Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Oleh
Nama Mahasiswa : Randi Saiselar
NIM : 1490123088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2023
1. PENDAHULUAN

Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama banyaknya ukuran


dan jumlah individu yang terkena penyakit di bagian organ pernapasan. Salah satu
penyakit gangguan sistem pernapasan pada manusia yaitu efusi pleura.Efusi pleura
adalah cairan yang berlebih di dalam membran berlapis ganda yang mengelilingi paru-
paru (Irianto, 2014).

Efusi pleura merupakan kondisi medis yang dilatarbelakangi oleh berbagai


Penyebab. Data WHO menunjukkan bahwa Efusi pleura disebabkan oleh berbagai
kelainan kardiopulmonal seperti gagal Jantung kongestif, gangguan hati, hingga
keganasan di paru-paru (Mc Gart & Anderson, 2011). Prevalensi efusi pleura di dunia
diperkirakan sebanyak 320 kasus per 100.000 penduduk di negara-negara industri
dengan penyebarannya tergantung dari etiologi penyakit yang mendasarinya.
Penyebab efusi pleura yang disebabkan infeksi yaitu tuberkulosis, pneumonitis, abses
paru, perforasi esophagus, abses subfrenik. Sedangkan untuk non infeksi disebabkan
oleh karsinoma paru, karsinoma pleura, karsinoma mediastinum, tumor ovarium,
bendungan jantung, gagal jantung, perikarditis konstriktiva, gagal hati, gagal ginjal,
hipotiroidisme, kilotoraks, emboli paru (Morton dkk, 2012).

Pasien-pasien dengan efusi pleura menunjukkan gejala klinis yang beragam


mulai dari efusi pleura tanpa gejala hingga efusi pleura masif yang menunjukkan
berbagai gejala serius yang mengganggu pernapasan. Pada kasus efusi pleura tanpa
gejala, biasanya efusi pleura terlihat dari gambaran X-Ray thorak (Wedro, 2014).
Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi seperti sesak nafas,
batuk kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi
redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya taktil vocal fremitus saat dilakukan
palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru.

Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien dengan efusi pleura
salah satunya adalah pola napas tidak efektif dan gangguan pertukaran gas (NANDA,
2012). Pola napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya ekspansi paru akibat
akumulasi cairan di pleura sehingga akan menimbulkan manifestasi klinis seperti
peningkatan frekuensi napas, kesulitan bernapas (dipsnea), penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, dan pada kasus-kasus berat muncul gejala hipoksia seperti sianosis.
Sementara itu, efusi pleura juga berakibat pada terganggunya pertukaran gas yang
bermanifestasi klinis pada perubahan nilai gas darah arteri (Wilkinson & Ahern,
2005). Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan
terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas
dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotife misalnya
memberikan penjelesan dan informasi penyakit Efusi pleura, preventifenya
mengurangi merokok dan minumminuman beralkohol, kurative misalnya dilakukan
pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD, rehabilitative misalnya
melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan
(Muttaqin, 2008).
Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang
maksimum.Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai pertukaran gas
yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang adekuat (Dugdale,
2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk menjamin ventilasi dan pertukaran gas yang
adekuat. Evakuasi cairain dilakukan melalui tindakan medis seperti thoracentesis dan
pemasangan chest tube (Rubins, 2013). Tindakan keperawatan juga berperan penting
untuk menjamin ventilasi dan perfusi yang adekuat. Beberapa tindakan keperawatan
utama untuk mengatasi masalah pernapasan pada pasien efusi pleura adalah
pengkajian berupa monitor status pernapasan meliputi frekuensi pernapasan,
auskultasi suara paru, monitor status mental, dispnea, sianosis, dan saturasi oksigen
(Wilkinson & Ahern, 2005). Selain itu, tindakan keperawatan yang penting adalah
“Positioning” yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga mengurangi
sesak (Dean, 2014).

2. PENGERTIAN

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002). Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus
maupun bakteri.

Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan
ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis
yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga
dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara
lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006) Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi
penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
3. ANATOMI FISIOLOGI

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.


Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.
Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson,
MD, 1995, 121). Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada
radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanaePada permukaan rongga hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung

b. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan


percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian
belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara
(pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat
mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran
pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring
adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi
jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan

c. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian


di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan
kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi
dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus)

d. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.


Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu
tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari
epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-
getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan
juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh
beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat
ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas
katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus


kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus
yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan
bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan.
Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi
dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung
paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui
kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke
dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru

f. Bronchiolus

Cabang ke 12 — 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang


rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan
jaringan ikat longgar. 8 Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel
Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan :
epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli)

g. Alveolus

Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat


terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar
alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. [9] Sel epitel terdiri sel
alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II).
Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar
paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel
alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal
bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel
alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya
untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis
epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast,
sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit
utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini
terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel
lainnya

h. Pleura

Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung


serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura
viseral, yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n.
frenikus dan n. intercostal
4. ETIOLOGI

a. Efusi Pleura Transudativa

Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru- paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal Jantung
Kongesif.

b. Efusi Pleura Eksudativa

Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit paru-


paru. Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat, asbestosis
dan sarkoidosis merupaakan beberapa contoh penyakit yang bisa
menyebabkan efusi pleura eksudatinya.

5. PATOFISIOLOGI

Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.

Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.Alveoli pecah dekat pleura parietalis(karena trauma)udara akan masuk ke
dalam rongga pleura Pneumothoraks daerah yang kurang elastis lagi seperti pada
emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru (gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan percarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks)

Efusi eksudat terjadi bila proses peradangan yang menyebabkan permeabelitas


kapiler pembuluh darah kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kubolial dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis.

b. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam

c. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48
—72 jam setelah injeksi.

d. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru,
deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang
menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.

e. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis

f. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis) Pemeriksaan


histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50-
75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi
pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi
biopsy adalah pneumotoraks, hemotoraks dan penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada

g. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan


oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis

h. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru.

i. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,


peningkatanrasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural
pada tuberkulosis kronik tahap lanjut
7. PENATALAKSANAAN

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara
sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura
setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium
parvum dll.

a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push
pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura .
e. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1— 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f. Antibiotika jika terdapat empiema.

8. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Biodata
 Identitas pasien
 Identitas Penanggung Jawab
2) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
 Riwayat Kesehatan Sekarang
 Riwayat kesehatan Masalalu
 Riwayat Kesehatan Keluarga
3) Pengkajian pola fungsi
 Kebutuhan istirahat dan aktifitas
 Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-
kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai
keringat banyak.
 Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
 Kebutuhan integritas pribadi
 Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang,
dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
 Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan
kecemasan
 Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
 Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
 Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istirahat/kelelahan.
 Kebutuhan respirasi
 Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif,
napas pendek, nyeri dada
 Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit
lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada
yang asimetris, fremitus vocal menurun, pekak pada perkusi, suara
nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi
pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
 Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
 Dapat pula ditemukan deviasi trakea
 Kebutuhan keamanan
 Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker,
AIDS , demam sub febris
 Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
 Kebutuhan Interaksi social
 Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang
diderita, perubahan pola peran.
4) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum TTV Atropometri
 Kepala Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, rambut dan kulit terlihat bersih tidak ada
ketombe, distribusi rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
 Mata
Mata tampak simetris antara kanan dan kiri, ukuran pupil ± 2 mm,
sclera ikterik, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan normal
dan tidak terdapat nyeri tekan pada daerah palpebral.
 Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada bengkokan pada tulang hidung,
tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada sekret, tidak ada
nyeri tekan pada daerah hidung dan tulang pipi, fungsi penciuman
normal.
 Mulut
Mulut bersih, tidak ada lesi, tidak ada tanda — tanda sianosis, tidak
ada stomatitis, tidak ada caries pada gigi. Fungsi pengecapan baik.
Pasien dapat membedakan rasa asin, pahit, asam dan manis.
 Telinga
Daun telinga bersih, telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi,
fungsi pendengaran baik, klien dapat mendengar, dan dapat
berkomunikasi dengan perawat dan bidan dengan baik.
 Jantung
I : Iktus cordis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung
P : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembengkakan
P : Suara pekak
A : Suara lup dup (S1 dan S2 reguler), tidak ada suara tambahan
 Paru-paru
I : Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk dada
P : Taktil fremitus teraba sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara sonor
A : Bunyi nafas vesikuler di semua lapang paru, tidak terdapat
suara tambahan, seperti wheezung maupun ronchi
 Abdomen
I : Simetris antara kanan-kiri
A : Bising usus + 16 x/menit P : tidak ada nyeri tekan
P :-
 Ekstremitas
 Ekstermitas atas :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot
baik, tidak tampak odema, tidak ada sindaktil, polidaktil, CRT <
2 detik
 Ekstermitas bawah :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot
baik, tidak ada odema, tidak ada varises, tidak ada sindaktil dan
polidaktil
5) Pemeriksaan Penunjang
 Foto thorax(Thoraxosistesis)
 Kultur sputum
 Pemeriksaan Lab lainnya
b. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. Gejala dan Tanda Mayor Bersihan Jalan


