NEUROPATI DIABETIKUM
Dibuat oleh:
NPM 1102016136
Pembimbing:
Pendahuluan
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan ND ialah infeksi
berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang
menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian.
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada yang
berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Prevalensi ND
dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa
10-20% pasien saat ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetika
ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan
setelah menderita diabetes setelah 25 tahun, prevalensi neuropati diabetika akan mencapai 50%.
Dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer terjadinya ND. Faktor
metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati
diabetik, tetapi teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.
Ada yang menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga
berhubungan dengan resiko kardiovaskular yang potensial masih dapat dimodifikasi.
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya
dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis
saraf yang terkena lesi.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Neuropati diabetik adalah munculnya gejala dan tanda-tanda disfungsi saraf tepi pada
penderita DM, setelah penyebab lain disingkirkan. Manifestasi ND dapat subklinik maupun
klinik dan sangat bervariasi. Tidak ada ND tunggal.
Oleh karena menyangkut saraf tepi, maka gangguannya dapat melibatkan saraf aferen
(sensorik) dan sistem eferen. Sistem saraf eferen termasuk sistem somatik dan otonomik.
Neuron sistem somatik menyampaikan informasi dari susunan saraf pusat (SSP) kepada otot-
oto skeletal, sistem otonomik (SO) menyampaikan informasi dari SSP kepada otot polos, otot
jantung, dan kelenjar. Dalam SO banyak organ tubuh mendapat inervasi kembar. Serabut
saraf parasimpatis mengatur fungsi tubuh untuk lebih istirahat (contoh: mengosongkan vesica
urinaria), sedangkan serabut simpatis mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik.
2.2 Etiologi
Kejadian neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi, di
atas nilai normal) berkepanjangan. Keadaan ini akan mengaktifkan jalur metabolisme
abnormal yang menghasilkan timbunan produk-produk akhir glukosa (sorbitol dan advance
glycosilation end products/AGEs). Bahan-bahan tersebut mengganggu transmisi sinyal sel-
sel saraf, menurunkan kemampuan saraf membuang radikal bebas, dan juga merusak sel saraf
secara langsung. Selain itu keadaan hiperglikemia juga mengganggu peredaran darah ke
sistem saraf.
2.3 Patologi
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada sel-sel
Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung pada derajat dan
lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam hubungannya dengan patofisiologi
neuropati meliputi demielinisasi segmental, degenerasi aksonal dan degenerasi Wallerian.
2.4 Epidemiologi
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada yang
berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Dyck dan teman-
temannya mempelajari diabetes di Rochester, Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1
(insulin-dependent) dan 45% tipe 2 (noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari
setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus untuk
diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih besar untuk terjadi komplikasi
sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah dibandingkan orang
berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria
dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati
diabetik biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.
2.5 Patofisiologi
2. Faktor Metabolik
C. Faktor Autoimun
NGF berupa protein yang memberi dukungan besar terhadap serabut saraf dan
neuron simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport
aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan
kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small
fibers sensory neuropathy.
Gambar 1.
Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena. Gejala
biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan saraf baru
terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan
otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.
Gejala neuropati perifer antara lain :
- Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan
- Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan jari-jari
- Disfungsi ereksi
1. Simetris
Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga tidak
terdapat refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan perubahan cara
berjalan dan dapat terjadi deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat
kelemahan otot, tetapi pada beberapa pasien distal sensory neuropathy dikombinasi
dengan kelemahan pada bagian proximal. Selain itu, juga ditemukan ataksia dan
atoni dari kandung kemih.
Gambar 2. Neuropati
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang berumur tua. Radiks
anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intravertebrale. Berkas
itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-serabut sensorik di bagian radiks
posterior maupun di bagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular. Nyeri
radikular yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan
menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks posterior yang bersangkutan.
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang dirasakan
dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian tungkai bawah pada
satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai yang terkena neuropati.
Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.
2.8 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada
diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.
b. Pemeriksaan Imaging
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan
lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada
radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.
MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi
kompresi dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius
c. Elektromiografi (EMG)
KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai
rata-rata normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien
diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.
Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik
(N.suralis, N.peroneus dan N.medianus)
2.9 Pencegahan
1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah
2. Pengendalian Glukosa Darah
Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan
monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan dibawah 7%.
Di samping itu pengendalian factor metabolic lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid
sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
3. Diet dan olahraga teratur
2.10 Penatalaksanaan
a. Foot Hygiene
- Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus
dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan handuk yang
lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
- Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka,
kemerahan, pembengkakan.
- Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai
luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
- Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar
supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
b. Diet agar mencapai berat badan ideal
c. Fisioterapi
- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik yang
digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah untuk
menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik, menurunkan
edema dan memperbaiki ulkus pada kaki.
- Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan atrofi
otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.
Medika Mentosa
Terapi kausatif :
NSAID
AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada
neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping
lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi. 10-11 Gabapentin
merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.
Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake.
Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari. Efek
sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.
Terapi tambahan :
Metilkobalamin
2.11 Prognosis
Tipe diabetes melitus yang diberikan akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetik.
Pada NIDDM prognosis tentu lebih baik daripada tipe IDDM. Lama dan beratnya diabetes
melitus serta lama dan beratnya diabetes melitus serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang
dialami, dan apakah sudah mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis
neuropati diabetik
BAB III
Penutup
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan
manifestasi klinis amat bervariasi. Dari beberapa factor terjadinya DM yang berperan pada
mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen
factor metabolic merupakan dasar utama pathogenesis neuropati diabetik.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM,
yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
baiknya. Juga perlu diperhatikan pengobatan yang diterapkan dalam upaya penyembuhan.
Daftar Pustaka
1. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
2. Sunaryo.M. Polineuropati Diabetika. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf
3. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve
Damage of Diabetes. Diunduh dari
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf,
4. Priyantono T. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya
Polineuropati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Edisi 2005. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/15006/1/2005FK4175.pdf
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair;
2011.h.33-6
6. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;
2001.h.145-7
7. Adams and Victors. Principles of Neurology. United States of America : Palatino;
2009.p.1277-9,1319
8. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat;
2010.h.121-2
9. Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011.
Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm
10. HA King. Neuropati Diabetic. Diunduh dari http://www.answers.com/topic/diabetic-
neuropathy
11. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-
4, 230-3