Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS


MELENA DI RUANG ANTURIUM RUMAH SAKIT
DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh
Dimas Wiyo Setiaji, S.Kep.
NIM 182311101156

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
MEI, 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA
Oleh : Dimas Wiyo Setiaji, S.Kep

1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. (Abadi. 2010).
Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk
mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.
Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting
ke dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir
(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-
lapisan epitelium. (Pearce. 2009)
Organ saluran pencernaan dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.( Kus. 2004)
1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010)
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce. 2009)
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010)
2) Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (
amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi. (Kus. 2004)
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
(Syaifudin. 2006)
4) Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. (Kus. 2004).
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :
a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
(Kus. 2004)
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5) Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
(Syaifudin. 2006)
6) Usus besar
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare. (Kus. 2004)
7) Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Kus. 2004).
9) Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB) (Kus. 2004)
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
(Syaifudin. 2006)
10) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke
dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Kus. 2004)

11) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. (Kus. 2004)

b. Fisiologi Sistem Pencernaan


Proses pencernaan dimulai ketika makanan masuk ke dalam organ
pencernaan dan berakhir sampai sisa-sisa zat makanan dikeluarkan dari organ
pencernaan melalui proses defekasi. Makanan masuk melalui rongga oral (mulut).
Langkah awal adalah proses mestikasi (mengunyah). Terjadi proses pemotongan,
perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan yang dilakukan oleh gigi.
(Syaifudin. 2006)
Tujuan mengunyah adalah:
1) Menggiling dan memecah makanan
2) Mencampur makanan dengan air liur
3) Merangsang papil pengecap. Ketika merangsang papil pengecap maka akan
menimbulkan sensasi rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di
dalam saliva terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim.

Fungsi saliva dalam proses pencernaan adalah :


a) Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase.
b) Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan
dengan adanya mukus sebagai pelumas.
c) Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.
d) Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.
e) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam
yang dihasilkan bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies.
Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai ketika bolus
di dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang
reseptor tekanan yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di
medula. Pusat menelan secara refleks akan mengaktifkan otot-otot yang
berperan dalam proses menelan. Tahap menelan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
 Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini bolus diarahkan
ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain yang berhubungan
dengan faring.
 Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan peristaltik
primer yang mendorong bolus menuju lambung. Gelombang peristaltik
berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung esofagus. Selanjutnya,
makanan akan mengalami pencernaan di lambung. Di lambung terjadi proses
motilita. Terdapat empat aspek proses motilitas di lambung, yaitu:
o Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah 50 ml
sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya 1 liter
o Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan korpus
lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang tanpa adanya
pencampuran. Makanan secara bertahap akan disalurkan dari korpus ke
antrum.
o Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang kuat
merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan
menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi menyebankan kimus
bercampur dengan rata di antrum. Gelombang peristaltik di antrum akan
mendorong kimus menuju sfingter pilorus.
o Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik antrum
menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. (Syaifudin.
2006)
Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi getah lambung.
Beberapa sekret lambung diantaranya:
1. HCL: sel-sel partikel secara aktif mengeluarkan HCL ke dalam lumen
lambung. Fungsi HCL dalam proses pencernaan adalah :
 mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan membentuk
lingkungan asam untuk aktivitas pepsin
 membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat
 bersama dengan lisozim bertugas mematikan mikroorganisme dalam makanan.
2. Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung, pepsinogen mengalami
penguraian oleh HCL menjadi bentuk aktif, pepsin. Pepsin berfungsi dalam
pencernaan protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida. Karena
fungsinya memecah protein, maka peptin dalam lambung harus disimpan dan
disekresikan dalam bentuk inaktif (pepsinogen) agar tidak mencerna sendiri
sel-sel tempat ia terbentuk.
3. Sekresi mukus: Mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk mengatasi
beberapa cedera pada mukosa lambung.
4. Faktor intrinsik: faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan vitamin B12.
vitamin B12 penting dalam pembentukan eritrosit. Apabila tidak ada faktor
intrinsik, maka vitamin B12 tidak dapat diserap.
5. Sekresi Gastrin
Di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel G yang mensekresikan
gastrin. (Syaifudin. 2006). Aliran sekresi getah lambung akan dihentikan secara
bertahap seiring dengan mengalirnya makanan ke dalam usus. Di dalam
lambung telah terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi pencernaan
protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap di lambung
adalah etil alkohol dan aspirin. (Pearce. 2009). Makanan selanjutnya memasuki
usus halus. Usus halus merupakan tempat berlangsungnya pencernaan dan
penyerapan. Usus halus di bagi menjadi tiga segmen, yaitu:
a. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh
enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan dan
penyerapan lemak.
b. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
c. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon,
sekum, apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml
kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari
residu makanan yang tidak dapat dicerna, komponen empedu yang tidak diserap,
dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi merupakan feses. Fungsi
utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. (Syaifudin.
2006).
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh sfingter
anus internus (terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon
sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter anus eksternus (terdiri
dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi defekasi. Peregangan awal di
dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika terjaid defekasi
biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi simultan
otot-otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi tertutup
sehingga meningkatkan tekanan intra-abdomen yang membantu pengeluaran
feses. (Abadi. 2010)
2. Konsep Penyakit
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja
yang berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan
asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2013).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan
saluran pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang
lengket dan hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan
menunjukkan perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada
usus halus (Davey, 2005).
Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung
campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace &
Borley, 2007). Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas
serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal
dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber
perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price.
2005 ).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer,
2000 : 634)
3. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :
a. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan
dan lain-lain.
c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
e. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya
varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan
bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)
f. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lai-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal
perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha
penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh
perdarahan saluran makan bagian atas.(Nurarif. 2013)

4. Patofisiologi
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu
juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi
alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan
ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang
varises.
Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan
yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan
kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya
meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan
riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai
kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi
Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat
menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey,
2005).
Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan
kepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah
(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor
trombosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk
darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan
pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises
esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer
akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel
hati.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu
pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi
dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena
porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat,
dan lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,
seperti pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-
lain. Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan
iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-
induce thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.
5. Manifestasi klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:
a. Gelisah
b. Suhu badan mungkin meningkat
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih
e. Rasa sakit di perut
f. Rasa kembung
g. Tonus dan turgor kulit berkurang
h. Selaput lendir dan bibir kering

6. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah:
a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis
yang menyertai kelainan parenkim hati)
b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah
jantung dan tekanan darah menurun)
c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran napas)
d. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari). (Mubin, 2006)
7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi
gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi
terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2) Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K,Ca
dan Potassium serum pada diare yang disertai kejang).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif terutama pada diare kronik.
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan fisik
 Penurunan berat badan
 Anemia
 Demam
2) Pemeriksaan khusus
 Colon rektal
 Rektosigmoideskopi
 Barium enema
 Barium meal
3) Pemeriksaan laboratorium
 LED
 Hipokalsemia
 Avitaminosis D
 Serum albumin tinggi
4) Radiologis
5) Kolonoskopi

8. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan
saluran makan bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum
1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
3) Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam
fisiologis slama belum ada darah.
4) Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
7) Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
8) Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian
antibiotika yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi
amoniak oleh bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan
hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.
e. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik. Selain cara-cara diatas, adapula
metode lain untuk menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :
1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl
R) yang langsung disuntikkan intravena.
2) Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a) Laser photo coagulation
b) Diathermy coagulation
c) Adrenalin injection
9. Clinical Pathway
varises esofagus, ulkus peptikum, sirosis hepatis, Ca esofagus, Gastritis

Peningkatan tekanan vena porta Kurangnya informasi penyakit

Vena mengembang dan membesar


Defisien pengetahuan
Nyeri akut Reaksi peradangan Peradangan /inflamasi

Pembuluh darah mudah pecah Perubahan status kesehatan

Pembuluh darah saluran cerna pecah Gejala meningkat

Risiko infeksi perdarahan saluran cerna Ansietas

Nafsu manakan Mual, muntah Syok hipovolemi HB menurun Anemia Perdarahan


menurun
Anoreksia Plasma menurun Peningkatan tekanan kapiler
Resiko Perdarahan terus-
Kelemahan keseimbangan
Risiko syok menerus Protein plasma hilang
Ketidakseimbangan cairan dan
Hambatan nutrisi : kurang dari elektrolit Kehilangan cairan Odema
aktivitas kebutuhan tubuh berlebih
Penekanan pembuluh darah
Defisien volume
Penurunan perfusi jaringan
cairan

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
B. Konsep asuhan keperawatan teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki
maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan
Diagnosa medis
b. Keluhan utama
biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara
tiba-tiba.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-
tiba
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis,
hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit
darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup
(alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang
dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat ulserogenik
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan
nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang lunak yang
mudah dicerna
3) Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang
dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan
kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus
berhenti bekerja
4) Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi
konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi
pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut
membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
6) Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam menjalankan
perannya seperti semula.
7) Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen, bila
terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten, bila
terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi
aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
8) Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya namun
sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan
sekitarnya.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan nutrisi
akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah,
kembung.
2) Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia,
ascites.
3) Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan
gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
4) Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
5) Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat tak
jelas.
6) Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan / tak
adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipasi.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a) Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan terus-menerus
b) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai darah yang kurang
c) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
adekuat
d) Risiko syok berhubungan dengan jumlah plasma yang berkurang akibat HB turun
e) Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
f) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
g) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan syok hipovolemi
h) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
i) Risiko infeksi berhubungan dengan pembuluh darah yang mudah pecah
j) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
k) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
C. Nurse Care Planning

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional


(NOC)
1. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor hasil 1. Mendeteksi hoeostasis
berhubungan dengan keperawatan ....x 24jam laboratorium dan atau ketidakseimbangan
perdarahan terus- diharapkan keseimbangan cairan observasi tanda-tanda dan membantu
dapat terpenuhi dengan kriteria perdarahan menentukan kebutuhan
menerus
hasil: penggantian
1. Membrane mukosa lembab 2. Pantau input dan 2. Memberikan informasi
2. Turgor kulit elastis outpun pasien. tentang keseimbangan
3. Intake dan output balance cairan, fungsi ginjal, dan
4. BAB normal (minimal 1x/ 3. Pertahankan tirah control penyakit usus juga
hari dan tidak berwarna baring, jadwalnkan pedoman untuk
hitam) aktivitas untuk penggantian cairan
memberikan periode 3. Aktivitas atau muntah
istirahat tanpa dapat meningkatkan
gangguan tekanan intra abdominal
dan dapat mencetuskan
4. Observasi kulit kering, perdarahan
membran mukosa, 4. Menunjukkan kehilangan
penurunan turgor kulit cairan berlebihan
5. Perubahan dapat
menunjukkan penurunan
5. Catat tinkat kesadaran
perfusi jaringan infus
sekunder terhadap
6. Observasi tanda-tanda hipovolemi
syok 6. Mencegah terjadinya
7. Anjurkan klien minum perdarahan yang
banyak 2-3 liter/hari berlebihan
7. Mengatasi kehilangan
8. Kolaborasi dengan tim cairan berlebihan dan
medis mengenai terapi mengatasi terjadinya
cairan dan anti dehidrasi
perdarahan 8. Untuk mengatasi
kehilangan cairan berlebih
9. Kolaborasi dengan tim 9. Darah lengkap
medis dalam pemberian diindikasihkan untuk
darah lengkap segar/sel perdarahan akut, karena
darah merah darah simpanan dapat
kekurangan faktor
pembekuan
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan Circulation Precaution 1. Capillary refill time, akral,
jaringan perifer keperawatan selama ...x24 jam dan suhu ekstremitas
berhubungan dengan diharapkan perfusi jaringan 1. Kaji secara menunjukkan status
suplai darah yang perifer klien efektif dengan komprehensif sirkulasi sirkulasi perifer
kurang kriteria hasil: perifer (CRT, akral, 2. Apabila ada luka pada
suhu ekstremitas) area sirkulasi maka proses
Tissue Perfusion: Peripheral 2. Hindari adanya luka penyembuhannya akan
pada area dengan terhambat karena sirkulasi
1. CRT pada jari tangan klien < penurunan sirkulasi
3 detik yang tidak adekuat, maka
2. CRT pada jari kaki klien < 3 harus dihindari adanya
luka
detik 3. Anjurkan klien untuk 3. Asupan cairan adekuat
3. Denyut perifer teraba kuat mempertahankan mencegah peningkatan
Akral pada Ekstremitas klien asupan cairan adekuat viskositas darah yang
tidak dingin) 4. Pantau TTV klien tiap 8 memperburuk sirkulasi
4. Tekanan darah sistolik 110- jam 4. Gambaran tekanan darah
130 mmHg) Skin Surveilance dan nadi menunjukkan
5. Tekanan darah diastolik 70- status sirkulasi klien
90 mmHg 5. Pantau denyut nadi 5. Denyut nadi perifer perlu
perifer dikaji untuk mengetahui
status sirkulasi perifer
adekuat atau tidak
3. Nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan Terapi nutrisi:
kebutuhan tubuh keperawatan selama ...x24 jam 1. Kaji status nutrisi klien 1. Pengkajian penting untuk
berhubungan dengan diharapkan nutrisi klien seimbang mengetahui status nutrisi
intake makanan tidak dengan kriteria hasil: klien dapat menentukan
adekuat intervensi yang tepat
a. Status nutrisi: 2. Monitor masukan 2. Dengan mengetahui
- Masukan nutrisi adekuat makanan atau cairan dan masukan makanan atau
- Masukan makanan dalam hitung kebutuhan kalori cairan dapat mengetahui
batas normal harian. apakah kebutuhan kalori
b. Status nutrisi : masukan harian sudah terpenuhi atau
nutrisi: belum.
- Masukan kalori dalam 3. Tentukan jenis makanan 3. Memenuhi kebutuhan
batas normal yang cocok dengan tetap nutrisi klien dengan tetap
- Nutrisi dalam makanan
cukup mengandung mempertimbangkan memperhatikan aspek
protein, lemak, aspek agama dan budaya agama dan budaya klien
karbohidrat, serat, vitamin, klien sehingga klien bersedia
mineral, ion, kalsium, mengikuti diet yang
sodium ditentukan.
c. Status nutrisi : hitung 4. Anjurkan untuk 4. Dapat membantu
biokimia menggunakan suplemen meningkatkan status nutrisi
- Serum albumin dalam batas nutrisi sesuai indikasi. selain dari diet yang
normal (3,4-4,8 gr/dl) ditentukan..
d. Nausea and vomiting severity 5. Jaga kebersihan mulut, 5. Menjaga kebersihan mulut
(keparahan mual muntah) ajarkan oral higiene pada dapat meningkatkan nafsu
- Klien mengatakan tidak ada klien/keluarga. makan.
mual 6. Kolaborasi dengan ahli 6. Untuk menentukan jumlah
- Klien mengatakan tidak gizi untuk menentukan kalori dan jenis nutrisi
muntah jumlah kalori dan jenis yang sesuai dengan
- Tidak ada peningkatan nutrisi kebutuhan klien.
sekresi saliva Penanganan berat badan:
e. Appetite (nafsu makan) 7. Timbang berat badan 7. Dengan memantau berat
Menunjukkan peningkatan klien secara teratur. badan klien dengan teratur
nafsu makan, dengan kriteria dapat mengetahui kenaikan
hasil : 8. Pantau hasil ataupun penurunan status
- Keinginan klien untuk makan laboratorium, seperti gizi.
meningkat kadar serum albumin, 8. Kadar albumin dan
- Intake makanan adekuat dan elektrolit. elektrolit yang normal
menunjukkan status nutrisi
Nausea management baik. Sajikan makanan
(manajemen mual) dengan menarik.
9. Dorong klien untuk 9. Dengan mendorong klien
mempelajari strategi untuk mempelajari strategi
untuk memanajemen manajemen mual, akan
mual membantu klien untuk
10. Anjurkan untuk makan melakukan manajemen
sedikit demi sedikit mual secara mandiri.
10. Pemberian makan secara
sedikit demi sedikit baik
untuk mengurangi rasa
penuh dan enek di perut.
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

E. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan penyakit Hamatemesis melena
adalah Tindakan rehabilitasi yaitu seseorang yang dalam kondisi sehat
diharapkan dapat melakukan pemeriksaan ke dokter/kontrol/laboratorium
untuk memeriksakan fungsi dan keadaan saluran cernanya serta banyak
mengkonsumsi air putih. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyakit gagal ginjal adalah:
a. Jaga agar pasien dengan risiko (misalnya pasien dengan ikterus obstruktif)
tetap dalam kondisi hidrasi yang baik pra- dan perioperatif.
b. Pantau fungsi saluran cerna secara teratur pada pasien
c. Merubah gaya hidup yang kurang sehat menjadi gaya hidup yang sehat
dengan banyak mengkonsumsi air putih.
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC

Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit

Erlangga.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta:
Media. Aesculapius.

Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan


Terapi(2ndEd.). Jakarta: EGC.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC

Nurari. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Keperawatan.Edisi 6.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai