TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
pada bagian lobularis yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri,virus, jamur dan benda asing, yang
ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas cepat dan dangkal
(terdengar adanya ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif
(Price,2012).
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-
anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
(rongga hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan bagian bawah
9
10
(laring, trachea, bronchus, dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan, arteri
pulmonary, dan atrium kiri_, paru (paru kanan tiga lobus dan paru kiri dua lobus),
a. Rongga hidung
b. Sinus paranasal
c. Faring
a. Laring
bawahnya.
menelan makanan.
b. Trakhea
c. Bronkus
epitel pipih sederhana. Sel epitel pipih disebut dengan sel tipe I.
juga sel surfaktan dan sel tipe II.Surfaktan terdiri atas fosfolipid
tubuh terdapat tiga tahapan yakni ventilasi, difusi, dan transportasi (Hidayat,
2006) :
1. Ventilasi
yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot
masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan
thoraks atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi
dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila pCO 2 kurang
pusat pernapasan.
2. Difusi Gas
penebalan. Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat
Hb.
3. Transportasi
load atau beban yang dimiliki pada akhir diastole. Pre load atau
jumlah cairan pada akhir diastole, natrium yang paling berperan dalam
2.1.3 Etiologi
Penyebab noninfeksi ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada, aspirasi makanan
dan/atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan bahan lipoid; reaksi
hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi. Infeksi pada neonatus
dan hospes terganggu imun lain berbeda dari infeksi yang terjadi pada bayi dan
distribusi umur pasien (Price, 2012). Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi
kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negative seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klabisella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
yang lebih besar dna remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
2.1.4 Klasifikasi
1. Pneumonia lobaris yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar
antara lain :
influenzae.
memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia. Sistem imun seorang anak
mungkin dilemahkan oleh kekurangan gizi atau kekurangan gizi, terutama pada
bayi yang tidak disusui secara eksklusif. Penyakit yang sudah ada sebelumnya,
seperti infeksi HIV dan campak bergejala, juga meningkatkan risiko anak terkena
pneumonia.
pneumonia :
2.1.6 Patofisiologi
melalui saluran respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. System
bronkopulmoner jairngan paru yang tidak terkena akan tetap normal (Nastiti,
2008).
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil
luas, gejala klinis yang kadang – kadang tidak khas terutama pada bayi,
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas,
letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau brakikardi, retraksi subkosta,
dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran foto rontegn
toraks tidak khas, umumnya terlihat tanda – tanda hiperinflasi bilateral dengan
pleura merupakan cairan eksudar dengan sel PMN berkisar antara 300
C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
Pemeriksaan CRP, LED, dan pemeriksaan akut lain tidak dapat dapat
3. Uji serologis
mengkonfirmasi diagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada
10%-30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu
paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan
2.1.9 Komplikasi
pneumonia yaitu :
2. Empiema
3. Abses paru
4. Efusi pleura
meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak
2.1.10 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu rawat inap. Indikasi
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
PPM IDAI (2009) menyebutkan kriteria rawat inap untuk bayi yaitu
tidak bisa merawat di rumah. Sedangkan kriteria rawat inap pada anak yaitu
rumah.
Tata laksana umum pneumonia menurut PPM IDAI (2009) yaitu pasien
dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nsal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%, pada pneumonia berat atau asupan per
oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat,
fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pasien dan mengontrol batuk, nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang
optimal.
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin. Oleh karena itu, pada neonatus dan bayi
untuk community acquired pneumonia untuk neonatus kurang dari dua bulan
diberikan ampisilin + gentamisin sedangkan lebih dari dua bulan, lini pertama
ampisilin bila dalam tiga hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
nutrisi juga perlu diperhatikan terutama pada anak yang mengalami distress
pernapasan berat, sehingga pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan
29
yang dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus
Perlu dilakukan juga pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
Bronchopneumonia
2.2.1 Pengkajian
– kadang muntah, dan diare serta awalnya batuk kering kemudian menjadi
vesikuler dan melemah, adanya ronkhi basah, halus, dan nyaring. Pada
(Hidayat, 2006).
2. Cemas
4. Risiko infeksi
5. Intoleransi aktivitas
30
6. Nyeri
Tindakan :
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurng lebih 30 derajat.
tetap terbuka.
2. Cemas
atau cemas pada anak dan orang ta sehingga tidak terjadi masalah yang
serius.
Tindakan :
merasakan ketenangan.
Masalah bersihan jalan napas pada anak dengan peradangan pada paru
sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu batuk secara
Tindakan :
paru.
32
sputum.
dengan ketentuan.
4. Risiko Infeksi
Tindakan :
g. Batasi pengunjung.
33
5. Intoleransi Aktivitas
Tindakan :
minat anak.
sesuai.
6. Nyeri
Nyeri yang terjadi pada anak dengan penyakit keradangan paru ini
Tindakan :
kemampuan anak.
penyakit yang diderita anak atau proses hospitalisasi pada anak. Untuk
Tindakan :
2.3.1 Definisi
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan.
Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga
diperoleh status gizi yang baik. Status gizi bayi dapat dipantau dengan
menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS)
berat badan lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya dalam tiga bulan terakhir.
35
Kriteria lain yang digunakan adalah apabila saat pengukuran berat badan kurang
dari 90% berat badan ideal berdasarkan tinggi badan (Rani, 2011).
