EFUSI PLEURA
Oleh
Nama Mahasiswa : Randi Saiselar
NIM : 1490123088
Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien dengan efusi pleura
salah satunya adalah pola napas tidak efektif dan gangguan pertukaran gas (NANDA,
2012). Pola napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya ekspansi paru akibat
akumulasi cairan di pleura sehingga akan menimbulkan manifestasi klinis seperti
peningkatan frekuensi napas, kesulitan bernapas (dipsnea), penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, dan pada kasus-kasus berat muncul gejala hipoksia seperti sianosis.
Sementara itu, efusi pleura juga berakibat pada terganggunya pertukaran gas yang
bermanifestasi klinis pada perubahan nilai gas darah arteri (Wilkinson & Ahern,
2005). Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan
terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas
dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotife misalnya
memberikan penjelesan dan informasi penyakit Efusi pleura, preventifenya
mengurangi merokok dan minumminuman beralkohol, kurative misalnya dilakukan
pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD, rehabilitative misalnya
melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan
(Muttaqin, 2008).
Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang
maksimum.Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai pertukaran gas
yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang adekuat (Dugdale,
2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk menjamin ventilasi dan pertukaran gas yang
adekuat. Evakuasi cairain dilakukan melalui tindakan medis seperti thoracentesis dan
pemasangan chest tube (Rubins, 2013). Tindakan keperawatan juga berperan penting
untuk menjamin ventilasi dan perfusi yang adekuat. Beberapa tindakan keperawatan
utama untuk mengatasi masalah pernapasan pada pasien efusi pleura adalah
pengkajian berupa monitor status pernapasan meliputi frekuensi pernapasan,
auskultasi suara paru, monitor status mental, dispnea, sianosis, dan saturasi oksigen
(Wilkinson & Ahern, 2005). Selain itu, tindakan keperawatan yang penting adalah
“Positioning” yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga mengurangi
sesak (Dean, 2014).
2. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002). Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus
maupun bakteri.
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan
ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis
yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga
dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara
lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006) Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi
penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
3. ANATOMI FISIOLOGI
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada
radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanaePada permukaan rongga hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung
b. Faring (Tenggorokan)
f. Bronchiolus
g. Alveolus
h. Pleura
Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru- paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal Jantung
Kongesif.
5. PATOFISIOLOGI
Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.Alveoli pecah dekat pleura parietalis(karena trauma)udara akan masuk ke
dalam rongga pleura Pneumothoraks daerah yang kurang elastis lagi seperti pada
emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru (gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan percarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
c. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48
—72 jam setelah injeksi.
d. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru,
deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang
menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu
dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara
sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi
pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura
setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan
pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium
parvum dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push
pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura .
e. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1— 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f. Antibiotika jika terdapat empiema.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Biodata
Identitas pasien
Identitas Penanggung Jawab
2) Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan Masalalu
Riwayat Kesehatan Keluarga
3) Pengkajian pola fungsi
Kebutuhan istirahat dan aktifitas
Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-
kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai
keringat banyak.
Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
Kebutuhan integritas pribadi
Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang,
dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan
kecemasan
Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istirahat/kelelahan.
Kebutuhan respirasi
Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif,
napas pendek, nyeri dada
Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit
lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada
yang asimetris, fremitus vocal menurun, pekak pada perkusi, suara
nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi
pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
Dapat pula ditemukan deviasi trakea
Kebutuhan keamanan
Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker,
AIDS , demam sub febris
Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
Kebutuhan Interaksi social
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang
diderita, perubahan pola peran.
4) Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum TTV Atropometri
Kepala Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, rambut dan kulit terlihat bersih tidak ada
ketombe, distribusi rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
Mata
Mata tampak simetris antara kanan dan kiri, ukuran pupil ± 2 mm,
sclera ikterik, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan normal
dan tidak terdapat nyeri tekan pada daerah palpebral.
Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada bengkokan pada tulang hidung,
tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada sekret, tidak ada
nyeri tekan pada daerah hidung dan tulang pipi, fungsi penciuman
normal.
Mulut
Mulut bersih, tidak ada lesi, tidak ada tanda — tanda sianosis, tidak
ada stomatitis, tidak ada caries pada gigi. Fungsi pengecapan baik.
Pasien dapat membedakan rasa asin, pahit, asam dan manis.
Telinga
Daun telinga bersih, telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi,
fungsi pendengaran baik, klien dapat mendengar, dan dapat
berkomunikasi dengan perawat dan bidan dengan baik.
Jantung
I : Iktus cordis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung
P : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembengkakan
P : Suara pekak
A : Suara lup dup (S1 dan S2 reguler), tidak ada suara tambahan
Paru-paru
I : Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk dada
P : Taktil fremitus teraba sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara sonor
A : Bunyi nafas vesikuler di semua lapang paru, tidak terdapat
suara tambahan, seperti wheezung maupun ronchi
Abdomen
I : Simetris antara kanan-kiri
A : Bising usus + 16 x/menit P : tidak ada nyeri tekan
P :-
Ekstremitas
Ekstermitas atas :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot
baik, tidak tampak odema, tidak ada sindaktil, polidaktil, CRT <
2 detik
Ekstermitas bawah :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot
baik, tidak ada odema, tidak ada varises, tidak ada sindaktil dan
polidaktil
5) Pemeriksaan Penunjang
Foto thorax(Thoraxosistesis)
Kultur sputum
Pemeriksaan Lab lainnya
b. Analisa Data
setelah beraktifitas
Merasa lemah
Objektif :
Tekanan darah berubah <
20% dari kondisi istirahat
Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
Gambaran EKG
menunjukan iskemia
Sianosis
c. Diagnosa Keperawatan
Frekuensi napas membaik Buang sekret pada tempat Menjaga kebersihan tubuh
Lukman dan Nurna N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganggun Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medik
Moorhead, Sue, Marion Johnson, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
Edition.Indonesia: Elsievier Inc
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.
PPNI, T. P. (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) l ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) l ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Wilkinson, J.M dan Ahern, N.R. (2005). Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzane C & Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Edisi 8
Vol.3. Jakarta :EGC