Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

EFUSI PLEURA

OLEH
Muhammad Anugerah Perdana
I 4061162015

PEMBIMBING
dr. Ari Prabowo, Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK PULMONOLOGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAN
RSUD DOKTER ABDUL AZIS
SINGKAWANG
2018

LEMBAR PERSETUJUAN

1
Telah disetujui Referat dengan judul :

EFUSI PLEURA

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Pulmonologip

Singkawang, Juli 2018


Pembimbing, Penulis,

dr. Ari Prabowo, Sp. P Muhammad Anugerah Perdana

2
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan
tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis
hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Estimasi
prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara industri, dengan
distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura
keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan
dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura
primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami
efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini,
yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya sehingga
hasilnya akan memuaskan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi pleura


Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang embrio-genik
berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang
diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi
permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal
membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma,
mediastinum dan struktur servikal.1

Gambar 1. Anatomi pleura

Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral
diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,
sementara pleura parietal diinervasi saraf saraf interkostalis dan nervus frenikus serta
mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga
pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.2 Pleura terbagi menjadi lima
lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel, lamina basalis, lapisan elastik superfisial, lapisan
jaringan ikat longgar dan lapisan jaringan fibroelastik dalam. Kolagen tipe I dan III yang
diproduksi oleh lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks
ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini. Lapisan jaringan
fibroelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada, diafragma,

4
mediastinum dan paru. Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas jaringan lemak,
fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.3

Gambar 2. Histologi pleura

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan. Luas


permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70
kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan
dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula
sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot
sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ
mediastinum.1 Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik
menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan hingga dewasa
sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma
membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner
memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus
traumatik.2
Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis dan
internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis,
diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis mendapat
sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari
cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis. Vena pleura
parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui vena
azigos. Pleura viseral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis menuju vena
pulmonaris. Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika.
Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura diafragmatika
oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura parietal menimbulkan

5
sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri
pada pleura viseral walaupun secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus
simpatikus.2,3
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di pleura
parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura
parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal
yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus limfatikus superfisialis terletak
pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa
lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral
menuju nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung
sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan
mediastinum, dan dari pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis
dan mediastinum superior.3 Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di
pleura viseral karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga
tidak terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral.2

2.2. Fisiologi pleura


Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang ditimbulkan oleh
rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan menimbulkan tekanan
transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi pengembangan paru dalam proses
respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil
mengatasi rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses
respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan
oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta
keseimbangan elektrolit.4 Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini
menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.
Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul fosfolipid yang
diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel sehingga terbentuk
lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut bersama tekanan
permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil
paru mencegah kontak antara pleura viseral dan parietal walaupun jarak antar pleura
hanya 10 µm.5,6 Proses respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas.
Udara mengalir melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang
mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan

6
pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan antara kedua tekanan
(tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut tekanan transpulmoner. Tekanan
transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga memengaruhi jumlah udara
paru saat respirasi.5,6

Gambar 3. Perubahan volume paru, tekanan alveolar, pleura dan transpulmonal

2.3. Efusi pleura


2.3.1. Definisi
Efusi pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ekstravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Sehingga dapat
disimpulkan efusi pleura merupakan ekstravasasi cairan yang terjadi diantara lapisan
viseralis dan parientalis. Efusi pleura dapat berupa cairan jernih, transudat, eksudat,
darah, dan pus. Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang
terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.7
2.3.2. Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara
industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis
kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga
dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan

7
berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait
dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria.7
2.3.3. Etiologi
Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi pleura, terjadi

akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi cairan pleura.


Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi
kecepatan absorbsinya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai
penyakit Faktor-faktor dan keadaan-keadaan penyebab peningkatan pembentukan
cairan pleura atau penurunan eliminasi cairan pleura pada keadaan efusi pleura, yaitu:5
1. Penyebab peningkatan pembentukan cairan pleura
a. Peningkatan cairan interstitial paru: Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru
b. Peningkatan tekanan intravaskular pleura: Gagal jantung kanan atau kiri,
sindrom vena kava superior
c. Peningkatan permeabilitas kapiler pleura: Inflamasi pleura, peningkatan kadar
VEGF
d. Peningkatan kadar protein cairan pleura
e. Penurunan tekanan pleura: Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru
f. Peningkatan akumulasi cairan peritoneum: Asites, dialisis peritoneum
g. Disrupsi duktus torasikus
h. Disrupsi pembuluh darah rongga dada
2. Penurunan eliminasi cairan pleura
a. Obstruksi penyaliran limfatik pleura parietal
b. Peningkatan tekanan vaskular sistemik: Sindrom vena kava superior, gagal
jantung kanan
Penelitian yang pernah dilakukan di rumah sakit Persahabatan, dari 229 kasus efusi
pleura pada bulan Juli 1994 - Juni 1997, keganasan merupakan penyebab utama diikuti
oleh tuberkulosis, empiema toraks dan kelainan ekstra pulmoner. Penyakit jantung
kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif sedangkan
keganasan dan tuberkulosis (TB) merupakan penyebab tersering efusi eksudatif. Efusi
yang disebabkan tuberkulosis paling sering didapatkan pada kelompok umur < 40 tahun
dan tergantung insidens tuberkulosis di negara tersebut. Pada kelompok umur > 50
tahun paling banyak disebabkan oleh keganasan.8

8
2.3.4. Patofiologi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura. Hal
ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan
pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya terisi sejumlah kecil cairan, biasanya
hanya 0,1-0,2 ml/kgBB. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang
(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.6,7
Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari
pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan
hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem
limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal
yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
kapiler yang disebabkan oleh mediator inflamasi sangat memungkinkan terjadinya
kebocoran cairan dan protein melewati paru dan pleura visceral ke rongga pleura. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.6,7,9

Gambar 4. Patofiologi efusi pleura

2.3.5. Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan
dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan

9
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat
dan eksudat. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. 9,10
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini:
 Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
 LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
 LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal
didalam serum.
Berdasarkan klasifikasi di atas, maka efusi yang bersifat transudat diangap sebagai
uncomplicated pleural effusion, yang dapat ditangani dengan pengobatan konservatif
atau hanya dengan antibiotik. Efusi pleura eksudat atau efusi pleura terlokalisir yang
luas, diklasifikasikan sebagai complicated pleural effusion harus dilakukan drainase.
Yang termasuk complicated pleural effusion yaitu empiema, efusi pleura ganas dan
hemotoraks. Untuk kasus complicated pleural effusion, sangat penting untuk dilakukan
evakuasi cairan supaya paru dapat kembang untuk prognosis yang labih baik. Pilihan
terapinya adalah torakosentesis untuk terapeutik, pemasangan selang dada, terapi
fibrinolitik, pleurodesis dan pembedahan.11
1. Efusi cairan berbentuk eksudat
Terjadi apabila terdapat proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboid dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebabnya :
a. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada,
sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi
antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
b. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus
paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,
Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan

10
dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta
mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
c. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll.
Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
d. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC
biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan
nyeri dada pleuritik.
e. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
 Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
 Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran
balik sirkulasi.
 Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan
berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin
menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat
melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
f. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).
Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh
antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang

11
terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube
thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
 Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
 Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
 Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
 Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai
pH bakteri.
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
g. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma.
h. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
2. Efusi cairan berbentuk transudat
Terjadinya bukan karena penyakit primer paru
a. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya
adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di
samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada
payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis,
diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis
diperlukan juga bila penderita amat sesak. 
b. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi
pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus
albumin.

12
c. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif
yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas
peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan
terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen
yang menyebakan skelorasis.
d. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom
serupa: tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas
yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi
cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan
asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan
penyakit kronis.
e. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi
antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
2.3.6. Manifestasi klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi
malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan
keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan
gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat,
terutama kalau cairannya penuh.
b. Rasa berat pada dada.

13
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan
proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau
metastasis.
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Volume cairan pleura Temuan klinis
<25-300 cm3 Kemungkinan normal
500 cm3 1. Redup pada perkusi
2. Fremitur melemah
3. Pernafasan vesikular menurun
1000 cm3 1. Sedikit buldging pada sela iga
2. Dada tertinggal pada sisi yang sakit
3. Perkusi redup sampai ke skapula dan aksila
4. Fremitus melemah/menghilang di posterior & lateral
5. Suara pernafasan bronkovesikuler
6. Auskultasi terdengar Egophony (suara i terdengar e)
pada batas atas efusi
Masif (memenuhi satu 1. Buldging pada sela iga
hemithoraks) 2. Dada tertinggal pada sisi yang sakit
3. Suara nafas menghilang
4. Auskultasi terdengar Egophony (suara i terdengar e)
pada apeks paru
5. Liver atau spleen teraba karena penekanan diafragma

Nyeri dada yang disebabkan efusi pleura oleh karena penumpukan cairan di dalam
rongga pleura. Nyeri dada yang ditimbulkan oleh efusi pleura bersifat pleuritic pain.
Nyeri pleuritik menunjukkan iritasi lokal dari pleura parietal, yang banyak terdapat
serabut saraf. Karena dipersarafi oleh nervus frenikus, maka keterlibatan pleura
mediastinal menghasilkan nyeri dada dengan nyeri bahu ipsilateral. Nyeri juga bisa
menjalar hingga ke perut melalui persarafan interkostalis. Sedangkan batuk
kemungkinan akibat iritasi bronkial disebabkan kompresi parenkim paru.

