KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH PADA KLIEN EFUSI
PLEURA
FAKULTAS KESEHATAN
2021
BAB I
C. Etiologi
1. Efusi Pleura Transudativa
Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-
paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal
Jantung Kongesif.
2. Efusi Pleura Eksudativa
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit
paru-paru. Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat,
asbestosis dan sarkoidosis merupaakan beberapa contoh penyakit yang
bisa menyebabkan efusi pleura eksudatinya.
D. Patofisiologi
Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Proses penumpukan cairan
dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh
kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.Alveoli pecah dekat pleura parietalis(karena trauma)
udara akan masuk ke dalam rongga pleura Pneumothoraks daerah tersebut
yang kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk
transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru ( gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia
oleh berbagai keadaan percarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumothoraks)
Efusi eksudat terjadi bila proses peradangan yang menyebabkan
permeabelitas kapiler pembuluh darah kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kubolial dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
E. Manifestasi klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak
saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja
tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
a) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
b) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e) Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,
bronkiektasis, abses dan TB paru.
F. Pathway
Non infeksi
Infeksi
Kardiovaskuler,neoplasma,cedera
TBC 80%
Efusi pleura
Demam Ronkhi+
Ketidak efektifan Penurunan
pola napas suplai O2
Hipertensi Bersihan
jalan nafas
Kelemahan tidak efektif
Gangguan Metabolis
Gang. Nutrisi
pertukaran Gas me tubuh
Intoleransi kurang dari
meningkat
aktivitas kebutuhan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc.
Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi
trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara
umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat
pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul
dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil
cairan pleura pada torakosentesis
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis.
2. Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
3. Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama
48 –72 jam setelah injeksi.
4. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas
paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus
kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
5. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
6. Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor
pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi
ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks dan
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada
7. Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia
disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang
kronis
8. ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru.
9. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatanrasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural
pada tuberkulosis kronik tahap lanjut
I. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak
berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni
melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push
pada emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura .
5. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
J. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis
dan viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang disebabkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru
4. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis. (Mansjoer, 2001)
BAB II
A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas pasien
b) Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
c) Riwayat kesehatan Masalalu
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
B. PENGKAJIAN POLA FUNGSI
1. Kebutuhan istirahat dan aktifitas
a) Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-
kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai
keringat banyak.
b) Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
2. Kebutuhan integritas pribadi
a) Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan
kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b) Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan
kecemasan
3. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
a) Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
b) Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istirahat/kelelahan.
4. Kebutuhan respirasi
a) Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif,
napas pendek, nyeri dada
b) Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit
lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada
yang asimetris, fremitus vocal menurun, pekak pada perkusi, suara
nafas menurun atau tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi
pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
c) Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
d) Dapat pula ditemukan deviasi trakea
5. Kebutuhan keamanan
a) Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker,
AIDS , demam sub febris
b) Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
6. Kebutuhan Interaksi sosial
Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang
diderita, perubahan pola peran.
C. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
TTV
Atropometri
a. Kepala Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, rambut dan kulit terlihat bersih todak ada
ketombe, distribusi rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Mata tampak simetris antara kanan dan kiri, ukuran pupil ± 2 mm,
sclera ikterik, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan normal dan
tidak terdapat nyeri tekan pada daerah palpebral.
c. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada bengkokan pada tulang hidung,
tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada sekret, tidak ada
nyeri tekan pada daerah hidung dan tulang pipi, fungsi penciuman
normal.
d. Mulut
Mulut bersih, tidak ada lesi, tidak ada tanda – tanda sianosis, tidak
ada stomatitis, tidak ada caries pada gigi. Fungsi pengecapan baik.
Pasien dapat membedakan rasa asin, pahit, asam dan manis.
e. Telinga
Daun telinga bersih, telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi,
fungsi pendengaran baik, klien dapat mendengar, dan dapat
berkomunikasi dengan perawat dan bidan dengan baik.
f. Jantung
I : Iktus cordis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung
P : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara pekak
A : Suara lup dup (S1 dan S2 reguler), tidak ada suara tambahan
g. Paru-paru
I : Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada kelainan bentuk dada
P : Taktil fremitus teraba sama, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
P : Suara sonor
A : Bunyi nafas vesikuler di semua lapang paru, tidak terdapat suara
tambahan, seperti wheezung maupun ronchi
h. Abdomen
I : Simetris antara kanan-kiri
A : Bising usus + 16 x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : -
i. Ekstremitas
1) Ekstermitas atas :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot baik,
tidak tampak odema, tidak ada sindaktil, polidaktil, CRT < 2 detik
2) Ekstermitas bawah :
Simetris, pergerakan normal, tonus otot baik, kekuatan otot baik,
tidak ada odema, tidak ada varises, tidak ada sindaktil dan
polidaktil
D. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax(Thoraxosistesis)
b) Kultur sputum
c) Pemeriksaan Lab lainnya
E. Proses Keperawatan
1. Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif (D,0149)
b) Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
c) Perfusi Perifer Tidak efektif (D.0009)
d) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
e) Intoleransi Aktivitas (D.0056)
3. Rencana Keperawatan
Pola Nafas Tidak Efektif Pola Nafas (L.1004) Manajemen Jalan Nafas (I
(D.0005) Setelah dilakukan tindakan Aktivitas – aktivitas :
Definisi : keperawatan selama 2x 24 jam 1. Monitor pola n
Inspirasi atau ekspirasi yang diharapkan pola nafas pasien efektif kedalaman, usaha na
tidak memberikan ventilasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi na
adekuat. 1. Ventilasi semenit dari skala 2 (mis. Gurgling, man
(cukup menurun) ditingkatkan
ronki kering)
menjadi skala 4 (Cukup
Meningkat 3. Monitor sputum
2. Kapasitas vital dari skala 2 4. Pertahankan kepaten
(cukup menurun) ditingkatkan
dengan head-tilt dan
menjadi skala 4 (Cukup
Meningkat 5. Posisikan semi fowle
3. Tekanan ekspirasi dari skala 2 6. Berikan minum hang
(cukup menurun) ditingkatkan 7. Lakukan fisioterapi d
menjadi skala 4 (Cukup
8. Lakukan penghisapa
Meningkat
4. Tekanan inspirasi dari skala 2 kurang dari 15 detik
(cukup menurun) ditingkatkan 9. Berikan oksigen
menjadi skala 4 (Cukup
10. Anjurkan asupan cai
Meningkat
5. Dispea dari skala 2(Cukup 2000ml/hari
meningkat) ditingkatkan 11. Kolaborasi pemberia
menjadi skala 4(Cukup
bronkodilator, ekspe
menurun)
6. Penggunaan otot bantu nafas diperlukan
dari skala 2(Cukup meningkat)
ditingkatkan menjadi skala
4(Cukup menurun)
7. Pernafasan cuping idung dari
skala 2(Cukup meningkat)
ditingkatkan menjadi skala
4(Cukup menurun)
8. Frekuensi nafas dari skala 2
(Cukup memburuk)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup membaik)
9. Kedalaman nafas dari skala 2
(Cukup memburuk)
ditingkatkan menjadi skala 4
(Cukup membaik
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer,Suzane C & Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8 Vol.3. Jakarta :EGC
Smeltzer,Suzane C. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta :EGC
Huda nurarif,amin & Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Jogjakarta :MediAction
Lukman dan Nurna N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganggun
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Bulechek, Gloria, Howard Butcher, dkk. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC), 6th Edition. Indonesia : Elsievier Inc.
Nyeri
Resiko Infeksi