Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH PADA KLIEN EFUSI
PLEURA

DISUSUN OLEH : Kelompok 1

1. Akhmad Purwanto, S.Kep


2. Nur Chasan Efendi, S.Kep
3. Anis Fiyatul Nur Azizah, S.Kep
4. Argatama Angening Dwi Panggalih, S.Kep
5. Nila Meisarah Fatmasari, S.Kep
6. Ninda Ainin Istiqomah, S.Kep
7. Noor Andela, S.Kep
8. Tri Ismi Nurul Afifah, S.Kep
9. Tri Utami, S.Kep
10. Willi Ade Larasati, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2021
BAB I

KONSEP TEORI DAN PENYAKIT

A. Anatomi dan Fisiologi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk


kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah
dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan
bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992,
104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam
dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan
parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut
berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan
tersebut.
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran
pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanaePada
permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir
yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga
hidung
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada
bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan
sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan
gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi
udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman
yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk
suara percakapan
3. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok
(trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di
dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran
yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung
kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus)
4. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang
rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring.
Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di
ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa
yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk
menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah
menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk
jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal
tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal
tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari
paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan
pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabangcabang lagi menjadi
bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu
bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru,
bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus
sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung
paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah,
melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara
berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan
bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru
6. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur
dengan jaringan ikat longgar. 8 Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar
tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet.
Bronchiolus respiratorius Merupakan peralihan bagian konduksi ke
bagian respirasi paru. Lapisan : epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia.
Mengandung kantong tipis (alveoli)
7. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. [9] Sel epitel
terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel
alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% ,
menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %,
menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa
alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps
alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut
interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit
limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama
dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini
terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel
lainnya
8. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung
serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura
viseral, yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n.
frenikus dan n. interkostal
B. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain
karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan
infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi
cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti
membran tipis yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera
perietalis. Sehingga dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan
yang terjadi di antara lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau
darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.

C. Etiologi
1. Efusi Pleura Transudativa
Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-
paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal
Jantung Kongesif.
2. Efusi Pleura Eksudativa
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit
paru-paru. Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat,
asbestosis dan sarkoidosis merupaakan beberapa contoh penyakit yang
bisa menyebabkan efusi pleura eksudatinya.

D. Patofisiologi
Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan
dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh
kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.Alveoli pecah dekat pleura parietalis(karena trauma)
udara akan masuk ke dalam rongga pleura Pneumothoraks  daerah tersebut
yang kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk
transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru ( gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia
oleh berbagai keadaan percarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumothoraks)
Efusi eksudat terjadi bila proses peradangan yang menyebabkan
permeabelitas kapiler pembuluh darah kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kubolial dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.

E. Manifestasi klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak
saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja
tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
b) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,


pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur
bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah
merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase,
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin
juga dilakukan.

Tanda dan Gejala Umumnya:

1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.
F. Pathway

Non infeksi
Infeksi

Kardiovaskuler,neoplasma,cedera
TBC 80%

Adanya bendungan cairan pada rongga pleura


Proses peradangan

Pembentukan cairan yang berlebihan Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga

Efusi pleura

Proses peradangan pada rongga ple


kumulasi cairan yang berlebihan di rongga pleura

Pengeluaran endogren dan pirogen


Hipersekresi mukus
Penurunan
ekspansi Secret
Febris bertahan di
Sesak nafas
saluran nafas

Demam Ronkhi+
Ketidak efektifan Penurunan
pola napas suplai O2
Hipertensi Bersihan
jalan nafas
Kelemahan tidak efektif
Gangguan Metabolis
Gang. Nutrisi
pertukaran Gas me tubuh
Intoleransi kurang dari
meningkat
aktivitas kebutuhan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc.
Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara
umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat
pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul
dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil
cairan pleura pada torakosentesis

H. Pemeriksaan diagnostik
1. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis.
2. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
3. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama
48 –72 jam setelah injeksi.
4. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas
paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus
kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
5. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
6. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor
pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi
ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks dan
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada
7. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia
disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang
kronis
8. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru.
9. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatanrasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural
pada tuberkulosis kronik tahap lanjut

I. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak
berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni
melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push
pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura .
5. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
J. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis
dan viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang disebabkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru
4. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis. (Mansjoer, 2001)
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas pasien
b) Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
c) Riwayat kesehatan Masalalu
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
B. PENGKAJIAN POLA FUNGSI
1. Kebutuhan istirahat dan aktifitas
a) Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-
kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai
keringat banyak.
b) Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
2. Kebutuhan integritas pribadi
a) Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan
kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b) Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan
kecemasan
3. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
a) Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
b) Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istirahat/kelelahan.
4. Kebutuhan respirasi
a) Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif,
napas pendek, nyeri dada
b) Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit
lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada
yang asimetris, fremitus vocal menurun, pekak pada perkusi, suara
nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi
pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
c) Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
d) Dapat pula ditemukan deviasi trakea
5. Kebutuhan keamanan
a) Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker,
AIDS , demam sub febris
b) Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
6. Kebutuhan Interaksi sosial
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang
diderita, perubahan pola peran.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
TTV
Atropometri
a. Kepala Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, rambut dan kulit terlihat bersih todak ada
ketombe, distribusi rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Mata tampak simetris antara kanan dan kiri, ukuran pupil ± 2 mm,
sclera ikterik, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan normal dan
tidak terdapat nyeri tekan pada daerah palpebral.
c. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada bengkokan pada tulang hidung,
tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada sekret, tidak ada
nyeri tekan pada daerah hidung dan tulang pipi, fungsi penciuman
normal.
d. Mulut
Mulut bersih, tidak ada lesi, tidak ada tanda – tanda sianosis, tidak
ada stomatitis, tidak ada caries pada gigi. Fungsi pengecapan baik.
Pasien dapat membedakan rasa asin, pahit, asam dan manis.
e. Telinga
Daun telinga bersih, telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi,
fungsi pendengaran baik, klien dapat mendengar, dan dapat
berkomunikasi dengan perawat dan bidan dengan baik.
f. Jantung
I : Iktus cordis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung
P : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara pekak
A : Suara lup dup (S1 dan S2 reguler), tidak ada suara tambahan
g. Paru-paru
I : Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk dada
P : Taktil fremitus teraba sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara sonor
A : Bunyi nafas vesikuler di semua lapang paru, tidak terdapat suara
tambahan, seperti wheezung maupun ronchi
h. Abdomen
I : Simetris antara kanan-kiri
A : Bising usus + 16 x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : -
i. Ekstremitas
1) Ekstermitas atas :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot baik,
tidak tampak odema, tidak ada sindaktil, polidaktil, CRT < 2 detik
2) Ekstermitas bawah :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot baik,
tidak ada odema, tidak ada varises, tidak ada sindaktil dan
polidaktil
D. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax(Thoraxosistesis)
b) Kultur sputum
c) Pemeriksaan Lab lainnya
E. Proses Keperawatan
1. Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif (D,0149)
b) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
c) Perfusi Perifer Tidak efektif (D.0009)
d) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
e) Intoleransi Aktivitas (D.0056)
3. Rencana Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Bersihan Jalan Nafas tidak Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I
Efektif (D.0149) Setelah dilakukan tindakan Aktivitas – aktivitas :
Definisi : keperawatan selama 2x 24 jam 1. Monitor pola n
Ketidakmampuan diharapkan bersihan jalan nafas kedalaman, usaha na
membersihkan secret atau pasien efektif dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi na
obstruksi jalan nafas untuk 1. Batuk efektif dari skala 2 (mis. Gurgling, man
mempertahankan jalan nafas (cukup menurun)
ronki kering)
ditingkatkan menjadi skala 4
tetap paten 3. Monitor sputum
(Cukup Meningkat)
2. Produksi seputum dari skala 4. Pertahankan kepaten
2(Cukup meningkat)
dengan head-tilt dan
ditingkatkan menjadi skala
4(Cukup menurun) 5. Posisikan semi fowle
3. Mengi dari skala 2 (Cukup 6. Berikan minum hang
meningkat) ditingkatkan 7. Lakukan fisioterapi d
menjadi skala 4 (Cukup
8. Lakukan penghisapa
menurun)
4. Wheezing dari skala 2 (Cukup kurang dari 15 detik
meningkat) ditingkatkan 9. Berikan oksigen
menjadi skala 4 (Cukup
10. Anjurkan asupan cai
menurun)
5. Dyspnea dari skala 2 (Cukup 2000ml/hari
memburuk) ditingkatkan 11. Kolaborasi pemberia
menjadi skala 4 (Cukup
bronkodilator, ekspe
membaik)
6. Sulit bicara dari skala 2 diperlukan
(Cukup meningkat)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup memburuk)
7. Sianosis dari skala 2 (Cukup
membaik) ditingkatkan menjadi
skala 4 (Cukup memburuk)
8. Gelisah dari skala 2 (Cukup
membaik) ditingkatkan menjadi
skala 4 (Cukup memburuk)
9. Frekuensi nafas dari skala 2
(Cukup membaik)
ditingkatkan
membaik)
10. Pola nafas dari skala 2 (Cukup
memburuk) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
membaik)

