Anda di halaman 1dari 20

FAISYA SALSABILA NADHIFA_30102100083

1. (aziz) apa yang menyebabkan pasien pusing berputar disertai mulut perot ke kiri, dan
penglihatan ganda?
Jawab :
a. Pusing berputar
Biasa disebut dengan Vertigo. Vertigo merupakan sensasi gerakan yang salah. Seperti
rasa berputar ataupun bergoyang. Sensasi tersebut bisa timbul karena ada gangguan fungsi
sistem vestibular central (vertigo central) ataupun gangguan di telinga tengah (Vertigo
perifer).

Penyebab dari terjadinya vertigo perifer biasanya lebih ringan dibandingkan dengan
vertigo central seperti adanya stroke ataupun tumor fossa posterior. Untuk membedakan
apakah termasuk vertigo sentral ataupun perifer dapat dengan pemeriksaan fisik dan
neurologi.
Dari hasil anamnesis, pemeriksa harus bisa memperkirakan lokasi lesi saraf. Untuk
rasa pusing, dapat dicurigai adanya lesi di fossa posterior, tepatnya pada serebelum. Bisa
vertigo ataupun dizzle. Karena kondisi kesadaran pasien yang komponmentis / hasil nilai
GCS 15 , tidak memungkinkan adanya lesi pada batang otak. sehingga dicurigai pada
cerebellum.

Salah satu penyebab vertigo sentral adalah Posterior circulation Infection (Stroke).
Biasanya tanda-tandanya adalah adanya serangan vertigo mendadak, ataxia, diplopia,
kerusakan nervus cranialis, ataupun adanya kelemahan anggota gerak.
(Bisdorff et al., 2009)(UI, 2017)
b. Mulut perot
Terjadinya mulut perot ini karena adanya kelemahan sebagian (paresis) ataupun total
(kelumpuhan) nervus VII. Penyebab umumnya adalah kelumpuhan saraf perifer
idiopatik / bell’s palsy. Penyebab lainnya bisa karena infeksi, stroke batang otak, trauma,
tumor, ataupun adanya gangguan metabolisme. Untuk membedakan kelumpuhan tersebut
disebabkan karena lesi sentral atau perifer adalah jika sentral yang lumpuh hanya sekitar
organnya. Jika perifer yang lumpuh adalah seluruh bagian wajah sesisi. Selain itu dari
anamnesis dan pf seperti riwayat stroke dapat dicurigai lesi di sentral. Jika terdapat
infeksi, trauma, atau penyebab tidak diketahui dapat mengarah ke perifer.

(Gronseth and Paduga, 2012; Gaudin et al., 2016)


c. Pengelihatan double
Diplopia mengacu pada pengelihatan double karena ketidak sejajaran okular. Agar
pengelihatan normal, kedua mata harus menerima persarafan dari semua otot ektraokular.
Persarafan yang mensarafi otot ekstraokular ada n. III, n. IV, dan n. VI. Ketiga saraf
tersebut harus bekerja dengan baik untuk mempertahankan kondisi mata agar normal. N.
III dan N. IV berasal dari midbrain, sedangkan N. VI berasal dari pons.
Ketiga nervus itu berjalan lewat batang otak  subarachnoid space  sinus
cavernosus.. Sinus cavernonus adalah bagian dari sinus vena dural otak dan mengandung
banyak pembuluh darah serta saraf. Terletak di os. Spenoid. Jika ada keadaan patologi
pada sinus cavernosis dapat mempengaruhi salah satu atau lebih nervus ekstraokuler.
Contohnya terdapat thrombosis sinus cavernosus.
Kejadian ini bisa jadi diawali dengan adanya atherosclerosis
(penyempitan/penyumbatan vascular) akibat timbunan lemak yang menyebabkan
penyempitan pembuluh sehingga aliran sel darah terganggu dan terjadi gumpalan darah.
Yang mana gumpalan darah ini dapat terbagi lebih kecil dan terbawa oleh aliran darah dan
tersangkut di pembuluh lain atau yang lebih kecil sehingga menyebabkan penyumbatan.
Pada scenario ini, dapat terjadi kemungkinan adanya thrombus pada sinus cavernosus.
Sehingga dapat mempengaruhi fungsi saraf yang berada disekitarnya.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441905/#!po=92.8571

2. (faisya) bagaimana efek dari Riwayat diabetes melitus yg tdk terkontrol dan perokok berat
diskenario?
Jawab :

