Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE


EMBOLIC DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH dr.
SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Prasetyo Panji N, S. Kep
NIM 182311101117

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien dengan stroke embolic di ruang Melati


RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 14 maret 2019

Mahasiswa

Prasetyo Panji N.
NIM 182311101117

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Melati
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns.Jon Hafan S.M.,M.Kep. Sp.KMB. Ns. Umayanah, S.Kep.


NIP. 1984102 201504 1 002 NIP. 19770611 200609 2 020
A. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Review Anatomi Fisiologi Otak
Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2
kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane,
2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka
perlu perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang
yang membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau
kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.
Lapisan Pelindung Otak
Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari
piameter, lapisan arakhnoid, dan durameter (Gambar 2) (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan
yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan
dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan
ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial
dan medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Bagian-bagian otak

Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di
atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1.    Cerebrum (Otak Besar)
2.    Cerebellum (Otak Kecil)
3.    Brainstem (Batang Otak)
4.    Limbic System (Sistem Limbik)
Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Fungsi serebrum antara lain:


1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak

Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon, ialah
bagian otak yang
paling rostral, dan
tertanam di antara ke-
dua belahan otak
besar (haemispherium
cerebri). Diantara
diensefalon dan
mesencephalon,
batang otak membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah ventral.
Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Fungsi dari
diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan reflex
Serebelum

Serebelum (otak kecil)


terletak pada bagian bawah
dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum
oleh fisura transversalis
dibelakangi oleh pons varoli
dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi
lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga


lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut
saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum.
Fungsi serebelum, yaitu:
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan
mengaturgerakan sisi badan.

2. Definisi Stroke Non Hemoragic (embolic)


Stroke Non hemoragic adalah tersumbatnya aliran darah dan dapat dibagi
menjadi stroke trombolitik, stroke emboli dan hiperfision (Corwin, 2009).
Gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak
akibat iskemiaayau hemoragi sirkulasi saraf otak (sudoyo aru). Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark cerebrum.

3. Epidemilogi
Terjadinya kasus stroke embolik lebih berpotensi menyebabkan kematian
atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA. Sekitar 10% kasus stroke
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), menyebutkan
bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim
otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan
orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi
terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang
lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh.
Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah
kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut
dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam pterjadinya stroke.
Non hemoragic terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih
sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit
putih di usia yang sama.
4. Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) mengatakan bahwa stroke embolik
diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak karena bekuan darah, sehingga
sirkulasi darah ke otak dapat terganggu.

5. Patofisiologi/Patologi
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat
lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang
menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil,
distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat
akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan
mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada
satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan
kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan
kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama
pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana
kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan 15%
dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh manusia,
sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan kegiatanneuronal. Energi yang
diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk
glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan
memerlukan oksigen untuk metabolism tersebut, lebih dari 30 detik gambaran
EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan
meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan
Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke
ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini
menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrane
depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100
gr.menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan
berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi
vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik. Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada
keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untukmengurangi
perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih
lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat
peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari
kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi (Corwin, 2009).

6. Manifestasi Klinis
a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo
badan
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara cedel atau pelo
d. Gangguan bicara atau bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simetris
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Gangguan fungsi otak

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:

a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan fistula
arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan angiografi.

b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses
inflamasi.

c. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak.
d. Thorax photo
e. Laboratorium
f. EKG
Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan
adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.

g. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas pencintraan
secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas sinar-X melewati tubuh
dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus untuk pencitraan. Berkas yang
telah melewati jaringan kurang padat seperti paru-paru akan menjadi lebih kuat,
sedangkan berkas yang telah melewati jaringan padat seperti tulang akan lemah.
Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS),
melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya daerah hipodens
tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan setelah perdarahan
langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil berusaha mencari
penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyebab. Penatalaksanaan
umum ini meliputi memperbaiki jalan napas dan mempertahankan ventilasi,
menenangkan pasien, menaikkan atau elevasi kepala pasien 30º yang bermanfaat
untuk memperbaiki drainase vena, perfusi serebral dan menurunkan tekanan
intrakranial, atasi syok, mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan
elektroklit, monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi intrakranial, dan
melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized Tomography
untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan (Affandi & Reggy,
2016).

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)


(2011) penatalaksanaan umum lainnya yang dilakukan pada pasien stroke yaitu
meliputi pemeriksaan fisik umum, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh,
dan melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu
berupa pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan jantung, dan neurologi.
Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan diazepam
dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan intraserebral, dan untuk
pengendalian suhu dilakukan pada pasien stroke yang disertai dengan demam.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien stroke yaitu terdiri dari elektrokardiogram,
laboratorium (kimia darah, kadar gula darah, analisis urin, gas darah, dan lain-
lain), dan pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada dan CT Scan.

b. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien stroke yaitu
pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra kranial akut
tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain Barrier), diuretika (asetazolamid
atau furosemid) yang akan menekan produksi cairan serebrospinal, dan steroid
(deksametason, prednison, dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat
mengurangi produksi cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel
endotel (Affandi dan Reggy, 2016). Pilihan pengobatan stroke dengan
menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk penderita stroke iskemik
yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang diberikan melalui intravena. Fungsi
tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan meningkatkan aliran darah ke bagian
otak yang kekurangan aliran darah (National Stroke Association, 2016).
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk pasien stroke
yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat menurunkan risiko
terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke iskemik berulang), tidak adanya
risiko utama dari komplikasi hemoragik awal, dan meningkatkan hasil terapi
jangka panjang (sampai dengan 6 bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin
harus diberikan paling cepat 24 jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak
menerima trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam 48
jam dari onset gejala (National Medicines Information Centre, 2011).

c. Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan pengobatan
pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki aliran darah serebri
contohnya endosterektomi karotis (membentuk kembali arteri karotis),
revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid endarterectomy/ endosterektomi
karotis pada semua pasien harus dilakukan segera ketika kondisi pasien stabil dan
sesuai untuk dilakukannya proses pembedahan. Waktu ideal dilakukan tindakan
pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu dari kejadian (Scottich
Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini dilakukan
untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau menurunkan tekanan
intra kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan hasil pada beberapa kasus,
terutama untuk stroke pada lokasi tertentu (contohnya cerebellum) dan atau pada
pasien stroke yang lebih muda (< 60 tahun) (National Medicines Information
Centre, 2011).

d. Penatalaksanaan medis lain


Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011) terdiri dari
rehabilitasi, terapi psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar glukosa darah,
pemberian anti muntah dan analgesik sesuai indikasi, pemberian H2 antagonis jika
ada indikasi perdarahan lambung, mobilisasi bertahap ketika kondisi
hemodinamik dan pernapasan stabil, pengosongan kandung kemih yang penuh
dengan katerisasi intermitten, dan discharge planning. Tindakan lainnya untuk
mengontrol peninggian tekanan intra kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa
dilakukan tindakan hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi
hiportermi yaitu melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi hipotermi akan
menurunkan tekanan darah dan metabolisme otak, mencegah dan mengurangi
edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial sampai hampir 50%, tetapi
hipotermi berisiko terjadinya aritmia dan fibrilasi ventrikel bila suhu di bawah
30ºC, hiperviskositas, stress ulcer, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun
(Affandi & Reggy, 2016).

e. Tindakan Keperawatan
Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang mempunyai peran
penting dalam tindakan pengobatan pasien stroke ketika dalam masa perawatan
pasca stroke. Tujuan dari perawatan pasca stroke sendiri yaitu untuk
meningkatkan kemampuan fungsional pasien yang dapat membantu pasien
menjadi mandiri secepat mungkin, untuk mencegah terjadinya komplikasi, untuk
mencegah terjadinya stroke berulang, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawatan pasca stroke berfokus kepada kebutuhan holistik dari pasien dan
keluarga yang meliputi perawatan fisik, psikologi, emosional, kognitif, spritual,
dan sosial. Perawat berperan memberikan pelayanan keperawatan pasca stroke
seperti mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge planning;
menyediakan informasi dan latihan untuk keluarga terkait perawatan pasien di
rumah seperti manajemen dysphagia, manajemen nutrisi, manajemen latihan dan
gerak, dan manajemen pengendalian diri; kemudian perawat juga memfasilitasi
pasien dan keluarga untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan memberikan
dukungan emosional kepada pasien dan keluarga (Firmawati, 2015).
9. Pathway
(Pola hidup, kebiasaan buruk, makanan berlemak, merokok dll)

Trombus

Penekanan pada Ketidakefektifan


Penatalaksanaan: Port the entry
jaingan otak bersihan jalan nafas
Kraniotomi mikroorganisme

Peningkatan
Luka insisi Resiko Infeksi tekanan
pembedahan intrakranial Terjadi akumulasi
sekret

Sel melepaskan
Metabolisme
mediator nyeri: Gangguan aliran
anaerob
prostaglandin, darah dan Refleks batuk
sitokinin oksigen ke otak menurun

Vasodilatasi
Impuls ke pusat
pembuluh darah Ketidakefektifan
nyeri di otak Fungsi otak
perfusi jaringan
menurun
serebral
Somasensori Penurunan
korteks otak: nyeri Refleks menelan
Kesadaran
dipersepsikan Kerusakan menurun
neuromotorik
Resiko jatuh
anoreksia
Nyeri akut Hambatan Tidak mampu Defisit perawatan
Ketidakseimbangan
mobilitas fisik merawat diri diri
kebutuhan nutrisi
1. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah dan oksigen ke otak
b. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
c. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromotorik
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan penurunan refleks batuk
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot
g. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry tindakan pembedahan
h. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
2. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional
Keperawatan

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway mnagement 1. Mengkaji adanya kelainan dalam
bersihan jalan nafas keperawatan 3x24 jam pasien 1. Auskultasi suara nafas, catat fungsi pernafasan pasien
berhubungan memiliki jalan nafas yange adanya suara tambahan 2. Membuka jalan nafas, memberikan
dengan yang paten dengan criteria 2. Identifikasi pasien perlunya jalan nafas paten buatan
penumpukan hasil: pemasangan alat jalan nafas 3. Memudahkan ventilasi
secret, penurunan buatan 4. Memaksimalkan vetilasi keluar
1. Pasien dapat menunjukkan
kesadaran 3. Buka jalan nafas, gunakan masuknya udara dengan pemberian
suara nafas yang bersih,
metode head tilt chin lift atau posisi yang tepat
tidak ada syanosis dan
jaw thrust jika perlu 5. Pengeluaran secret untuk membantu
dyspneu (sputum dapat
4. Posisikan pasien untuk membuka jalan nafas
keluar, mampu bernafas
memaksimalkan ventilasi 6. Memudahkan pasien mengeluarkan
dengan mudah)
5. Keluarkan secret dengan batuk dahak secara mandiri
2. Pasien menunjukkan jalan
atau suction 7. Mempercepat pengeluaran secret
nafas yang paten (klien
6. Ajarkan teknik batuk efektif jika dengan bronkodilator
tidak merasa tercekik,
pasien mampu
irama nafas, frekuensi
7. Bkolaborasi pemberian
nafas 16-20 kali per menit, bronkodilator jika perlu
tidak ada suara nafas
ronkhi dan wheezing)
2 Gangguan perfsi NOC: circulation status, tissue NIC: Bleeding reduction wound
cerebral perfusion: cerebral 1. Monitor tanda-tanda vital (nadi, 1. Evaluasi kemampuan tubuh
berhubungan RR, dan tekanan darah) mengkompenasasi perdarahan
Setelah dilakukan tindakan
dengan perdarahan 2. Berikan posisi elevasi pada area 2. Posisi elevasi area luka
keperawatan 3x24 jam pasien
cerebri, yang mengalami perdarahan mengurangi kecepatan suplai darah
menunjukkan perfusi jaringan
ketidakseimbangan 3. Monitor jumlah input dan ke bagian luka
otak yang baik dengan kriteria
suplai oksigen dan output cairan 3. Mengukur regulasi cairan yang
hasil:
darah ke otak diperlukan untuk mengganti
1. Menunjukkan status NIC: peripheral sensation perdarahan yang keluar
sirkulasi yang baik ditandai management
dengan: tekanan systole 1. Monitor adanya daerah tertentu 1. Menentukan adakah area baal
(110-130mmHg), tekanan yang peka terhadap rangsang 2. Mengkaji kemungkinan adanya
diastole (<85mmHg), tidak 2. Monitor adanya paratese kelumpuhan
ada hipotensiortostatik, 3. Batasi gerakan pada kepala 3. Membatasi area kepala untuk
tidak ada peningkatan leher, dan punggung menekan terjadinya cedera pada
tekanan intracranial (<15 area kepala
mmHg)
2. Menunjukkan kemampuan
kognitif yang baik ditandai
dengan dapat
berkomunikasi dengan jelas
sesuai kemampuan,
menuunjukkan kemampuan
perhatian, konsentrasi, dan
oreientasi
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yag
baik ditandai dnegan
tingkat kesedaran
membaik, itdak ada
gerakan involunter
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan NIC: Exercise therapy: ambulation 1. Mengkaji kebutuhan pasien dalam
mobilitas fisik keperawatan 3x 24 jam pasien 1. Kaji kemampuan pasien dalam intervensi
berhubungan dapat mobilisasi secara mobilisasi 2. Mengvaluasi kemampuan tubuh
dengan kelemahan 2. Monitor tanda vital sebelum dan pasien untuk melakukan latihan
neuromuskuler bertahapa dengan criteria hasil: sesudah latihan 3. Menambah pemahaman pasien
3. Ajarkan pasien tentang teknik tentang ambulasi yang dapat
1. Kemampuan klien dalam
ambulasi dilakukan
berkatifitas meningkat
4. Ajarkan pasien bagaimana 4. Perubahan posisi yang dilakukan
2. Mengungkapkan perasaan
merubah posisi dan berikan dengan benar mencegah terjadinya
terkait penigkatan
bantuan jika diperlukan cedera berulang
kemampuan berpindah
5. Konsultasikan dengan terapi 5. Mengetahui latihan yang dibtuhkan
3. Memperagakan penggunaan
fisik tentang rencana ambulasi oleh pasien
alat bantu untuk mobilisasi
sesuai kebutuhan
4 Defisit perawatan Setelahh dilakukan tindakan NIC: Self Care Assistance hygiene 1. Menentukan kebutuhan bantuan