Pola Nafas Tidak Efektif Pola Nafas (L.1004) Manajemen Jalan Nafas (I
(D.0005) Setelah dilakukan tindakan Aktivitas – aktivitas :
Definisi : keperawatan selama 2x 24 jam 1. Monitor pola n
Inspirasi atau ekspirasi yang diharapkan pola nafas pasien efektif kedalaman, usaha na
tidak memberikan ventilasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi na
adekuat. 1. Ventilasi semenit dari skala 2 (mis. Gurgling, man
(cukup menurun) ditingkatkan
ronki kering)
menjadi skala 4 (Cukup
Meningkat 3. Monitor sputum
2. Kapasitas vital dari skala 2 4. Pertahankan kepaten
(cukup menurun) ditingkatkan
dengan head-tilt dan
menjadi skala 4 (Cukup
Meningkat 5. Posisikan semi fowle
3. Tekanan ekspirasi dari skala 2 6. Berikan minum hang
(cukup menurun) ditingkatkan 7. Lakukan fisioterapi d
menjadi skala 4 (Cukup
8. Lakukan penghisapa
Meningkat
4. Tekanan inspirasi dari skala 2 kurang dari 15 detik
(cukup menurun) ditingkatkan 9. Berikan oksigen
menjadi skala 4 (Cukup
10. Anjurkan asupan cai
Meningkat
5. Dispea dari skala 2(Cukup 2000ml/hari
meningkat) ditingkatkan 11. Kolaborasi pemberia
menjadi skala 4(Cukup
bronkodilator, ekspe
menurun)
6. Penggunaan otot bantu nafas diperlukan
dari skala 2(Cukup meningkat)
ditingkatkan menjadi skala
4(Cukup menurun)
7. Pernafasan cuping idung dari
skala 2(Cukup meningkat)
ditingkatkan menjadi skala
4(Cukup menurun)
8. Frekuensi nafas dari skala 2
(Cukup memburuk)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup membaik)
9. Kedalaman nafas dari skala 2
(Cukup memburuk)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup membaik

Perfusi Perifer Tidak Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulsasi (I.02


Efektif (D.0009) Setelah dilakukan tindakan Aktivitas – aktivitas :
Definisi : keperawatan selama 2x 24 jam 1. Periksa sirkulasi per
Penurunan sirkulasi darah diharapkan perfusi perifer efektif perifer, edema, pe
pada level kapiler yang dapat dengan kriteria hasil : warna, suhu)
menganggu metabolism 1. Denyut nadi perifer dari skala 2. Identifikasi factor r
tubuh 2 (cukup menurun) ditingkatkan sirkulasi (mis.Dm, p
menjadi skala 4 (Cukup tua, Ht, Kadar kolest
Meningkat 3. Monitor panas, kem
2. Warna kulit pucat dari skala atau bengkak pada ek
2(Cukup meningkat) 4. Hindari pemasanga
ditingkatkan menjadi skala pengambilan dara
4(Cukup menurun) keterbatasan perfusi
3. Edema perifer dari skala 5. Hindari pengukura
2(Cukup meningkat) ekstremitas dengan
ditingkatkan menjadi skala perfusi
4(Cukup menurun) 6. Hindari penek
4. Nyeri ekstremitas dari skala pemasangan touniq
2(Cukup meningkat) yang cidera
ditingkatkan menjadi skala 7. Lakukan pencegahan
4(Cukup menurun) 8. Lakukan perawatan
k
5. Parastesia dari skala 2(Cukup
9. Anjurkan berhenti m
meningkat) ditingkatkan
10. Anjjurkan berolahrag
menjadi skala 4(Cukup
11. Anjurkan mengg
menurun)
penurun TD, anti
6. Kelemahan otot dari skala
penurunan kolesterol
2(Cukup meningkat) 12. Ajarkan program
ditingkatkan menjadi skala memperbaiki sirkula
4(Cukup menurun)
7. Kram otot dari skala 2(Cukup
meningkat) ditingkatkan
menjadi skala 4(Cukup
menurun)
8. Turgor kulit dari skala 2
(Cukup memburuk)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup membaik
9. Akral dari skala 2 (Cukup
memburuk) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
membaik

Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas (L.01003) Terapi Oksigen (I.010226)


(D.0003) Setelah dilkaukan tindakan Aktivitas – aktivitas :
Definisi :
keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor kecepatan alira
Kelebihan atau kekurangan
digarapkan pertukaran gas pasien 2. Monitor posisi alat tera
oksigeni atau eleminasi
meningkat dengan kriteria hasil: 3. Monitor kemampuan m
karbondioksida pada
saat makan
membrane alveolus-kapiler
1. Dispnea dari skala 2 (cukup 4. Monitor tingkat kecema
menurun) ditingkatkan terapioksigen
menjadi skala 4 (Cukup 5. Monitor integritas muk
Meningkat) akibat pemasangan oks
2. Bunyi nafs tambahan dari 6. Bersihkan secret pada m
skala 2 (cukup menurun) dan trakea jika perlu
ditingkatkan menjadi skala 4 7. Pertahankan kepatenan
(Cukup Meningkat 8. Siapkan alat dana tur pe
3. Pusing dari skala 2 (cukup pemberian oksigen
menurun) ditingkatkan 9. Ajarkan pasien dan kelu
menjadi skala 4 (Cukup menggunakan oksigen d
Meningkat 10. Kolaborasi penentuan d
4. Diaphoresis dari skala 2 (cukup
5. Gelisah dari skala 2 (cukup
menurun) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
Meningkat
6. Nafas cuping idung dari skala
2 (cukup menurun)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup Meningkat
7. pCO2 dari skala 2 (Cukup
memburuk) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
membaik)
8. PO2 dari skala 2 (Cukup
memburuk) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
membaik)
9. Takikardia dari skala 2 (Cukup
memburuk) ditingkatkan
menjadi skala 4 (Cukup
membaik)
Intoleransi Aktivitas Tingkat keletihan (L.05046) Manajemen Energi (I.0517
(D.0056) Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fun
Definisi : keperawatan selama 1x 24 jam yang mengakibatkan kele
Ketidakcukupan energy diharapkan tingkat keletihan pasien 2. Monitor kelelahan fisik d
untuk melakukan aktivitas dapat menurun dengan kriteria 3. Monitor pola dan jam tid
sehari-hari hasil: 4. Monitor lokasi dan ketid
1. Verbalisasi kepulihan selama melakukan aktivi
energy meningkat dari 3 5. Lakukan latihan rentang
(sedang) menjadi 4 (cukup atau aktif
meningkat) 6. Anjurkan menghubungi p
2. Tenaga meningkat dari 3 tanda dan gejala kelelah
(sedang) menjadi 4 (cukup berkurang
meningkat)
3. Kemampuan melakukan
aktivitas rutin meningkat dari
2 (cukup menurun) menjadi 3
(sedang)
4. Verbalisasi lelah menurun dari
3 (sedang) menjadi 4 (cukup
menurun)
5. Lesu menurun dari 3 (sedang)
menjadi 4 (cukup menurun)
(sedang) menjadi 4 (cukup
menurun)
7. Frekuensi nafas menurun dari
3 (sedang) menjadi 4 (cukup
menurun)
8. Pola nafas membaik dari 3
(sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer,Suzane C & Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8 Vol.3. Jakarta :EGC
Smeltzer,Suzane C. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta :EGC
Huda nurarif,amin & Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Jogjakarta :MediAction
Lukman dan Nurna N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganggun
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Bulechek, Gloria, Howard Butcher, dkk. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC), 6th Edition. Indonesia : Elsievier Inc.

Herdman,T Heather.2015.NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Kasifikasi 2015-2017, Ed. 10.Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.

Moorhead, Sue, Marion Johnson, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification


(NOC), 5th Edition.Indonesia: Elsievier Inc
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
WSD,Trakosisntesis Ansietas

Nyeri
Resiko Infeksi

Anda mungkin juga menyukai