a. DM
Faktor risiko DM terhadap stroke dapat melalui karena 3 hal.
1) Disfungsi endothel
 Fungsi dari endotel vaskuler untuk menjaga integritas structural dan fungsional
dinding pembuluh darah serta control vasomotor. Vasodilatasi endotel vaskuler
difasilitasi oleh nitrit okside. Yang mana pada pasien DM kemungkinan terjadi
peningkatan inaktivasi nitrit okside sehingga terjadi penurunan reaktivitas otot
polos dan menyebabkan nitrit okside turun, ada disfungsi endotel dan memicu
cascade atherosclerosis.
2) Systemic inflammation
3) Arterial stiffness
 Individu dengan diabetes tipe II memiliki arteri yang lebih kaku dan elastisitas
yang menurun dibandingkan dengan subjek yang memiliki kadar glukosa normal.
Diabetes tipe I lebih sering dikaitkan dengan kerusakan struktural awal dari arteri
karotis umum, umumnya tercermin sebagai peningkatan ketebalan intima-medial,
dan dianggap sebagai tanda awal aterosklerosis. Respon peradangan yang
meningkat sering terlihat pada individu dengan diabetes, peradangan memainkan
peran penting dalam perkembangan plak aterosklerotik. Protein C-reaktif, sitokin,
dan adiponektin adalah penanda serum utama peradangan. Protein C-reaktif dan
kadar plasma dari sitokin ini termasuk interleukin-1, interleukin-6 dan tumor
necrosis factor-α adalah prediktor independen dari risiko kardiovaskular.
Adiponektin tampaknya menjadi modulator metabolisme lipid dan peradangan
sistemik. Tingkat adiponektin yang rendah itu sendiri juga dikaitkan dengan CVD.
Protein C-reaktif dan kadar plasma dari sitokin ini termasuk interleukin-1,
interleukin-6 dan tumor necrosis factor-α adalah prediktor independen dari risiko
kardiovaskular. Adiponektin tampaknya menjadi modulator metabolisme lipid dan
peradangan sistemik. Tingkat adiponektin yang rendah itu sendiri juga dikaitkan
dengan CVD. Protein C-reaktif dan kadar plasma dari sitokin ini termasuk
interleukin-1, interleukin-6 dan tumor necrosis factor-α adalah prediktor
independen dari risiko kardiovaskular. Adiponektin tampaknya menjadi modulator
metabolisme lipid dan peradangan sistemik. Tingkat adiponektin yang rendah itu
sendiri juga dikaitkan dengan CVD.
 Pasien dengan DM dan komplikasi mikrovaskular terkait muncul terutama pada
risiko tinggi aterosklerosis yang akhirnya berujung pada kejadian serebrovaskular
dan kardiovaskular dan kematian dini. Pembuluh mikro adalah unit fungsional
dasar dari sistem kardiovaskular yang terdiri dari arteriol, kapiler, dan venula.
Mereka berbeda dari pembuluh darah makro baik dalam arsitektur maupun
komponen selulernya. Berbeda dengan pembuluh makro yang memasok darah ke
organ, pembuluh mikro memainkan peran penting dalam menjaga tekanan darah
dan pengiriman nutrisi yang tepat. Mikrosirkulasi juga memiliki sistem pengaturan
yang mengontrol permeabilitas vaskular dan respons miogenik yang dapat
menyesuaikan aliran darah sesuai dengan kebutuhan metabolisme lokal.
Perubahan fungsi mikrovaskular dapat timbul bahkan sebelum hiperglikemia dan
perubahan patologis vaskular muncul. Diabetes menginduksi perubahan
patognomonik pada mikrovaskulatur, mempengaruhi membran dasar kapiler
termasuk arteriol di glomeruli, retina, miokardium, kulit, dan otot, dengan
meningkatkan ketebalannya, yang mengarah pada perkembangan mikroangiopati
diabetik. Penebalan ini akhirnya menyebabkan abnormalitas pada fungsi pembuluh
darah, menyebabkan beberapa masalah klinis seperti hipertensi, penyembuhan
luka yang tertunda, dan hipoksia jaringan. Demikian pula, neovaskularisasi yang
timbul dari vasa vasorum dapat menghubungkan makro dan mikroangiopati,
memprediksi pecahnya trombosit dan mempromosikan aterosklerosis. Peran
patologi mikrovaskular dalam komplikasi diabetes sistemik, termasuk
aterosklerosis makrovaskular, masih menjadi bahan perdebatan lebih lanjut.
(Chen, Ovbiagele and Feng, 2016)

3. (anna) bagaimana patofisiologi dan factor resiko berdasarkan kasus diskenario?


Jawab :
Stroke iskemik
Patofisiologi stroke iskemik dimulai dengan suplai darah yang tidak memadai ke area fokus
jaringan otak. Inti pusat jaringan berkembang menuju kematian dalam beberapa menit dan
disebut sebagai area infark. Jaringan di sekitarnya, yang dikenal sebagai penumbra, tidak
langsung mati dan dapat pulih dengan reperfusi dini.
Lebih banyak adenosine triphosphate (ATP) yang dikonsumsi daripada yang diproduksi di
area aliran darah yang berkurang, menyebabkan penurunan simpanan energi,
ketidakseimbangan ionik, dan gangguan listrik. Perubahan terkait iskemia ini menyebabkan
peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) dan oksida nitrat (NO). Pada akhirnya, kaskade
patofisiologis menyebabkan kerusakan membran sel, lisis sel, dan kematian sel melalui
nekrosis atau apoptosis.
Mikroglia segera aktif di area iskemik dan meluas ke penumbra, memuncak 48 hingga 72 jam
kemudian dan bertahan hingga beberapa minggu. Mikroglia teraktivasi menyebabkan
peningkatan sitokin proinflamasi, termasuk ROS, NO, interleukin-1β, dan tumor necrosis
factor-alpha, sitokin anti-inflamasi, dan faktor neurotropik, termasuk brain-derived
neurotrophic factor (BDNF), faktor neurotropik turunan sel glial (GDNF), dan faktor
pertumbuhan fibroblast dasar (bFGF).
Puncak dari kaskade iskemik kompleks yang diprakarsai oleh stroke akut adalah hilangnya
neuron dan struktur pendukung.
A. stroke hemoragik