2.3.7. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura antara
lain:9,10
1. Rontgen dada
Karena cairan bersifat lebih padat daripada udara, maka cairan yang mengalir bebas
tersebut pertama sekali akan menumpuk di bagian paling bawah dari rongga pleura,

14
ruang subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi pleura biasanya terdeteksi
pada foto toraks postero anterior posisi tegak jika jumlah cairan sampai 200 – 250
ml. Foto toraks lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebesar 50 – 75 ml. Tanda awal
efusi pleura yaitu pada foto toraks postero anterior posisi tegak maka akan dijumpai
gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul baik dilihat dari depan maupun dari
samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang mengalir bebas akan
menampakkan gambaran meniscus sign dari foto toraks postero anterior. Ketinggian
efusi pleura sesuai dengan tingkat batas tertinggi meniskus. Adanya pneumotoraks
atau abses dapat mengubah tampilan meniskus menjadi garis yang lurus atau
gambaran air fluid level.
Berdasarkan foto toraks, efusi pleura terbagi atas small, moderate dan large.
Dikatakan efusi pleura small jika cairan yang mengisi rongga pleura kurang dari
sepertiga hemitoraks. Efusi pleura moderate jika cairan yang mengisi rongga pleura
lebih dari sepertiga tetapi kurang dari setengah hemitoraks. Sedangkan efusi pleura
dikatakan large jika cairan yang mengisi rongga pleura lebih dari setengah
hemitoraks. Selain itu efusi pleura juga dapat dinilai sebagai efusi pleura masif jika
cairan sudah memenuhi satu hemitoraks serta menyebabkan pergeseran mediastinum
ke arah kontralateral, menekan diafragma ipsilateral, dan kompresi paru, jika tidak
ada lesi endobronkial yang menyebabkan atelektasis dan fixed mediastinum.

Gambar 5. A. Efusi pleura kiri tampak postero-anterior. B. Efusi pleura


tampak lateral. (Panah) meniscus sign.

2. USG thoraks
Pemeriksaan USG toraks merupakan prosedur yang mudah dilakukan dan
merupakan tindakan yang tidak invasif dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien.
USG toraks lebih unggul daripada foto toraks dalam mendiagnosis efusi pleura dan

15
dapat mendeteksi efusi pleura sekecil 5ml. meskipun beberapa hal yang detail hanya
bisa terlihat pada CT scan, USG dapat mengidentifikasi efusi yang terlokalisir,
membedakan cairan dari penebalan pleura, dan dapat membedakan lesi paru antara
yang padat dan cair. USG juga dapat digunakan untuk membedakan penyebab efusi
pleura apakah berasal dari paru atau dari abdomen. Selain itu USG dapat dilakukan
di tempat tidur pasien yang sangat berguna untuk identifikasi cepat lokasi diafragma
dan tingkat interkostal untuk menentukan batas atas efusi pleura.

Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada USG thoraks

3. CT Scan thoraks
Pemeriksaan CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan dengan foto toraks biasa
untuk mendeteksi efusi pleura yang sangat minimal dan mudah menilai luas, jumlah,
dan lokasi dari efusi pleura yang terlokalisir. Pada gambaran CT scan toraks, cairan
yang mengalir bebas akan membentuk seperti bulan sabit dapa daerah paling bawah,
sedangkan penumpukan cairan yang terlokalisir akan tetap berbentuk lenticular dan
relatif tetap berada dalam ruang tersebut. Selain itu, CT scan toraks dapat digunakan
untuk menilai penebalan pleura, ketidakteraturan, dan massa yang mengarah
keganasan dan penyakit – penyakit lain yang menyebabkan efusi pleura eksudatif.
Dengan menggunakan zat kontras intra vena, CT scan toraks dapat membedakan
penyakit parenkim paru, seperti abses paru. Emboli paru juga dapat terdeteksi
dengan menggunak an zat kontras intra vena. CT scan toraks juga berguna dalam
mengidentifikasi patologi mediastinum dan dalam membedakan ascites dari efusi
pleura subpulmonik yang terlokalisir.

16
Gambar 7. Gambaran efusi pleura pada CT scan thoraks

4. Biopsi pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka dilakukan
biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan
histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 -75%
diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil
biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara
lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
5. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam
dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan
torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris media dengan
memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000–1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang
dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat
terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum
diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal.

17
Gambar 8. Proses thoracentesis

6. Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-
ctrorne). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,
keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini
menunjukkan adanya abses karena ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

18
Tabel 1. Perbedaan biokimia efusi pleura
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema).
Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter. Pada pleuritis
tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Jenis pemeriksaan Penemuan

19
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel jaringan

Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat

LDH, Gram dan BTA Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema

Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur dan


mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula darah


normal menunjukkan infeksi atau penyakit reumatoid

Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus

pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat diharapkan


untuk sembuh tanpa drainase kecuali bila berlokusi.
Keadaan dengan pH < 7,0 menunjukkan infeksi yang
memerlukan drainase atau adanya robekan esophagus.

Sitologi Dapat mengidentifikasi neoplasma

Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat


membantu membedakan hemotoraks dari torasentesis
traumatik

Komplemen Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik

Preparat sel LE Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi dengan


diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus
alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru.
2.3.8. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan peneriksaan fisik yang teliti,
diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen
thorax, CT-scan, USG thorax, dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan USG dapat

20
mendeteksi cairan pleura yang sedikit antara 5-50 ml, dengan sensitivitas hingga 100%
pada jumlah cairan 100 ml atau lebih.8,9

Bagan 1. Alur diagnosis efusi pleura


Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan
sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat
menggambarkan efusi, diperlukan pencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT.
Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser
mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan
oleh keganasan, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila
mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan
kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor.9,10

21
2.3.9. Tatalaksana
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau
tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura adalah sebagai berikut:9.10
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan melalui
sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu
memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika
perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya
sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah
lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa
dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk
memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
c. Pleuritis tuberkulosa
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (rimfapisin, isoniazid, pirazinamid,
etambutol, streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi
dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi
kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1
mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan).
2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak berkurang. Jangan lebih 1-1,5 liter pada
setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml
dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari
berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan,
sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas
beberapa indikasi:
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada
dada.

22
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan
menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan
kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3
minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun
cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah
bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem
selama beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu
cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema
paru.
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang
rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodesis cairan
dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan
mengembang Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada
kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan
yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu: Bleomisin,
Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk,
Corynebacterium parvum dan tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan salah satu obat
yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-
mana.
Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg
yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga
pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk
pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau
dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis.
Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit

23
dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh
rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.
2.3.10. Komplikasi
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis (empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus
didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika
awal dipilih sesuai gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil
biakan diketahui.9,11
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi
pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,
menyebabkan demam. Dekortikasi dan reseksi pleura lewat pembedahan mungkin
diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru.
Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema
ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi
dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.9,11
2.3.11. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih
jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan
dini. Efusi ganas mempunyai prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan
hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari
kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker
payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan
hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi
parapneumonic, ketika didiagnosis dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan
tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati
atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.8

24
BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan
tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit Efusi pleura harus
segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan menekan organ-organ
vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat
dilakukan pada efusi pleura masif.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR eds. Clinically Oriented Anatomy, 6 th ed. Ch. 1,
Thorax. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 72–180.
2. Light RW ed. Pleural Diseases, 5 ed. Ch. 1, Anatomy of the pleura. Tennessee:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 2–7.
3. Lee P, Colt HG eds. Flex-rigid Pleuroscopy Step-by-step. Steps to understanding
thoracic anatomy. Singapore: CMPMedica Asia Pte Ltd; 2005. p. 10–7.
4. Washko GR, O’Donnell CR, Loring SH. Volume-related and volume-independent
effects of posture on esophageal and transpulmonary pressures in healthy subjects. J
Appl Physiol. 2006;100:753–8.
5. Light RW ed. Pleural Diseases, 5 ed. Ch. 2, Physiology of the pleural space. Tennessee:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 8–16.
6. Miserocchi G. Mechanisms controlling the volume of pleural fluid and extravascular
lung water. Eur Respir Rev. 2009;114(18):244–52.
7. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
8. Khairani, R. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. Jurnal Respirasi
Indo Vol.32, 2012. p.155-6.
9. Alsagaff, Hood dan Mukty A. 2008. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Airlangga University Press. pp: 143-154.
10. Surjanto E, Sutanto YS, Aphridasari J, dan Leonardo. 2014. Penyebab efusi pleura pada
pasien rawat inap di rumah sakit. Jurnal Respirologi Indonesia. 34: 102-108.
11. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II,
edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38.
12. Villena Victoria, Sancho JF, Blasco H, Gafas AdP, Rodriguez EP, Panadero FR,
Candeira SR, et al. 2006. Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch
Bronconeumol. 42 (7): 349-372

26

Anda mungkin juga menyukai