Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar medik

1. Definisi

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura

yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit

primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder

terhadap penyakit lain (Nurarif et al, 2015).

Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan

peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura

adalah selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian

dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di

ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak

terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru

untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan

(Philip, 2017).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang

terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit

primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder

terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015).

1
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul

dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau

seluruhnya (Nair & Peate, 2015).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan

cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura

viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada

keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-

20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali

pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5

gr/dl (Sudoyo, 2005).

2. Klasifikasi

Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:

a. Efusi pleura transudat

Akumulasi cairan non inflamasi dalam ruang interstisial ataurongga

pleura yang disebabkan oleh perubahan faktor sistemikyang

terjadi dalam paru-paru akibat dari perubahan

tekananhidrostatik dan atau tekanan koloid atau penimbunan

cairan, bukanakibat dari perubahan permeabilitas pembuluh darah.

Perubahan iniberhubungan dengan penyakit jantung kongestif,

sirosis hepatis,sindroma nefrotik dan hipoalbuminemia pada

pasien malnutrisi dan malabsorbsi.

2
Ciri-ciri cairan transudat: Cairan jernih, warna kuning muda,

berat jenis < 1.015, tidakberbau, bekuan (-) / negatif, ph >

7,31, protein < 3 g%, glukosa= plasma darah, kadar LDH < 200 I

U, rivalta (-) / negatif, hitungsel PMN sedikit, pewarnaan Gram

(-) / negatif, BTA (-) /negatif,kultur kuman (-) / negatif.(Hardjoeno,

2007).

b. Efusi pleura eksudat

Cairan radang ekstravaskuler yang mempunyai berat jenistinggi (>

1.015) dengan kandungan protein yang lebih tinggi daritransudat.

Cairan radang ini dapat membeku karena

mengandungfibrinogen (Agus Fahmi Siregar, 2013).

Penyakit yang bisamenyebabkan terjadinya eksudat seperti

infeksi, neoplasma ataukeganasan, trauma atau kondisi

inflamasi.(Hamidie Ronald Daniel,2015)

Ciri-ciri cairan eksudat:

Cairan keruh, warna kuning kehijauan/merah coklat/putih

susu,berat jenis > 1.015, berbau, bekuan (+) /positif, ph < 7,31,

protein> 3 g%, glukosa < plasma darah, kadar LDH > 200

I U, rivalta(+) /positif, hitung sel PMN banyak, pewarnaan Gram

(+) /positif,BTA (+)/positif, kultur kuman (+) /positif. (Hardjoeno,

2007).

3
3. Anatomi fisiologi

A. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:

a. Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan

(kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang

sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat

(connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu

lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh

sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut

(fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar

terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan

(mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung

sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat

menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran

pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam

lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada

cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf

kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai

jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara

(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring

udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri, 2007).

4
b. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada

tulang kepala. Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi

mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan

tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis,

sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris.

Fungsi dari sinus paranasal sendiri yaitu membantu

pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas,

kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun,

meningkatkan area permukaan mucosa, meringankan volume

tengkorak, memberi resonansi suara, menyerap goncangan

dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini,

2006).

c. Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya

seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di

bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum

vertebra (Joshi A, 2011). Faring terbagi atas nasofaring,

orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Joshi A, 2011).

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa

blanket) dan otot (Rusmarjono, 2007).

5
d. Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas

yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang

berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV

– VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif

lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya

kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan

(Sofyan, 2011). Fungsi utama laring adalah untuk

pembentukan suara, sebagai jalan respirasi yaitu pada waktu

inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar

rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang

sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis

terbuka,sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing

dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk (Sofyan,

2011). Laring terdiri atas: 1) Epiglotis, katup kartilago yang

menutup dan membuka selama menelan; 2) Glotis, lubang

antara pita suara dan laring; 3) Kartilago tiroid, kartilago

yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk

jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin kartilago yang utuh di

laring (terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago

aritenoid, digunakan pada pergerakan pita suara bersama

dengan kartilago tiroid;6) Pita suara, sebuah ligamen yang

6
dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan

menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).

B. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri

atas:

a. Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian

tulang vertebre torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua

bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea

bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12

cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri,

2007).

b. Bronkhus dan Bronkhiolus

Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari

belahan dua trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata

torakalis kelima, mempunyai struktur serupadengan trakea

dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino, 2013) Bronkus

berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan

bercabangmenjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus

kiri. Bronkus kanan mempunyaidiameter lumen lebih lebar,

ukuran lebih pendek dan posisi lebih vertikal. Letaksedikit

lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan

7
sebuah cabang utama yang melintas di bawah arteri, yang

disebut bronkus kanan lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri

memiliki ukuran lebih panjang, diameterlumennya lebih

sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah

arteripulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang

yang berjalan kelobus atas dan bawah (Moore, 1999).

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi

menjadi bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus

segmentalis. Bronkus lobaris ini bercabang terusmenjadi

bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang

disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus

paru, dan bercabangcabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis

(Moore, 1999).

C. Saluran Pernapasan Terminal

Saluran pernapasan terminal terdiri atas:

a. Alveoli

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari

jaringan paruparu. Parenkim tersebut mengandung berjuta-

juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang

berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari

bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan

pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona

8
respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius, duktus

alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama

dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara

kapiler pulmoner dan aveoli (Somantri, 2007).

b. Paru-paru

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2

lobus pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus –

lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan

obus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus

superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat

satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan

lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula

pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua

fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua,

sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru

kiri terdapat fissura obliqua (Stranding, 2009).

c. Dada dan Diafragma

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru,

jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada

terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada

pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu

otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak

9
di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah

pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus

Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal(Somantri,

2007).

d. Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim

paru, mediastinum,diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura

viseral dan pleura parietal. Rongga pleura terisisejumlah

tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut

sehingga memungkinkanpergerakan kedua pleura tanpa

hambatan selama proses respirasi. Cairan pleura berasal

daripembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru,

kelenjar getah bening intratoraks,pembuluh darah intratoraks

dan rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi

olehperbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler

pleura dengan rongga pleura sesuaihukum Starling serta

kemampuan eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik

pleuraparietal. Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di

dalam rongga toraks. Perbedaantekanan yang ditimbulkan oleh

pleura berperan penting dalam proses

respirasi.Karakteristikpleuraseperti ketebalan, komponen

selular serta faktor-faktor fi sika dan kimiawi pentingdiketahui

10
sebagai dasar pemahaman patofi siologi kelainan pleura dan

gangguan prosesrespirasi. Tinjauan pustaka ini akan membahas

anatomi dan fisiologi pleura

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan

sel yang embriogenikberasal dari jaringan selom

intraembrional dan bersifat memungkinkan organ

yangdiliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau

deformasi sesuai dengan prosesperkembangan anatomis dan

fisiologis suatu organisme. Pleura viseral

membatasipermukaan luar parenkim paru termasuk fisura

interlobaris, sementara pleura parietalmembatasi dinding

dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta

diafragma,mediastinum dan struktur servikal. Pleura viseral dan

parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi.

Pleuraviseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran

darah dari sirkulasi pulmoner,sementara pleura parietal

diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus frenikus

sertamendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura

parietal terpisah oleh rongga pleurayang mengandung sejumlah

tertentu cairan pleura.

11
Gambar 2.5.

Pleura Sumber: classconnection.com

Fisiologi Pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui

tekanan pleura yangditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan

pleura bersama tekanan jalan napas akanmenimbulkan

tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan

memengaruhipengembangan paru dalam proses respirasi.

Pengembangan paru terjadi bila kerja ototdan tekanan

transpulmoner berhasil mengatasi rekoilelastik (elastic recoil)

paru dandinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah

cairan rongga pleura diaturkeseimbangan Starling yang

ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuansistem

penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan

12
elektrolit.Ketidakseimbangankomponen-komponen gaya ini

menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadiefusi pleura.