(Aziz, 2021)

 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


A. Usia
Salah satu faktor resiko terpenting terjadinya serangan stroke baik iskemik maupun
hemoragik adalah usia. Insiden stroke terus meningkat secara eksponensial seiring
dengan bertambahnya usia seseorang. Pada dasarnya stroke lebih sering terjadi atau
menyerang pada usia lanjut yaitu setengah dari semua tipe stroke terjadi diatas usia 75
dan lebih dari 80% dari stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun.
B. Sex/Gender
Terdapat perbedaan insiden stroke yang terjadi pada pria dan wanita. Prevalensi stroke
pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Wanita pada umumnya menderita
stroke pada usia lanjut, selain itu adanya keadaan khusus pada wanita yang diduga
sebagai pemicu terjadinya stroke yaitu penggunaan pil KB, kehamilan, melahirkan
dan menopause yang berhubungan dengan fluktuasi hormonal. Data riset Kesehatan
Indonesia (2011) menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi 1,05
kali lebih banyak terjadinya stroke berulang dibandingkan wanita
C. Ras
Tahun 2007, angka kematian stroke adalah 40,2 per 100.000 untuk pria kulit putih dan
67,1 per 100.000 untuk pria kulit hitam. Sementara untuk wanita kulit putih adalah
39,3 dan wanita kulit hitam adalah 55,0. Mekanisme budaya dan lingkungan berperan
dalam perbedaan resiko stroke pada etnis atau ras, termasuk aspek social ekonomi,
akses keperawatan, diskriminasi dan variasi budaya. Bukti kuat menunjukkan ras kulit
hitam di AS memiliki kejadian stroke lebih tinggi dan tingkat kematian yang lebih
tinggi untuk semua subtype stroke dibanding dengan ras lainnya.
D. Faktor genetic
Kemungkinan resiko seseorang untuk terkena stroke lebih besar apabila kedua orang
tuanya sebelumnya pernah mengalami stroke. Riwayat keluarga stroke pada orang tua
dapat meningkatkan risiko stroke sebelum usia 55 tahun (untuk relatif yang laki-laki)
dan 65 tahun (untuk relatif yang perempuan).
 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
A. Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Hipertensi
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel – sel endotel pembuluh darah melalui
mekanisme perusakan lipid di bawah otot polos. Karena itu, sangat penting untuk
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal untuk menurunkan risiko
terjadinya serangan stroke.
B. DM
Penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan
mempercepat terjadinya arteriosklerosis pada arteri kecil termasuk pembuluh darah
otak. Selain itu, risiko terkena stroke menjadi 2,6 kali lebih besar pada pria dan 3,8
kali lebih besar pada wanita dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
diabetes. Jika seseorang sudah pernah terkena stroke, sebaiknya pertahankan kadar
gula darah dalam kisaran normal untuk mencegah berulangnya stroke dan mencegah
meluasnya kerusakan jaringan otak.
C. Obesitas
Kaitan antara obesitas atau kegemukan terhadap serangan stroke belum diketahui
secara pasti. Namun, secara epidemiologis, orang yang mengalami obesitas cenderung
menderita hipertensi, hiperkolesterol, dan diabetes mellitus. Menurut Kemkes RI
menyatakan 1 dari 5 kasus stroke terjadi akibat obesitas dan terdapat 26,1% penduduk
kurang aktivitas fisik.
D. Hiperkolesterol
Kolesterol merupakan zat yang paling berperan dalam terbentuknya arteriosklerosis
pada lapisan dalam pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya penyumbatan
pembuluh darah terutama pembuluh darah di otak. Jika penyumbatan telah menutupi
seluruh rongga pembuluh darah, maka aliran darah pada jaringan otak terhenti dan
terjadilah stroke.
(Anindhita et al., 2022; Aziz, 2021)

4. (elena) bagaimana interpretasi pemeriksaan GCS, TTV, beserta pemeriksaan antropometri?


Jawab :
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menggambarkan tingkat gangguan kesadaran
pada semua jenis pasien medis dan trauma akut. Skala Koma Glasgow dibagi menjadi tiga
parameter: respons mata terbaik (E), respons verbal terbaik (V), dan respons motorik terbaik
(M). Tingkat respons dalam komponen Skala Koma Glasgow 'dinilai' dari 1, tanpa respons,
hingga nilai normal 4 (Respon membuka mata) 5 (Respon verbal) dan 6 (Respon motorik).
Skala Koma Glasgow dan skor totalnya telah digabungkan dalam berbagai pedoman klinis
dan sistem penilaian untuk korban trauma atau penyakit kritis. Skor Koma total dengan
demikian memiliki nilai antara tiga dan 15, tiga adalah yang terburuk dan 15 adalah yang
tertinggi.

pada scenario GCS → E4M6V5 → total 15 (komposmentis)


