. Dengan cara ini nodul pada anak-anak bisa hilang. Pada kasus
jangka lama pasien dewasa dan nodul yang sudah besar perlu dilkukan
operasi pengangkatan nodul. Biasanya operasi dilakukan dengan teknik
bedah mikrolaringoskopi dengan sinar laser CO2. Operasi harus
dilakukan secara hati-hati, jangan sampai merusak pita suaranya.
Selanjutnya dilakukan terapi wicara, agar tidak berulang kembali.
c. Kista Laring
Pembentukan kista di laring pada dasarnya dapat dijumpai
secara umum di tempat dengan sejumlah kelenjar mukosa kecil. Kista
paling sering ditemukan di area glotis (60%) dan plica vestibulares
(18%).
Kista pita suara selalu berlokasi di satu sisi, berbeda dengan
nodul pita suara. Meskipun begitu, kista unilateral dapat membentuk
nodul kontak di sisi kontralateralnya, yang mempersulit diagnosis
banding.

Gambaran Klinis
Keluhan bergantung pada lokasi kista. Kista pita suara biasanya
menimbulkan suara parau dengan derajat keparahan yang berbeda-beda
dan kista di epiglotis bermanifestasi sebagai globus sensation atau
disfagia. Pada laringoskopi, kista terlihat sebagai lesi desak-ruang yang
mengkilap dan kekuningan, yang dilapisi dengan epitel laring.

Terapi
Bila terdapat keluhan dan gambaran histologis yang meragukan,
kista diangkat melalui pembedahan mikro.

d. Granuloma Kontak
Ulkus ontak atau granuloma ini disebabkan oleh cara bersuara
yang tidak benar sehingga processus vokalis arytenoid saling berdau
dengan kuat, mengakibatkan ulserasi atau pembentukn ngranuloma.
Penyebab lain adalah refluks asam lambung. Diamana granuloma ini
hanya diamati pada orang dewasa dan terutama pria. Diaman granuloma
yang terbentuk bisa unilateral atau bilateral pada processus vocalis di
cartilage arytenoid. Faktor predisposisi granuloma tersebut adalah,
rokok, baruk residif, berdehem dan stress.

Gejala klinis
Keluhan utama yaitu suara serak, sering berdehem, sera nyeri
tenggorok yang bertambah berat saat berbicara. Dimna suara serak
(disfonia) ini bersifat kronik yang disertai nyeri dan sensasi benda
asing.

Pemeriksaan
Terlihat ulkus unilateral atau bilateral pada processus vokalis
arytenoid yang disertai pembengkakan mukosa arytenoid. Mungkin
terlihat adanya pembentukan granuloma. Dengan laringoskopi, sering
terlihat bagian yang saling terkait satu sama lain di kedua sisi pada
pemeriksaan granuloma, karena area tersebut dikelilingi oleh ulkus.

Penatalaksanaan

Terapi suara harus dipertimbangkan dan semua faktor yang


memerparah perlu dihindari (terutama penyakit refluks). Bila gejala
klinis tetap timbul (setelah terapi kausal) atau gamabaran diagnostic
yang samar dngan pertumbuhan ganas, pembedahan mikro perlu
dilakukan. Namun kecenderungan untuk kambuh lagi cukup besar.
Terapi kausal yang dapat dibrikan diantaranya: pemeberian
medikamentosa anti refluks, steroid inhalasi atau suntik steroid pada
lesi, terapi wicara untuk menghentikan kebiasaan berdehem dan
memperbaiki nada suara.

e. Edema Reinke
Adanya pengumpulan cairan/edema di spatium subepitel reinke.
Kedua pita suara megalami edema yang difuse dan simetris. Penyebab
tersering aitu merokok dan pemakain suara berlebihan.

Penatalaksaan
Dilakukan insisi memanjang pada pita suara untuk mengeluarkan
caiaran yang dilanjutkan denga terapi wicara dan berhenti merokok.

f. Leukoplakia atau Keratosis


bentuk hyperplasia epitel pada permukaan pita suara, dapat
unilateral atau bilateral. Pada pemeriksaan tampak sebagai lapisan
nputih atau penebalan permukan pita suara yang tidak mengganggu
mobilitas. Kelainan ini dianggap merupakan pra kanker karena
kemudia dapat menjadi karsinoma in situ

Pentalaksanaan
Pengangkatan lapisan yang menebbal tersebut, kemudian
dilakukan pemeriksaan histopatologi utuk mencari tanda keganasan.
Selai itu di cari penyebabnya dan dihindari, mislay merokok, atau
paparan zat kimia tertentu.

B. Tumor Jinak Non - Neoplastik Padat


a. Kista duktus
Paling sering merupakan kista retensi akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar seromusinosa mukosa laring. Dapat
terjadi valekula, plika ariepiglotik, plika ventrikularsi, ventrikel,
atau fosa piriformis.
Gejala Klinis
Bila masih kecil bersifat asimtomatis, bila besar dapat
menyebabkan suara serak batuk- batuk nyeri tenggorok dan
dispnea.

b. Kista sakus
Penyebabya adalah sumbatan pada muara sakus yang
megakibatkan retensi secret dan pelebaran sakus, terlihat s ebagai
kista di ventrikel laring. Terdapat dua macam kista sakus
diantaranya:
1. Kista sakus anterior: tejadi dibagia anterior vetrikel dan
menghambat gerak sebagian dari pita suara.
2. Kista sakus lateral: dapat menjadi besar dan meluas sampai ke
plika ventrikularis dan plika ariepiglotik. Jika besar sekali,
kista dapat menonjol ke leher melalui membrane tirohyoid.

c. Laringosil (laryngocele)
kista berisi udara akibat dilatasi sakulus. Laringosil pada
orang dewasa dapat berhubungan dengan karsinoma yang
menyebabkan sumabatan muara sakulus. Terdapat tiga macam
laringosil yaitu:
 Laringosil interna: kista terbatas didalam laring dan terlihat
sebagai peonjolan pada plika ventrikularis atau plika ariepiglotik.
 Laringosil eksterna: dilatasi sakulus meniojol ke luar leher,
melalui membrane tiroid
 Laringosil interna dan eksterna: gabungan kedua unsur.