diri berhubungan keperawatan 3x24 jam pasien 1. Menentukan jumlah dan jenis yang diperlukan pasien
dengan penurunan dapat menunjukkan bantuan yang dibutuhkan pasien 2. Membantu pasien membersihkan
kesadaran dan kemampuan perawatan diri 2. Memfasilitasi pasien untuk area mulut
kelemahan dengan criteria hasil: hygiene oral 3. Membantu psien memenuhi
neuromuscular 3. Fasilitasi pasien mandi kebutuhan kenersihan diri mandi
1. Pasien dapat memenuhi
4. Memanatau integritas kulit pasien
kebutuhan ADL amndiri
pasien 4. Mengkaji adanya kerusakan
atau dengan alat bantu
5. Mengajarkan pasien dan integritas kulit pasien
2. Pasein mampu
keluarga tentang menjaga 5. Mengajarkan keluarga untuk
memeprtahankan kebersihan
dan penampilan yang rapi kebersihan diri pentingnya memenuhi kebutuhan
secara mandiri atau dnegan kebersihan diri pasien
alat bantu.
5. Nyeri akut Setelah dilakukan tinfakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui PQRST pasien dan
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam komprehensif termasuk lokasi, pemilihan tindakan selanjutnya.
dengan post Pasien tidak mengalami nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Reaksi nonverbal menunjukkan
kraniotomi. dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi tingkat nyeri yang dirasakan pasien
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari 3. Meningkatkan koping adaptif pasien
(tahu penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan 4. Mengurangi nyeri pasien dari segi
menggunakan tehnik 3. Bantu pasien dan keluarga untuk lingkungan
nonfarmakologi untuk mencari dan menemukan dukungan 5. Mencegah keparahan nyeri dan
mengurangi nyeri, mencari 4. Kontrol lingkungan yang dapat komplikasi nyeri
bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu 6. Menentukan intervensi yang sesuai
2. Melaporkan bahwa nyeri ruangan, pencahayaan dan 7. Mengurangi nyeri dari segi non
berkurang dengan kebisingan farmakologi
menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 8. Mengurangi nyeri bertambah
nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 9. Meningkatkan kopingindividu
3. Mampu mengenali nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non dengan meningkatkan pengetahuan
(skala, intensitas, frekuensi dan farmakologi: napas dala, relaksasi, pasien
tanda nyeri) distraksi, kompres hangat/ dingin 10. Mengurangi nyeri dari segi medis.
4. Menyatakan rasa nyaman 8. Tingkatkan istirahat
setelah nyeri berkurang 9. Berikan informasi tentang nyeri
5. Tanda vital dalam rentang seperti penyebab nyeri, berapa lama
normal nyeri akan berkurang dan antisipasi
6. Tidak mengalami gangguan ketidaknyamanan dari prosedur
tidur 10. Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
6. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif 1. Mencegah infeksi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Batasi pengunjung bila perlu 2. Mencegah infeksi nosokomial
dengan luka insisi pasien tidak mengalami infeksi 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 3. Mengurangi penyebaran virus dari
operasi. dengan kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan satu tempat ketempat lain
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Gunakan baju, sarung tangan 4. Mencegah adanya infeksi nosokomial
gejala infeksi sebagai alat pelindung 5. Mengurangi risiko infeksi
2. Menunjukkan kemampuan 5. Gunakan kateter intermiten 6. Meningkatkan imun pasien
untuk mencegah timbulnya untuk menurunkan infeksi kandung 7. Mengindentifikais adanya infeksi
infeksi kencing sedini mungkin
3. Jumlah leukosit dalam batas 6. Tingkatkan intake nutrisi 8. Mengetahui tanda-tanda infeksi dan
normal 7. Monitor tanda dan gejala infeksi tindakan pencegahannya
4. Menunjukkan perilaku hidup sistemik dan lokal 9. Mencegah komplikasi infeksi jika
sehat 8. Inspeksi kulit dan membran tidak ada penanganan secara cepat
5. Status imun, gastrointestinal, mukosa terhadap kemerahan, 10. Mengidentifikasi adanya infeksi
genitourinaria dalam batas panas, drainase secara dini
normal 9. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
10. Kaji suhu pasien setiap 4 jam
7. Ketidakseimbangan NOC : NIC :Weight Management
nutrisi kurang dari Nutritional status: Adequacy of 1. Diskusikan bersama pasien 1. Memberikan pengetahuan bagi klien
kebutuhan nutrient mengenai hubungan antara 2. Memberikan pengetahuan bagi klien
berhubungan Nutritional Status : food and intake makanan, latihan, 3. Memberikan pengetahuan bagi klien
dengan anoreksia Fluid Intake peningkatan BB dan penurunan 4. Penurunan BB menyebabkan
Weight Control kekurangan nutrisi untuk
BB
Setelah dilakukan tindakan 2. peningkatan kesembuhan
Diskusikan bersama pasien
keperawatan selama 3x24 jam mengenai kondisi medis yang 5. Mengontrol BB
nutrisi kurang teratasi dengan dapat mempengaruhi BB 6. Mengetahui target peningkatan BB
indikator: 3. Diskusikan bersama pasien
1. Albumin mengenai kebiasaan, gaya hidup
serum dan factor herediter yang dapat
2. Pre albumin mempengaruhi BB
serum 4. Diskusikan bersama pasien
3. Hematokrit mengenai risiko yang
4. Hemoglobin berhubungan dengan BB
5. Total iron berlebih dan penurunan BB
binding capacity 5. Dorong pasien untuk
6. Jumlah merubah kebiasaan makan
limfosit 6. Perkirakan BB badan ideal
pasien
Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan 1. Menghindari pemberian makanan


yang menimbulkan alergi bagi klien
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori 2. Mengatur intake bagi nutrisi klien
dan nutrisi yang dibutuhkan 3. Membantu meningkatkan kualitas
aliran darah
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk 4. Meningkatkan kekebalan tubuh
meningkatkan intake Fe jika 5. Meningkatkan pembentukan energi
6. Konstipasi dapat meningkatkan BB
tidak ada kontaindikasi
namun menimbulkan penyakit
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan penyerta lain
vitamin C 7. Mengadvokasi kebutuhan klien
5. Berikan substansi gula jika 8. Memandirikan konsumsi nutisi bagi
tidak ada kontaindikasi klien di rumah
6. Yakinkan diet yang 9. Mengukur intake dan output klien
dimakan mengandung tinggi 10. Meningkatkan kesadaran bagi klien
serat untuk mencegah konstipasi tentang pentingnya nutrisi
7. Berikan makanan yang 11. Mengetahui nutrisi yang
terpilih ( sudah dikonsultasikan memungkinkan untuk dikonsumsi
dengan ahli gizi) dan mudah didapatkan klien
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
8. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan NIC: Environment Management a. Meminimalkan rasa nyeri dan
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, a. Pertahankan tirah baring dan mencegah pergerakan yang dapat
dengan penurunan risiko cedera tidak terjadi imobilisasi sesuai indikasi mengakibatkan cedera
kesadaran. NOC : b. Gunakan bantal air atau b. Menghindari tekanan yang berlebih
Risk control pengganjal yang lunak di bawah pada daerah yang menonjol
a. Pasien terbebas dari cedera daerah-daerah yang menonjol c. Mencegah pasien terjatuh dari
b. Pasien tidak jatuh dari c. Pasang restrain dan side rail tempat tidur
tempat tidur d. Evaluasi tanda/gejala perluasan d. Menilai perkembangan masalah
c. Pasien tidak melepas alat cedera pasien
perawatan
B. Discharge Planning
Smeltzer dan Bare (2005) mengatakan bahwa discharge planning yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perawatan pasien dirumah diperlukan sebagai


bentuk rehabilitasi pasien yang membutuhkan waktu lama, sehingga keluarga
harus siap untuk melakukannya, atau meminta bantuan pada petugas
pelayanan kesehatan
2. Kegiatan terjadwal latihan ROM untuk mencegah
kekakuan sendi
3. Keluarga harus siap untuk menerima pasien yang
mudah lelah, sehingga sering mengalami peka rangsang dan kecewa pada hal-
hal kecil, dan menunjukkan kurang minat pada sesuatu
4. Modifikasi rumah diperlukan untuk membantu
dalam rehabilitasi pasien, misalnya menggunakan pancuran lebih baik dari
pada bak mandi bagi pasien hemiplegia
5. Sumber pendukung bisa dilakukan dnegan
berkumpul bersama komunitas strok untuk meningkatkan koping individu
dalam proses menjalani hidup
6. Mengajarkan keluarga terkait tanda gawat darurat
pasien stroke yaitu terkait komplikasi potensial yaitu tanda vital dan
oksigenasi.
7. Health Education mengenai pencegahan stroke
berulang, dan manajemen sumber penyebab terutama makanan
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute Treatment


of Intracerebal Hemorrhage. [serial online].
https://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@fda/documents /downloadable/ucm_464340.pdf . [11
November 2018]
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United
Sates of America: Elsevier.
Chakrabarty, A. & Shivane A. 2008. “Pathology of Intracerebral Hemorrhage”.
ACNR. Vol. 8 (1): 20-21.
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.
Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Zuccarello, M. 2013. “Intracerebral Hemorrhage (ICH)” University of Cincinnati
Department of Neurosurgery. Ohio: Mayfield Clinic.

Anda mungkin juga menyukai