Tanda -Tanda Vital

Tekanan darah → normal : 100-120/60-80 mmHg

pada scenario → 159/87 mmHg : Hipertensi stadium 1

Nadi → dalam 1 menit normalnya : 60-100 x/menit

pada scenario → 92 x/menit : normal

Suhu → Hipotermia (<35° C), Normal (35-37° C), Pireksia/febris (37-41,1° C), Hipertermia
(>41,1° C)

pada skenario → 36,7 (normal)

RR → Respirasi normal disebut eupnea (laki-laki : 12 – 20 x/menit), perempuan : 16-20


x/menit), RR > 24 x/menit : Takipnea, RR < 10 x/menit : Bradipnea.

pada scenario → 20 x/menit (normal)

Antropometri

BB : 90 kg

TB : 165

BMI : 33, 06 kg/m2 (Obesitas I)

(Praktikum, 2021)
5. (ranti) bagaimana interpretasi dari pemeriksaan neurologis?
Jawab :
- Cek pupil apakah isokoria / Anisokoria, diameter kedua pupil, pergerakan bola mata, dan
reaksi terhadap cahaya.

Pupil isokor diameter kanan 3 mm/kiri 3 mm dengan reflex cahaya intak, nistagmus
+/+ (vertikal pada kedua mata).
• Pupil isokor menandakan tidak ada kerusakan pembuluh darah mata.
• Diameter pupil normal 3 – 4 mm. Jika pemeriksaan pupil normal dan reaktif,
penyebab turunnya kesadaran umumnya berhubungan dengan gangguan metabolic
• Pergerakan bola mata dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya lesi di batang otak.
Dilihat dari keadaan pasien nystagmus vertical (pusat integrasi di mesensefalon)
merupakan gejala klinis pada vertigo sentral.
- Pemeriksaan nervus cranialis I – XII.
paresis N. VII dekstra sentral dan paresis N. VI ocular dekstra.
• Paresis N. VII -> Nervus Fascialis (saraf motoric ekspresi wajah) : berhubungan
dengan mulut perot
• Paresis N. VI -> Nervus Abducens (Saraf motoric mata ke lateral) : berhubungan
dengan nystagmus vertical

6. (kak reza) bagaimana interpretasi dari pemeriksaan motoric?


Jawab :
- Pemeriksaan motorik lengkap meliputi kekuatan otot dengan skala 0-5, trofi, tonus,
refleks fisiologis tendon dalam, dan refleks patologis. Dijelaskan pula pola distribusi
paresisnya, misal hemiparesis, tetra/paraparesis, paresis miotom/otot tertentu.
keempat ekstremitas masih bisa melawan gravitasi dan tahanan yang diberikan
pemeriksa, refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis babinsky (-),
klonus kaki dan patella (-).
 Babinski (-) jika jari kaki fleksi (fisiologis). Tanda Babinski yang sebenarnya
menunjukkan disfungsi traktus piramidal, dan harus dibedakan dengan jelas dari
jari kaki yang fleksi dan ekstensi.
 Klonus adalah Gerakan yang timbul akibat kontraksi otot yang berulang setelah
adanya rangsangan.

7. (fredelina) bagaimana interpretasi pemeriksaan Romberg?


Jawab :
- meriksaan keseimbangan dan koordinasi otot
Hasil pemeriksaan Romberg dengan membuka mata pasien tampak bergoyang,
dan pada saat mata menutup pasien tampak limbung ke sisi kanan.
8. (nurdiana) bagaimana diagnosis klinis dan diagnosis bandingnya menurut skenario?
Jawab :
 Diagnosis: Stroke iskemik
 Dagnosis banding: Stroke hemoragik, thrombus sinus cavernosus

9. (fadiya) apa pemeriksaan penunjang pada kasus diskenario?


Jawab :
- CT scan : bisa mengidentifikasikan dengan baik ada tidaknya perdarahan atau edem dan
lesi lain. Membedakan soft tissue, hard tissue
- MRI : direkomendasi Ketika ada kecurigaan penyakit lain seperti infrak vascular,
tumor, dan sclerosis multiple
(UI, 2017)

10. (erico) bagaimana tata laksana pada kasus diskenario?


Jawab :
Tujuan dari tatalaksana stroke iskemik adalah mempertahankan jaringan di daerah yang
perfusinya menurun tetapi cukup untuk menghindari infrak.
a. Farmakologi
- Alteplase / rt-PA
Menurut AHA/ASA (asosiasi jantung Amerika/asosiasi stroke Amerika), Alteplase
diberikan secara IV pada pasien yang memenuhi syarat (defisit neurologis, usia >18 th
dan onsetnya tidak lebih dari 3 – 4,5 jam maksimal setelah gejala). Dengan dosis
maksimum 90 mg. 10% awal diberikan pada menit pertama dan sisanya diberikan
selama 60 menit berikutnya. Pasien yang akan diberikan rt-PA ini jika ada nilai
metabolic yang tidak normal, harus dinormalkan terlebih dahulu.
- Betahistin
Merupakan obat menurunkan gejala vertigo. Betahistine bekerja dengan mengurangi
tekanan dan meningkatkan aliran darah di dalam telinga. Sediaannya tablet 8mg atau
16mg. Dosis awal yang biasa adalah 16 mg, diminum 3 kali sehari. Beri waktu 6
sampai 8 jam antara minum pertama, kedua, hingga ketiga. Ketika gejala mulai
membaik, kemungkinan dokter akan mengurangi dosis menjadi 8mg, diminum 3 kali
sehari.
- Flunarizin
- Antihipertensi
1) Labetalol IV : 10 – 20 mg
2) Nikardipin IV : 5 mg. meningkat 2,5 mg/jam setiap 5 – 15 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/jam
3) Clevidipine IV : 1 – 2 mg/jam. Dosis ganda tiap 15 menit. Maksimum 21
mg/jam