Gejala Klinis
Suara serak dan batuk-batuk. Jika besar, dapat menyebabkan
gangguan pernapasan. Laringosil eksterna terlihat sebagai penonjolan
pada leher yang ukurannya dapat berubah ubah, ukuran dapat
bertambah besar saat batuk atau saat melakukan perasat valsava.

Pemeriksaan
Laringoskopi indirek, foto rontgen soft tissue leher. AP dan
lateral saat valsa. Dan Ct- scan leher.

Penatalaksanaan
Tindakan bedah ekstirpasi melalui insisi leher.

C. Tumor Jinak Laring Neoplastik


a. Papiloma Skuamosa
Terbagi menjadi dua macam yaitu tipe juvenile (pada anak anak) dan
tipe dewasa.
1. Papiloma skuamosa juvenilis
sering ditemukan pada anaka-anak. Penyebabnya adalah virus
HPV (human papilloma virus tipe 6 dan 11). Ada anggapan bahwa
anak terkena saat lahir dari ibu yang terinfeksi HPV pada
vaginanya.papiloma sebagaia besar mempengaruhi daerah supraglotis
dan glottis laring tetapi dapat juga melibatkan subglotis trakea dan
bronkus.
Penderita kebanyakan anak usia 3-5 tahun. Papilloma laring
sering berulang (rekuren), tetapi tidak berubah menjadi keganasan.

Gejala klinis
Pasien datang denga gejala serak atau afonia, sesak napas dan
kadang-kadang ada stridor.

Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dnegan laringoskopi direk, atau
laringoskopi fleksibel erat optik dan biopsy.

Penatalaksaan
Pengangkatan papilloma dengan sinar laser CO2, secara
mikrolaringoskopi dan diusahakan jangan sampai mencederai pita
suara. Jika tidak ada fasilitas laser, pengangkatan dapat dilakukan
menggunakan cunam taja.

Terapi
ialah menjaga jalan napas yang baik, mempertahankan
kemampuan wicara, dan menghinari kekambuhan. Terapi tambahan
seperti interferon atau retinoic dapat diberikan, tetapi banyak efek
samping yang perlu dipertimbangkan.

2. Papiloma Skuamosa dewasa


Seringkali tunggal, berukuran kecil tidak agresif sepertima
papilloma juvenile dan jarang kambuh setelah diangkat. Lbi banyak
pada laki-laki usia 30-50 tahun. Papilloma tumbuh pada pita suara
bagaian anterior, atau pada komisura anterior. Penatalaksanaan sama
dengan papilloma skuamosa juvenile.

b.
Chondroma
Chondroma
merupakan lesi yang tumbuh lambat dan
terdiri dari kertilago hyalin. Lebih banyak mengenai wanita bila
dibandingkan dengan wanita. Lokasi tersering terjadinya chondroma
yaitu di bagian dalam dari posterior plate kartilago krikoid, diikuti
dengan thyroid, arythenoid dan epiglottis. Gejala berupa:
- Hoarseness, dyspnea dan dysphagia
- Perasaan penuh ditenggorokan
- Dyspnea dan hoarseness khas untuk massa di supraglotik
- Hoarseness disebabkan karena restriksi dari gerakan pita suara
oleh massa
- Pemeriksaan laryngoskopi menunjukan adanya tumor dengan
mukosa yang halus, lembut, bulat atau nodular. Pemeriksaan
pilihan untuk saat ini adalah dengan menggunakan CT- Scan
- Chondroma dari thyroid, krikoid atau kartilago trakea dapat
mencul sebagai massa yang keras
- Klasifikasi biasanya dapat dilihat dari pemeriksaan radiografi
Terapinya adalah (1) surgical excision: Lokasi menentukan
teknik operasinya, (2) Lateral external approach, dan (3) Total
laringektomi untuk massa yang rekuren.

c. Hemangioma
Hemangioma merupakan tumor jinak dari pembuluh darah dan
sering muncul sebagai lesi kutaneus yang melibatkan daerah wajah dan
leher. Hemangioma yang mengenai jalan nafas dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu bentuk neonatal dan dewasa.
Neonatal hemangioma yang terdapat pada jalan nafas hampir
selalu muncul di area subglotik.ekstensi hemangioma ke daerah
posterior interarytenoid telah lama diketahui. Eksisi pada darah ini
harus dihindari atau dibatasi untuk mencegah terjadinya scarring pada
daerah glottik posterior. Hemangioma pada orang dewasa dapat
berawal dari glottis atau supraglotis. Cenderung untuk membentuk
massa submukosal yang diskret.
Terapi dengan eksisi CO2 atau Nd YAG laser (Untuk angioma
yang kecil) atau lateral pharyngotomy (Untuk angioma yang besar).
Intralesional atau sistemik steroid berguna sebagai terapi adjuvan pada
terapi laser.

