Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN M DENGAN

DIAGNOSA STROKE HEMORAGIK RODI RUANG NUSA


INDAH dr DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
( 2017.C.09a.0895 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SERJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Krisevi Handayani
NIM : 2017.C09a.0895
Program Studi : Serjana Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Diagnosa Medis
Stroke Hemoragik Di ruang Nusa Indah RSUD Doris Sylvanus
Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Klinik Keperawatan 2 Program Studi Serjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nia Pristinai, S.kep.,Ners Mei Riayu, S.Kep. Ners


BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkanoleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare,
2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredarana darah otak non traumatik. (Arif Mansjoer, 2000).
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplay darah kebagian otak, sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Brunner and
Suddarth). Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran
darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan
menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan
kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala
stroke (Junaidi, 2011). Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

1.1.3 Etiologi
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi
ruang - ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada
otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga
genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila
ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke

1
2

hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi
pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah
yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa
juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi
adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun
plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala
tekanan darah tinggi.
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraseberum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry)
dan malformasi arteriovena (MAV). Selain lesi vaskular anatomik, penyebab
stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan, pemberian
antikoagulan yang terlalu agresif (terutama pada klien berusia lanjut), dan
pemakaian anfetamin dan kokain intranasal karena zat-zat ini dapat menyebabkan
hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid. (Price & Wilson,
2006; 1119)
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan
arteriovenosa.
2. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
3. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
4. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

1.1.4 Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
3

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak


akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh
darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
4

1.1.5 Patofisiologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah
otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah
pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi
fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke. Tahapan tersebut
tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama dimana dinding pembuluh
darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis
pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini
terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar
asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun
atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari
luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher
(karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga
timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu.
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak,
tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau
kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan,
gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam setelah
serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari serangan stroke
timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian berangsur-angsur
menjadi lumpuh sama sekali. Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi
pada intraserebral dan subarachnoid.
5

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma


(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya pembuluh darah otak
terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

1.1.6 Manifestasi Klinik


Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Manifestasi klinis stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik,
defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
6

3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh


4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
7

1.1.7 Komplikasi
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark

2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri

3. Pungsi Lumbal
a) menunjukan adanya tekanan normal
b) tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
8

7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari


penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika
kesadaran menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi

1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak
responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
9

Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif.
2) Nutrisi
Mengalami kelemahan otot pengunyah sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan keras bahkan dipasang NGT.
3) Eliminasi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
4) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota
gerak. Disarankan bed rest total.
5) Istirahat
Pasien istirahat dengan normal.
6) Pengaturan Suhu
Suhu tubuh pasien biasanya dalam batas normal.
7) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat
kelemahan yang dialami.
8) Rasa aman
10

Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang


terjadi seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
9) Rasa Nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar.
10) Sosial
Terjadi gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang
disekitarnya.
11) Pengetahuan/Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta
apa pemicu munculnya stroke tersebut.
12) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah
karena disarankan bed rest total.
13) Prestasi
14) Spiritual
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan
warna kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
12

6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
8) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal
fremitus tidak teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics
2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1
dan S2 tunggal; dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary
refill 2 detik .
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid,
terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari
, atropi atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
13

mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang


menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Deficit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
8. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
9. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.

1.2.3 Perencanaan Keperawatan


1. Resiko perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Diagnosa Tujuan (kriteria hasil) Intervensi
Resiko perfusi Setelah diberikan 1. Berikan penjelasan
jaringan asuhan keperawatan kepada keluarga klien
cerebral selama 2x 24 jam, tentang sebab-sebab
berhubungan diharapkan Perfusi peningkatan TIK dan
dengan jaringan otak dapat akibatnya
gangguan aliran tercapai secara 2. Anjurkan kepada klien
darah sekunder optimal. untuk bed rest total
akibat Kriteria hasil : 3. Observasi dan catat
peningkatan 1. Klien tidak gelisah tanda-tanda vital dan
tekanan 2. Tidak ada keluhan kelainan tekanan
14

intracranial nyeri kepala, mual, intrakranial tiap 2 Jam.


kejang. 4. Berikan posisi kepala
3. GCS 456 lebih tinggi 15-30
4. Pupil isokor, reflek dengan letak jantung (
cahaya (+) beri bantal tipis).
5. Tanda-tanda vital 5. Anjurkan klien untuk
normal(nadi : 60- menghindari batuk dan
100 kali permenit, mengejan berlebihan
suhu: 36-36,7 C, 6. Ciptakan lingkungan
Pernafasan 16-20 yang tenang dan batasi
kali permenit) pengunjunng
7. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam
pemberian obat
neuroprotektor

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan


kontrol otot facial atau oral.

Diagnosa Tujuan (kriteria hasil) Intervensi


Keperawatan 14

Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tipe/derajat


komunikasi keperawatan selama 2x 24 disfungsi, seperti
verbal jam diharapkan kerusakan pasien tidak tampak
berhubungan komunikasi verbal klien memahami kata atau
dengan dapat teratasi. mengalami kesulitan
kehilangan berbicara atau
Kriteria hasil :
kontrol otot membuat pengertian
facial atau sendiri
1. Menerima pesan-
oral. 2. Bedakan antara
pesan melalui
afasia dengan
metode alternatif
15

(mis; komunikasi disartria.


tertulis, bahasa 3. Perhatikan
isyarat, bicara kesalahan dalam
dengan jelas pada komunikasi dan
telinga yang baik). berikan umpan
2. Memperlihatkan balik.
suatu peningkatan 4. Mintalah pasien
kemampuan untuk mengikuti
berkomunikasi. perintah sederhana
3. Meningkatkan (seperti “buka
kemampuan untuk mata,” “tunjuk ke
mengerti. pintu”) ulangi
4. Mengatakan dengan kata/kalimat
penurunan frustrasi yang sederhana.
dalam 5. Tunjukkan objek
berkomunikasi. dan minta pasien
5. Mampu berbicara untuk menyebutkan
yang koheren. nama benda
6. Mampu menyusun tersebut.
kata – kata/ kalimat 6. Mintalah pasien
untuk mengucapkan
suara sederhana
seperti “Sh” atau
15
“Pus”
7. Minta pasien untuk
menulis nama
dan/atau kalimat
yang pendek. Jika
tidak dapat menulis,
mintalah pasien
untuk membaca
kalimat yang pendek
16

8. Tempatkan tanda
pemberitahuan pada
ruang perawat dan
ruangan pasien
tentang adanya
gangguan bicara.
Berikan bel khusus
bila perlu.
9. Berikan metode
komunikasi
alternative, seperti
menulis di papan
tulis, gambar.
Berikan petunjuk
visual (gerakan
tangan, gambar-
gambar, daftar
kebutuhan,
demonstrasi).
10. Katakan secara
langsung dengan
pasien, bicara
perlahan, dan
dengan tenang.
Gunakan pertanyaan
terbuka dengan
jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya
kembangkan pada
pertanyaan yang
lebih kompleks
sesuai dengan
17

respons pasien.
11. Hargai kemampuan
pasien sebelum
terjadi penyakit;
hindari
“pembicaraan yang
merendahkan” pada
pasien atau membuat
hal-hal yang
menentang
kebanggaan pasien.
12. Kolaborasi :
Konsultasikan
dengan/rujuk kepada
ahli terapi wicara.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuscular.
Diagnosa Tujuan (kriteria Intervensi
hasil) 17

Gangguan Setelah diberikan 1) Kaji kemampuan


mobilitas fisik asuhan keperawatan secara
berhubungan 2x 24 jam diharapkan fungsional/luasnya
dengan mobilisasi klien kerusakan awal dan
kerusakan mengalami dengan cara yang
neuromuscular. peningkatan. teratur.
2) Ubah posisi
Kriteria hasil:
minimal setiap 2
jam
- mempertahanka
(telentang,miring)
n posisi
dan sebagainya dan
19

optimal, jika memungkinkan


- mempertahanka bisa lebih sering jika
n/meningkatkan diletakkan dalam
kekuatan dan posisi bagian yang
fungsi bagian terganggu.
tubuh yang 3) Letakkan pada
terserang posisi telungkup
hemiparesis dan satu kali atau dua
hemiplagia. kali sekali jika
- mempertahanka pasien dapat
n perilaku yang mentoleransinya.
memungkinkan 4) Mulailah melakukan
adanya aktivitas latihan rentang
gerak aktif dan pasif
pada semua
ekstremitas saat
masuk. Anjurkan
melakukan latihan
sepeti latihan
quadrisep/gluteal,
meremas bola karet,
melebarkan jari-jari
kaki/telapak 18

5) Sokong ekstremitas
dalam posisi
fungsionalnya,
gunakan papan kaki
(foot board) seelama
20
periode paralisis
flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
6) Tempatkan bantal di
bawah aksila untuk
melakukan abduksi
pada tangan.
7) Tempatkan
”handroll’ keras
pada teelapak
tangan dengan jari –
jari dan ibu jari
saling berhadapan.
8) Posisikan lutut dan
panggul dalam
posisi ekstensi. 19

9) Bantu untuk
mengembangkan
keseimbangan
duduk (seperti
meninggikan bagian
kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk
di sisi tempat tidur,
biarkan pasien
menggunakan
kekuatan tangan
untuk menyokong
berta badan dan kaki
yang kuat untuk
memindahkan kaki
yang sakit;
meningkatkan
waktu duduk) dan
keseimbangan
dalam berdiri
21

(seperti letakkan
sepatu yang
datar;sokong bagian
belakang bawah
pasien dengan
tangan sambil
meletakkan lutut
penolong diluar
lutut pasien;bantu
menggunakan alat
pegangan paralel
dan walker).
10) Anjurkan pasien
untuk membantu
pergerakan dan
latihan dengan
menggunakan
ekstremitas yang
tidak sakit untuk
menyokong/
menggerakkan
daerah tubuh yang
mengalami
kelemahan.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan
dengan ahli
fisioterapi secara
22
aktif, latiahn resistif,
dan ambualsi
pasien.
o Bantulah dengan
stimulasi , seperi
TENS sesuai
indikasi.
Berikan obat
relaksan otot,
antispasmodik
sesuai indikasi
seperti baklofen dan
trolen(Doenges,
1999)

4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

Diagnosa Tujuan (kriteria Intervensi


hasil)
Resiko gangguan setelah dilakukan 1) Tentukan
nutrisi kurang dari tindakan kemampuan klien
kebutuhan tubuh keperawatan selama dengan mengunyah,
berhubungan dengan 2x24 jam tidak menelan dan refleks
kelemahan otot terjadi gangguan batuk.
mengunyah dan nutrisi. 2) Letakkan posisi
menelan. Kriteria hasil : kepala lebih tinggi
1. Berat badan pada waktu, selama
dapat dan sesudah makan.
dipertahankan/ 3) Letakkan makanan
ditingkatkan didaerah mulut yang
2. Hb dan albumin tidak terganggu.
dalam batas 4) Berikan makanan
24
normal dengan berlahan
pada lingkungan
yang tenang.
5) Mulailah untuk
memberi makan
peroral setengah
cair, makan lunak
ketika klien dapat
menelan air.
6) Anjurkan klien
menggunakan
sedotan meminum
cairan.
7) Koloborasi dengan
tim dokter untuk
memberikan cairan
melalui iv atau
makanan melalui
selang.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil : 22

1. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan


kemampuan klien
2. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Diagnosa Tujuan (kriteria hasil) Intervensi
Defisit Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan
perawatan diri keperawatan selama 2x24 jam kemampuan dan
berhubungan Kebutuhan perawatan diri tingkat
dengan klien terpenuhi. kekurangan
hemiparese / Kriteria hasil : dalam
hemiplegi. 1. Klien dapat melakukan melakukan
aktivitas perawatan diri perawatan diri.
sesuai dengan kemampuan 2) Beri motivasi
klien kepada klien
2. Klien dapat untuk tetap
mengidentifikasi sumber melakukan
pribadi/komunitas untuk aktivitas dan beri
memberikan bantuan sesuai bantuan dengan
kebutuhan. sikap sungguh.
3) Hindari
melakukan
sesuatu untuk
klien yang dapat
dilakukan klien
sendiri, tetapi
berikan bantuan
sesuai
kebutuhan.
4) Berikan umpan
balik yang
positif untuk
setiap usaha
yang
dilakukannya
atau
keberhasilannya.
5) Kolaborasi
dengan 26
ahli
fisioterapi/okupa
1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang
bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada
saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2006, Hal 22)
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
(1) Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
(2) Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total.
(3) Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.
(4) Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (
beri bantal tipis).
(5) Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
(6) Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. 24
(7) Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
(1) Mengkaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
(2) Membedakan antara afasia dengan disartria.
27
(3) Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik.
(4) Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang
sederhana.
(5) menunjukan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama
benda tersebut.
(6) Meminta pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh”
atau “Pus”
(7) Meminta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek.
(8) Menempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan
ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus
bila perlu.
(9) Memberikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di
papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
(10) Mengatakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Menggunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya Mengembangkan pada pertanyaan yang
lebih kompleks sesuai dengan respons pasien. 25
(11) Menghargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-
hal yang menentang kebanggaan pasien.
(12) Berkolaborasi : Mengkonsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi
wicara.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.
(1) mengkaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
(2) Mengubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan
28
dalam posisi bagian yang terganggu.
(3) Meletakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
(4) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
(5) Menyokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
(6) Menempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
(7) Menempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari –
jari dan ibu jari saling berhadapan.
(8) Memposisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
(9) Membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan
kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian
belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut
penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan
paralel dan walker).
(10) Menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
(11) Berkolaborasi
o Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn
resistif, dan ambualsi pasien.
o Membantu dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai
indikasi. 29

o Memberikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi


seperti baklofen dan trolen(Doenges, 1999).
4) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
(1) Menentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan
refleks batuk.
(2) Meleetakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan.
(3) Meletakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
(4) Memberikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang
tenang.
(5) Memulai memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
(6) Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
(7) Berkoloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui
iv atau makanan melalui selang.
5) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese /
hemiplegi.
(1) Menentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri. 27
(2) Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
(3) Menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan
klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
(4) Memberikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
(5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
1.2.3 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun
pada uraian rencana keperawatan.
1.2.4 Evaluasi
Evaluasi tindakan disesuaikan dengan kriteria hasil pada tujuan di rencana
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung


dan Stroke. Penerbit Dianloko, Yogyakarta

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3
Jakarta : EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi, Yogyakarta

Marilynn, E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran. EGC

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.EGC

Nanda Nic-Noc.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda,Jilid 1.Jakarta:MediaActionPublishing

Anda mungkin juga menyukai