b. Non farmakologi
- Trombektomi mekanik
Merupakan tindakan bedah untuk mengeluarkan embolus thrombus (bekuan darah)
dari arteri atau vena dengan cepat dengan menggunakan kateter aspirasi atau stent
retriever. Tidak semua pasien dapat melakukan trombektomi mekanik. AHA/ASA
tidak merekomendasikan pasien setelah rt-PA pada pasien yang sedang
dipertimbangkan untuk trombektomi mekanik.
(Hui, Tadi and Patti, 2021)

11. Perbedaan Vertigo central dan perifer?


Jawab :
Vertigo → sebuah ilusi dimana pasien merasa tubuh atau lingkungannya berputar. vertigo
dibedakan menjadi dua berdasarkan letak lesi penyebabnya.

Berdasarkan lokasi lesi, maka vertigo dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Vertigo perifer, dengan iokasi lesi pada telinga dalam dan nervus vestibularis.
2. Vertigo sentral, dengan lokasi lesi pada batang otak, serebelum, dan serebrum.

Vertigo vestibular perifer Vertigo vestibuler sentral

Nistagmus  Kombinasi nistagmus  Nistagmus vertikal,


horizontal dan torsional horizontal, atau torsional
 Inhbisi dengan fiksasi murni
penglihatan ke satu obyek  Tidak mengalami inhibisi
 Unidireksional dengan fiksasi penglihatan
 Bidireksional

Gangguan Ringan-sedang Berat


keseimbangan

Otonom (mual, Berat Bervariasi


muntah)

Gangguan Sering Jarang


pendengaran, tinnitus

Defisit neurologis Jarang Sering


non-auditorik

Latensi pada Hingga 20 detik Hingga 5 detik


manuver diagnostik

Berdasarkan etiologinya :
Vertigo perifer Vertigo central
- Vertigo paroksismal jinak dihasilkan - Stroke iskemik atau hemoragik,
dari deposit kalsium atau debris di terutama yang melibatkan sistem
kanalis semisirkularis posterior dan serebelum atau vertebrobasilar.
sering menyebabkan episode transien - Tumor yang timbul dari
vertigo yang berlangsung beberapa cerebellopontine angle, Contoh tumor
menit atau kurang dari beberapa menit. tersebut termasuk glioma batang otak,
- Penyakit meniere terjadi akibat medulloblastoma, dan schwannoma
peningkatan endolimfe di canalis vestibular, yang dapat menyebabkan
semicularis, memiliki gejala tinnitus, gangguan pendengaran sensorineural
gangguan pendengaran, dan aural serta gejala pusing.
fullness selain vertigo. Hidrops - Migrain vestibular merupakan penyebab
endolimfatik adalah ciri patologis yang vertigo yang paling umum, ditandai
berbeda dari penyakit Meniere. dengan sakit kepala unilateral yang
- Labirinitis akut dan neuritis vestibular. terkait dengan gejala lain, termasuk
Keduanya timbul akibat peradangan, mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia.
seringkali disebabkan oleh infeksi virus. Akhirnya, multiple sclerosis telah
- Virus termasuk Herpes zoster oticus, dikaitkan dengan penyebab vertigo
juga dikenal sebagai sindrom Ramsay sentral dan perifer. Secara sentral,
Hunt. Pada sindrom Ramsay Hunt, multiple sclerosis dapat menyebabkan
vertigo terjadi akibat reaktivasi virus vertigo dengan perkembangan plak
Varicella-zoster laten (VZV) di ganglion demielinasi di jalur vestibular.
geniculate yang menyebabkan
peradangan saraf vestibulocochlear.
Saraf wajah sering terlibat juga,
mengakibatkan kelumpuhan wajah.
- Kolesteatoma adalah lesi mirip kista
yang berisi puing-puing keratin.
Kolesteatoma paling sering melibatkan
telinga tengah dan mastoid.
- Otosklerosis ditandai dengan
pertumbuhan abnormal tulang di telinga
tengah, yang menyebabkan gangguan
pendengaran konduktif dan dapat
mempengaruhi koklea, juga
menyebabkan tinnitus dan vertigo.
- Sebuah fistula perilymphatic adalah
penyebab lain yang kurang umum dari
vertigo perifer dan hasil dari trauma.
(Makkai, 2013)
Gangguan kesehatan berhubungan dengan vertigo perifer antara lain penyakit (Benign
Proxymal Postional Vertigo) atau BPPV (gangguan keseimbangan karena ada perubahan
posisi kepala), minire disease (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan
hilangnya pendengaran), vestibular neuritis (peradangan 17 pada sel-sel saraf keseimbangan)
dan labyrinthis (radang di bagian dalam pendengaran).
Gangguan kesehatan yang berhubugan dengan vertigo sentral termasuk antara lain, stroke,
multiple sclerosis (gangguan tulang bekalang dan otak), tumor, trauma di bagian kepala,
migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses (penyakit kemunduran
fungsu saraf) yang menimbulkan damak pada otak kecil.