II.4.2 Tumor ganas laring


Laring merupakan lokasi tersering terjadinya kanker pada saluran
aerodigestif bagian atas. Dari penelitian diluar negeri didapatkan kanker kepala
leher merupakan 5% dari seluruh keganasan pada tubuh manusia dan kejadian
tumor ganas laring sekitar 1-2%. Sedangkan penelitian di Indonesia menduduki
urutan ke tiga atau ke empat dengan insidensi sekitar 6-13% dari keganasan di
bidang THT-KL.
Karsinoma laring banyak mengenai laki-laki dibandingkan dengan
perempuan (5:1). Dimana terbanyak pada kelompok perokok bila dibandingkan
dengan yang bukan perokok. Seiring berkembangnya waktu kebiasaan meokok
tidak hanya dimiliki oleh laki – laki saja, tetapi banyak juga wanita memiliki
kebiasaan ini sehingga insinendinya mengalami peningkatan. Karsinoma laring
tersering pada dekade usia 60 – 70 tahun dan jarang pada usia dibawah 30 tahun.

4.2.1 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari tumor ganas laring belum banyak
diketahui secara pasti, namun dari berbagai penelitian didapatkan kebiasaan
merokok dan minum alcohol mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya tumor
ganas laring. Berikut di bawah ini akan diuraikan etiologi dari tumor ganas
2
laring:
Merokok
tembakau merupakan factor resiko yang paling sering untuk
terjadinya tumor laring, makin banyak merokok resiko makin besar dan di daerah
tempat merokok 5 sampai 35 kali lebih banyak dari daerah bukan tempat
merokok. Ethyl nitrit didapatkan sebagai bahan karsinogen pada asap rokok.
Merokok lebih dari 40 batang sigaret perhari mortalitas 15/100.000 sedangkan
pada yang bukan perokok 0,6/100.000. Insiden karsinoma laring dapat diturunkan
dengan berhenti merokok dan menghindar dari asap rokok.
Berat ringannya perokok dibagi atas perokok ringan bila merokok 20
batang rokok sigaret perhari, perokok sedang 20 – 39 batang rokok dan 40 batang
rokok atau lebih perhari lebih dari 20 tahun.
Scanlon FF mendapatkan perokok sigaret non filter paling sering sebagai
penyebab keganasan. Pemaparan asap tembakau terutama sigaret menyebabkan
metaplasia dan perubahan kearah keganasan. Tembakau dan alcohol dapat
merusak permukaan mukosa laring dimana sel pada lapisan ini harus tumbuh
cepat untuk mengadakan perbaikan kerusakan sel. Kedua factor resiko
tersebut merusak DNA yang menimbulkan perubahan sel menjadi tumor.
Perokok pasif atau sekunder adalah orang sekitar orang yang sedang
merokok dimana sama-sama menerima iritasi dan toxin seperti karbon monosida,
nikotin, hydrogen sianida, dan ammonia sama dengan karsinogen seperti
benzene, nitrosamine, vinil khlorida, arsenic dan hidrokarbon. Selama merokok
nicotine dengan cepat diabsorbsi ke dalam darah menuju ke otak menyebabkan
efek adiktif.
Alkohol dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, kerusakan hepar,
imunokompetensi menurun, sebagai kofaktor perubahan nitrit menjadi
ntrosamine dan mempermudah absorbs karsinogen. Pemakaian kombinasi dengan
tembakau akan lebih meningkatkan resiko terjadinya karsinoma laring. Efek
tembakau dan alcohol saling sinergis. Menurut Cauvi JM, pemakai tembakau
dan alcohol pada penderita karsinoma squamosa supraglotis lebih dari 90%.
Irradiasi telah lama diketahui sebagai karsinogenik. Adanya tumor yang
diinduksi radiasi (radiation-induced tumor) pernah dilaporkan yaitu sebanyak 2
kasus karsinoma squamosa. Riwayat terpapar radiasi akan meningkatkan
terjadinya karsinoma laring pada penderita tirotoksikosis dan limfadenopati
servik benigna setelah mendapat radioterapi dan terjadinya peningkatan
kejadian 25-30 tahun setelah radiasi.
Faktor pekerjaan sebagai penyebab terjadinya karsinoma laring
dipengaruhi dengan adanya konsumsi rokok dan kebiasaan minum alcohol.
Beberapa peneliti mendapatkan pada sekelompok orang yang pekerjaannya
berhubungan dengan debu kayu, asap cat, nikel terdapat peningkatan karsinoma
laring daripada kelompok lainnya.
Beberapa peneliti mendapatkan infeksi papiloma virus, refluks
gastroesofageal dan keadaan imunosupresi berpengaruh untuk terjadinya
karsinoma laring. Infeksi virus Human Papilloma yang awalnya pertumbuhan
benign dapat menjadi maligna pada waktu kemudian. Penderita infeksi virus 25%
dapat menjadi karsinoma laring, dimana virus menginvasi sel hidup untuk
reproduksi dengan menempel pada reseptor permukaan sel target. Setelah masuk
sel terjadi integrasi material genetic dengan host yang dengan mekanisme tertentu
dapat menjadi kanker dan secara tidak langsung hal ini terjadi melalui proses
imunodefisiensi.

