Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
( 2017.C.09a.0895 )
1.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi
ruang - ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada
otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga
genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila
ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke
1
2
hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi
pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah
yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa
juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi
adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun
plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala
tekanan darah tinggi.
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraseberum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry)
dan malformasi arteriovena (MAV). Selain lesi vaskular anatomik, penyebab
stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian
antikoagulan yang terlalu agresif (terutama pada klien berusia lanjut), dan
pemakaian anfetamin dan kokain intranasal karena zat-zat ini dapat menyebabkan
hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid. (Price & Wilson,
2006; 1119)
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan
arteriovenosa.
2. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
3. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
4. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
1.1.4 Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
3
1.1.5 Patofisiologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah
otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah
pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi
fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke. Tahapan tersebut
tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama dimana dinding pembuluh
darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis
pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini
terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar
asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun
atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari
luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher
(karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga
timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu.
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak,
tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau
kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan,
gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam setelah
serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari serangan stroke
timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian berangsur-angsur
menjadi lumpuh sama sekali. Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi
pada intraserebral dan subarachnoid.
5
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
a) menunjukan adanya tekanan normal
b) tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
8) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal
fremitus tidak teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics
2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1
dan S2 tunggal; dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary
refill 2 detik .
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid,
terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari
, atropi atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
8. Tempatkan tanda
pemberitahuan pada
ruang perawat dan
ruangan pasien
tentang adanya
gangguan bicara.
Berikan bel khusus
bila perlu.
9. Berikan metode
komunikasi
alternative, seperti
menulis di papan
tulis, gambar.
Berikan petunjuk
visual (gerakan
tangan, gambar-
gambar, daftar
kebutuhan,
demonstrasi).
10. Katakan secara
langsung dengan
pasien, bicara
perlahan, dan
dengan tenang.
Gunakan pertanyaan
terbuka dengan
jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya
kembangkan pada
pertanyaan yang
lebih kompleks
sesuai dengan
17
respons pasien.
11. Hargai kemampuan
pasien sebelum
terjadi penyakit;
hindari
“pembicaraan yang
merendahkan” pada
pasien atau membuat
hal-hal yang
menentang
kebanggaan pasien.
12. Kolaborasi :
Konsultasikan
dengan/rujuk kepada
ahli terapi wicara.
5) Sokong ekstremitas
dalam posisi
fungsionalnya,
gunakan papan kaki
(foot board) seelama
20
periode paralisis
flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
6) Tempatkan bantal di
bawah aksila untuk
melakukan abduksi
pada tangan.
7) Tempatkan
”handroll’ keras
pada teelapak
tangan dengan jari –
jari dan ibu jari
saling berhadapan.
8) Posisikan lutut dan
panggul dalam
posisi ekstensi. 19
9) Bantu untuk
mengembangkan
keseimbangan
duduk (seperti
meninggikan bagian
kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk
di sisi tempat tidur,
biarkan pasien
menggunakan
kekuatan tangan
untuk menyokong
berta badan dan kaki
yang kuat untuk
memindahkan kaki
yang sakit;
meningkatkan
waktu duduk) dan
keseimbangan
dalam berdiri
21
(seperti letakkan
sepatu yang
datar;sokong bagian
belakang bawah
pasien dengan
tangan sambil
meletakkan lutut
penolong diluar
lutut pasien;bantu
menggunakan alat
pegangan paralel
dan walker).
10) Anjurkan pasien
untuk membantu
pergerakan dan
latihan dengan
menggunakan
ekstremitas yang
tidak sakit untuk
menyokong/
menggerakkan
daerah tubuh yang
mengalami
kelemahan.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan
dengan ahli
fisioterapi secara
22
aktif, latiahn resistif,
dan ambualsi
pasien.
o Bantulah dengan
stimulasi , seperi
TENS sesuai
indikasi.
Berikan obat
relaksan otot,
antispasmodik
sesuai indikasi
seperti baklofen dan
trolen(Doenges,
1999)
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3
Jakarta : EGC