Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN KASUS EFUSI PLEURA


DI RUANG SHAPIRE RSUD PASIRIAN LUMAJANG

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan profesi ners

DISUSUN OLEH :
WAHYUNI
NIM. 14901.08.21047

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021 - 2022
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PRAKTIK PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN - PROBOLINGGO
TAHUN 2021/2022
NO HARI/ EVALUASI TTD TTD
TANGGAL KONSULTASI PEMBIMBING MAHASISWA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang tabung yang
menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah tabung berotot kaku
terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1 inci.
b. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira
veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi bronkus utama
(primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek lebih lebar dan lebih
vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri disebut lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan
ke lobus atas dan bawah.
c. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini kemudian menjadi
bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai titik ini, jalan udara konduksi
mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak
ikut serta dalam pertukaran gas.
d. Pleura Parietal dan Pleura Visceral
Pleura yang bagiannya menempel dengan dinding dalam rongga dada disebut
pleura parietalis dan bagian yang melekat dengan paru-paru disebut pleura
visceralis. Sebetulnya pleura ini merupakan kantung yang dindingnya berisi cairan
serosa yang berguna sebagai pelumas sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara
dinding rongga dada dan paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.
e. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa bagian yaitu paru
kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus inferior) dan paru kanan terdiri
dari tiga lobus yaitu (lobus superior, lobus medius dan lobus inferior).
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran
ini menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi
cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes
keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas
pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 m,
berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein 1,5 gr/dl
dan 1.500 sel/ l. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil
limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah
dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar
nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan. Cairan pleura sebenarnya adalah
cairan interseluler pleura parietal. Oleh karena pleura parietal disuplai oleh sirkulasi
sistemik sedangkan tekanan didalam rongga pleura lebih rendah dibanding
atmospir, gradien tekanan bergerak dari interselular pleura ke arah rongga pleura.
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan cairan
dalam rongga pleura, yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini dijumpai
pada gagal jantung kongestif.
2. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi akibat
hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
3. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis atau
reseksi paru.
4. Meningkatnya permiabelitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan oleh
peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau penyakit
keganasan.
5. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru
6. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.

2. DEFINISI
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan cairan
yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi
permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura,
cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang
tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk
bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit prime jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandu sejumlah kecil caran (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. Efusi pleura adalah
istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Nurarif Amin
Huda, 2015)
Pleura adalah membran penting yang membungkus setiap paru. Pleura parietal
melapisi rongga thoraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum). Pleura visceral
melapisi paru dan bersambung dengan pleura parietal di bagian bawah paru. Rongga
pleura (ruang interpertual) ruang potensial antara pleura parietal dan visceral yang
mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini diekskresikan oleh sel-sel pleura
sehingga par-paru dapat mengembang anpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan
intrapleural) agak negative dibandingkan tekanan atmosfer (Savitri Sri Hariyani, 2018).
Efusi pleura merupakan suatu penumpukan cairan yang berlebih yang ada didalam
rongga pleura. Efusi pleura yang biasanya cairan jernih yang transudate, dan berupa pus
atau darah. (Nova, 2019)
3. ETIOLOGI
Effusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan
oleh satu dari lima mekanisme berikut, (Morton, 2012) :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab effusi pleura :
a. Infeksi
1) Tuberculosis
2) Pneumonitis
3) Abses paru
4) Periorasi esophagus
5) Abses sufrenik
b. Non infeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura;primer, sekunder
3) Karsinoma mediastinum
4) Tumor ovarium
5) Bendungan jantunng;gagal jantung, pericarditis konstriktiva
6) Gagal hati
7) Gagal ginjal
8) Hipotiroidisme
9) Kilotoraks
10) Emboli paru
4. MANIFESTASI KLINIS
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
nafas. Adapun penilaian drajat dari penimbunan cairan (edema):
1) Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
2) Derajat II : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
3) Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
4) Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukkan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocval), pada perkusi didapat daerah pekak, dalam keadaan
dudki permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timphani dibagian
atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga GroccoRochfuzs, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronchi.
1. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. (Nova, 2019)
2. Manifestasi klinik yang sering muncul (Nova, 2019)
a) Dipsnea
b) Nyeri pleuritik
c) Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami effusi
d) Perkusi meredup di atas effusi pleyra
e) Egofoni
f) Penurunan vocal fremitus
g) Suara nafas menurun di daerah effuse
5. KLASIFIKASI
1) Efusi Pleura Transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena
peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan
tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut). Ciri-ciri cairan:
a) Serosa jernih
b) Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c) Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d) Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax,
penyebabnya:
1) Payah jantung.
2) Penyakiy ginjal (SN).
3) Penyakit hati (SH).
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2) Efusi Pleura Eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang
berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau
drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma).
Ciri cairan eksudat:
1) Berat jenis > 1.015 %.
2) Kadar protein > 3% atau 30 g/dl.
3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6..
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal.
5) Warna cairan keruh.
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah :
1) Kanker: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru
atau permukaan pleura.
2) Infark paru
3) Pneumonia
4) Pleuritis virus
6. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan anatara 1-20cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas diantara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Normalnya hanya terdapat 10-20ml cairan dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cmH2O. akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung) dan tekanan negative intrapleura apabila
terjadi atelectasis paru. (Nova, 2019)
Diketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
diabsorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan di
absorbs oleh istem limfatik dan hanya sebagian kecil di absorbs oleh sistem kapiler
pilmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura visceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel misofelial. Jumlah cairan dalam rongga
tetap, karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbs keadaan ini bias
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9cmH2O dan tekanan osmotic koloid
sebesar 10cmH2O. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru (Nova, 2019).
Terjadi tuberkulosa paru, yang pertama basil mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menu alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi
primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limphadinitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limpangitisc
local) peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas
membran. Permeabilitas membrane akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkerjaan arah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura iga atau columna vitebralis (Nova, 2019)
Adapun bentuk cairan efusi pleura akibat tuberkulosa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut katrena
kegagalan cairan ini biasanya serausa kadangkadang juga bias hemorogic. Dalam
setiap ml cairtan pleura biasanya mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula
yang dominan adalah sel-sel polimor fonuklear, tapi kemudian sel limfosit cairan efusi
pleura sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosa. Timbulnya cairan efusi pleura
bukanlah karena adanya bakteri tuberkolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura
dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik anatara lain: irama pernapasan tidak
teratur, frekuensi, pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, bentuk dad yang
lebih cembung, fremitus teraba melemah, perkusi redup. Selain hal-hal di atas ada
perubahan lain yang di timbulkan oleh peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura juga bisa terjadi
akibat beberapa proses yang meliputi
1) Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
2) Gagal jantung yang menyebabkan tekana kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura.
3) Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma juga memungkinkan terjadinya
transudasi cairan yang berlebuhan.
4) Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan
ke dalam rongga pleura terhadi secara cepat.
7. PATHWAY

Transudat disebabkan oleh kegagalan


jantung kongestif, Eksudat
disebabkan oleh infeksi

EFUSI PLEURA

Pengumpulan cairan dalam rongga pleura

Normal cairan 10-20 ml Ekspansi paru menurun


pleura pada waktu bernafas
Dispnea
Serosa jernih

Pola nafas tidak efektif


Darah Nanah Cairan seperti
susu Batuk

Iritasi membran mukosa dalam Sputum


saluran pernafasan

Bau sputum Reakti paru Adanya Mengalir ke


Nyeri dada tertinggi di mulut terhadap iritan tumor paru tenggorokan
Gangguan pola
Gangguan rasa nyaman nyeri Mual Sputum merah tidur
Akumulasi
muda sputum
Muntah
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Tidak nafsu makan

Anoreksia

Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinium
2. Ultrasonografi
3. Torakosetesis / fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, stiologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke 8.
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi,
(glukosa, amylase, laktat dehydrogenase (LDH), protein, analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan PH.
5. Biopsy pleura mungkin juga dilakukan.
(Nurarif Amin Huda, 2015)

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
2) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif Amin Huda, 2015)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah Baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigenasi karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu
akan semakin meningkat pula.
10. KOMPLIKASI
1) Tuberculosis
2) Infeksi
3) Pneumonia
4) Sindrom meig
5) Kegagalan jantung
6) Empyema torasis
7) Piothoraks (Nova, 2019)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat adanya tindakan medis danperawatan di
rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan
obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas
dan penekanan pada struktur abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j.Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.

k. Pola tidur dan istirahat


1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
l.Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.

3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill
yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO. Kode Dignosa Keperawatan


1. D.0005 Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
2. D.0055 Gangguan pola tidur b.d sering terbangun akibat sesak nafas dan nyeri dada saat bernafas

3. D.0032 Resiko defisit nutrisi b.d penurunan nafsu makan akibat sesak nafas

C. INTERVENSI
SDKI SLKI SIKI
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan peraawatan selama Manajemen jalan nafas ( I.01011)
efektif 3X24 jam, diharapkan mendapatkan Observasi
DS : hasil :
1. Pola Nafas - Monitor pola nafas (frekuensi,
- Dispnea indikator S S kedalaman, usaha nafas)
DO : A T
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Fase Dispneu 2 5
Penggunaan otot bantu 2 5 Terapeutik
ekspirasi
memanjang pernafasan - Posisikan semi flowler atau flowler
Frekuensi nafas 2 5
- Pola nafas - Lakukan fisioterapi dada
abnormal Kedalaman nafas 2 5
- Penggunaa - Berikan O2 jika perlu
n otot Edukasi
bantu
pernafasan
- Anjurkan minum 2000ml/hari jika

- Adanya tidak kontra indikasi


cuping
hidung - Ajarkan cara batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkidator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2. Gangguan pola Setelah dilakukan perawatan selama Dukungan tidur (I.09265)
tidur 3x24 jam, diharapkan mendapatkan Observasi
DS : hasil kualitas dan kuantitas tidur
meningkat - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
- Mengeluh
sulit tidur 1. Pola tidur - Identifikasi faktor pengganggu
- Mengeluh Indikator S S
tidur
A T
istirahat
Keluhan sulit tidur 2 5 Terapeutik
tidak cukup
DO Keluhan istirahat 2 5 - Modifikasi lingkungan
tidak cukup
- Tidur hanya
- Fasilitasi menghilanngkan stres
3-4 jam
- - Keluhan sulit tidur 4 (cukup sebelum tidur
meningkat ) - Lakukan prosedur untuk
Keluhan tidak puas tidur 4( cukup
meningkatkan kenyamanan (pijat,
meningkat )
- Keluhan pola tidur berubah pengaturan posisi, terapi
4 ( cukup akupresure)
meningkat )
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (psikologis, gaya hidup)
3. Resiko defisit Setelah dilakukan perawatan selama Manajeman nutrisi (I. 03119)
nutrisi 3X24 jam, diharapkan mendapatkan Observasi
DS : hasil : - Identifikasi status nutrisi
- 1. Status Nutrisi
Mengeluh - Identifikasi makan yang sukai
tidak enak Indikator S S
makan A T
- Monitor asupan makanan
DO : Porsi makan yang 2 5 Terapeutik
dihabiskan
- Membrane - Lakukan oral hygiene sebelum
Nafsu makan 2 5
mukosa makan, jika perlu
Membran mukosa 2 5
pucat - Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Serum
- Berikan makanan tinggi kalori dan
albumin
tinggi protein
menurun
Edukasi
- Porsi - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
makan
- Ajarkan diet yang di programkan
hanya habis
Kolaborasi
¼ porsi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
diet sesuai kebutuhan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Nova, N. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Efusi Pleura Dengan


Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas. STIKES Insan
Cedekia Medika, 5- 17.

Nurarif Amin Huda, H. K. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, POKJA SDKI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, POKJA SIKI. (2018). Stabdar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, POKJA SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Savitri Sri Hariyani, H. T. (2018). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Klien


Dengan Masalah. STIKES Muhammadiyah Gombong, 1-2.

Anda mungkin juga menyukai