4.2.2 Patofisiologi
Suatu karsinoma adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkendali dengan
jaringan yang tidak teratur sehingga meluas tanpa batas mengganggu fungsi organ
dan membahayakan nyawa mahluk tersebut. Pada sel normal terdapat
kesetimbangan antara sinyal-sinyal yang menstimulasi dan menginhibisi
pertumbuhan yang diregulasi dengan cermat sehingga pembelahan sel hanya bila
diperlukan. Pada sel tumor proses ini terganggu sehingga pembelahan sel
berlangsung terus menerus. Proses pembelahan adalah pengendalian sel melalui
siklus sel dimana melibatkan berbagai kejadian yang menghasilkan duplikasi
DNA dan pembelahan sel.
Pada sel tumor mutasi gen-gen yang mengkontrol siklus sel menghasilkan
sel-sel yang mengandung DNA rusak. Kerusakan DNA dapat menyebabkan
penata ulang kromosom dan transmisi DNA yang rusak. Onkogen merupakan
protein dasar berfungsi dalam regulasi pembelahan sel dalam keadaan normal.
Terdapat dua kelompok gen yang berperanan dalam timbulnya kanker berupa
kelompok gen yang terlibat dalam pengendalian kontrol positif (proto-onkogen)
dan negatif (tumor supresor) pada siklus sel. Proto-onkogen mempunyai potensi
tinggi untuk menyebabkan terjadinya kanker sedangkan supresor gen yang
menghambat proliferasi sel. Gen supresor tumor banyak mendapat perhatian
adalah p53, mutasi pada gen ini paling banyak ditemukan pada kanker manusia
menghasilkan protein abnormal yang dapat mengikat protein produk gen p53
normal dan menghambat fungsinya sebagai penghambat proliferasi sel Mutasi
pada titik mutasi gen p53 terdapat 45 % pada karsinoma sel squamous kepala –
leher.
Sel normal dapat mengadopsi fenotipe karsinoma dengan pengaruh gen set
kanker atau virus tumor genetik sebaliknya set kanker dapat kembali menjadi
fenotipe normal setelah gene yang mengalami transformasi maligna diperbaiki.
Pemaparan lingkungan yang mengandung bahan-bahan karsinogenik dapat
merusak molekul DNA. Tiap rantai DNA mengandung ribuan gen merupakan
urutan unit spesi ik merupakan kode infornasi untuk sintesa protein. Urutan DNA
merupakan lokasi target untuk mutagen spesifik seperti asap tembakau
mengandung nitropolycyclic aromatic hydrocarbon membentuk 7methylguanine
dan 4 aminobiphenyl pada nukleotida guanine memberikan tipe dan gambaran
karsinoma. Dengan ditemukan gen yang berperan pada perkembangan kanker
memungkinkan penggunaan elemen genetik dan produknya sebagai target untuk
pencegahan dan pengobatan. Terapi strategi berdasarkan asam nukleat untuk
pengobatan kanker disebut terapi gen. Insidensi yang tinggi mutasi p53 pada
penderita tumor yang merokok dan peminum dibandingkan dengan yang tidak
merokok dan peminum.

4.2.3 Klasifikasi
Secara anatomi karsinoma laring dibagi sebagai berikut:
1. Tumor supraglotik
Epilaring termasuk zona marginal: suprahyoid epiglottis, plika ariepiglotika
dan aritenoid. Supraglotik diluar epilaring: infrahyoid epiglottis, plika
ventrikularis dan ventrikularies caviti.
2. Mengenai plika vokalis, komisura anterior dan komisura posterior. Batas
inferiornya adalah ketebalan mukosa antara 5-10 mm dibawah tepi bebas
plika vokalis, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsic pita suara.
Batas atasnya adalah batas lateral ventrikel, sedangkan dasar ventrikel sendiri
termasuk dalam daerah glottis.
3. Tumor subglotik
Tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas plika vokalissampai batas
inferior kartilago krikoid.

4. Tumor transglotik
Merupakan suatu grup tumor yang menyeberang ventrikel sehingga
melibatkan bagain region glottis maupun supraglotis maupun supraglotis.
Pada tumor transglotik sulit untuk kita tentukan asal dari tumornya.

Tabel 1. Sistem stadium (staging) berdasarkan “The American Joint


Committee On Cancer For Laryngeal Carcinoma’
Supraglotis
T1 : Tumor terbatas pada satu sisi daerah supraglotis dengan mobilitas pita
suara yang normal
: Tumor melibatkan lebih dari satu sisi daerah supraglotis, atau glotis,
dengan mobilitas pita suara yang terganggu
: Tumor terbatas pada laring dengan pita suara yang terfiksasi. Tumor
dapat menginvasi area postkrikoid, sinus piriformis medial, atau ruang
pre-epiglotis
T4 : Tumor menginvasi daerah kartilago tiroid dan atau sudah meluas ke luar
laring
Glotis
T1 Tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan
posterior) dengan mobilitas yang normal
T1A : Tumor terbatas pada satu sisi pita suara
T1B : Tumor mengenai kedua sisi pita suara
: Tumor sudah menjalar ke daerah supraglotis dan subglotis dengan
mobilitas pita suara yang terganggu
T3 : Tumor terbatas pada laring dengan pita suara yang terfiksir
: Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan atau dengan
penyebaran langsung ekstralaringeal
Subglotis
T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 : Tumor meluas ke daerah glotis dengan atau tanpa disertai gangguan
mobilitas pita suara
T3 : Tumor terbatas pada daerah laring dengan pita suara yang
terfiksasi
T4 : Tumor menginvasi tulang rawan krikoid dan tiroid, dengan penyebaran
Ekstralaringeal
Penyebaran ke kelenjar limfe regional
Nx Kelenjar limfe tidak teraba
N0 Tidak terjadi metastase regional
Metastase ke satu kelenjar limfe servikal ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter kurang dari 3 cm
N2A Metastase ke kelenjar limfe servikal tunggal ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter lebih dari 3 cm tapi kurang dari 6 cm
N2B Metastase ke kelenjar limfe servikal multipel ipsilateral, teraba dengan
ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm
N2C Metastase ke kelenjar limfe servikal bilateral atau kontralateral, teraba
dengan diameter tidak lebih dari 6 cm
N3 Metastase ke kelenjar limfe, diameter lebih dari 6 cm
Metastase Jauh
Mx Tidak terdapat/terdeteksi metastase jauh
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Terdapat metastase jauh

4.2.4 Keluhan dan Gejala Klinis


Keluhan dan gejala karsinoma laring tergantung dari lokasi dan besarnya
tumor, seperti serak, sesak, nyeri tenggorokan, gangguan menelan, rasa
mengganjal, batuk, dan benjolan di leher.
Serak merupakan gejala yang ditimbulkan oleh setiap keadaan yang
mengganggu fungsi fonasi normal laring. Serak merupakan keluhan dini dan
sifatnya menetap bila tumor pada daerah glottis, sedangkan pada daerah
supraglotis atau subglotis dapat merupakan keluhan stadium lanjut. Keluhan serak
lebih dari 2 minggu harus menduga suatu keganasan. Dari beberapa penelitian
didapatkan pasien dengan karsinoma laring datang dengan keluhan serak
sebanyak 77,2%. Pada karsinoma laring, pita suara gagal berfungsi secara
baik. Hal ini disebabkan oleh ketidakteraturan bentuk pitasuara, oklusi atau
penyempitan celah glotik, terserangnya otot – otot vokalis, sendi dan ligament
kriko-arytenoid.
Sesak terjadi akibat gangguan jalan nafas oleh adanya massa tumor,
penumpukan debris, secret dan fiksasi pita suara.
Nyeri tenggorokan, hal ini menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring terutama sekitar faring, pangkal lidah,
dan jalan masuk esophagus superior. Nyeri tenggorokan biasanya timbul pada
tumor daerah supraglotik. Karnell mendapatkan keluhan nyeri tenggorokan pada
kasus karsinoma laring sebesar 24,4% pada tahun 1990 – 1992.
Gangguan menelan (disfagia) adalah ciri khas tumor pangkal lidah,
supraglotik, hipofaring superior dan sinus piriformis. Banyak pasien mengeluh
rasa penuh di tenggorokan. Disfagia berhubungan dengan besarnya tumor dan
adanya suatu invasi yang jauh sampai luar batas laring.
Batuk merupakan keluhan yang jarang pada tumor ganas glottis yang
timbul akibat luapan secret dan cairan ke dalam laring, sehingga merangsang
reflex batuk.
Benjolan di leher
, hal ini timbul disebabkan adanya ekstensi secara
langsung dari tumor atau yang lebih umum karena metastase pada kelenjar yang
biasanya tampak sebagai benjolan di leher. Lokasi benjolan sesuai dengan aliran
limfatik dari daerah laring yang terkena.

4.2.5 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesis, Pemeriksaan umum,
Pemeriksaan faring, Pemeriksaan leher, Radiologi, Pemeriksaan laboratorium, dan
Pemeriksaan histopatologis.
1. Anamnesis
Anamnesis yang teliti mengenai perjalanan penyakit serta faktor-faktor yang
diduga sebagai penyebab seperti merokok, alkohol serta data mengenai usia,
jenis kelamin dan riwayat pekerjaan.
2. Pemeriksaan umum
Diperlukan untuk mengetahui keadaan umum secara keseluruhan seperti
tampak sakit berat, sesak nafas, penurunan berat badan serta ada tidaknya
gambaran penyebaran jauh seperti ke hepar. Juga untuk menilai status fisik
untuk tindakan biopsi, pembedahan, radioterapi atau kemoterapi.
3. Pemeriksaan laring
Dengan pemeriksaan laringoskopi langsung dan tidak langsung kita dapat
menentukan ukuran dan lokasi tumor. Pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung kurang begitu bermakna dan hanya merupakan pemeriksaan
pendahuluan sedang dengan pemerikssan laringoskopi langsung kita dapat
membedakan massa tumor laring bila dilihat dari gambarannya:
- Tumor supraglotik : tampak tepi meninggi dan banyak bagian-bagian
dengan ulserasi sentral atau kemerahan dan sering kali meluas.
- Tumor Glotik : cenderung lebih proliferatif dari pada ulseratif. Lesi yang
khas menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.
- Tumor subglotik : lebih difus dan mempunyai ulkus superficial dengan
tepi lebih tinggi dan lebar.
4. Pemeriksaan Leher
Untuk melihat adanya penyebaran tumor baik langsung maupun secara
metastase melalui kelenjar getah bening regional. Tempat terbanyak
metastasis adalah kelenjar getah bening di upper dan middle deep cervikal.
Tumor subglotik lebih sering bermetastase sedang tumor glotik jarang.
Pemeriksaan kelenjar getah bening harus mencakup jumlah, ukuran dan
mobilitas.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan thorak foto perlu untuk melihat ada tidaknya metastase ke paru-
paru. Juga diperlukan pemeriksaan foto soft tissue leher dengan posisi AP dan
lateral untuk melihat keadaaan airway serta massa tumor. CT scan dan MRI
merupakan pemeriksaan yang lebih canggih lagi untuk determinasi klinis dan
ekstensi tumor primer.

Gambar 4. Gambaran CT scan aksial karsinoma supraglotik(x). Terdapat


erosi kartilago thyroid (xx) dan metastasis kelenjar getah bening di leher(xxx)
Gambar 5: Gambar MRI laring Gambar 6: MRI
normal laring abnormal

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin


membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu
dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran
transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk memperlihatkan
hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul
daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik.
6. Pemeriksaan histopatologis
Didapat melalui pemeriksaan laringoskopi langsung & biopsi yang bertujuan:
- Menentukan diagnosa keganasanya, membedakannya dengan tumor jinak
atau lesi lain seperti jamur, mycobacterium, gumma, sifilis.
- Mengidentifikasi tipe tumor : paling sering squamous cell ca.
- Menentukan diferensiasi : berhubungan dengan prognosanya
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari
bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar
limfe dileher.Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah
karsinoma sel skuamosa.
7. Pemeriksaan laboratorium
Pada stadium awal sangat diperlukan, misalnya pemeriksaan hematologi dan
fungsi liver, pemeriksaan urin untuk penderita diabetes dan juga
diperlukan pemeriksaan EKG.

Kesulitan-kesulitan dalam mendiagnosa:


- Biopsi yang negatif: harus dilakukan biopsi ulang
- Keratosis : Keratosis maligna sulit dibedakan dengan keganasan laring
- Radiasi sebelumnya: sering ditemukan perikondritis yang menyebabkan
laring sulit kembali normal. Kemungkinan adanya suatu rekurensi kanker
perlu dipertimbangkan
- Kondisi lain laringitis kronis, tuberkulosis, sifilis dan lesi-lesi jinak dapat
mengaburkan diagnosa keganasan.
Gambaran Patologis
Jenis yang paling sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa.
Variasi yang berbeda dari sel skuamosa adalah karsinoma verukosa yang
terutama timbul dari rongga mulut yang dapat timbul dalam proposi kecil
pada karsinoma lain.

4.2.6 Penyebaran Tumor Ganas Laring


A. Karsinoma glotik
Kebanyakan tumor ini berasal dari tepi bebas pita suara yang
dilapisi oleh epitel squamosa. Karsinoma diglotik dapat timbul atau
ekstensi ke komisura anterior yang hanya merupakan lapisan tipis
submukosa dan fibrosa pitasuara. Keadaan ini menerangkan tingginya
resiko invasi tumor ke kartilago terutama bila tumor otot dan
perikondrium.
Garis tengah anterior merupakan daerah tersering invasi
tumor ke kerangka laring. Adanya destruksi lokal osteoklas yang aktif
dapat menyebabkan tumor invasif. Bila komisura anterior sudah terinvasi
dapat terjadi ekstensi ke bawah pita suara dan keluar laring melalui
membran anterior, terutama melalui saluran pembuluh darah. Tumor
juga dapat ekstensi ke lateral, konus elastikus dan keluar melalui segitiga
krikoid, kartilago tiroid dan bagian medial otot krikotiroid.
Bila otot-otot pita suara sudah terinvasi tumor dapat ekstensi
melalui kumpulan otot-otot anterior dan posterior dan mencapai bagian
lateral menuju kartilago aritenoid dimana tumor akan menutupi mukosa
sinus piriformis. Ekstensi tumor ke kartilago aritenoid sangat sulit
diperiksa, sehingga diperlukan CT-Scan. Ekstensi karsinoma glotik
secara vertikal kearah subglotik maupun supraglotik lebih sering tejadi
daripada kearah samping yang berlawanan.
Adanya fiksasi pita suara menandakan invasi yang dalam
dan sudah melibatkan otot tiroaritenoid. Apabila bagian posterior
pita suara terlibat tedadi fiksasi pita suara akibat invasi tumor ke
kertilago krikoid, aritenoid dan sendi krikoaritenoid. Adanya invasi
melalui perineural juga menjadi penyebab penyebaran karsinoma.
Penyebaran melalui kartilago ini dijumpai pada 50% kasusnkarsinoma
glotik.

B. Karsinoma Supraglotik
Invasi ke ruang preepiglotik lebih nyata pada karsinoma
supraglotik, terutama pada permukaan posterior laring dan epiglottis.
Tumor dapat ke area ini melalui penetrasi kartilago epiglotika atau
destruksi dari kartilago itu sendiri. Lateral dari ruang ini terdapat ruang
paraglotik sehingga tumor dapat invasi kesana. Dari ruang ini tumor
dapat mencapai ruang preepiglotik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan
laringoskopi. Invasi tumor ke ruang preepiglotik dijumpai pada hampir
40% kasus karsinoma dan hampir 70% kasus tumor epiglotik. Tumor
supraglotik dapat mencapai kranial melalui ekstensinya ke valekula dan
lidah. Sedangkan kearah posterior tumor ekstensi ke kartilago aritenoid
dan sinus piriformis.

C. Karsinoma Subglotik
Tumor subglotik primer sangat jarang dan mempunyai
kecenderungan untuk tumbuh cepat dan ekstensif sebelum terlihat
gejalanya seperti stridor inspiratoar. Invasi tumor ke pita suara akan
menimbulkan kelumpuhan mobilitas pita suara dan menyebabkan suara
menjadi serak. Tumor ini dapat menyebar ke membrane krikoid
anterior atau ke ruang krikotrakeal posterior atau invasi ke trakea
dikaudal.

D. Keterlibatan Kelenjar Getah Bening


Sistem limfatik sepanjang laring teridiri dari dua bagian yaitu
supraglotik dan subglotik, yang dipisahkan oleh tepi bebas pita suara
dimana mempunyai sistem limfatik yang minimal. Keadaan ini
menerangkan rendahnya insidensi metastasis ke KGB pada tumor pita suara.
Sedangkan bagian supraglotik kaya akan pembuluh limfe sehingga insidensi
metastasenya sangat tinggi yaitu 32-37%.

E. Metastase Jauh
Metastase jauh dari tumor laring adalah jarang, tersering adalah
ke organ paru diikuti ke mediastinum, jarang pada tulang hepar atau organ
lain. Metastase jauh ini biasanya didahului oleh metastase ke KGB regional.
Gambaran histologi dengan diferensiasi buruk, tumor yang nekrotik dan
tumor yang tekah metastase ke KGB mempunyai kejadian yang tinggi
untuk metastase jauh ke paru-paru.

4.2.7 Terapi
Pengelolaan penderita tumor ganas laring dapat bersifat single modality
atupun combined-modality. Dimana dapat dengan oeperatif, radioterapi,
kemoterapi serta terapi kombinasi. Terapi kombinasi yang sering digunakan
adalah operatif dengan diikuti radioterapi.

Terapi Operatif
Laringektomi adalah prosedur pembedahan pada laring untuk
membuang massa tumor, dilakukan tergantung dari lokasi tumor dan
efektifitas dalam mengontrol tumor. Terapi pembedahan dilakukan pada tumor
dengan lokasi yang dapat dijangkau juga dapat dikombinasikan dengan
prosedur radioterapi terutama jika curiga akan terjadi rekurensi setelah
pembedahan. Terapi pembedahan pada karsinoma laring dapat dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya adalah reseksi parsial vertikal, reseksi
parsial horisontal, dan reseksi total (total laringektomi).
Parsial laringektomi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
adalah vertikal/frontolateral laringektomi, horisontal/supraglotik laringektomi
dan cordectomi. Secara umum parsial laringektomi ini akan mengangkat
sebagian dari laring yang terdapat satu pita suara dari komisura anterior sampai
aritenoid, ipsilateral pita suara palsu, ventrikel, ruang paraglotik dan sebagian
kartilago tiroid.
Digunakan untuk tumor dengan T2 dan T3 yang terbatas di glotik atau
perluasan ke subglotik yang minimal atau supraglotik hanya di permukaan
inferior pita suara palsu. Vertikal laringektomi dapat dibagi menjadi 3 tipe
dasar pembedahan tergantung dari perluasan tumor sepanjang pita suara.
 Tipe 1: karsinoma terbatas pada pertengahan duapertiga pita suara.
Daerah pita suara yang terkena sampai kartilago arytenoid dan ala
thyroid direseksi dengan menyisakan kartilago tiroid posterior
sekitar 3mm. Batas anterior adalah midline. Jaringan subglotik
direseksi sampai batas superior dari kartilago krikoid.
 Tipe 2: karsinoma pada pita suara meluas ke komisura anterior.
Jaringan yang direseksi sama dengan tipe 1, kecuali pada 2-3
mm kartilago tiroid, pita suara palsu dan pita suara asli dan
jaringan lunak subglotik di reseksi pada sisi kontralateral.
 Tipe 3: karsinoma pada pita suara meluas ke 1/3 anterior dan pita suara
Kontralateral.
Jaringan yang direseksi sama dengan tipe I kecuali pada 4-5 mm
kartilago tiroid, pita suara asli dan palsu dan jaringan lunak
subglotik direseksi pada sisi kontralateral.

Prosedur pembedahan Horizontal / supraglotik laringektomi


Indikasi dari prosedur operasi ini adalah pada lesi maligna secara primer
terdapat di epiglotis, laring dan permukaan lidah. Perluasan tumor ke daerah
aryepiglotik, atau bagian superior dari plika suara palsu di permukaan laring
atau perluasan ke dasar lidah termasuk dapat dilakukan reseksi cara
supraglotik laringektomi.

Penatalaksanaan postoperatif
- Antibiotik
- Feeding tube
- Perhatikan daerah tracheostomi
- Latihan menelan setelah pengangkatan feeding tube

Komplikasi
- Aspirasi
- Fistula
- Rekurensi massa tumor
- Cricoid chondritis
- Disfagia

Total Laringektomi
Laringektomi total biasanya diindikasikan jika terdapat pita suara yang
terfixir dan tumor klasifikasi T2 atau T2b lebih dari satu tempat dan tergantung
dari luasnya tumor. T3 dan T4 tumor biasanya juga dilakukan prosedur ini.
Pada prosedur ini biasanya seluruh laring diangkat termasuk kartilago tiroid
dan krikoid, aritenoid, pita suara palsu dan asli, epiglotis, ruang preepiglotik
dan paraglotik dan os hyoid. Hal ini membuat pemisahan antara faring dan
trakea sehingga pasien akan bernafas permanen melalui stoma trakeostomi.
Laringektomi total dapat dikombinasikan dengan prosedur ipsilateral tiroid
lobektomi dan istmulobektomi terutama dengan tumor yang meluas ke daerah
subglotik disertai dengan paratrakeal dan trakeoesofageal node dessection.

Komplikasi
- Fistula dan luka infeksi
- Rekurensi
- Hipoparatiroidism dan hipotiroidism
- Stress peptic ulcer dan perdarahan
- Pharyngoesophageal stenosis
- Tracheitis
Gambar 7. Pasca total laringektomi
Radioterapi
Terapi radiasi merupakan modalitas utama untuk lesi-lesi berikut:
Tumor ganas pada satu atau kedua pita suara asli yang kecil dan superfisial
serta tidak mengenai komisura anterior atau prosesus vokalis, meluas ke
subglotis atau memfiksasi pita suara, Lesi tepi bebas epiglotis yang < 1 cm, dan
lesi pada pasien yang mempunyai resiko bedah besar.
Radioterapi akan memberikan hasil yang terbaik pada karsinoma
stadium dini dimana hanya melibat satu pita suara dan pada kasus dimana tidak
ada pita suara yang terfiksasi ataupun ekstensi ke ekstralaringeal. Pada
karsinoma stadium dini yang mengenai pita suara dengan radioterapi akan
memberikan hasil yang sama memuaskan dengan terapi laringektomi parsial. 1
Keuntungan dari radioterapi ini dibandingkan dengan tindakan operasi adalah
pita suara masih dapat dipertahankan. Pada tumor laring stadium lanjut dapat
digunakan sebagai terapi kombinasi pre operatif dan post operatif. Pada
preoperatif dapat diberikan dosis 5000 cGy. Pada post operatif diberikan dosis
5500 sampai 6000 cGy dimana diberikan dalam fraksi kecil 180 sampai 200
cGy.

Kemoterapi
Kemoterapi dimaksudkan untuk memusnahkan sel kanker dan anak sebarnya.
Sifat kerjanya tidak selektif sehingga sel-sel normal pun akan terganggu. Untuk
mengurangi efek samping yang terjadi dan meningkatkan hasilnya dapat
diberikan kombinasi sitostatika yang bekerja secara sinergik. Syarat pemberian
kemoterapi:
- Berdaya guna maksimal
- Cara kerja yang berbeda untuk mencegah resistensi
- Mempunyai efek samping yang berbeda agar dapat diberikan dalam dosis
- yang optimal
- Pemberian secara selang-seling untuk memberikan fase istirahat agar
terjadi pemulihan fungsi sel-sel yang normal
- Protokol terapi yang sering digunakan memakai bahan dasar platinum
yang dikombinasi dengan 5-fluorourasil dan adriamycin. Sedangkan
beberapa ahli mengemukakan beberapa agen kemoterapi yang lain seperti
methotrexate, bleomycin, cyclophosphamide, oncovin, cytoxan, leucoverin
dan vinblastine.
4.2.8 Prognosis
Prognosis karsinoma laring ditentukan oleh lokasi tumor pada laring, tipe
histopatologi, adanya metastasis dan terapi.

Tabel 3. 5-years survival rate karsinoma laring dihubungkan


modalitas terapi

Tabel 4. 5-years survival rate berdasarkan klasifikasi TNM 1972

4.2.9 Rehabilitasi Suara Paska Laringektomi


Terdapat 3 cara untuk rehabilitasi suara post total laringektomi yaitu: 1)
Esofageal speech, 2) Electrolaring speech dan 3) Tracheoesofageal speech.
Dimana masing-masing dari ketiganya memiliki kebaikan dan kelemahan.
Pada esophageal speech merupakan suatu tekhnik dimana pasien
menghantarkan udara ke esophagus. Hal ini dimungkinkan karena adanya
tekanan intra thorakal. Untuk melatih dibutuhkan bantuan dari Unit
Rehabilitasi Medik. Kerugian dari tekhnik ini memerlukan waktu yang agak
lama untuk melatihnya dan menurut beberpa penelitian 75% pasien post total
laringektomi mengalami kegagalan untuk memproduksi suara dengan teknik
ini.
Trakheoesophageal speech menggunakan suatu prothesis yang
menghubungkan antara trachea dan esophagus. Suara dihasilkan dengan cara
menggetarkan segmen faringoesofageal. Kemudian suara tersebut di
artikulasikan dengan lidah di dalam oral cavity.
Electromechanical speech, ditempatkan 2 buah alat pada
transcervikal dan intraoral. Dimana prinsip dari kedua alat tersebut bekerja
berdasarkan getaran elektromekanik sehingga dapat menghasilkan suara.

Gambar 8. Esophageal speech Gambar 9. Trakheoesophageal


speech

Gambar 10. Electromechanical speech


DAFTAR PUSTAKA
1. Lee, K.J.Benign Tumours of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 744-750
2. Calhoun KH. Benign Tumours of the Larynx. In: Byron J. Bailey. Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincot Williams
and Wilkins, 2001: 617-625
3. Sarbini T. Faktor Merokok Sebagai Predisposis Tumor Ganas Laring.Untuk Gelar
Magister Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 2003
4. Calhoun KH. Tumor Biology and Immunology of Head and Neck Cancer. In: Byron
J. Bailey. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 2.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 1212-1220
5. Calhoun KH.Voice Rehabilitation After Laryngectomy. In: Byron J.Bailey. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 2. Philadelphia : Lippincot
Williams and Wilkins, 2001:1523-1533

Anda mungkin juga menyukai