2.3.2 Etiologi
Malnutrisi dapat akibat kurang dari masukan makanan yang tidak sesuai
atau tidak cukup. Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek,
mengikuti mode makanan, dan faktor – faktor emosi dapat membatasi masukan.
nutrient pokok dapat menambah stress dan sakit serta selama pemberian antibiotik
atau obat – obat katabolic atau anabolic. Malnutrisi dapat akut atau kronik,
dalam Materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Depkes RI, 2000) dalan Waryana
1. Penyebab langsung
bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang
yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubunya (imunitas)
nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. sehingga disini
Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga makin dekat jangkauan keluarga terhadap
kesehatan, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.
pangan keluarga. Makin baik pola pengasuhan anak makin baik memanfaatkan
ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga serta pengetahuan
2. Pusing
9. Kelemahan otot
2.3.4 Patofisiologi
Gizi buruk atau malnutrisi bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti
faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Kedua faktor ini jika terus terjadi
akan membuat imunitas tubuh sebagai pertahanan dari berbagai infeksi akan
menurun. Sehingga pada penderita gizi buruk atau malnutrisi biasanya rentan akan
infeksi. Kebutuhan nutrisi dan kalori juga semakin meningkat karena tidak adanya
tersimpan di dalam lemak baik di kulit atau di organ hati. Jika kebutuhan ini tidak
dipenuhi maka tubuh akan semakin kurus ditandai adanya penurunan berat badan,
turgor kulit menurun, mata cowong, serta rambut yang rontok dan berwarna
kemerahan akibat nutrisi yang tidak terpenuhi. Sel – sel penting seperti sel otak
dan sel tubuh juga mengalami hambatan dalam perkembangannya sehingga terjadi
2.3.5 Komplikasi
1. Anoreksia
2. Pneumonia berat
3. Anemia berat
4. Dehidrasi berat
38
spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkolerasi linier
dnegan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan
akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Hal ini berarti
berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini
merupakan indicator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data
umur yang akurat sering sulit diperoleh. WHO & UNICEF merekomendasikan
identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut
malnutrisi adalah pemeriksaan kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap,
feses lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin, tes
2.3.7 Penatalaksanaan
rehabilitasi)
Gambar 2.1 Gambar Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk
(Depkes RI, 2011)
d. Atasi/cegah hipotermi
e. Antibiotika
40
hari
selama 7 hari
g. Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12
bulan : 100.000 Si, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan
4. Edukasi
melatih ketataan dalam pemberian diet, dan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
kurang, anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
status gizi.
Intervensi :
sosial.
sendiri
b. Hipovolemik
intravena
anggota keluarga
d. Risiko aspirasi
sputum
2.4.1 Definisi
keseluruhan tubuh, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
yang dimaksud ialah sel, kromosom, rambut, butiran darah, dan tulang. Adapun
fungsi tubuh yang lebih kompleks, serta bersifat kualitatif yang pengukurannya
lebih sulit daripada pertumbuhan (IDAI, dalam Fida & Maya, 2012). Depkes
bertambahnya srtruktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
44
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan
struktur organ-organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari pertumbuhan otak
adalah anak mempunyai kapasitas lebih besar untuk belajar, mengingat, dan
mempergunakan akalnya. Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental.
Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram),
ukuran panjang (cm, meter) umur tulang, dan tanda-tanda seks sekunder
1. Aspek pertumbuhan
badan (panjang badan), lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lingkar
hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,
2. Aspek perkembangan
(2013) adalah :
1. Ciri pertumbuhan
2. Ciri perkembangan
seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum dia berdiri. Karena itu
berurutan, tahap ini di lalui seorang anak mengikuti pola yang teratur
dan lain-lain.
oleh banyak faktor, seperti faktor genetik dan faktor lingkungan bio-fisiko-
mengalami hambatan tertentu. Pola tumbuh kembang secara normal antara anak
yang satu dengan anak yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena
yaitu :
Faktor dari dalam dapat dilihat dari faktor genetik dan hormonal,
yaitu : perbedaan ras. Etnis atau bangsa, keluarga, umur jenis kelamin
terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin beumur 4 bulan. Pada saat
Faktor dari luar dapat dilihat dari : (a) faktor prenatal, antara lain gizi,
menyebabkan kerusakn jaringan otak. (c) Faktor pasca salin, yaitu gizi,
1. Pertumbuhan
a. Berat badan
kali lipat dari berat lahir pada anak usia 4-7 bulan (Wong, 2008).
kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat lahir rendah
b. Panjang badan
cm/tahun dan penambahan ini akan berhenti pada usia 18-20 tahun
(Nursalam, 2008).
adalah 34-35 cm dan lingkar kepala ini lebih besar daripada lingkar
cm, umur 1 tahun 47 cm, 2 tahun 49 cm, dan dewasa 54 cm. Jadi,
2. Perkembangan
(gerakan) dan postur (posisi tubuh). Pada usia 6 bulan, bila bayi
kembali
di sekitar orang asing. Pada usia ini bayi senang bermain dengan
bayi lainnya, dan sekali- kali ia akan tersenyum dan meniru suara
Soetjaningsih (2003, dalam Abdul Rajab, 2013) bila grafik berat badan
kronis atau atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah
isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang
fisik seperti bibir sumbing dan serebral pasli ( Nur, 2009 dalam Rajab,
2013).