4. Etiologi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan

kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran

cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima

mekanisme berikut (Morton 2012) :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik

b. Peningkatan permeabilitas kapiler

c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah

d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura

e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

Penyebab efusi pleura:

1) Virus dan mikoplasma

Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak

banyak.Contoh : Echo virus, riketsia, mikoplasma,

Chlamydia.

2) Bakteri piogenik

Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar

secara hematogen. Contoh aerob : strepkokus pneumonia,

S.mileri,S.aureus, hemopillus,klabssiella. Anaerob:

bakteroides seperti peptostreptococcus, fusobacterium.

13
3) TB

Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura

yang robek atau melalui aliran limfe, atau karena robeknya

perkijuan kearah saluran limfe yang menuju pleura.

4) Fungi

Sangat jarang terjadi, biasanya karena perjalanan infeksi

fungi dari jaringan paru. Contoh: aktinomiksis,

koksidiomikosis. Asergilus, Kriptokokus, Histoplasma.

5) Parasit

Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya

amoeba.Amoeba masuk dalam bentuk tropozoid setelah

melewati perenkim hati menembus diafragma terus ke

rongga pleura. Effusi terjadi karena amoeba menimbulkan

peradangan .

6) Kelainan intra abdominal

Contoh : pancreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi

akut, pancreatitis kronis, abses ginjal.

7) Penyakit kalogen

Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis

rematoid(RA), sclerpderma.

14
8) Gangguan Sirkulasi

Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal,

hypoalbuminemia.

9) Neoplasma

Gejala paling khas adalah jumlah cairan effusi sangat banyak

dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat.

10) Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul,

laserasi, luka tusuk), uremia, miksedoma, limfedema, reaksi

dipersensitif terhadap obat, effusi pleura (Saferi Andra,

2013) .

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi

lagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragi.

a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif

(gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati),

sindrom vena kava superior, tumor dan sindrom meigs.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark

paru, radiasi dan penyakit kolagen.

c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,

infark paru dan tuberculosis.

5. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura

parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut

15
terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis

serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini

merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut

mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di

produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut

dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura

parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan

kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian

kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang

memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah

terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah

cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya keseimbangan

antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena

adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic 15 koloid.

Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah

satunya adalah infeksi tuberkulosa paru . Terjadi infeksi

tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa

masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi

primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran

getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti

dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis

regional). Peradangan pada saluran getah bening akan

16
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan

meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan

dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat

dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau

melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robekkan

kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau

columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa

paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat

pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah

bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga

hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung

leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel

polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat

sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi

bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat

adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik

antara lain: Irama 16 pernapasan tidak teratur, frekuensi

pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih

cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal

diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang

diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk

dan berat badan menurun (Nair & Peate, 2015).

17
Patway

Bakteri Pirogenik fungi Parasit Tuberculosis

Berasal dari Infeksi fungi infeksi artoeba komplikasi


jaringan Aktinorkis TB paru
parenkim dari jaringan tropozoid
menjalar secara paru melalui
hematogen diagfragma sub
rongga pelura
pleura yang
robek

Efusi Pleura
Efusi pleura

Penumpukan cairan proses peradangan fungsi pleura


Yang berlebihan pada paru (torakosintesis)
Dirongga pleura

Tekanan pelura kurang pengetahuan aspirasi cairan


Meningkat pelura melalui
jaru
penurunan ekspansi paru
Nyeri
takipnea

kebutuhan oksigen
tidak terpenuhi secara
maksimal

Ketidak efektifan jalan nafas

18
6. Tanda dan gejala

Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena

pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila

cairan banyak, penderita akan sesak nafas.

b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri

dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril

(tuberculosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.

c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit

akan berkurang 14 bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah

(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam

keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung

(garis ellis damoiseu).

e. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup

timpani dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-

rochfusz, yaitu dareah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain,pada auskulasi daerah ini didapati

vesikuler melemah dengan ronki.

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

19
Saturasi oksigen rendah pada oksimetri denyut (Mary DiGiolio,

2014).

7. Pemeriksaan diagnostik

Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi

pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya

cairan.

b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan

cairanefusi dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya

pneumonia, abses paru atau tumor.

c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi

cairan dalam jumlah kecil.

d.Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan

untuk diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan

pleura bisa membantu untuk menentukan penyebabnya.

e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan

penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura

sebelah luar diambil untuk dianalisa.

f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara

langsung untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.

g. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan

penyebab efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka

rongga dada. Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah

20
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura

tetap tidak dapat ditentukan

8. Penatalaksanaan medik

Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)

a. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen

karena peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan

oksigen sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.

b. Thoraksentesis

Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif

seperti nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5

liter perlu dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru.

Jika jumlah cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran

cairan berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.

c. Antibiotic

Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat

adanya infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.

d. Pleurodesis

Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi

obat melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua

lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.

21
e. Water seal drainage (WSD) Water seal drainage (WSD) adalah

suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk

mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga

pleura.

9. Komplikasi

Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan

drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura

parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan

fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan

mekanis yang berat pada jaringan - jaringan yang berada

dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu

dilakukan untuk memisahkan membran - membran pleura tersebut.

b. Atalektasis lektasis adalah pengembangan paru yang tidak

sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

b. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat

jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis

timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu

proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada

efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat

22
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan

jaringan fibrosis.

d. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang

diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian/semua bagian

paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps

paru.

e. Empiema Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru

dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema

disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan

menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan

yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang

menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa

sakit (Morton, 2012).

10.Pencegahan

Peran perawat atau tenaga kesehatan lainnya sangatlah diperlukan

terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti

pneumonia, pneumothorax, gagal nafas, dan kolap paru sampai

dengan kematian.

a. Pencegahan promotif

Memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit efusi

pleura.

23
b. Pencegahan preventif

Memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya

merokok, minum-minuman beralkohol.

c. Pencegahan kuratif

Menganjurkan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan

pemasangan WSD (water seal drainase) bila diperlukan,

ataupun dilakukan tindakan pungsi pleura.

d. Pencegahan rehabilitatif

Menganjurkan kontrol rutin pasien ke rumah sakit secara

berkala.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang

dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan

keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri

pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan

24
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk

non produktif.

c. Riwayat Penyakit

Sekarang Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali

dengan adanya tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri

pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan

sebagainya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit

seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites

dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk mengetahui

kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang

menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai

penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan

lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana

cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap

tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

25
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi

kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap

pemeliharaan kesehatan. Adanya riwayat kebiasaan

merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan biasa

menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

h. Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien. Serta kebiasaan makan dan

minum saat dirumah dan ketika dirumah sakit.

i. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena

keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak

bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat

pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan

peristaltik otot-otot tractus digestivus.

j. Pola aktivitas dan latihan

1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi.

26
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas

minimal.

3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya

akibat adanya nyeri dada.

4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian

kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

k. Pola tidur dan istirahat

1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu

tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan

tidur dan istirahat.

2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari

lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,

dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik dan lain

sebagainya.

l. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana

penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien

selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien

terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk

mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.

2) Sistem Respirasi

27
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang

sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga

melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan

mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang

diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan

cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.

a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi

pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping

itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan

dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung

jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi

penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas

cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral

atas ke medical penderita dalam posisi duduk.

Garis ini disebut garis EllisDamoisseaux. Garis ini

paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di

punggung.

c) Auskultasi suara nafas menurun sampai

menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke

atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi

atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

28
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis

kompresi di sekitar batas atas cairan.

3) Sistem kardiovaskuler: tekanan darah, denyut nadi, bunyi

jantung, kekuatan pengisian kapiler, edema dan lain-lain

4) sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi

waktu, orientasi tempat, orientasi orang dan lain-lain.

5) Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan,

keluhan, bibir, mual, tengorokan, kemampuan

mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon, rektum

dan rectal toucher dan lain-lain.

6) Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan

dan cara jalan, kemampuan memenuhi aktivitas sehari

hari, gengaman tangan, otot kaki, akral, fraktur dan lain-

lain.

7) Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar,

kemerahan dan lain-lain.

8) Sistem reproduksi: infertil, skrotum, testis, prostat,

payudara dan lain-lain.

9) Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran),

BAK, vesika urinari.

29
2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan

gangguan sistem pernafasan : efusi pleura adalah:

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru.

b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang minat

dalam belajar.

3. Rencana keperawatan

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru.

Tujuan: pola nafas dapat efektif.

Kriteria hasil : pasien dapat melaporkan sesak berkurang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring TTV 1. Mengetahui tekanan

pasien darah, denyut nadi,

2. Observasi kecepatan, pernafasan, suhu tubh

irama, kedalaman, dan pasien

usaha respirasi 2. Mengetahui tingkatan

3. Perhatikan pergerakan sesak pasien

dada, amati 3. Ekspansi dada simetris

kesimetrisan, 4. Mengetahui kecepatan

30
pengunaan otot bantu dan irama pernafasan

seta retraksi dada dalam batas normal

4. Kaji pola pernafasan 5. Bunyi nafas tambahan

pasien tidak ada

5. Auskultasi bunyi 6. Mengurangi sesak

nafas, perhatikan pasien

adanya bunyi nafas 7. Memerikan rasa

tambahan nyaman

6. Berikan oksigen

sesuai kebutuhan

7. Atur posisi pasien

untuk

mengoptimalkan

pernafasan

b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

Tujuan : terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri

Kriteria hasil : pasien melaporkan terjadinya penurunan atau

hilangnya nyeri

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan nyeri, 1. Untuk mengetahui

lokasi lamanya dan tingkat nyeri

31
intensitas (skala 1- 2. Mengetahui rspon nyeri

10) pasien

2. Catat laporan verbal, 3. Dengan posisi

petunjuk non verbal semifowler dapat

dan respon menghilangkan rasa

hemodinamik nyeri

3. Bantu pasien 4. Mengurangi rasa nyeri

menemukan posisi atau terkontrol

nyaman

4. Bantu pasien

melakukan tehnik

relaksasi, seperti

nafas dalam

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang minat

dalam belajar

Tujuan: pasien dapat mengetahui dan memahami tentang

penyakitnya

Kriteria hasil:verbalisasi minat dalam belajar meningkat

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi kesiapan 1. Prilaku sesuai anjuran

32
dan kemampuan meningkat

menerima informasi 2. Mengetahui faktor

2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi

yang dapat motivasi pasien

meningkatkan dan 3. Mencegah kurang

menurunkan motivasi pengetahuan

pasien 4. Jadwal lebih teratur

3. Sediakan materi dan dan mampu

media pendidikan bekerjasama dengan

kesehatan keluarga pasien

4. Jadwalkan penkes 5. Mengetahui

sesuai dengan kemampuan dalam

kesepakatan menjelaskan

5. Berikan kesempatan pengetahuan yang

untuk bertanya diberikan

4. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah berkesinambungan dan interaktif

dengan komponen lain dari proses keperawatan. Selama

implementasi, perawat mengkaji kembali pasien, modifikasi

rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan

33
sesuai kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif, perawat harus

berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe intervensi, proses

implementasi dan metode implementasi. Ada tiga fase

implementasi keperawatan yaitu :

a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi

rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan

rencana, persiapan pasien dan lingkungan.

b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan

berorientasi dengn tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan

intervensi indeoenden, dependen atau interdependen

c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien

setelah implementasi dilakukan (potter and pery, 2005).

5. Evaluasi

Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah

keakuratan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya maslah pasien,

serta pencapaian tujuan serta ketepatan ntervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa

keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan mutu

pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan

standar yang telah ditentukan terebih dahulu.

34

Anda mungkin juga menyukai