Disusun Oleh :
Krisevi Handayani
2021-01-14901-037
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. S Dengan Diagnosa ISPA di Puskesmas
Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners. selaku kordinatoor profesi ners angkatan
IX
4. Ibu Ayu Puspita, Ners.,M.Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Ibu Aprihatin Widiyati, S.Kep. selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
6. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7. Kepada keluarga Ny. A yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Penyakit ISPA 2
1.1.1 Defenisi 2
1.1.2 Anatomi Fisiologi 2
1.1.3 Etiologi 4
1.1.4 Klasifikasi 4
1.1.5 Patofisiologi 5
1.1.6 Woc ISPA 5
1.1.7 Manisfestasi Klinis 6
1.1.8 Komplikasi 9
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang 9
1.2.10 Penatalaksanaa 9
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 10
1.2.1 Pengkajian 10
1.2.2 Diagnosa Keperawatan 10
1.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan 15
1.2.4 Implementasi 18
1.2.5 Evaluasi 18
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Asuhan Keperawatan 20
BAB 3 PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan 29
3.2 Saran 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
- Dihangatkan
- Disaring
- Dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel
– partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh
bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara ). Ketiga hal
tersebut dibantu dengan cocha. Kemudian udara akan diteruskan ke : Nasofaring
( terdapat pharyngeal tonsil dan tuba Eustachius ), orofaring , dan laringofaring.
1) Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum.
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum
nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan
tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
Hidung Eksternal :
- Radix (akar batang hidung)
- Dorsum (batang hidung)
- Kartilago alar (cuping hidung)
- Nostril (lubang hidung)
- Septum nasi (sekat)
- Nasal Tip (ujung / puncak hidung.
Hidung Interna :
- Kartilago Lateral
- Kartilago Sekunder
- Kartilago pinna nasi
- Aparatus Justaglomerular
2) Sinus
Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan
menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis
yaitu :
a. Sinus Frontal, terletak diatas mata dibagian tengah dari masing – masing
alis.
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
c. Sinus Edmoid, terletak diantara mata, tepat dibelakang hidung.
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus edmoid dan dibelakang mata.
Keempat sinus diatas sering dikatakan sebagai satu kesatuan yang disebut dengan
nama sinus paranasal, dimana sel pada tiap sinus adalah sel sekresi mukus, sel
epitel dan beberapa sel yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh
( makrofag, limposit dan eosinofil ).
Fungsi dari sinus adalah melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk
dan melindungi struktur disekitarnya ( mata dan syaraf ), meningkatkan resonansi
suara, sebagai penyangga melawan trauma pada wajah dan menurunkan berat
jenis kepala.
1.1.2.1.Faring
Faring merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring
dan laringofaring.
1) Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah
rongga nasal melalui dua naris internal ( koana ).
a. Dua tuba Eustachius ( auditorik ) menghubungkan nasofaring dengan
telingga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara
pada kedua sisi gendang telingga.
b. Amandel ( adenoid ) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang
terletak didekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat
aliran udara.
2) Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu
perpanjangan palatum keras tualang.
a. Uvula ( anggur kecil ) adalah prosesus kerucut ( conical ) kecil yang
menjulur kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3) Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan
gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
a. Dilewati oleh udara dan makanan
b. Berupa epitelium squamosa
c. Secara anterior akan terhubung dengan laring
d. Secara posterior terhubung dengan esofagus.
1.1.2.3 Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago ; kartilago tiroid,
epiglotis, kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.
1) Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun.
2) Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah larng selama
menelan.
3) Kartilago krikoid satu – satunnya cincin kartilago yang komplit dalam laring
( terletak dibawah kartilago tiroid ).
4) Kartilago aritenoid ( 2 buah ) kartilago aritenoid ; digunakan dalam gerakan
pita suara dengan kartilago tiroid.
Membran mukosa menghubungkan kartilago satu dengan lainnya dan
dengan os hioideus.
Pita suara ; ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring. Otot pita suara ( vocal cord )
terdiri dari :
- Otot sejati ( true vocal cord ).
- Otot vestibular / palsu ( false vocal cord ).
Fonasi adalah Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama
ekspirasi.Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi,
lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
Nervus laring superior
- Mensyarafi otot krikotiroid
- Mensyarafi bagian atas vocal cord
Nervus laring berlapis (recurrent)
- Mensyarafi seluruh otot laring kecuali otot krikotiroid
- Mensyarafi bagian bawah vocal cord
1.1.2.4 Tonsil atau Amandel
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yangbanyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadapinfeksi. Tonsil terletak
pada kerongkongan di belakang kedua ujunglipatan belakang mulut. Ia juga
bagian dari struktur yang disebut Ringof Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua
tonsil terdiri juga atas jaringanlimfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan
mendapatpersediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada
padapermukaan dalam sel-sel tonsil.Tonsil terdiri atas:
1) Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan
terletak di belakang koana
2) Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3) Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Ukuran tonsil
1) T0 : bila sudah dioperasi
2) T1 : ukuran yang normal ada
3) T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
4) T3 : pembesaran mencapai garis tengah
5) T4 : pembesaran melewati garis tengah
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh
dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsilmengalami peradangan.