(Diky Kurniawan, 2017)

12. Definisi Defisit neurologis, jenisnya apa aja? Penyakit yg bisa muncul ?
Jawab :
Defisit Neurologis → istilah yang dipakai untuk suatu gejala dan tanda yang muncul pada
pasien akibat gangguan di sistem persarafan, baik sel otaknya (neuron/sel glia) hingga
jarasnya (akson) dari reseptor untuk sistem sensorik, maupun ke target organ dalam sistem
motoik dan otonom.

Secara umum berdasarkan keterlibatan sistem saraf, defisit neurologis dapat dibagi menjadi
fokal maupun global.

 Defisit neurologis fokal adalah gejala dan tanda akibat kerusakan dari sekelompok sel
saraf atau jarasnya di suatu area tertentu (fokal). Misalnya pada pasien yang
mengalami kelemahan (paresis) sesisi tubuh kanan, maka kemungkinan ada gangguan
di sistem piramidalis mulai dari korteks motorik primer hingga jarasnya ke otot.
Karena sistem piramidalis hanyalah bagian dari seluruh sistem saraf, maka kelemahan
sesisi sebagai gangguan sistem motorik dikategorikan sebagai defisit fokal.
 Defisit neurologis global adalah jika pada gejafa dan tanda diakibatkan oleh kerusakan
saraf yang luas, difus, atau menyeluruh. Meskipun nantinya pada analisis lanjutan dari
sintesis diagnosis topis yang paling cocok ternyata hanya suatu lesi fokal tertentu yang
mengakibatkan gejala dan tanda ini terjadi.

Beberapa gejala dan tanda yang dikategorikan defisit neurologis fokal dan global :

DEFISIT FOKAL DEFISIT GLOBAL

 Paresis dengan berbagai polanya, di  Penurunan kesadaran, karena salah


antaranya hemiparesis sesisi/alternans/ satu diagnosis topis bandingnya
dupleks, tetraparesis, paraparesis, adalah kerusakan hemisfer serebri
paresis pada miotom saraf tertentu, bilateral, meskipun dapat pula
paresis pada polineuropati, dan disebabkan lesi fokal pada ascending
sebagainya. reticular activating system (ARAS).
 Gangguan gerak motorik meliputi  Delirium, sebagai bagian dari
gerakan involunter (misalnya tremor, penurunan kesadaran.
balismus, dan sebagainya) dan  Kejang umum, misal kaku atau
gangguan koordinasi otot (misalnya kelojotan pada kedua sisi ekstremitas
diskinesia, dismetria, dan secara bersamaan.
sebagainya).  Nyeri kepala yang difus, karena bisa
 Gangguan pola pernapasan. akibat perangsangan serabut peka
 Kejang fokal, misal mulut mencong nyeri intrakranial yang difus.
ke satu sisi, salah satu tangan  Sindrom peningkatan tekanan
bergerak-gerak, dan lain-lain. intrakranial.
 Gangguan sensorik eksteroseptif  Demensia, karena salah satu
hipestesi atau hiperestesi seperti diagnosis bandingnya adalah atrofi
hiperalgesia dan alodinia, maupun serebri menyeluruh.
proprioseptif.
 Gangguan sensorikproprioseptif,
misalnya hipestesi untuk sensasi getar
dan posisi.
 Gangguan sensorik khusus akibat
gangguan sistem saraf, seperti sistem
visual (pola hemianopia, kuadranopia,
buta kortikal, dan sebagainya), sistem
penghidu (hipo/anosmia, kakosmia,
dan sebagainya), sistem pendengaran
(tuli perseptif dan sebagainya), dan
sistem pengecapan.
 Gangguan keseimbangan misalnya
vertigo dan ataksia.
 Nyeri fokal seperti nyeri leher,
punggung bawah, dan sebagainya.
 Gangguan otonom misalnya sindrom
Horner, hipo atau hiperhidrosis,
hipotensi ortostatik, inkontinensia atau
retensi uri dan alvi, serta gangguan
ereksi dan ejakulasi akibat gangguan
sistem saraf.
 Gangguan fungsi luhur fokal, seperti
afasia, akalkulia, amnesia, dan
seterusnya.
 Gangguan neuropsikiatrik fokal,
misalnya agitasi, depresi, dan
sebagainya.
 Sindrom neurologis yang bersifat
fokal, misalnya sindrom lobus frontal
dan sebagainya.
(Imran, 2017)

13. Definisi stroke? Penyebab stroke pd scenario? Cara menegakkan diagnosis stroke ?
Jawab :
Stroke (Posterior Circulation Infraction)  Penyakit fungsional otak fokal maupun global
akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya
tanpa peringatan; dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau bahkan
sampai berujung pada kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena
perdarahan ataupun non perdarahan. Tanda-tanda klinis pada penyakit stroke
berkembang cepat dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Biasanya akan ditandai serangan vertigo mendadak, ataxia (gangguan keseimbangan/
koordinasi tubuh), diplopia (penglihatan ganda), kerusakan nervus kranial, ataupun
kelemahan anggota tubuh.

A. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi pada sel – sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan
nutrisi yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah
(ateriosklerosis). Arteriosklerosis terjadi akibat timbunan lemak pada arteri yang
menyebabkan luka pada dinding arteri. Luka ini menimbulkan gumpalan darah
(thrombus) yang mempersempit arteri. Gumpalan ini dapat juga terbawa aliran darah
dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih kecil dan menyebabkan penyumbatan.
Ketika stroke iskemik pulih dalam kurang dari 24 jam, disebut TIA (Trancient
Ischemic Attack).
Stroke iskemik disebabkan 3 mekanisme: Trombosis, Emboli, Hipoperfusi

B. Stroke hemoragik
Stroke hemorragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah di otak. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang pecah mengenai dan
merusak sel – sel otak di sekitarnya. Selain itu, sel otak juga mengalami kematian
karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi terhenti. Berdasarkan lokasi
perdarahan
o Subarachnoid
Perdarahan terjadi pada ruang subarachnoid (lapisan menings antara piameter
dan arachnoid  struktur peka nyeri) memiliki tanda gejala dimana pasien
mengalami nyeri kepala hebat, kejang, kaku duduk, deficit neurlogis, dan
tanda tanda peningkatan TIK (papilledema, parese N.IV, dilatasi pupil)
o Intracerebral

Terjadi diparenkim otak karena lemahnya pembuluh darah, biasanya karena


hipertensi. Tanda dan gejala yaitu, terdapat peningkatan TIK, dan deficit
neurologis.
(Anindhita et al., 2022; Aziz, 2021; Netter, 2014)

Metode 6S untuk Mendiagnosis Stroke


a. Mendadak (gejala biasanya mulai tiba-tiba)
b. S lurred Speech (bicara tidak jelas, seperti mabuk)
c. S ide Lemah (wajah, lengan atau kaki atau ketiganya bisa menjadi lemah)
d. S menjepit (vertigo)
e. Sever sakit kepala
f. S econds (catat waktu ketika gejala mulai dan buru-buru ke rumah sakit)

Befast: Balance (kehilangan keseimbangan/pusing), E yes (gangguan penglihatan pada satu


atau kedua mata), F ace (wajah terkulai), Arm (kelemahan) dan tes Speech (cadel) .
Semua gejala tidak perlu ada untuk mendiagnosis stroke. Salah satu dari gejala yang
disebutkan di atas dapat muncul dan membantu mendiagnosis stroke iskemik serta stroke
hemoragik.

(Chugh, 2019)

 Diagnosis (Aspek) Klinis

Berisi semua gejala klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Ditulis secara sistematis mulai dari keluhan utama dan keluhan lain, lalu dilanjutkan
dengan pemeriksaan neurologis berurutan dari paresis nervus kranialis dan defisit
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar semua gejala klinis dapat ditulis lengkap, oleh
karena diagnosis klinis akan berdampak menentukan diagnosis topis selanjutnya.
 Diagnosis (Aspek) Topis

Merupakan perkiraan lokasi lesi atau topis paling mungkin berdasarkan temuan pada
diagnosis klinis. Dugaan ini dibuat berdasarkan neuroanatomi dan fisiologi, suatu analisis
secara neurologis yang dibuat tanpa melihat pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pemeriksaan radiologis dapat membuktikan diagnosis topis dan
pemeriksaan penunjang lainnya dalam menggambarkan kondisi pasien secara lebih
tepat.Penentuan diagnosis topis sejak awal juga akan membantu menentukan diagnosis kerja,
bahwa lesi di daerah tertentu biasanya disebabkan oleh patologis tertentu.

 Diagnosis (Aspek) Patologis

Analisis ini biasanya ditentukan dari gambaran patologi anatomi. Namun, oleh karena
pemeriksaan Ini tidak memungkinkan dilakukan pada semua pasien, maka diagnosis patologi
dapat berdasarkan pengetahuan secara teoritis maupun bukti ilmiah terhadap kasus-kasus
umum, dengan membayangkan gambaran jika lesi topis itu dilakukan analisis patologi.

 Diagnosis (Aspek) Etiologis

Menganalisis proses patofisiologi mekanisme yang mendasari kelainan pada sistem saraf
yang terlibat, yaitu proses penyakit yang berkontribusi menimbulkan gejala dan tanda klinis.
Sebagai contoh, pada stroke iskemik dengan klinis hemiparesis dektra mendadak dan muncul
saat istirahat, maka dipikirkan diagnosis etiologinya adalah sumbatan trombus.

