Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY Y DENGAN


DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA DI IGD RSUD
Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Di susun Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
( 2021-01-14901-037 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI PROFESI
NERS TAHUN AJARAN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : 1. Krisev Handayani ( 2021.01.14901.037)

Program Studi : Profesi Ners


Judul : Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny Y Dengan Diagnosa
Medis Efusi Pleura Di Igd Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Stase Keperawatan Manajement Pada Program Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Suryagustina, Ners., M.Kep Christina Indah, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul ” Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny Y Dengan Diagnosa Medis
Efusi Pleura Di Igd Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Proposal ini dibuat sebagai syarat dalam menempuh tugas di stase
keperawatan anak pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka
Raya. Penyusun menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan
tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd., M.Kes sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Suryagustina, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang banyak
membantu dalam pembuatan proposal ini.
3. Ibu Christina Indah, S.Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang sangat
membantu dalam pembuatan proposal ini.
4. Kedua orang tua kami yang selalu memberi motivasi, doa dan dukungan
moril dan materil kepada penulis.
5. Seluruh peserta penkes yang bersedia meluangkan waktu dan kesediannya
dalam mengikuti pendidikan kesehatan pada anak sekolah dasar tentang
pentingnya merawat kebersihan diri sejak dini stase keperawatan anak
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan. Dalam penyusunan proposal ini penyusun
menyadari belum sempurna. Sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran
untuk perbaikan di masa mendatang.

Palangka Raya, 28 Maret 2022


Penulis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan pada rongga pleura yang berada di permukaan pleura visceral
dan pleura pariental. Selain berisi cairan, dalam efusi pleura juga terdapat
penumpikan pus dan darah. Efusi pleura merupakan salah satu penyakit yang
dapat mengancam jiwa (Saferi & Mariza, 2013).
Seorang pasien dapat di diagnosa efusi pleura apabila jumlah cairan
didalam rongga pleura berakumulasi melebihi absorbsi cairan pleura. Normalnya,
cairan masuk mulai dari kapiler hingga parietalis. Selain itu cairan juga dapat
memasuki rongga pleura mulai dari ruang intrestisium paru hingga ke pleura
viseralis atau dari kavum paritonium melelui lubang kecil yang ada di daerah
diapraghma. Saluran limfe memiliki kemampuan penyerapan cairan sebesar 20
kali lebih besar dari keadaan cairan yang dihasilkan dalam jumlah normal
(Tamsuri, 2008).
Akumulasi jumlah cairan dirongga pleura dapat terjadi apabila adanya
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam darah seperti pada penyakit gagal
jantung, atau jika terjadi tekanan osmotic cairan pada darah seperti pada
hipoalbuminemia. Efusi pleura juga dapat terjadi jika tekanan dalam rongga
pleura negative (turun) seperti pada atelectasis, semua kelainan ini menimbulkan
efusi pleura transudatif. Hal yang diperlukan di klinik jika mencurigai adanya
efusi pleura yaitu dengan kemampuan melakukan tindakan torakosentesis dan
kemampuan membedakan antara eksudat dan transudate (Darmanto, 2016).

2.1.2 Anatomi fisiologi


Plaura merupakan struktur pelengkap dari system pernapasan yang
berfungsi sebagai struktur penunjang yang dibutuhkan dalam proses berjalannya
system pernapasan tersebut. Struktur pelengkap lainnya yaitu dinding pada dada
yang tersusun dari iga dan otot, otot abdomen, diafragma maupun pleura itu
sendiri.

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pleura (Sugeng Bambang, 2011).

Pleura adalah suatu membrane serosa yang melapisi permukaan dalam dinding
thoraks di bagian kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri,
melapisi mediastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis), kemudian
pada pangkal paru, membrane serosa ini berbalik melapisi paru (pleura viseralis) pleura
viseralis dapat berinvaginasi mengikuti fisura yang terbagi pada setiap lobus paru
(Darmanto, 2016)
2.1.2.1 Pleura viseralis
Pleura viseralis adalah pleura yang berada pada permukaan paru, terdiri dari satu
lapis sel mesothelial yang tipis < 30µm yang terletak di permukaan bagian luarnya.
Terdapat sel-sel limfosit yang berada diantara celah-celahnya. Endopleura yang berisikan
fibrosit dan histiosit berada di bawah sel-sel mesothelial, dan di bawahnya merupakan
lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastis. Sedangkan pada lapisan
paling bawah terdapat jaringan interstitial subpleura, didalamnya banyak mengandung
pembuluh darah kapiler.
2.1.2.2 Pleura Parietalis
Pleura parietalis yaitu pleura yang letaknya berbatasan dengan dinding thorax,
memiliki jaringan yang lebih tebal yang tersusun dari sel-sel mesothelial dan juga
tersusun dari jaringan ikat seperti kolagen dan elastis. Sedangakan jika pada jaringan ikat
tersebut banyak tersusun kapiler dari intercostalis dan mamaria interna,pada pembuluh
limfe banyak terdapat reseptor saraf sensoris yang sangat peka terhadap rangsangan rasa
sakit dan juga perbedaan temperature. Yang keseluruhannya tersusun dari intercostalis
pada dinding dada dan alirannya pun akan sesuai dengan dermatom dada. Sehingga
dapat mempermudah dinding dada yang berada di atasnya menempel dan melepas.
Sehingga berfungsi untuk memproduksi cairan pleura. Kedua lapisan pleura tersebut
saling berkaitan dengan hilus pulmonalis yang berfungsi sebagai penghubung pleura
(ligament pulmonalis). Pada lapisan pleura ini terdapat rongga yang dinamakan cavum
pleura. Cavum pleura memiliki sedikit kandungan cairan pleura yang berfungsi untuk
menghindari adanya gesekan antar pleura saat sedang melakukan proses pernapasan.

Gambar 2.2.2 Anatomi efusi Pleura (Sugeng Bambang, 2011)

Pleura memiliki fungsi mekanik yaitu melanjutkan tekanan negative


thorax ke daerah paru-paru, sehingga paru dapat mengembang karena elastis.
Dalam waktu istirahat (resting pressure) tekanan H 2O dalam pleura adalah sekitar
-2 sampai -5 cm, sedikit bertambah negative di apex saat dalam posisi berdiri.
Saat inspirasi tekanan negative dalam pleura meningkat menjadi -25 sampai -35
H2O. Selain fungsi mekanik, rongga pleura steril karena mesothelial mampu
bekerja melakukan fagositesis benda asing dan cairan dalam rongga pleura yang
diproduksi bertindak sebagai lubrikans. Cairan dalam rongga pleura sangatlah
sedikit, sekitar 0,3 ml/kg, bersifat hiponkotik dengan konsentrasi protein dalam
cairan sekitar 1 gr/dl. Produksi dan reabsorbsi cairan di rongga pleura
kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh gerakan pernafasan dan gravitasi paru.
Lokasi reabsorbsi terjadi pada pembuluh limfe pleura parietalis dengan kecepatan
0,1 sampai 0,5 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi maka
akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura (Saferi & Mariza, 2013).

2.1.3 Etiologi
Menurut Darmanto (2016), ada beberapa factor yang menjadi penyebab
dari efusi pleura adalah sebagai berikut:
2.1.3.1 Efusi Pleura Transudatif
Efusi pleura transudatif terbentuk dari ultrafiltrasi zmembran yang
mengandung cairan protei rendah. Efusi pleura transudatif dapat dibebakan
berbagai faktor antara lain disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli pada
paru, sirosis hati atau yang merupakan penyakit pada intraabdominal, dialisis
peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi
garam maupun setelah pembedahanv jantung.
2.1.3.2 Efusi Pleura Eksudatif
Efusi pleura eksudatif terbentuk dari sekresi aktif atau kebocoran
membran dan mengandung protein yang tingggi. Eksudatif terjadi akibat adanya
peradangan atau proses infiltrasi pada pleura maupun jaringan yang berdekatan
dengan pleura. Selain itu adanya kerusakan pada dinding kapiler juga dapat
mengakibatkan terbentuknya cairan yang mengandung banyak protein keluar dari
pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura
eksudatif juga bisa di sebabkan oleh adanya bendungan pada pembuluh limfe
penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma, infeksi,
penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal dan imunologik.
1. Neoplasma
Neoplasma dapat menyebkan efusi pleura dikarenakan karsinoma
bronkogenik karena dalam keadaan tersebut jumlah leukosit
>2.500/mL. yang terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering terjadi
reakumulasi setelah terasentesis, selain itu tumor metatastik yang
berasal dari karsinoma mammae lebih sering bilateral dibandingkan
dengan karsinoma bronkogenik yang diakibatkan adanya
penyumbatan pembuluh limfe atau adanya penyebaran ke daerah
pleura. Penyebab lainnya adalah limfoma, mesotelimoa dan tumor
jinak ovarium atau sindrom meig.
2. Infeksi
Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi,
mikroorganismenya adalah virus, bekteri, mikoplasma maupun
mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali dapat
menyebabkan efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang mengandung
nanah disertai mikroorganisme di sebut dengan empyema. Selain
empyema pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma
juga dapat menyababkan efusi pleura.
3. Penyakit jaringan ikat
Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi pleura adalah
seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid.
4. Penyakit intraabdominal
Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra abdominalis tidak
hanya dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi dapat juga
menyebabkan efusi pleura transudatif tergantung pada jenis
penyababnya. Penyakit intraabdominal yang dapat menyebabkan efusi
pleura eksudatif adalah kasus pasca bedah abdomen, perforasi usus,
dan hepatobiliar yang dapat menyababkan abses subdiafragmatika.
Hal yang sering ditemukan sebagai penyabab efusi pleura dari
penyakit intra abdominalis adalah abses hepar karena amoba.
5. Imunologik
Imunologik yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti efusi
rheumatoid, efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis wagener,
sindrom sjogren, paska cedera jantung, emboli paru, paru uremik dan
sindrom meig.
2.1.3.3 Efusi pleura rheumatoid banyak di jumpai pada pasien laki-laki
dibandingkan pada pasien perempuan. Biasanya pasien rheumatoid
tingkat sedang sampai berat yang mempunyai nodul subkutan dapat
menyabkan efusi pleura rheumatoid. Pada pasien efusi pleura
rheumatoid pasien mengaluhkan nyeri pleuritik dan sesak napas.
2.1.3.4 Efusi pleura hemoragis
Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang di sebakan oleh
trauma, tumor, infark paru maupun tuberkolosis.
2.1.3.5 Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk
Penyebab efusi pleura dari lokasi terbentuknya dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi pleura unilateral tidak ada
kaitannya dengan penyebab penyakit tetapi efusi pleura bilateral dapat ditemukan
pada penyakit-penyakit berikut seperti gagal jantung kongestif, sindroma nefrotik,
asites, infark paru, tumer dan tuberkolosis.
2.1.3.6 Analisis cairan pleura
Menurut Dramanto (2016), analisa dari cairan pleura adalah sebagi
berikut. Cairan pleura secara maksroskopik diperiksa warna, turbiditas, dan bau
dari cairannya.
Efusi pleura transudate cairannya biasanya jernih, transparan,
berawarna kuning jerami dan tidak memiliki bau. Sedangakan cairan dari pleura
yang menyerupai susu bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura
yang berbau busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh bakteri
anaerob. Cairan yang berwarna kemerahan biasanya mengandung darah,
sedangkan jika berwarna coklat biasanya di sebabkan oleh amebiasis. Sel darah
putih dalam jumlah banyak dan adanya peningkatan dari kolesterol atau
trigliserida akan menyebabkan cairan pleura berubah menjadi keruh (turbid).
Setelah dilakukan proses sentrifugasi, supernatant empiema menjadi jernih dan
berubah menjadi warna kuning, sedangkan jika efusi disebabkan oleh kilotoraks
warnanya tidak akan berubah tetap seperti berawan.
Sedangkan jika dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL darah pada
sejumlah volume cairan pleura sudah cukup untuk menyababkan perubahan pada
warna cairan menjadi kemerahan yang di sebabkan darah tersebut mengandung
5000-10.000 sel eritrosit. Efusi pleura yang banyak mengandung darah (100.000
eritrosit/mL) Memicu dugaan adanya trauma, keganasan atau emboli dari paru.
Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah biasanya disebabakn
adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura melebihi 50% dari hematocrit
dari darah perifer, termasuk dalam hemotoraks.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari
efusi pleura yang berdasarkan dengan penyebabnya adalah:
1. Sesak napas
2. Rasa berat pada daerah dada
3. Bising jantung yang disebabkan payah jantung
4. Lemas yang progresif
5. Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma
6. Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus
7. Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru
8. Demam mengigil yang disebabkan empyema
9. Asites pada penderita serosis hati
10.Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh penderita
sindrom meig.

2.1.5 Patofisiologi
Letak dari pleura viseralis dan pleura perietalis saling berhadapan dan
hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dan kapiler- kapiler
pleura dan rearbsorbsi oleh vena viscelar dan parietal dan juga saluran getah
bening. Karena efusi pleura merupakan pengumpulan cairan yang berada pada
rongga pleura dalam jumlah yang berlebih di dalam rongga pleura viseralis dan
parietalis, sehingga masalah tersebut dapat menyebabkan ekspansi dari paru dan
menyebabkan pasien bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen dapat
diperoleh secara maksimal. Dari masalah tersebut maka klien mengalami
gangguan dalam keefektifan pola pernapasannya. Ketidakefektifan pola napas
merupakan suatu kondisi dimana pasien mengalami penurunan dalam ventilasi
yang actual atau potensial yang disebabkan oleh perubahan pola napas.
Umumnya kasus ini di tegakkan pada diagnosa hiperventilasi.
Ketidakefektifan pola napas di tandai dengan dyspnea, takipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, sianosis dan perubahan pergerakan dinding dada
(Somantri, 2012).Efusi pleura dapat berupa eksudat maupun transudate. Transudat
dapat disebabkan jika adanya peningkatan tekanan vena pulmonalis misalnya
pada penderita payah jantung kongestif. Keseimbangan kekeuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluh Transudasi juga dapat menyebab kan
hypoproteinemia sperti pada penyakit hati dan ginjal. Jika efusi pleura
mengandung nanah maka si sebut empyema. Empyema disebabkan oleh perluasan
infeksi dari struktur yang berdekatn dan merupakan komplikasi dari pneumonia
abses paru-paru maupun perporasi karsinoma kedalam rongga pleura. Jika
empyema tida tertangani dengan drainage maka akan membahayakan dinding
thorak. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura viseralis dan parietalis di sebut dengan
fibrothoraks. Jika fibrothoraks luas maka dapat menimbulkan hambatan
mekanisme yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya (Saferi &
Mariza, 2013).
WOC EFUSI PLEURA Etiologi
- Efusi Pleura Transudatif adalah
infeksi mikroorganismenya (virus, Pemeriksaan Penunjang  
Efusi pleura merupakan suatu keadaan bekteri, mikoplasma, mikobakterium) - Poto Thoraks
yang ditandai dengan adanya - CT Scan
- Efusi Pleura Eksudatif mengandung
penumpukan cairan pada rongga pleura - Pemeriksaan
nanah disertai mikroorganisme Laboratorium
yang berada di permukaan pleura
visceral dan pleura pariental

Efusi Pleura

B1 (Breating) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

GFR menurun Ketidak seimbangan


Hipersekresi jalan Dehidrasi Peningkatan distensi
Ketidak seimbangan antara suplai dan
Napas abdomen
Ventilaso Perfusi kebuthan oksifgen
gangguan fungsi
ginjal
Proses penyakit Mual, muntah
Sekresi yang Perubahan membran ( Mis : Infeksi,
dan Anorexia Tirak Baring
akveoulus-kapiler Kanker)
tertahan Penurunan produksi
urine
Output berlebihan Kelemahan
Peningkatan laju
Proses Infeksi
metabolisme
Retensi air dan Na
Gangguan tukuran Intoleransi Aktivitas
Gas
Hipertermi Defisit nutrisi
Bersihan Jalan Resiko
Napas
N Tidak ketidakseimbangan
Efektif cairan
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Fibrothoraks
Efusi pleura eksudat yang sudah tidak dapat ditangani oleh tindakan
drainase dengan baik maka akan menimbulkan perlekatan pada fibrosa antara
pleura viseralis dan pleura parietalis. Jika fibrothoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya
dan harus segera dilakukan pembedahan.
2.1.6.2 Atelectasis
merupakan pengembangan paru-peru yang tidak sempurna di sebabkan
karena adanya penekanan akibat efusi pleura.
2.1.6.3 Fibrosis
Fibrosis paru merupakan suatu keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis dapat timbul akibat proses
perbaikan jaringan sebagai lanjutan dari sebuah penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura atelaktasis yang berkepanjangan dapat juga
menyebabkan pergantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
2.1.7.1 Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-
paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas
dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan
foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
2.1.7.2 CT – SCAN 
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya
tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang
meliputi :
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum
dan pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,
mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
1. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
2. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
2.1.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara
lain :
1. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effuse < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effuse < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
1) Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
2) Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
2. Analisa cairan pleura
1) Transudat : jernih, kekuningan
2) Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
3) Hilothorax : putih seperti susu
4) Empiema : kental dan keruh
5) Empiema anaerob: berbau busuk
6) Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
3. Perhitungan sel dan sitologi
1) Leukosit 25.000 (mm3) : empyema
2) Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
3) Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
4) Eosinofil meningka : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
5) Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni.
Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada
dan keganasan.
6) Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
7) Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi
cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
8) Bakteriologis : Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan
pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas,
enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan
asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,
1998: 788).

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut Herdman Kamitsuru (2011), tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien efusi pleura antara lain yaitu:
1. Memposisikan klien semi fowler Yaitu dengan posisi setengah duduk
dengan posisi 45o yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman.
2. Pemberian oksigen
3. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD )
4. Melakukan latihan napas dalam Yang bertujuan untuk membebaskan dari
gangguan ventilasi Memonitor pola napas, suara napas tambahan,
kecepatan, kedalaman dan kesulitan saat bernapas.
5. Berkolaborasi pemberian terapi obat Jika agen penyebab efusi pleura
adalah kuman atau bakteri maka dapat menggunakan antibiotik.
6. Perkusi toraks anterior dan posterior mulai dari apeks sampai basis paru.
7. Monitor keluhan sesak napas pasien termasuk kegiatan yang dapat
meningkatkan rasa sesak napas pada pasien.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan2


2.2.1 Pengkajian
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak ada selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau
ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic
Hyperplasia, dan prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
4. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
5. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada
fase ini.Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul.Pola
napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
koarbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
b. B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau
angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada
sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah.
c. B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
d. B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut).Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria, dapat
menjadi anuria.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan
sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan
fisiksecara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari jaringan.

2.2.2 Diagnosa
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubunfgan dengan ketidak seimbangan
ventilasi perfusi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, mucosa sekret berlebihan.
3. Pola nafas tidak efektif
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan
7. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (cairan tubuh statis), prosedur invasif
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan nafas (SLKI,L.01001, Hal18) Manajemen Jalan Nafas Buatan (I.01012 Hal. 187)
efektif (D.0001 Hal. 18) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x7 jam Observasi
diharapkan penurunan produksi sekret, obstruksi jalan Monitor posisi selang endotrakeal (ETT), terutama setelah
nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. mengubah posisi
Dengan kriteria hasil : Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
1. Produksi sputum menurun Monitor area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan,
2. Dispnea menurun drainase, perdarahan)
3. Sulit berbicara sedang Terapeutik
4. Sianosis menurun 1. Kurangi tekana balon secara periodik setiap shif
5. Frekuensi nafas membaik 2. Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah ETT
6. Pola nafas membaik tergigit
3. Cegah ETT terlipat (kinking)
4. Berikan pre0oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan setelah pengisapan
5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi
mekanik) 1,5 kali volume tidal
6. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika
diperlukan (bukan secara berkala/rutin)
7. Gantik fikasi ETT setiap 24 jam
8. Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap
24 Jam
9. Lakukan perawatan mulut(mis, dengan sikat
gigi,kasa,pelembab bibir)
10. Lakukan perawatan trakeostomi
Edukasi
1) Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan nafas buatan
2) Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mocus plug yang
tidak dapat di lakukan pengisapan
Pola napas tidak efektif Pola nafas SLKI (L.08066 hal 145 ) Menajemen jalan nafas (I.01011 hal: 186)
(D.0005 Hal.26) Setelah di lakukan tindakan selama 1x7 jam di Observasi
harapkan inspirasi/ekspirasi tidak memberikan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
ventilasi adekuat dengan kriteria hasil : nafas)
1. Dispnea menurun skor 5 2. Monitor bunyi nafas (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
2. Penggunaan alat bantu otot nafas menurun skor 5 ronki kering)
3. Ortopnea menurun skor 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Pernafasan pursed lip menurun skor 5 Terapeutik
5. Pernafasan cuping hidung menurun skor 5 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head lift
6. Frekuensi nafas membaik skor 5 dan chin lift (jaw-thrust jika dicurigai trauma sevikal)
7. Kedalaman nafas membaik skor 5 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiper oksigenasi sebelum pengisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep Mcgil
8. Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 200ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik,
Nyeri Akut berhubungan Setelah di lakukan asuhan keperawatan selam kurang 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan lebih 1x 24 Jam, diharap klien tidak mengeluhkan kualitas, intensitas nyeri
tentang ketidaknyamanan lagi dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
- keluhan nyeri : 4 memperingan nyeri
- meringis : 4 3. Cegah aktivitas pemicu agresi
- kesulitan tidur menurun : 4 4. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti
- frekuensi nadi membaik : 4 rileksasi, tarik nafas dalam
- pola nafas : 4 5. anjurkan klien untuk menghindari aktivitas yang berat
- Tekanan darah : 4 dan menggunakan tehnik relaksasi jika masih terasa
nyeri
6. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri
Hipertermi berhubungan Termoregulasi SLKI (L.14134 Hal.129) Manajemen hipertermia (SDKI, I.15516, hal. 181)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x7 Observasi
dengan infeksi (D.0130 Hal.
jam diharapkan dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
284) 1. Kulit merah menurun terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
2. Kejang menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Akrosianosis menurun 3. Monitor kadar elektrolit
4. Konsumsi oksigen sedang 4. Monitor haluaran urine
5. Piloereksi menurun 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
6. Vasokontriksi perifer menurun Terapeutik
7. Kutis memorata menurun 1. Sediakan lingkungan yang dingin
8. Pucat menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
9. Takikardi menurun 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
10. Takipnea menurun 4. Berikan cairan oral
11. Bradikardi menurun 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
12. Dasar kuku sianotik menurun mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
13. Hipoksia menurun 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher dada,
abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
Intoleransi aktifitas Setelah di lakukan asuhan keperawatan selam kurang 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
lebih 1 x 24 Jam, diharap klien dapat beraktifitas
berhubungan dengan mengakibatkan kelelahan
seperti biasa kriteria hasil :
kelemahan fisik - Frekuensi nadi 4 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Saturasi oksigen :4 3. Monitor pola dan jam tidur
- Tekanan darah : 4 4. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Frekuensi napas : 4 (mis. cahaya, suara, kunjungan)
- Ekg iskemia :4 5. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Risiko Infeksi Setelah di lakukan asuhan keperawatan selam kurang 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistrmik
lebih 1x 24 Jam, diharap klien tidak mengalami 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
risiko feksi lagi dengan kriteria hasil : 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Kebersihan tangan 5 dan lingkungan pasien
- Kebersihan badan 5 4. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
- Kemerahan 5 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Nyeri menurun 5 6. Kolaborasi pemeberian imunisasi, jika perlu
- Cairan berbau busuk menurun 5
( SLKI L.14137 Hal 139)

Gangguan Pertukaran Gas Setelah di lakukan tindakan selama 1x4 jam di 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan uaya napas
harapkan inspirasi /ekspirasi tidak memberikan 2. Monitor pola napas
ventilasi adekuat dengan kriteria hasil : 3. Monitor kemamuan batuk efektif
- Bunyi nafas tambahan menurun 4. Monitor ada produksi sputum
- PCO2 Meningkat 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- PO2 meningkat 6. Monitor saturasi oksigen
Pola nafas membaik 7. Monitor nilai AGD
8. Dokumentasi hasil pemantauan
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang
bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada
saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
RS dr.Doris Sylvanus Palangkaraya RM........ /ASKEP...... /2022
Tanggal : 28 /03/2022 Pukul : 13.30 WIB
A. Data Umum
Nama : Ny Ranttyah
DOKUMEN ASUHAN KEPERAWATAN
Tgl.Lahir : 09/09/1964 (P)
GAWAT DARURAT TERINTEGRASI
No. RM : 39.68.24

Penderita/ Rujukan
( ) Datang sendiri, diantar oleh : keluarga
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS…………………………………………… Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/
B. Kesehatan Umum Riwayat Alergi : Riwayat
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian : Alergi: ( ) tidak
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Doris Sylvanus 28 Maret 2022 dibawa oleh keluarga pasien mengatakan mengeluh sesak ( ) Ya: jenis alergi:
napas, di IGD dilakukan pemeriksaan didapatkan TD. 121/80 mmHg, N. 131x/menit, RR. 30x/menit, S.36.6°C, akral hangat, ______________________
( ) Obat, jelaskan
nafas terlihat cepat, pasien di rawat di triase kuning dan diberikan tindakan pemasangan O2 nasal kanul 4 lpm, inf. WIDA KN
_______________________
2 500 ml/12jam, inj. Ceftriaxone 1x2 gr IV, inj. Resfar 1x5gr inj. Lansoprazole 1x1, Nebulizer combivent 4x/hari ( ) Makanan, jelaskan
____________________
( ) lain-lain, jelaskan
_____________________
Riwayat Penyakit / Pengobatan : Riwayat ca mamae dan nsclc , dan pasien tidak memiliki riwayat DM dan jantung

C. Data Khusus
Prioritas Triage:  Biru  Merah  Kuning  Hijau  Putih  Hitam
(Prioritas 1) (Prioritas 2) (Prioritas 3) (Prioritas 4) (Prioritas 5) (Prioritas 0)
JALAN NAPAS PERNAPASAN SIRKULAS KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN
(AIRWAY) (BREATHING) (DISABILITY) (EXPOSURE)
.; I
 Terbatas □ Spontan Nadi : □ Kuat Respon : Jejas :
 Ronchi □ SpO2: 99.%  Sadar □ Nyeri □ Ya:
CRT :  < 2’ □ > 2’
Pupil : Isokor Lokasi:
Warna kulit:  Pucat Reflek : +/+
GCS : E4V5M6
Perdarahan : Tidak ada
Turgor kulit : Baik
D. PRIMARY
SURVEY

Akral hangat

TD : 121 / 80 mmHg N: 131 x/menit R: 30 x/menit Temp : 36,6 °C


E. SECONDARY SURVEY

STATUS TERKINI Keadaan Umum: STATUS LOCALIS


- Kepala : Simetris, tidak ada benjolan PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Rontgen :

- Leher :
Tidak ada trauma/jejas di area leher, tidak tampak pembesaran JVP

- Thorax : Simetris, Suara Nafas whezing


- Cor :
:
Hasil Laboratorium :
pH : 7,45
Pco2 : 23
Po2 : 62
Hct : 29
HCO3 :16.0
- Abdomen Abdomen supel, tidak ada luka/jejas, tampak simetris, tidak teraba pembesaran HCO3std :19,6
hepar, bising usus (+) TCO2 :16,7
Beecf :-8,0
BE (B) :-6,0
SO2 : 93
Natrium (Na) :136
Kalium :2,6
Calcium :1,01
Clatting Time :500
Bleeding Time :200
Glukosa Sewaktu :88
Ureum :12
Kreatinin :0,59 mg/dl
Swab antigen : Negative

- Extremitas : Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, kekuatan otot ekstremitas bawah 5/5 Hasil CT scan :

- Lainnnya : CT Scan tidak dilakukan

Hasil EKG :

Konsultasi Spesialis :
Dr. Spesialis Paru
NRS
DIAGNOSA MEDIS : Efusi Plura WBS

Resep Obat/ tindakan medis :


Infus inf. WIDA KN 2 500 ml/12jam 0 : Tidak Nyeri 5-6 : Nyeri
Iinj. Ceftriaxone 1x2 gr/ IV Sedan
Nyeri
1-4 : Nyeri Ringan 7-10 :
Berat
Inj. Resfar 1x5gr
Nebu combivent 4x/Hari, pulmicort 2x/hari

WSD CITO

Cek AGD + Albumin

Trasfusi PRC 2 Kantung


PENILAIAN RESIKO JATUH
Skor Resiko Jatuh □ Tidak ada resiko jatuh :

KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan :  tidak ada □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain : ........................................................................
Mengalami kekerasan fisik :  tidak ada □ ada Mencederai diri / orang lain : □ pernah  tidak pernah
Trauma dalam kehidupan :  tidak ada □ ada Jelaskan : .......................................................................................................................
Gangguan tidur :  tidak ada □ ada
Konsultasi dengan
:  tidak ada □ ada
psikologi/psikiater

SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL

Status Pernikahan □ Single □ Menikah □ Bercerai □ Janda / Duda

Anak □ Tidak ada □ Ada, jumlah anak : 5

Pendidikan terakhir SMA

Warga negara  WNI

Pekerjaan  Tidak
Bekerja
Pembiayaan kesehatan  Asuransi

Tinggal bersama  anak

Nama : ........................................................ No. Telepon : .........................................................

Kebiasaan □ Merokok □ Alkohol □ Lainnya : ............. Jenis dan jumlah per hari : ...................................

Agama □ Islam

Perlu Rohaniwan □ Tidak, Jelaskan

KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI

1. Kurang pengetahuan tentang : Kurang Pengetahuan Tentang Penyakitnya sekarang


2. Kemampuan berkomunikasi : □ Normal

ASSESSMEN FUNGSIONAL (Bartel Indeks)

No FUNGSI KETERANGAN SKOR No FUNGSI KETERANGAN SKOR


1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur 6 Berpindah Tidak mampu
(perlu enema) tempat
Kadang-kadang inkontinen dari tidur ke Perlu banyak bantuan untuk
(1 x seminggu) duduk bisa duduk (2 orang)
Kontinen teratur 2 Bantuan minimal 1 orang 2
2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter Mandiri
dan tak terkontrol
Kadang-kadang inkontinen 7 Mobilisasi / Tidak mampu 0
(max 1 x 24 jam) berjalan
Mandiri 2 Bisa berjalan dengan kursi roda
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0 Berjalan dengan bantuan satu
(lap muka, sisir
Mandiri Mandiri
rambut, sikat gigi)

4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 8 Berpakaian Tergantung orang lain 0


pergi ke dalam dari orang lain (Memakai baju)
WC (melepas, Perlu pertolongan pada Sebagian dibantu
memakai celana, beberapa aktivitas terapi, (mis : mengancing baju)
menyeka, menyiram) dapat mengerjakan sendiri
beberapa aktivitas yang lain
Mandiri Mandiri
5 Makan Tidak mampu 9 Naik turun Tidak mampu
tangga
Perlu seseorang menolong 1 Butuh pertolongan 1
memotong makanan
Mandiri Mandiri
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri

SKOR TOTAL : Ketergantungan berat (5-8),

PENAPISAN KULIT (SKALA NORTON)

Kondisi fisik Kondisi mental Aktifitas Mobilisasi Gangguan perkemihan

Bagus 4 Sadar 4 Mobilisasi baik 4 Bebas 4 Tidak ada gangguan 4

Nilai : ( ) Resiko rendah (>18)

SKRINING NUTRISI dengan MST (Malnutrisi Screening Tools)

Berat Badan (BB) sekarang : 65 kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?


IMT (Indeks Masa Tubuh) : □ Tidak 0
BB Biasanya : 65 kg
Tinggi Badan (TB) : 165 cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun
Total Skor 0
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
 Tidak 0 Nilai MST : □ Resiko Rendah (MST = 0-1)
□ Resiko Sedang (MST = 2-3)
□ Resiko Tinggi (MST = 4-5)

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif beruhubungan dengan peningkatan □ Kaji tanda-tanda vital pasien
sekresiditandai dengan Pasien tampak sesak, Pasien tampak gelisah, □ Kaji frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
Pasien dengan posisi semi fowler, Pasien terpasang nasal kanul 4 l/menit,
Batuk disertai dahak (+), Jalan Napas : terbatas, suara nafas wheezing, □ Kaji kemampuan batuk efektif
SpO2: 99% CRT : □ < 2’, Respon : Sadar, TD 121/80 mmHg, N □ Kaji adanya produksi sputum
131x/menit, S 36 ºC, Rr 30 x/menit □ Kaji adanya sumbatan jalan nafas
□ Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien
□ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator

□ Kaji tanda-tanda vital pasien


□ Identifikasi penyebab hipertermi (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
2. Hipertermi berhubungan dengan Proses penyakit ( Infeksi) ditandai □ panas)
Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan Pasien tampak gelisah, akral panas, Terpasang cairan infus WIDA Berikan cairan oral
KN2 14 tpm, Akral teraba hangat Turgor kulit baik, TD 121/80 mmHg, N
Kolaborasi pemberian cairan an elektrolit intravena, jika perlu
131 x/menit, S 38,6 ºC, Rr 30 x/menit

NAMA
TENAGA KESEHATAN
TERANG/
TANGGAL PUKUL H. IMPLEMENTASI TENAGA KESEHATAN (PERAWAT, DOKTER,
TANDA
AHLI GIZI DLL)
TANGAN
28/03/2022 17.25 Mengkaji tanda-tanda vital pasien Perawat Krisevi
WIB H
28/03/2022 Mengkaji frekuensi, irama, kedalaman dan Perawat Krisevi
upaya nafas H
28/03/2022 Mengkaji kemampuan batuk efektif Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Mengkaji adanya produksi sputum Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Mengkaji adanya sumbatan jalan nafas Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Memberikan oksigen sesuai dengan Perawat Krisevi
kebutuhan pasien H
28/03/2022 Berkolaborasi dengan dokter dalam Perawat Krisevi
pemberian bronkodilator H
28/03/2022 Mengidentifikasi penyebab hipertermi (mis. Perawat Krisevi
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas) H
28/03/2022 Melonggarkan atau melepaskan pakaian Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Memberikan cairan oral Perawat Krisevi
H
28/03/2022 Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit Perawat Krisevi
intravena H
I.

J. INFORMASI PEMINDAHAN RUANGAN / PEMULANGAN PASIEN


INFORMASI √ KETERANGAN
MRS √ Di Ruang : Gardenia
 Foto Rontgen :1  Laboratorium : 3 lembar  EKG : 1 lembar
□ Obat-obatan :
Inj. Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr/IV
Inj. Lansoprazol 30 mg/IV
Inj.Resfar 1 x 5 mg/IV
Nebu combivent 4x/Hari, pulmicort 2x/hari
Albumin
Dipulangkan □ KIE □ Obat pulang □ Foto Rontgen □ Laboratorium □ Kontrol Poliklinik
Pulang Paksa □ KIE □ Tanda tangan pernyataan pulang paksa
Meninggal Dinyatakan meninggal pk. _____._____ WIB□ Surat keterangan meninggal
Minggat Dinyatakan minggat pk. _____._____ WIB □ Lapor Satpam □ Lapor MOD
□ Lapor Supervisi □ Lapor Humas

Palangkaraya, 28 Maret 2022 Pukul:13.30 WIB


Nama dan Tanda Tangan Mahasiswa

( Krisevi Handayani)
ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DAN DATA KEMUNGKINA DIAGNOSA
OBJEKTIF N PENYEBAB
S : Pasien mengeluhkan sesak napas Gangguan Gangguan Pertukaran
O: Metabolisme Gas
- Pasien tampak gelisah ↓
- Pola napas abnormal (cepat) Kelelahan Otot
- Warna kulit pasien pucat Pernafasan
- PO2 Menurun : 23 ↓
- PCO2 menurun : 62 Gangguan
- pH arteri meningkat : 7,45 pertukaran Gas
- Bunyi nafas tambahan : roncki
- TD 121/80 mmHg
- N 131 x/menit
- S 38,6 ºC
- Rr 30 x/menit
S : Pasien mengatakan mengeluh sesak Hipersekresi jalan Bersihan jalan nafas
nafas, batuk nafas tidak efektif

O: Sekresi yang
- Pasien tampak sesak tertahan
- Pasien tampak gelisah ↓
- Pasien dengan posisi semi fowler Proses infeksi
- Pasien terpasang nasal kanul 4 l/menit ↓
- Batuk disertai dahak (+) Bersihan jalan
- Jalan Napas : terbatas nafas tidak efektif
- Nafas cepat
- Suara nafas wheezing
- SpO2: 99% CRT : □ < 2’
- Respon : Sadar
- TD 121/80 mmHg
- N 131 x/menit
- S 38,6 ºC
- Rr 30 x/menit
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan yang ditandai pasien tampak


gelisah pola napas abnormal (cepat) warna kulit pasien pucatpo2 menurun :
23, pco2 menurun : 62, ph arteri meningkat : 7,45, bunyi nafas tambahan :
roncki, td 121/80 mmhg, n 131 x/menit, s 38,6 ºc, rr 30 x/menit

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif beruhubungan dengan peningkatan sekresi


ditandai dengan Pasien tampak sesak, Pasien tampak gelisah, Pasien dengan
posisi semi fowler, Pasien terpasang nasal kanul 4 l/menit, Batuk disertai
dahak (+), Jalan Napas : terbatas, SpO2: 95.% CRT : □ < 2’, Respon :
Sadar, TD 121/80 mmHg, N 131 x/menit, S 36ºC, Rr 30 x/menit, inj. Resfar
1x5 gr/IV, Nebu combivent 4x/Hari, pulmicort 2x/hari
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas Setelah di lakukan tindakan selama 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan uaya napas
1x4 jam di harapkan inspirasi 2. Monitor pola napas
/ekspirasi tidak memberikan 3. Monitor kemamuan batuk efektif
ventilasi adekuat dengan kriteria 4. Monitor ada produksi sputum
hasil : 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Bunyi nafas tambahan 6. Monitor saturasi oksigen
menurun 7. Monitor nilai AGD
- PCO2 Meningkat 8. Dokumentasi hasil pemantauan
- PO2 meningkat 9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Pola nafas membaik
Bersihan jalan nafas tidak Setelah di lakukan tindakan selama 1. Kaji tanda-tanda vital pasien
efektif 1x4 jam di harapkan inspirasi 2. Kaji frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
/ekspirasi tidak memberikan 3. Kaji kemampuan batuk efektif
ventilasi adekuat dengan kriteria 4. Kaji adanya produksi sputum
hasil : 5. Kaji adanya sumbatan jalan nafas
- Sesak nafas berkurang 6. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
7. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien
- SPO2 meningkat 8. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
- Batuk berkurang bronkodilator
- Sekret berkurang
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman S :Pasien mengeluhkan sesak nafas
Senin,28 Maret O:
dan upaya napas
2022 - Pasien tampak gelisah
2. Monitor pola napas - Pola napas abnormal (cepat)
- Warna kulit pasien pucat
3. Monitor kemamuan batuk efektif
- PO2 Menurun : 23
4. Monitor ada produksi sputum - PCO2 menurun : 62
- pH arteri meningkat : 7,45
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Bunyi nafas tambahan : roncki Krisevi Handayani
6. Monitor saturasi oksigen - TD 121/80 mmHg
- N 131 x/menit
7. Monitor nilai AGD
- S 38,6 ºC
8. Dokumentasi hasil pemantauan - Rr 30 x/menit
A : Gangguan Pertukarran Gas
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
P:
pemantauan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Senin,28 Maret 2. Mengkaji tanda-tanda vital pasien S:
2022 3. Mengkaji frekuensi, irama, kedalaman Pasien mengatakan mengeluh sesak nafas dan
dan upaya nafas batuk
4. Mengkaji kemampuan batuk efektif O:
5. Mengkaji adanya produksi sputum - Pasien tampak sesak Krisevi Handayani
6. Mengkaji adanya sumbatan jalan nafas - Pasien tampak gelisah
7. Mengajarkan teknik relaksasi nafas - Pasien dengan possi semi fowler
dalam - Pasien terpasang nasal kanul 4 l/menit
8. Memberikan oksigen sesuai dengan - Batuk deisertai dahak (+)
kebutuhan pasien - Jalan Napas : terbatas
9. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Pernapasan : Spontan
pemberian bronkodilator - SpO2: 99.% CRT : □ < 2’
- Respon : Sadar
- TD 121/80 mmHg
- N 131 x/menit
- S 38,6
- Rr 30 x/menit

A:
- Bersihan jalan nafas tidak efektif
P:
- Mengkaji tanda-tanda vital pasien
- Mengkaji frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya nafas
- Mengkaji kemampuan batuk efektif
- Mengkaji adanya produksi sputum
- Mengkaji adanya sumbatan jalan nafas
- Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan.
Volume 2. Jakarta: EGC
Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Suddart). Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United States of America : Mosby

Anda mungkin juga menyukai