Peradangan pada tonsil disebut dengantonsilitis, penyakit ini merupakan salah
satu gangguan Telinga Hidung& Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan
oleh imunitas selulertonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang
disana sertamenyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitiskronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan
adenoidbekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihiukuran yang
normal.
1.1.3 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni
73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di
negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus
1.1.4 Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1) Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1) Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2) Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40
kali per menit atau lebih.
3) Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat
2.1.5 Patofisilogi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI,
1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell,
2006).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 2005).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 2010).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3) Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
Bakteri, virus dan jamur 8
ISPA
Menginvasi sel Invasi kuman Inflamasi Virus merusak Aktivasi sistem imun Penumpukan sekresi
lapisan epitel dan mukus pada jalan nafas
lapisan mukosa
Merangsang tubuh Merangsang
Respon pertahanan pengeluaran zat-zat Limfadenopati
untuk meleapas zat Suplai jaringan O2 ke
sel seperti mediator Tubuh menjadi lemah regional
pirogen jaringan menurun
kimia, bradikinin, dan daya tahan
Produksi mukus serotonin, histamin, menjadi rendah
meningkat dan prostaglandin Menyumbat makanan
Hipotalamus ke Penurunan
bagian termoregulator metabolisme sel
Iritasi kandung kemih
Kongesti pada hidung Nociseptor
Nyeri saat menelan
(disfagia)
Thalamus Kelemahaan otot Intoleransi aktivitas
Hipotalamus ke
pelvis
bagian termoregulator
Kesulitan bernafas
Korteks serebri Defisit nutrisi
Ketidakmampuan
mengkosumsi
Pola napas tidak efektif Nyeri akut kebutuhan eliminasi
Hipertermi
Imaturasi
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
Gangguan eliminasi urin
1.1.7 Manifestasi Klinis
1) Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
a. Batuk
b. Nafas cepat
c. Bersin
d. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
e. Nyeri kepala
f. Demam ringan
g. Tidak enak badan
h. Hidung tersumbat
i. Kadang-kadang sakit saat menelan
2) Tanda-tanda bahaya klinis ISPA
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak
1.1.8 Komplikasi
1) Penemonia
2) Bronchitis
3) Sinusitis
4) Laryngitis
5) Kejang deman
1.1.10 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
2.1.8.2 Pengobatan antara lain:
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es). Mengatasi batuk dianjurkan
memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian
dilakukan dengan cara berurutan, perawat harus mengetahui data aktual apa yang
diperoleh, faktor resiko yang penting, keadaan yang potensial mengancam pasien
dan lain-lain (Nursalam, 2001).
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat
data dasar pasien. Pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi pelayanan
kesehatan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap
selanjutnya dalam proses keperawatan. Pengumpulan data pasien dapat dilakukan
dengan cara :
1) Anamnesis/wawancara.
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat, tanggal
MRS dan diagnose medis.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama :
- Klien biasanya mengeluh nyeri kepala.
- Nyeri menelan.
- Badan panas ( demam ).
- Tidak nafsu makan.
- Mengeluh nyeri sinus dan tenggorokan.
- Bersin – bersin.
- Hidung tersumbat.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma.
- Klien sering menderita ISPA, faringitis berulang, otitis media.
- Mempunyai riwayat penyakit HT.
- Pernah menderita sakit gigi geraham.
- Klien mempunyai riwayat alergi.
c. Riwayat keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin berhubungan dengan penyakit klien sekarang.
3) Pemeriksaan fisik.
a. Tanda – tanda vital suhu : 38 – 39 oC, naik turun secara bertahap
b. Ubun-ubun menutup atau tidak, keadaan ubun-ubun dan apa kelainan
yang tbisa terjadi
c. Rambut, warna rambut hitam keadaan baik tidak rontok
d. Kepala, keadaan kulit kepala bersih tidak ada peradangan/benjolan
e. Mata, simetris, conjungtiva tidak anemis, skelara putih normal, dan tidak
ada palpebral, dan ketajaman mata baik.
f. Telingan, bentuk telingan sietris, tidak ada serumen, peradangan
ketajaman pendengaran baik pada saat perawat memanggi klien dapat
menjawab dengan baik
g. Hidug, simetris ada sedikit secret, pasase udara terpasang O2, fungsi
penciuman baik klien bias merasakan bau minyak ayu putih
h. Gigi, tidak ada carries, jumlah gigi 20
Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem respirasi, yang meliputi :
a. Leher dan tenggorokan
Inspeksi :
- Menunjukkan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung, perdarahan.
- Mukosa hidung ; warna kemerahan, pembengkakan atau eksudat dan
polip hidung, yang mungkin terjadi pada rhenitis kronis.
- Tenggorokan tampak warna kemerahan,lesi.
- Pada tonsil dan faring, warna kemerahan, asimetris, adanya drainase,
ulserasi atau pembesaran.
- Respirasi : tampak kesulian bernafas, batuk non produktif kemudian
batuk keras dan produktif, erytema pada langit – langit yang keras
bagian belakang, tekak, peningkatan respirasi, ronchi dan crackles.
b. Palpasi :
- Sinus frontalis dan maksilaris ; ada nyeri tekan yang menunjukkan
inflamasi.
- Nodus limfe di leher ; apakah terjadi pembengkakan / pembesaran,
nyeri tekan.
- Didapatkan pembengkakan tonsil.
- Adanya demam.
c. Perkusi :
Suara paru normal ( resonance ).
d. Auskultasi :
Suara nafas vesikuler / tidak terdengan ronchi pada kedua sisi paru.
e. Nutrisi : adanya kesulitan menelan, menolak makan, nafsu makan
menurun.
f. Aktifitas : klien tampak lemas, iritabel.
g. Persepsi Sensori : daya penciuman klien terganggu karena hidung
tersumbat / buntu akibat pilek terus menerus ( purulen, serous,
mukopurulent ).
h. Neurologi : myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
i. Integritas ego : tampak cemas, khawatir.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1)
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi
dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
1.2.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkospasme,
respon pada dinding bronkus (D.0005 Halaman 26).
1.2.2.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif, berhubungan dengan peningkatan
jumlah sekret. (D.0149 Halaman 18)
1.2.2.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler. (D.0003 Halaman 22)
1.2.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring
dan tonsil (D.0077 Halaman 172)
1.2.2.5 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (proses
penyakit) (D.0130 Halaman 284).
1.2.2.6 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan imaturitas (D.0149
Halaman 96)
1.2.2.7 Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake inadekuat,
penurunan nafsu makan, nyeri menelan (D.0019 Halaman 56).
1.2.2.8 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahaan (D.0056 Halaman
128).
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi pedoman atau
pengarahan secara tertulis kepada perawat atau anggota tim kesehatan lainnya
tentang intervensi/tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien.
Rencana keperawatan merupakan rencana tindakan keperawatan tertulis yang
menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-
tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik.
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien (Nursalam, 2001).
Rencana keperawatan merupakan serangkai kegiatan atau intervensi untuk
mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah
preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan oleh pasien dan atau tindakan
yang harus dilakukan oleh perawat. (Wong,D,L, 2004 ).
Tujuan yang direncanakan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda,
tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat
diukur, didengar, diraba, dirasakan, dicium. Tujuan keperawatan harus dapat
dicapai serta dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan harus mempunyai waktu
yang jelas. Pedoman penulisan criteria hasil berdasarkan “SMART”
S : Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda
M : Measureble, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khusunya tentang
prilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasakan
A : Achievable, tujuan harus dapat dicapai
R : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan
T : Time, harus memiliki batas waktu yang sesuai
1) Kegiatan dalam tahap perencanaan, meliputi :
a. Menentukan prioritas masalah keperawatan.
b. Menetapkan tujuan dan kriteria hasil.
c. Merumuskan rencana tindakan keperawatan.
d. Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan.
2) Tipe rencana tindakan keperawatan, meliputi :
a. Observasi keperawatan, diawali kata kerja: kaji, monitor, pantau,
observasi, periksa, ukur, catat, amati.
b. Terapi keperawatan, diawali kata kerja: lakukan, berikan, atur, bantu,
ubah, pertahankn, latih.
c. Pendidikan kesehatan, diawali kata kerja: ajarkan, anjurkan, jelaskan,
sarankan, informasikan.
d. Kolaborasi/pemberian obat/pengaturan nutrisi, diawali kata kerja: rujuk,
instrusikan, laporkan, delegasikan, berikan, lanjutkan, pasang.
STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA (SIKI)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal, 18 Januari 2022
pukul 09.40 WIB bertempat di Puskesmas Panarung Palangka Raya , dengan teknik
anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, di dapat data – data sebagai berikut :
2.1.1 Identitas
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Januari 2022, pukul: 09.40
WIB pada An.S, tempat tanggal lahir Palangka Raya 30 Mei 2019, jenis kelamin laki-
laki, beragama kristen, suku dayak/Indonesia, pendidikan belum sekolah, alamat jl.