 DIAGNOSIS KERJA

Pada akirnya klinisi harus membuat diagnosis kerja. Formulanya adalah memuat gejala dan
tanda klinis serta nama penyakit Namun hal yang perlu ditekankan, tidak seluruh gejala dan
tanda penyakit dituliskan dalam diagnosis kerja. Pada prinsipnya, gejala dan tanda yang perlu
dicantumkan adalah:

a. Gejala dan tanda klinis yang menjadi keluhan utama atau bersifat kegawatdaruratan.
Sebagai contoh pada stroke hemoragik dengan manifestasi penurunan kesadaran, paresis N.
VII dan N. XII sentral kanan, dan hemiparesis kanan, maka dalam diagnosis kerja cukup
dituliskan penurunan kesadaran et causa (ec] stroke hemoragik. Dalam hal ini, penurunan
kesadaran merupakan klinis yang membutuhkan tata laksana kegawatdaruratan. Pada pasien
dengan keluhan utama mulut mencong akibat paresis nervus fasialis perifer, jika diduga
sebagai kasus Bell's palsy maka diagnosis kerjanya yakni paresis nervus fasialis perifer ec
Bell's palsy. Pada kasus ini, paresis nervus fasialis dimasukkan dalam diagnosis kerja karena
merupakan keluhan utama dan menjadi tujuan utama tata laksana penyakit ini.

b. Gejala dan tanda klinis yang memerlukan pemantauan khusus dalam terapi. Contoh pada
pasien sebelumnya dengan stroke hemoragik, gejala yang perlu diIakukan pemantauan adalah
penurunan kesadaran. Adapun gejala paresis N. VII dan N. XII sentral kanan, dan hemiparesis
kanan bukan merupakan target pemantauan khusus, karena akan ikut membaik seiring dengan
tata laksana stroke hemoragik sebagai penyebabnya.

Oleh karena pada dasarnya diagnosis kerja berfungsi sebagai penentu terapi, maka gejala
klinis yang ditulis bersifat fleksibel sesuai dengan perjalanan penyakit pasien

(Imran, 2017)
14. Penilaian IGD terhadap stroke
Jawab :
 Emergency respone team :
a. Waktu terjadinya (ONSET)
b. NIHSS (motor, kesadaran, Bahasa)
c. Tanda vital, ECG
d. Diabetes dan glycaemia
e. Riwayat VKA, aspirin, clopidogrel, heparin, coagulopathy
f. Stroke yang pertama ?
g. Siapa saksinya, alamat keluarga
 Jika pasien datang dalam 6 jam pertama setelah onset gejala: CT scan harus
dikombinasikan dengan CT angiogram otak dan leher untuk menyingkirkan oklusi
pembuluh darah besar. CT angiogram tidak boleh ditunda untuk menunggu kreatinin
serum. Kapanpun memungkinkan CT angiogram harus dilengkapi dengan CT scan untuk
menghemat waktu untuk kemungkinan intervensi mekanis.
MRI atau MR angiogram atau MR perfusion tidak diindikasikan dalam 6 jam pertama dari
onset gejala.
 Untuk pasien yang datang antara 6 jam dan 24 jam dari onset gejala: Pada pasien
tertentu dengan stroke iskemik akut dalam waktu 6-24 jam dari normal terakhir yang
diketahui yang memiliki oklusi pembuluh darah besar di sirkulasi anterior, mendapatkan
perfusi CT, Diffusion weighted-MRI, atau MRI perfusi direkomendasikan untuk
membantu pemilihan pasien untuk trombektomi mekanik. (Chugh, 2019)
Bisdorff, A. et al. (2009) ‘Classification of vestibular symptoms: Towards an international
classification of vestibular disorders’, Journal of Vestibular Research: Equilibrium and Orientation,
19(1–2). doi: 10.3233/VES-2009-0343.
Chen, R., Ovbiagele, B. and Feng, W. (2016) ‘Diabetes and Stroke: Epidemiology, Pathophysiology,
Pharmaceuticals and Outcomes’, American Journal of the Medical Sciences, 351(4), pp. 380–386.
doi: 10.1016/j.amjms.2016.01.011.
Chugh, C. (2019) ‘Acute ischemic stroke: Management approach’, Indian Journal of Critical Care
Medicine, 23(Suppl 2), pp. S140–S146. doi: 10.5005/jp-journals-10071-23192.
Gaudin, R. A. et al. (2016) ‘Bilateral Facial Paralysis: A 13-Year Experience’, Plastic and
Reconstructive Surgery, 138(4). doi: 10.1097/PRS.0000000000002599.
Gronseth, G. S. and Paduga, R. (2012) ‘Evidence-based guideline update: Steroids and antivirals for
Bell palsy: Report of the guideline development subcommittee of the American academy of
neurology’, Neurology. doi: 10.1212/WNL.0b013e318275978c.
Imran, D. (2017) ‘Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat’, Buku Ajar Neurologi.
Makkai, K. (2013) Vertigo, Vertigo. Taylor and Francis. doi: 10.4324/9780203100578.
Praktikum, T. (2021) ‘PROSEDUR PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL Usia Baru lahir 1
tahun 10 tahun Remaja Dewasa Lansia ( > 70 thn ) Suhu ( Celcius )’, 38(20), p. 99.
UI, D. N. F. K. (2017) Buku Ajar Neurologi, Buku Ajar Neurologi. Edited by T. Aninditha and W.
Wiratman. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai