Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA


DI RUANG SAKURA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh
Vita Nur Hafidzoh, S.Kep
192311101083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1 Anatomi Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan organ yang mendapat perlindungan dari dinding
cavum thoraks dan dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa
bangunan embriologi dari coelom extra-embryonal yakni pleura Paru-paru terletak
pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-
paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh
unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh
selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura
pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang lansung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal adalah selaput yang menempel pada rongga dada.
Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura. Fungsi paru
yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu pengambilan O2 dari luar masuk
ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah. Oksigen digunakan untuk
proses metabolisme dan CO2 yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari
dalam darah ke udara luar. Proses respirasi terdiri atas tiga tahap yaitu ventilasi,
difusi, dan perfusi. Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam
paru serta keluarnya CO2 dari alveoli ke udara luar. Paru kanan normalnya terdiri
dari tiga lobus, yaitu atas, tengah dan bawah. Paru kiri terdiri dari dua lobus yaitu
atas dan bawah (Kahn dan Gotter, 2018).
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,
mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura
parietal. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua
pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi. Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen
dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang
menyelubungi rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya
kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi menyelubungi struktur yang
melewati hilus keluar masuk dari paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura,
pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke
dalam aliran limfe pleura. Cavum pleura memiliki peran yang sangat penting pada
proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada
cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik
mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit
cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura (Ginting, 2015).
Pleura berperan dalam sistem pernafasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan nafas akan
menimbulkan tekanan transpulmonar yang selanjutnya akan mempengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura dalam jumlah tertentu
berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama
proses respirasi. Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang
interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan
rongga peritoneum. Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme
hukum Starling dan sistem penyaliran limfatik pleura. Rongga pleura merupakan
merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi akibat penyakit yang
mengganggu keseimbangan cairan pleura. Volume cairan pleura selalu konstan,
dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar 9 mmHg, diproduksi oleh pleura
parietalis serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan
diabsorbsi oleh pleura viseralis. Pada lapisan terbawah pleura viseralis terdapat
jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dan arteri pulmonalis, arteri brakhialis serta pembuluh limfa yang menempel kuat
pada jaringan paru fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura (Puspita dkk,
2017).
1.2 Definisi Penyakit
Efusi pleura, yang juga sering disebut dengan adanya air dalam paru-paru,
adalah penumpukan cairan yang berlebihan di ruang antara paru-paru dan rongga
dada. Selaput tipis yang disebut pleura, menutupi bagian luar paru-paru dan
bagian dalam rongga dada. Terdapat sejumlah kecil cairan di dalam lapisan ini
untuk membantu melumasi paru-paru saat mengembang di dalam dada selama
bernafas (Kahn dan Gotter, 2018).
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.
Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi. Efusi
pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu pulmoner
maupun non pulmoner, akut maupun kronis (Ginting, 2015). Cairan biasanya
bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang juga disebabkan
karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis (Puspita dkk,
2017).

1.3 Epidemiologi
Kondisi medis tertentu dapat menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura
sering terjadi, sekitar 1 juta kasus didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahun,
menurut American Thoracic Society. Hal tersebut merupakan kondisi serius yang
terkait dengan peningkatan risiko kematian. Dalam sebuah penelitian, 15 persen
orang yang dirawat di rumah sakit yang didiagnosis dengan efusi pleura
meninggal dalam 30 hari (Kahn dan Gotter, 2018).
Di Indonesia sendiri, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama
antara pria dan wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu
dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua
pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura
maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan
ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic
lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada wanita. Efusi
pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis insidensinya lebih tinggi pada
pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi pleura yang
disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria. Efusi rheumatoid juga
ditemukan lebih banyak pada pria. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia
dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada
anak-anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia (Ginting, 2015).

1.4 Etiologi
Pleura mengeluarkan terlalu banyak cairan ketika teriritasi, meradang,
atau terinfeksi. Cairan ini akan menumpuk di rongga dada di luar paru-paru, yang
disebut dengan efusi pleura. Jenis kanker tertentu juga dapat menyebabkan efusi
pleura, yaitu kanker paru-paru pada pria dan kanker payudara pada wanita ialah
kanker yang dapat menyebabkan efusi pleura secara umum (Kahn dan Gotter,
2018). Cairan efusi pleura dapat berupa:
1. Cairan transudate, terdiri atas cairan yang bening,biasanya ditemukan pada
kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang
berlebihan, dan fibroma ovarii.
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada
infeksi tuberculosis, atau nanah (empyema) dan penyakit-penyakit kolagen
(lupus eritematosus, rheumatoid artritis)
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan
karsinoma paru.
4. Cairan getah bening: meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh
sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis
pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.

1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala efusi pleura pada beberapa orang tidak terlihat. Diagnosa
efusi pleura umumnya diketahui dari pemeriksaan foto rontgen dada atau
pemeriksaan fisik. Gejala umum efusi pleura meliputi (Kahn dan Gotter, 2018):
a. sakit dada
b. batuk kering
c. demam
d. kesulitan bernafas saat berbaring
e. sesak napas
f. kesulitan mengambil napas dalam-dalam
g. cegukan persisten
h. kesulitan melakukan aktivitas fisik

1.6 Klasifikasi
Ada beberapa jenis efusi pleura, jenis efusi pleura dibedakan berdasarkan
penyebab dan pilihan pengobatan yang berbeda. Klasifikasi efusi pleura terdiri
dari efusi pleura transudatif dan efusi pleura eksudatif (Kahn dan Gotter, 2018).
a. Efusi pleura transudatif
Jenis ini disebabkan oleh bocornya cairan ke ruang pleura sebagai akibat dari
jumlah protein dalam darah rendah atau peningkatan tekanan dalam pembuluh
darah. Penyebab paling umum adalah gagal jantung kongestif.
b. Efusi pleura eksudatif
Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh getah bening atau pembuluh darah
tersumbat, peradangan, tumor, dan cedera paru-paru. Kondisi umum yang dapat
menyebabkan jenis efusi pleura eksudatif termasuk emboli paru, pneumonia, dan
infeksi jamur. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah
bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis
tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain
infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, karsinoma
bronkogenik, radiasi,, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Systemic Lupus
Eritematosis).

1.7 Patofisiologi
Rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura viseralis,
karena terdapat 1-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan
daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili
disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena
adanya keseimbangan antara produksi dan absobsi. Keadaan ini karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2O dan tekanan osmotik sebesar 10 cm H2O.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorpsi terganggu, dimana akumulasi cairan pleura dapat
terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Kahn dan
Gotter, 2018).
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga
berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang
meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febris,
kadang ada demam. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila meningkatnya
tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura
melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior, tekanan intra
pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis, meningkatnya kadar protein dalam
cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura,
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura, obstruksi dari saluran
limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik.
Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan
limfe, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening dan
peradangan saluran getah bening yang mempengaruhi permeabilitas membran dan
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura (Dewi, 2014).
Infeksi: TB, Pnemonitis, Non Infeksi: Ca Paru, Ca Pleura, Ca
abses paru Mediastinum, Gagal jantung, dll

- Peningkatan tekanan kapiler


Peradangan pleura Hipertermi - Penurunan tekanan koloid osmotic
dan pleura

Permeable membran kapiler menurun


Gangguan tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotika
Cairan protein dari getah bening masuk
intrapleura
rongga pleura

Konsentrasi protein cairan pleura meingkat Reabsorbsi cairan terganggu

Eksudat
Transudat

Akumulasi cairan di
rongga pleura

EFUSI PLEURA

Jumlah cairan rongga


Batuk-batuk dahak Peningkatan cairan pleura dada terlalu tinggi

Ketidakefektifan bersihan Ekspansi paru inadekuat


jalan nafas
Sesak nafas (Dispnea) Gangguan suplai O2

Energi berkurang
Ketidakefektifan pola nafas

Sulit tidur Meningkatnya kelelahan

Proses penyakit Gangguan pola tidur Intoleransi aktivitas

Ketidakefektifan koping Defisit perawatan diri

Nafsu makan menurun


Pungsi cairan pleura

Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh Luka (Port de entry
kuman)

Nyeri Akut Resiko Infeksi


1.8 Komplikasi
Efusi pleura dapat menyebabkan komplikasi potensial seperti (Davis, 2019):
a. Jaringan parut pada paru-paru.
b. Pneumothorax (kolapsnya paru-paru) sebagai komplikasi dari thoracentesis.
c. Hemothoraks, dapat disebabkan karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis.
d. Emboli udara, dapat disebabkan karena adanya laserasi yang cukup dalam
hingga menyebabkan udara dari alveoli masuk ke dalam vena pulmonalis.
e. Empyeema (kumpulan nanah di dalam ruang pleura).
f. Sepsis (infeksi darah) kadang-kadang menyebabkan kematian.

1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa efusi
pleura ialah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pada paru-paru dengan stetoskop.
Tenaga kesehatan juga dapat melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk
membantu mendiagnosis efusi pleura. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
ialah (Kahn dan Gotter, 2018) :
a. Rontgen dada
b. CT scan
c. USG dada
d. Analisis cairan pleural
e. Bronkoskopi
f. Biopsi pleura

1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan melihat kondisi
medis yang menyebabkan efusi pleura. Misalnya pemberian antibiotik untuk
pneumonia, atau diuretik untuk gagal jantung kongestif. Efusi pleura yang besar,
terinfeksi, atau meradang seringkali perlu dilakukan pengambilan cairan agar
tidak menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah keadaan pasien (Chang,
2019).
Beberapa pilihan untuk terapi pada efusi pleura adalah sebagai berikut
(Ginting, 2015):

1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)


Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura berisi
cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cavum pleura seperti semula, menyebabkan berkurangnya
kompresi terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali
mengembang.WSD dilakukan ketika pada pasien hemothorax, pneumothorax,
emfisema, efusi pleura, hemipneumothorax.
2. Thoracocentesis (Pungsi pleura)
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi menggunakan
jarum yang ditusukkan biasanya pada linea axillaris media spatium
intercostalis. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit, atau
dapat juga menggunakan kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal
1000 – 1500 cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum
dan pneumothoraks akibat terapi. Pungsi dilakukan dengan indikasi
meningitis, radang otak, neusoshifilis pendarahan subarachnoid, myelitis.efusi
pleura.
3. Pleurodesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi kimiawi
pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan merekatkan
hubungan antara pleura visceral dan pleura parietal. Harapan celah pada
cavum pleura akan sangat sempit dan tidak bisa terisi oleh substansi
abnormal. Harapan supaya paru yang kolaps bisa segera mengembang dengan
mengikuti gerakan dinding dada. Pleurodesis telah direkomendasikan oleh
ATS dan BTS sebagai terapi paliatif pada pasien efusi pleura ganas (EPG)
berulang, memiliki gejala sesak napas dan prognosis lebih dari 1 bulan.
Bahan pleurodesis yang sering digunakan ialah tetrasiklin, povidon iodin,
bleomisin dan talkum {Formatting Citation}
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Identitas Klien

1. Nama
2. Umur: Efusi pleura lebih sering terjadi pada usia dewasa namun baru-baru ini
usia anak juga beresiko terjadi efusi pleura dengan penyebab utamanya yaitu
pneumonia
3. Jenis kelamin: Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan
wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit
dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus
efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna
paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan ginekologi.
4. Agama: Tidak ada hubungan antara agama yang dianut dengan kejadian efusi
pleura
5. Pendidikan: Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
efusi pleura
6. Alamat: Orang yang tinggal di daerah dengan paparan asbestos lebih tinggi
maka meningkatkan resiko kejadian efusi pleura
7. No. RM: Diisi dengan nomor rekam medik yang tertera di buku pasien
8. Pekerjaan: Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos
dimana hal ini dapat meningkatkan resiko mesotelioma.
9. Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
angka kejadian efusi pleura
10. Tanggal MRS: Ditulis sejak klien masuk IGD
11. Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat melakukan
pengkajian pertama kali
12. Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien, keluarga, atau
pasien dan keluarha. Dari pasien biasanya jika pasien tidak ada keluarga, dari
keluarga biasanya jika pasien tidak kooperatif, dan dari pasien dan keluarga
apabila keduanya kooperatif dalam memberikan informasi.
2.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Diagnosa Medik:
Efusi Pleura
2. Keluhan Utama:
Adanya sesak nafas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri
dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yakni : nafas terasa pendek
hingga sesak nafas yang nyata dan progresif, timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada
meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misal infeksi, mesotelioma
atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya
jika cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk
yang lebih berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda
dari penyakit dasarnya seperti pneumonia.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Riwayat penyakit pasien perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien
terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan
tulang belakang, riwayat keganasan, dll.
b. Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan lain-lain
c. Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak

2.1.3 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon


a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen yang akan menyebabkan berat badan menurun.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit sehingga
keadaan pasien tampak lemah. Pasien efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen.

c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan


Perawat perlu untuk terus mengkaji status pernapasan pasien, karena
akibat dari sesak napas akan mengganggu ekspansi paru berkembang dan
pasien merasa malaise untuk beraktivitas. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.

e) Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
seperti keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit
yang pasiennya banyak.

f) Pola hubungan dan peran


Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
tidak dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan sesak napas yang mengakibakan
kelemahan akan menggangu penglihatan pasien menjadi kabur dan
somnolen. Akibat efusi pleura akan menyebabkan penekanan pada paru
oleh cairan sehingga menimbulkan rasa nyeri.

i) Pola reproduksi seksual


Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

j) Pola managemen stress dan koping


Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.

2.1.4 Pemeriksaan Fisik (Data Fokus)

a) Keadaan umum
Pasien tampak sesak nafas
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : takipnea
N : takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Kepala:
Ins: Rambut kepala berwarna lebat, tidak terdapat masa (benjolan), persebaran
rambut rata, tidak terdapat lesi, tidak terdapat hiperpigmentasi pada kepala, wajah
simetris, tidak terdapat lesi pada wajah.
Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan
e) Mata:
Ins: Tidak terdapat hordeolum pada mata, konjungtiva tidak anemis, bola mata
simetris, tidak terdapat gangguan penglihatan, pasien tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, tidak ada benjolan/nyeri tekan pada mata. Pupil isolor.

Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan

f) Telinga:
Ins: Tidak terdapat lesi atau serumen yang keluar dari telinga. Bentuk daun telinga
normal dan simetris, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada benjolan dan
tanda-tanda peradangan pada

Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan

g) Hidung:
Ins: Bentuk hidung simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, penggunaan
oksigen binasal, tidak ada serumen atau sekret yang keluar dari hidung.

Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan

h) Mulut:
Ins: Mukosa bibir kering, warna bibir tidak sianosis, mulut bersih, tidak ada
benjolan/tanda peradangan, pasien menggunakan masker bedah (batuk).

i) Leher:
Ins: Bentuk leher simetris, tidak ada benjolan pada leher, trakea simetris, tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan vena jugularis, dan tidak ada pembesaran pada
kelenjar tiroid.
Pal: Pal: tidak ada nyeri tekan dan benjolan, teraba nadi karotis
j) Dada:
1) Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada, warna kulit, pengembangan paru tidak
simetris, terdapat penggunaan otot bantu nafas, irama nafas tidak teratur
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi/benjolan
Perkusi : perkusi paru sonor dan redup pada bagian paru sinistra
Auskultas : terdengar suara ronkhi pada paru sinistra, Jantung
2) Jantung
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri.
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak ada tenderness, vokal vremitus
menurun pada bagian sinistra.
Perkusi : suara jantung terdengar redup
Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, tidak ada suara jantung abnormal.
k) Abdomen:
Inspeksi : tidak terdapat hiperpigmentasi, bentuk simetris, tidak ada
benjolan atau lesi, kondisi bersih, dan tidak ada asites.

Auskultasi : bising usus meningkat

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan.

l) Urogenital:
Buang air kecil spontan, warna jernis, bau khas urin.

m) Ekstremitas:
Ekstremitas atas

Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot

Ekstremitas bawah

Pergerakan ekstremitas, letak infus, kekuatan otot

n) Kulit dan kuku:


1) Kulit
Tidak terdapat hiperpigmentasi, turgor kulit baik, akral hangat, kulit dalam
keadaan bersih.
2) Kuku
Warna kuku normal (merah muda), kondisi kuku tidak retak/pecah, tidak
ada lesi/peradangan, CRT < 2 detik.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium

1. Pemeriksaan pencitraan radiologis


Evaluasi efusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk menilai jumlah
cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta kemungkinan adanya abnormalitas
intratorakal yang berkaitan dengan efusi pleura tersebut
2. Pemeriksaan cairan pleura
Analisa cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat memudahkan untuk
mendiagnosa penyebab dari efusi tersebut.
3. Computed Tomography Scan (CT Scan)
CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura.

2.2 Diagnosa Keperawatan


NO DIAGNOSA

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak


adekuat

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas akibat akumulasi secret (00031)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (00092)

4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (00004)

5. Nyeri akut berhubungan dengan adanya peningkatan atau akumulasi cairan


di rongga pleura

6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nafas pendek

8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan nyeri.

9. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka bekas tindakan invasif


2.3 Intervensi/Nursing Care Plan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifan pola Tujuan: 3140. Manajemen Jalan nafas


napas (00032) Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam status pola
berhubungan dengan nafas klien efektif 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
ekspansi paru inadekuat 2. Motivasi pasien untuk bernafas dalam dan pelan
Kriteria Hasil: 3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
sebagaimana mestinya
Status Pernafasan 3320. Terapi Oksigen
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 1. Bersihkan mulut hidung dan sekresi trakea
2. Kapasitas vital dan volume tidal dari skala 1 dengan tepat
menjadi skala 4 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Suara auskultasi nafas dari skala 1 menjadi skala 4 3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
4. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 sistem humidifier
4. Berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
5. Monitor alat pemberian oksigen
6. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat
2. Ketidakefektifan bersihan Tujuan: 3350. Monitor pernafasan
jalan nafas berhubungan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam bersihan jalan
dengan obstruksi jalan nafas klien efektif 1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha
nafas akibat akumulasi respirasi
secret (00031) Kriteria Hasil: 2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,
penggunaan otot aksesori, retraksi otot
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 supraclavicular dan interkostal
2. mengeluarkan sputum dari skala 1 menjadi skala 3 3. Monitor suara napas tambahan
3. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 4. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea,
hyperventilasi
5. Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi,
wheezing.
6. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi
dispnea.
7. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan
penghisapan sesuai keperluan.
8. Anjurkan asupan cairan adekuat.
9. Ajarkan batuk efektif
10. Kolaborasi pemberian oksigen
11. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai
indikasi.
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: 0180 Manajemen Energi
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam Intoleransi
kelemahan (00092) aktivitas klien dapat teratasi 1 Kaji adanya factor yang menyebabkan
kelelahan
Kriteria Hasil: 2 Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
1. Tanda Vital dari skala 2 menjadi skala 5 3 Monitor respon kardivaskuler  terhadap
2. mentoleransi aktivitas dari skala 2 menjadi skala 5 aktivitas
3. Kelelahan dari skala 2 menjadi skala 5 4 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
4. Bergerak dengan mudah dari skala 2 menjadi pasien
skala 4 5 Ajarkan klien mengenai pengelolaan dan
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
6 Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
mengurangi kelelahan fisik (Farmakologi dan
non farmakologi)
4310 Terapi Aktifitas
1 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
2 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
3 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
4. Hipertermi berhubungan Tujuan: 1. Pantau suhu dan tanda vital lainnya
dengan proses inflamasi Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam hipertermi 2. Monitor warna kulit
(00004) klien teratasi 3. Selimuti pasien dengan selimut tipis dan
Kriteria Hasil: pakaian tipis
4. Anjurkan pasien minum banyak air (250ml/ 2
1. Penurunan suhu dari skala 3 menjadi skala 5 jam)
2. Penurunan gelisah (tenang) dari skala 3 menjadi 5. Anjurkan pasien banyak istirahat, batasi
skala 5 aktivitas jika diperlukan
3. Melaporkan kenyamanan suhu dari skala 3 6. Anjurkan memberikan kompres hangat saat
menjadi skala 5 pasien demam
7. Kolaborasi pemberian obat (antipiretik,
antibiotik, dan cairan IV)
8. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, urin)
5. Nyeri akut (00132) Tujuan: 2210. Pemberian Analgesik
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien sedikit atau
peningkatan cairan pleura tidak menunjukkan nyeri 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
keparahan nyeri sebelum mengobati klien
Kriteria Hasil: 2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis,
1605. Kontrol Nyeri dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 1 menjadi 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
skala 3 pemberian analgesik
5. Menggambarkan faktor penyebab nyeri dari skala 5. Berikan analgesik sesuai dengan waktu
1 menjadi skala 3 paruhnya
6. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (tanpa 1400. Manajemen Nyeri
analgesik) dari skala 1 menjadi skala 3
7. Melaporkan nyeri terkontrol dari skala 1 menjadi 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif dengan
skala 4 teknik PQRST
2102. Tingkat Nyeri 2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri
1. Nyeri yang dilaporkan dari skala 1 menjadi skala 4 3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
2. Ekspresi wajah nyeri dari skala 1 menjadi skala 3 penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menangani nyerinya dengan tepat.
6. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan
tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri sesuai kebutuhahan.
6. Ketidakseimbangan Tujuan: 1100. Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
kebutuhan tubuh (00002) jam, kebutuhan nutrisi klien tercukupi 1. Kaji status nutrisi klien
berhubungan dengan Kriteria Hasil: 2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan,
intake inadekuat faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan
1. berat badan dari skala 2 menjadi skala 3 mual.
2. Berat badan ideal dengan tinggi badan dari skala 2 3. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi
menjadi skala 3 sering.
3. Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
dari skala 2 menjadi skala 4 5. Delegatif pemberian terapi antiemetik
4. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 6. Diskusikan dengan keluarga dan pasien
dari skala 2 menjadi skala 4 pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan.
7. Gangguan pola tidur Tujuan: 1850. Peningkatan Tidur
(000198) berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam
dengan gangguan diharapkan klien tidak mengalami gangguan pola tidur 1. Kaji pola tidur dan aktivitas klien.
kenyamanan fisik dengan 2. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama
Kriteria Hasil: klien sakit.
3. Monitor/catat waktu dan pola tidur klien.
1. Memiliki jam tidur yang teratur 4. Atur lingkungan (misalnya pencahayaan, suara
2. Memiliki pola tidur yang teratur berisik, suhu, kasur, dan tempat tidur) untuk
3. Mengalami tidur yang berkualitas mempermudahkan klien tidur.
4. Merasa segar kembali setelah tidur 5. Minta klien untuk menghindari makanan atau
5. Bangun pada waktu yang tepat minuman yang dapat mempengaruhi tidur.
6. Berikan lingkungan yang nyaman dengan
melakukan pijatan, posisi yang tepat dan
sentuhan afektif.
7. Berikan obat yang dapat membantu klien tidur.
8. Defisit perawatan diri Tujuan: Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam perawatan diri (1801)
kelemahan dan nyeri. klien efektif
1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
Kriteria Hasil:
tepat
1. Menjaga kebersihan untuk kemudahan bernafas 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
2. Mempertahankan kebersihan mulut 3. Monitor kebersihan kuku
3. Memperhatikan kuku jari tangan 4. Monitor integritas kulit
5. Jaga kebersihan secara berkala
4. Memperhatikan kuku jari kaki 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam
5. Mempertahankan kebersihan tubuh mempertahankan kebersihan dengan tepat.
9. Resiko Infeksi (00004) Tujuan: 6540. Kontrol Infeksi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam
tindakan invasif diharapkan kondisi klien dapat menunjukkan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
Kriteria Hasil: perawatan klien
2. Ganti IV perifer dan tempat saluran penghubung
1. Klien dapat secara konsisten dapat serta balutannya sesuai dengan pedoman CDC
mengidentifikasi faktor risiko infeksi saat ini
2. Tanda dan gejala infeksi teridentifikasi 3. Pastikan tekhnik perawatan luka yang tepat
3. Perubahan status kesehatan termonitor dengan 4. Berikan terapi antibiotic yang sesuai
baik 5. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
6. Batasi jumlah pengunjung
7. Dorong untuk beristirahat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., & C. M. Wagner. Nursing


Interventions Classification (NIC) Edisi 6. (2013). Nursing Interventions
Classification ( Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.
Soehardiman, D., W. Syah, P. Yahya, dan F. Isbaniyah. 2014. Pleurodesis pada
efusi pleura ganas pleurodesis in malignant pleural effusion. 34(4)

Anda mungkin juga menyukai