Jati dengan diagnose medis ISPA
2.1.1 Riwayat Kesehatan
2.1.1.1 Keluhan Utama
Ibu an.S mengatakan anaknya batuk, pilek, sudah 3 hari
2.1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan pada tanggal 18 Januari 2022 pada saat klien dirumah,
klien sering batuk dan disertai pilek sudah 5 hari, karena batuk klien tidak
sembuh-sembuh, kemudian ibu klien mengantarnya PKM Panarung dan
diberikan oleh dokter terapi obat
2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Lalu
1) Riwayat prenatal
Selama hamil ibu An.S selalu mengikuti imunisasi
2) Riwayat natal
An.S dilahirkan normal ditolong oleh bidan , umur kehamilan 9
bulan/32 minggu
3) Riwayat postnatal
An.S Dilahirkan dengan BB 2.500gr kg panjang 3 cm dan diasuh oleh
orang tuanya
4) Penyakit sebelumnya
An. S memiliki riwayat penyakit ISPA
5) Imunisasi
b. BAK
Frekuensi 2 x Sehari 2 x Sehari
Konsistensi Kuning Kuning
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 2-3 Jam 1-2 Jam
b. Malam/ jam 7-8 Jam 6-7 Jam
Mahasiswa
Krisevi Handayani
ANALISIS DATA
DATA SIBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBJEKTIF PENYEBAB
- N : 89x/menit
- RR : 22x/menit
- S : 36,0˚C
Diangnosa medis : ISPA
PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningktan sputum
ditandai ibu klien mengatakan anaknya batuk pilek sudah 5 har tidak kunjung
sembuh , klien tampak batuk, pilek, klien tampak lemah, terdapat secret,
hidung tampak merah TTV N : 89x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,0˚C dengan
diangnosa medis ISPA
RENCANA KEPERAWATAN
Nama pasien : An. A
Ruang Rawat : Puskesmas Panarung
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Mengetahui kemampuan batuk klien
efektif berhubungan keperawatan selama 1x7 jam jalan 2. Monitor adanya retensi sputum 2. Mengetahui secret berbau kuning
dengan peningktan napas menjadi efektif dengan 3. Atur posisi semi-Fowler atau kehijauan menunjukan adanya
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif infeksi paru
sputum dan batuk kriteria hasil :
5. Anjurkan tarik napas dalam melalui 3. Membantu menurunkan kelemahan
1. Menyatakan/ menunjukkan hidung selama 4 detik otot dan dapat sebagai alat ekspansi
hilangnya dispnea. 6. Anjurkan batuk dengan kuat langsung dada
2. Mempertahankan jalan nafas setelah tarik napas dalam 4. Membantu mengeluarkan dahak
paten dengan bunyi nafas bersih. 7. Kolaborasi pemberian obat Cetirizine 1x1 5. Memberikan cara untuk
3. Mengeluarkan sekret tanpa sehari, Glyceryl Guaiacolate 2x1 sehari, mengatasidan mengontrol dipsnea,
kesulitan. dan Cetirizine 1x1 sehari mengeluarkan secret
6. Untuk membantuk mengeluarga
secret
7. Mengurangi secret
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama pasien : An. A
Ruang Rawat : Puskesmas Panarung
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tanda dan
nama perawat
Selasa, 18 Januari 1. Mengbservasi tanda-tanda vital S : Ibu klien mengataka anaknya batuk, pilek sudah 5 hari
2022 2. Mengidentifikasi dan mengelola ketepatan
jalan nafas O:
Jam 09.40 Wib pagi 3. Memposisiskan semi-fowler
4. Memonitor pola nafas 1. Klien masih tampak lemah
Dx1 5. Memonitor bunyi nafas tambahan 2. Klien tampak batuk, pilek,
6. Memberikan air hangat 3. Terdapat secret
7. Mengajarkan teknik batuk efektif 4. Hidung klien tampak merah
8. Kolaborasi pemberian obat Cetirizine 1x1 TTV N : 89x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,0 ˚C
sehari, Glyceryl Guaiacolate 2x1 sehari, dan Krisevi Handayani
Cetirizine 1x1 sehari A : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
P : Lanjutkan intervensi
Tim Pokja SLKI DPP PPNI Cetakan II 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan .Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Cetakan II 2019.Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan .Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Iskandar Nurbaiti.2001.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telingga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Jakarta.Balai Penerbit FKUI.
Suzanne C Smeltzer. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monika Ester dkk. Ed. 8. Jakarta
EGC.
Soemantri Irman,2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Gangguan sistem pernafasn, Jakarta Salemba Medika.
Manurung Santa et all 2014. Gangguan Siatem Pernafasan Akibat Infeksi cet.2.
Jakarta TIM
Ignativicius, D.D.Workman, M. L Misler M.A. 2006 . Medical Surgical Nursing.
Across the Health Care Continum.5 th edition.Philadelphia W.B. Saunders
Company.