Subjektif : - Efusi pleura Napas Tidak
Objektif : ↓ Efektif
 Batuk tidak efektif atau Proses peradangan pada
rongga pleure (D.0001)
tidak mampu batuk
 Sputum berlebih/osbstruksi ↓
dijalan napas /Mekonium di Hipersekresi mukus
jalan napas (pada neonatus) ↓
 Mengi, wheezing dan/atau Secret bertahan di saluran
ronkhi kering napas
Gejala dan Tanda Minor ↓
Subjektif: Ronkhi+
 Dispnea ↓
Bersihan jalan napas tidak
 Sulit bicara
efektif
 Ortopnea
Objektif:
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah
2. Gejala dan Tanda Mayor Efusi pleura Pola Napas Tidak
↓ Efektif
Subjektif :
Akumulasi cairan yang
 Dispnea berlebihan dirongga pleura (D.0005)

Objektif: Penurunan ekspansi paru
 Penggunaan otot bantu ↓
Sesak napas
pernapasan ↓
 Fase ekspirasi memanjang Pola napas tidak efektif

 Pola napas abnormal (mis.


Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cneyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
 Ortopnea
Objektif:
 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping hidung
 Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi menurun
 Tekanan inspirasi menurun
 Ekskusi dada berubah
3. Gejala dan Data Mayor Efusi pleura Defisit Nutrisi
Subjektif : - ↓
Proses peradangan pada (D.0003)
Objektif :
rongga pleure
 Berat badan menurun ↓
minimal 10% di bawah Pengeluaran endogren dan
rentang ideal. pirogen

Gejala dan Tanda Minor
Febris
Subjektif : ↓
 Cepat kenyang setelah Demam

makan
Hipertensi
 Kram/nyeri abdomen ↓
 Nafsu makan menurun . Metabolisme tubuh
meningkat
Objektif : ↓
 Bising usus hiperaktif Defisit nutrisi
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare
4. Gejala dan Tanda Mayor Efusi pleura Gangguan
↓ Pertukaran Gas
Subjektif :
Akumulasi cairan yang
 Dispnea berlebihan dirongga pleura (D.0019)

Objektif : Penurunan ekspansi paru
 PCO2 meningkat/menurun ↓
Sesak napas
 P O2 menurun

 Takikardi. Penurunan suplai O2
 pH arteri meningkat ↓
/menurun Gangguan pertukaran gas
 Bunyi nafas tambahan.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
 Pusing
 Penglihatan kabur
Objektif :
 Sianosis
 Diaforesis
 Gelisah
 Nafas cuping hidung
 Pola nafas abnormal
(cepat/lambat,
regular/ireguler,
dalam/dangkal)
 Warna kulit abnormal
(Pucat, kebiruan)
 Kesadaran menurun.
5. Gejala dan Data Mayor Efusi pleura Intoleransi
Subjektif : ↓ Aktivitas
Akumulasi cairan yang
 Mengeluh Lelah berlebihan dirongga pleura (D.0056)
Objektif : ↓
 Frekuens jantung meningkat Penurunan ekspansi paru

> 20% dari kondisi istirahat Sesak napas
Gejala dan Data Minor ↓
Subjektif : Penurunan suplai O2

 Dispnea saat/setelah Kelemahan
aktivitas ↓
 Merasa tidak nyaman Intoleransi aktivitas

setelah beraktifitas
 Merasa lemah
Objektif :
 Tekanan darah berubah <
20% dari kondisi istirahat
 Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
 Gambaran EKG
menunjukan iskemia
 Sianosis

c. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif (D.0001)

2) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)

3) Defisit nutrisi (D.0003)

4) Gangguan Pertukaran Gas (D.0019)

5) Intoleransi Aktivitas (D.0056)


d. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan

No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif
Napas Tidak Efektif keperawatan 3x24 jam Observasi Observasi
(D.0001) menunjukkan keefektifan  Identifikasi kemampuan batuk  Mengetahui kemampuan
jalan napas dengan  Monitor adanya retensi sputum klien batuk efektif
Kriteria Hasil: Terapeutik  Mengidentifikasi adanya
 Batuk efektif meningkat  Atur posisi semi fowler atau sputum berlebih
 Produksi sputum menurun fowler Terapeutik
 Sianosis menurun  Pasang perlak dan bengkok  Membantu klien bernapas
 Gelisah menurun dipangkuan klien lebih baik/mengurangi sesak

 Frekuensi napas membaik  Buang sekret pada tempat  Menjaga kebersihan tubuh

 Pola napas membaik sputum klien


Edukasi  Memudahkan untuk
 Jelaskan tujuan dan prosedur mengobservasi sekret
tindakan batuk efektif Edukasi
 Anjurkan tarik napas dalam  Agar klien mengerti,
selama 4 detik, ditahan selama 2 sehingga pada saat
detik kemudian keluarkan dari melakukan tindakan
mulut selama 8 detik berjalan dengan lancar
 Anjurkan batuk dengan kuat  Mempermudah pengeluaran
langsung setelah tarik napas secret atau sputum
dalam yang ke-3 kalinya  Mengeluarkan sputum
Kolaborasi Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian melkolitik  Untuk melancarkan atau
atau ekspektoran mengencerkan dahak dan
melancarkan jalan napas
2. Pola Napas Tidak Tupan: Manajemen jalan napas Manajemen jalan napas
Efektif Pola napas efektif Observasi Observasi
(D.0005) Tupen:  Monitor pola napas  Untuk mengetahui apakah
Setelah dilakukan tindakan (frekuensi, kedalaman, usaha adanya gangguan pada pola
keperawatan 3x24 jam napas) napas
diharapkan pasien  Monitor bunyi napas  Untuk mengetahui apakah
menunjukkan keefektifan tambahan terdapat bunyi napas
jalan napas.  Monitor sputum tambahan
Kriteria Hasil: Terapeutik  Untuk mengetahui apakah
 Ventilasi meningkat  Pertahankan kepatenan jalan terdapat perubahan warna
 Kapasitas vital napas dengan head till dan dan aroma pada sputum
meningkat chin lift Terapeutik
 Tekanan ekspirasi dan  Posisikan semi fowler atau  Agar kepatenan jalan napas
inspirasi meningkat fowler tetap terjaga
 Dispnea menurun  Lakukan fisioterapi dada  Agar klien tidak terlalu
 Penggunaan otot bantu Edukasi merasakan sesak yang
napas menurun  Ajarkan teknik batuk efektif dialami
 Pernapasan cuping Kolaborasi  Untuk mengurangi rasa sakit
hidung menurun  Lakukan kolaborasi yang dirasakan
 Frekuensi napas pemberian bronkodilator Edukasi
membaik  Untuk mengeluarkan sputum
 Kedalaman napas Kolaborasi
membaik  Agar dapat diberikan obat
pernapasan sesuai anjuran
dokter
3. Gangguan Tupan: Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas Tupen: Observasi Observasi
(D.0003) Setelah dilakukan tindakan  Monitor frekuensi, irama,  Untuk mengetahui frekuensi,
keperawatan 3x24 jam kedalaman, dan upaya napas irama, kedalaman dan upaya
diharapkan gangguan  Monitor pola napas napas klien.
pertukaran gas dapat teratasi  Monitor kemampuan batuk  Mengetahui ada atau tidaknya
Kriteria Hasil: efektif kelainan pola napas.
 Tingkat kesadaran  Monitor adanya produksi sputum  Mengetahui kemampuan dan
meningkat  Monitor nilai AGD efek terapi batuk efektif.
 Dispnea menurun  Monitor hasil rontgen thoraks  Sputum dapat menghambat
 Bunyi napas tambahan Terapeutik jalan napas
menurun  Atur interval pemantauan  Untuk memantau
 Gelisah menurun respirasi sesuai kondisi pasien. ketidakseimbangan asam basa
 Napas cuping hidung  Dokumentasikan hasil dalam tubuh klien karena
menurun pemantauan kepada keluarga dan AGD merupakan parameter
 PCO2 membaik manfaat pemantauan yang baku terjadinya gangguan

 Sianosis membaik dilakukan. pertukaran gas.

 Pola napas membaik Edukasi  Untuk melihat adanya


 Jelaskan tujuan dan prosedur sumbatan jalan napas pada
pemantauan paru yang membuat
 Informasikan hasil pemantauan. pertukaran gas tidak adekuat.
Terapeutik
 Pemantauan oksigen harus
dilakukan secara berkala agar
tidak menimbulkan
komplikasi yang
membahayakan bagi klien.
 Untuk membandingkan
dengan pemantauan
sebelumnya dan dijadikan
acuan evaluasi rencana
asuhan keperawatan.
Edukasi
 Agar klien mengerti, sehingga
pada saat melakukan tindakan
berjalan dengan lancar
 Untuk memberikan informasi
tentang keadaan klien dan
mengurangi kecemasan
terhadap tindakan yang
dilakukan.
4. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
(D.0019) keperawatan 3x24 jam Observasi Observasi
diharapkan nutrisi membaik  Identifikasi status nutrisi  Mengetahui status asupan
dengan  Identifikasi alergi dan makanan yang diberikan
Kriteria Hasil: intoleransi makanan  Mengetahui adanya alergi
 Nafsu makan membaik  Identifikasi makanan yang dan intoleransi makanan
 Frekuensi makan membaik disukai  Untuk meningkatkan nafsu
 BB membaik  Identifikasi kalori dan jenis makan dan memberi asupan
 Bising usus membaik nutrisi makanan sesuai kesukaan

 Nyeri abdomen menurun  Monitor asupan makanan  Mengetahui kebutuhan


 Monitor hasil pemeriksaan kalori dan jenis asupan
laboratorium  Mengetahui asupan
Terapeutik makanan yang diperlukan
 Sajikan makanan secara  Dapat menentukan
menarik dan suhu yang sesuai intervensi selanjutnya
 Berikan makanan yang tinggi Terapeutik
kalori dan tinggi protein  Untuk menarik keinginan
 Berikan suplemen makanan, makan klien
jika perlu  Untuk mengganti elektrolit
Edukasi tubuh yang hilang
 Ajarkan diet yang di  Dapat meningkatkan nafsu
programkan makan
Kolaborasi Edukasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi  Mengatur pola makan klien
untuk menentukan jumlah Kolaborasi
kalori dan jenis nutrisi yang  Diet sesuai kebutuhan nutrisi
dibutuhkan.
5. Intoleransi Aktivitas Tupan:Toleransi aktivitas Manajemen Energi Manajemen Energi
(D.0056) klien meningkat Observasi Observasi
Tupen:  Identifikasi gangguan fungsi  Untuk mengetahui gangguan
Setelah dilakukan tindakan tubuh yang mengakibatkan fungsi tubuh yang dialami
keperawatan 3x24 jam kelelahan klien akibat kelelahan
diharapkan intoleransi  Monitor kelelahan fisik dan  Untuk mengetahui tingkat
aktivitas teratasi emosional kelelahan fisik dan emosional
Kriteria Hasil:  Monitor pola tidur klien.
 Kemudahan melakukan  Monitor lokasi dan  Untuk mengetahui pola tidur
aktivitas sehari-hari ketidaknyamanan selama klien apakah teratur atau
meningkat melakukan aktivitas tidak.
 Kekuatan tubuh bagian Terapeutik  Untuk mengetahui lokasi dan
atas meningkat  Sediakan lingkungan nyaman tingkat ketidaknyamanan
 Kekuatan tubuh bagian dan rendah stimulus (mis. klien selama melakukan
bawah meningkat Cahaya, suara, kunjungan) aktivitas
 Keluhan lelah menurun  Lakukan latihan gerak rentang Terapeutik
 Dispnea saat aktivitas pasif dan aktif  Untuk memberikan rasa
menurun  Berikan aktivitas distraksi yang nyaman bagi klien
 Sianosis menurun menyenangkan  Untuk meningkatkan dan
 Frekuensi napas membaik melatih massa otot dan gerak
 Fasilitasi duduk disisi tempat ekstremitas klien
tidur, jika tidak dapat berpindah  Untuk mengalihkan rasa
atau berjalan ketidaknyamanan yang
Edukasi dialami klien.
 Anjurkan tirah baring  Untuk melatih gerak
 Anjurkan melakukan aktivitas mobilisasi klien selama
secara bertahap dirawat.
 Ajarkan strategi koping untuk Edukasi
mengurangi kelelahan  Untuk memberikan
Kolaborasi kenyamanan klien saat
 Kolaborasi dengan ahli gizi beristirahat.
tentang cara meningkatkan  Untuk menunjang proses
asupan makanan. kesembuhan klien secara
bertahap.
 Agar klien dapat mengatasi
kelelahannya secara mandiri
dengan mudah.
Kolaborasi
 Untuk memaksimalkan proses
penyembuhan klien
e. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakaan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan”
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi,
intervensi. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapi
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuain perilaku yang di observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, Howard Butcher, dkk. 2013. Nursing


Interνentions Classification (NIC), 6th Edition. Indonesia : Elsievier Inc.

Dean, E. (2014). Effect of Body Position on Pulmonary Function. Journal of American


Physical Therapy: http://ptjournal.apta.org/

Dugdale, D.C. (2014). Pleural efussion: US international Library of Medicine National


Institute of Health: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000086.htm

Herdman,T Heather.2015.NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Kasifikasi 20l5-20l7, Ed. l0.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Irianto, K. (2014). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.

Lukman dan Nurna N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganggun Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medik

Moorhead, Sue, Marion Johnson, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
Edition.Indonesia: Elsievier Inc

Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) l ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) l ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) l ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Rubins, J .(2013). Pleural Efussion. http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview

Wilkinson, J.M dan Ahern, N.R. (2005). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Smeltzer,Suzane C & Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Edisi 8
Vol.3. Jakarta :EGC

Smeltzer,Suzane C. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi l2. Jakarta :EGC Huda


nurarif,amin & Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Jogjakarta :MediAction

Anda mungkin juga menyukai