Oleh
Vita Nur Hafidzoh, S.Kep
192311101083
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1 Anatomi Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan organ yang mendapat perlindungan dari dinding
cavum thoraks dan dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa
bangunan embriologi dari coelom extra-embryonal yakni pleura Paru-paru terletak
pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh
unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh
selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura
pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang lansung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal adalah selaput yang menempel pada rongga dada.
Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura. Fungsi paru
yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu pengambilan O2 dari luar masuk
ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah. Oksigen digunakan untuk
proses metabolisme dan CO2 yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari
dalam darah ke udara luar. Proses respirasi terdiri atas tiga tahap yaitu ventilasi,
difusi, dan perfusi. Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam
paru serta keluarnya CO2 dari alveoli ke udara luar. Paru kanan normalnya terdiri
dari tiga lobus, yaitu atas, tengah dan bawah. Paru kiri terdiri dari dua lobus yaitu
atas dan bawah (Kahn dan Gotter, 2018).
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua
pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi. Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen
dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang
menyelubungi rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya
kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi menyelubungi struktur yang
melewati hilus keluar masuk dari paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura,
pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke
dalam aliran limfe pleura. Cavum pleura memiliki peran yang sangat penting pada
proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada
cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik
mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit
cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura (Ginting, 2015).
Pleura berperan dalam sistem pernafasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan nafas akan
menimbulkan tekanan transpulmonar yang selanjutnya akan mempengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura dalam jumlah tertentu
berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama
proses respirasi. Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang
interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan
rongga peritoneum. Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme
hukum Starling dan sistem penyaliran limfatik pleura. Rongga pleura merupakan
merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi akibat penyakit yang
mengganggu keseimbangan cairan pleura. Volume cairan pleura selalu konstan,
dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar 9 mmHg, diproduksi oleh pleura
parietalis serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan
diabsorbsi oleh pleura viseralis. Pada lapisan terbawah pleura viseralis terdapat
jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dan arteri pulmonalis, arteri brakhialis serta pembuluh limfa yang menempel kuat
pada jaringan paru fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura (Puspita dkk,
2017).
1.2 Definisi Penyakit
Efusi pleura, yang juga sering disebut dengan adanya air dalam paru-paru,
adalah penumpukan cairan yang berlebihan di ruang antara paru-paru dan rongga
dada. Selaput tipis yang disebut pleura, menutupi bagian luar paru-paru dan
bagian dalam rongga dada. Terdapat sejumlah kecil cairan di dalam lapisan ini
untuk membantu melumasi paru-paru saat mengembang di dalam dada selama
bernafas (Kahn dan Gotter, 2018).
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.
Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi. Efusi
pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu pulmoner
maupun non pulmoner, akut maupun kronis (Ginting, 2015). Cairan biasanya
bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang juga disebabkan
karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis (Puspita dkk,
2017).
1.3 Epidemiologi
Kondisi medis tertentu dapat menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura
sering terjadi, sekitar 1 juta kasus didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahun,
menurut American Thoracic Society. Hal tersebut merupakan kondisi serius yang
terkait dengan peningkatan risiko kematian. Dalam sebuah penelitian, 15 persen
orang yang dirawat di rumah sakit yang didiagnosis dengan efusi pleura
meninggal dalam 30 hari (Kahn dan Gotter, 2018).
Di Indonesia sendiri, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama
antara pria dan wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu
dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua
pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura
maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan
ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic
lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada wanita. Efusi
pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis insidensinya lebih tinggi pada
pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi pleura yang
disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria. Efusi rheumatoid juga
ditemukan lebih banyak pada pria. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia
dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada
anak-anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia (Ginting, 2015).
1.4 Etiologi
Pleura mengeluarkan terlalu banyak cairan ketika teriritasi, meradang,
atau terinfeksi. Cairan ini akan menumpuk di rongga dada di luar paru-paru, yang
disebut dengan efusi pleura. Jenis kanker tertentu juga dapat menyebabkan efusi
pleura, yaitu kanker paru-paru pada pria dan kanker payudara pada wanita ialah
kanker yang dapat menyebabkan efusi pleura secara umum (Kahn dan Gotter,
2018). Cairan efusi pleura dapat berupa:
1. Cairan transudate, terdiri atas cairan yang bening,biasanya ditemukan pada
kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang
berlebihan, dan fibroma ovarii.
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada
infeksi tuberculosis, atau nanah (empyema) dan penyakit-penyakit kolagen
(lupus eritematosus, rheumatoid artritis)
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan
karsinoma paru.
4. Cairan getah bening: meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh
sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis
pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.
1.6 Klasifikasi
Ada beberapa jenis efusi pleura, jenis efusi pleura dibedakan berdasarkan
penyebab dan pilihan pengobatan yang berbeda. Klasifikasi efusi pleura terdiri
dari efusi pleura transudatif dan efusi pleura eksudatif (Kahn dan Gotter, 2018).
a. Efusi pleura transudatif
Jenis ini disebabkan oleh bocornya cairan ke ruang pleura sebagai akibat dari
jumlah protein dalam darah rendah atau peningkatan tekanan dalam pembuluh
darah. Penyebab paling umum adalah gagal jantung kongestif.
b. Efusi pleura eksudatif
Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh getah bening atau pembuluh darah
tersumbat, peradangan, tumor, dan cedera paru-paru. Kondisi umum yang dapat
menyebabkan jenis efusi pleura eksudatif termasuk emboli paru, pneumonia, dan
infeksi jamur. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah
bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis
tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain
infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, karsinoma
bronkogenik, radiasi,, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Systemic Lupus
Eritematosis).
1.7 Patofisiologi
Rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura viseralis,
karena terdapat 1-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan
daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili
disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena
adanya keseimbangan antara produksi dan absobsi. Keadaan ini karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2O dan tekanan osmotik sebesar 10 cm H2O.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorpsi terganggu, dimana akumulasi cairan pleura dapat
terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Kahn dan
Gotter, 2018).
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga
berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang
meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febris,
kadang ada demam. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila meningkatnya
tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura
melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior, tekanan intra
pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis, meningkatnya kadar protein dalam
cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura,
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura, obstruksi dari saluran
limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik.
Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan
limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening dan
peradangan saluran getah bening yang mempengaruhi permeabilitas membran dan
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura (Dewi, 2014).
Infeksi: TB, Pnemonitis, Non Infeksi: Ca Paru, Ca Pleura, Ca
abses paru Mediastinum, Gagal jantung, dll
Eksudat
Transudat
Akumulasi cairan di
rongga pleura
EFUSI PLEURA
Energi berkurang
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh Luka (Port de entry
kuman)
1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan melihat kondisi
medis yang menyebabkan efusi pleura. Misalnya pemberian antibiotik untuk
pneumonia, atau diuretik untuk gagal jantung kongestif. Efusi pleura yang besar,
terinfeksi, atau meradang seringkali perlu dilakukan pengambilan cairan agar
tidak menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah keadaan pasien (Chang,
2019).
Beberapa pilihan untuk terapi pada efusi pleura adalah sebagai berikut
(Ginting, 2015):
2.1 Pengkajian
Identitas Klien
1. Nama
2. Umur: Efusi pleura lebih sering terjadi pada usia dewasa namun baru-baru ini
usia anak juga beresiko terjadi efusi pleura dengan penyebab utamanya yaitu
pneumonia
3. Jenis kelamin: Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan
wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit
dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus
efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna
paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan ginekologi.
4. Agama: Tidak ada hubungan antara agama yang dianut dengan kejadian efusi
pleura
5. Pendidikan: Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
efusi pleura
6. Alamat: Orang yang tinggal di daerah dengan paparan asbestos lebih tinggi
maka meningkatkan resiko kejadian efusi pleura
7. No. RM: Diisi dengan nomor rekam medik yang tertera di buku pasien
8. Pekerjaan: Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos
dimana hal ini dapat meningkatkan resiko mesotelioma.
9. Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
angka kejadian efusi pleura
10. Tanggal MRS: Ditulis sejak klien masuk IGD
11. Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat melakukan
pengkajian pertama kali
12. Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien, keluarga, atau
pasien dan keluarha. Dari pasien biasanya jika pasien tidak ada keluarga, dari
keluarga biasanya jika pasien tidak kooperatif, dan dari pasien dan keluarga
apabila keduanya kooperatif dalam memberikan informasi.
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik:
Efusi Pleura
2. Keluhan Utama:
Adanya sesak nafas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri
dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yakni : nafas terasa pendek
hingga sesak nafas yang nyata dan progresif, timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada
meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misal infeksi, mesotelioma
atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya
jika cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk
yang lebih berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda
dari penyakit dasarnya seperti pneumonia.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Riwayat penyakit pasien perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien
terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan
tulang belakang, riwayat keganasan, dll.
b. Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan lain-lain
c. Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.
a) Keadaan umum
Pasien tampak sesak nafas
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : takipnea
N : takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Kepala:
Ins: Rambut kepala berwarna lebat, tidak terdapat masa (benjolan), persebaran
rambut rata, tidak terdapat lesi, tidak terdapat hiperpigmentasi pada kepala, wajah
simetris, tidak terdapat lesi pada wajah.
Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
e) Mata:
Ins: Tidak terdapat hordeolum pada mata, konjungtiva tidak anemis, bola mata
simetris, tidak terdapat gangguan penglihatan, pasien tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, tidak ada benjolan/nyeri tekan pada mata. Pupil isolor.
f) Telinga:
Ins: Tidak terdapat lesi atau serumen yang keluar dari telinga. Bentuk daun telinga
normal dan simetris, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada benjolan dan
tanda-tanda peradangan pada
g) Hidung:
Ins: Bentuk hidung simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, penggunaan
oksigen binasal, tidak ada serumen atau sekret yang keluar dari hidung.
h) Mulut:
Ins: Mukosa bibir kering, warna bibir tidak sianosis, mulut bersih, tidak ada
benjolan/tanda peradangan, pasien menggunakan masker bedah (batuk).
i) Leher:
Ins: Bentuk leher simetris, tidak ada benjolan pada leher, trakea simetris, tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan vena jugularis, dan tidak ada pembesaran pada
kelenjar tiroid.
Pal: Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan, teraba nadi karotis
j) Dada:
1) Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada, warna kulit, pengembangan paru tidak
simetris, terdapat penggunaan otot bantu nafas, irama nafas tidak teratur
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi/benjolan
Perkusi : perkusi paru sonor dan redup pada bagian paru sinistra
Auskultas : terdengar suara ronkhi pada paru sinistra, Jantung
2) Jantung
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri.
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak ada tenderness, vokal vremitus
menurun pada bagian sinistra.
Perkusi : suara jantung terdengar redup
Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, tidak ada suara jantung abnormal.
k) Abdomen:
Inspeksi : tidak terdapat hiperpigmentasi, bentuk simetris, tidak ada
benjolan atau lesi, kondisi bersih, dan tidak ada asites.
Perkusi : timpani
l) Urogenital:
Buang air kecil spontan, warna jernis, bau khas urin.
m) Ekstremitas:
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah