Anda di halaman 1dari 45

ASKEP PALIATIF PASIEN

PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS
Disusun Oleh :
1. Alfif Fikrianur (19111024110082)

2. Amarilis Fatimah A (1911102411110)

3. Atika Fitriah Salam (1911102411124)

4. Rulia Putri Hijriah (1911102411047)

5. Bela Safitri (1911102411097)

6. Natami Putri Satya B (1911102411017)

7. Nur Halimah (1911102411005)

8. Riki Wahyudi (1911102411034)

9. Dhini Putri Agustini (1911102411172)

10. Elvina Dian Putri Susanto (1911102411063)


KONSEP TEORI
ANATOMI FISIOLOGI

a. Anatomi organ pernapasan yaitu:


1)  Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2)  Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan,
terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungandenganrongga hidung,
dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring
dan ke belakang lubang esofagus).
KONSEP TEORI
ANATOMI FISIOLOGI

3)  Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara,
terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya
disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.
4)  Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20
cincin yang terdiri dari tulang- tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getaryang disebut bersilia, hanya bergerak kearah
luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos.
KONSEP TEORI
ANATOMI FISIOLOGI

5)  Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebrator akalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama.
Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
6)  Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau
alveoli).Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.Jika dibentangkan luas permukaannya kurang
lebih 90 m2.Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah.Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).Paru-paru
dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media,
dan lobus inferior.Tiap lobus tersusun oleh lobulus.Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan
lobus inferior.Tiaptiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paruparu kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior
KONSEP TEORI
ANATOMI FISIOLOGI

Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahanbelahan
yang bernama lobulus.Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang cabang banyak sekali, cabang ini disebut ductus alveolus. Tiap ductus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.Pada
mediastinum tepat terletak jantung.Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.Pleura dibagi menjadi
2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru.Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
b. Fisiologi organ pernafasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh.Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.Jadi, dalam paru-paru
terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah secara osmosis.Kemudian CO2 dikeluarkan
melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk ke dalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh
tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), disini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke
jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar
melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru.Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli.
Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya
akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar di proses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru
(sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglottis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan,
sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu
seterusnya.Jika makanan masuk ke dalam laring, maka aka mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk
mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring.Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas)
dan ekspirasi (menghembuskan napas).Bernapas berarti melakukaninpirasi dan eskpirasi secara bergantian,
teratur, berirama, dan terus menerus.Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otototot
pernapasan.Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung
(medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini
berarti bahwa reflex bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma
telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan kemudian mengerut dan
tulang iga (kosta) menjadi datar.Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin
luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga
tekanan udara di dalamnya berkurangdan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus
interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena ada perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.Ini terdapat pada rangka dada yang lunak,
yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.Pernapasan perut, jika pada waktu bernpas diaframa turun
naik, maka ini dinamakan pernapasan perut.Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak
begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan
banyak ditemukan pada lakilaki.
PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru-paru yang memblokir aliran
udara napas Anda dan membuat Anda semakin sulit untuk bernapas.Emfisema dan asma bronkitis kronis adalah
dua kondisi utama yang membentuk PPOK.Dalam semua kasus, kerusakan pada saluran udara Anda akhirnya
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru Anda.
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit atau gangguan paru yang
memberikan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas.Gangguan obstruksi yang terjadi
memberikan dampak buruk terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenasi dengan segala
dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi
saluran napas dan eksaserbasi akut penyakitnya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai
dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan karena kelainan saluran napas
dan/atau alveolus.PPOK biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas
berbahaya.Hambatan jalan napas pada PPOK disebabkan oleh obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkiolitis) dan kerusakan parenkim paru (emfisema).
KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) antara lain :
a. Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan.Asma adalah penyakit inflamasi kronis jalan napas yang ditandai dengan hiperresponsivitas jalan napas terhadap
berbagai rangsangan.Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan bronkospasme episodik reversible yang terjadi akibat
respons bronkokonstriksi berlebih terhadap berbagai rangsangan.
b. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis merupakan suatu keadaan adanya batuk produktif lebih dari 250 ml sputum perhari selama minimal 3 bulan pertahun
selama 2 tahun berturut-turut, tanpa ada penyebab medis lain (Patricia, et.al, 2011). Sedangkan menurut GOLD (2017) bronkitis
kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sedikitnya 2 tahun.
c. Emfisema
Emfisema adalah suatu penyakit yang dimana terjadi kehilangan elastisitas paru dan pembesaran abnormal dan permanen pada ruang
udara yang jauh dari bronkiolus terminal termasuk destruksi dinding alveolar dan bantalan kapiler tanpa fibrosis yang nyata.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah gangguan pada saluran pernapasan yang terjadi akibat adanya pelebaran bronkus dan bronkiolus akibat
kerusakan otot dan jaringan elastik penunjang, yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi nekrotikan kronis. Sekali
terbentuk, bronkiektasis menimbulkan kompleks gejala yang didominasi oleh batuk dan pengeluaran sputum purulen dalam jumlah
besar.
ETIOLOGI
Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus berlebih,
batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan
dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara, perokok pasif, riwayat
infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan. Paparan terhadap beberapa
polusi industri tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) (Black, 2014).
Menurut Irwan (2016) etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai berikut :
a. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab utama.
Prevalansi terjadinya gangguan sistem pernafasan dan penurunan faal paru lebih tinggi
terjadi pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun, dan perokok aktif
berhubungan dengan angka kematian. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan :
1) Riwayat merokok
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bebas perokok

2)  Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun :
a)  Ringan : 0-200
b)  Sedang : 200-600
c)  Berat : >600

3) Derajat berat merokok berdasarkan banyak rokok yang dihisap


perhari dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu :
a) Ringan : 0-10 batang / hari
b) Sedang : 11-20 batang / hari
c) Berat : >20 batang / hari
• Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
• Hiperaktivitas bronkus
• Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang
• Defisiensi antitrypsin alfa – 1, yang umumnya jarang terdapat di
Indonesia.
• Usia
Perjalanan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang khas adalah lamanya dimulai dari
usia 20-30 tahun dengan paparan rokok atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit
mukoid (Pedila, 2012) Selain merokok, faktor paparan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah polusi udara hasil rumah
tangga seperti asap dapur, terutama pada dapur ventilasi buruk dan terkena terutama
adalah kaum perempuan. Selain asap dapur, debu dan iritan lain seperti asap
kendaraan bermotor juga diduga menjadi penyebab karena partikel-partikel yang
dikandung dapat menyebabkan kerja paru menjadi lebih berat, meskipun dalam
jumlah yang relatif kecil (GOLD, 2017).
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah :
• Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas, kelemahan
badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran
nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat
atau tidur.
• Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah sesak nafas yang
berlangsung terus menerus. Menurut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional
(2012), pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada.
Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada antero-posterior dan transversal
sebanding atau sering disebut barrel chest. Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka
waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga atau daerah
intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan
terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah. Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan
cairan pada tubuh akibat dari gagalnyajantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh tubuh.
Palpasi tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara hipersonor, batas
jantung mengecil, letak diafragma rendah, dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler
normal atau melemah, ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar
lebih panjang dari pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh.
PATOFISIOLOGI
Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan perubahan fisiologi utama pada
PPOK yang disebabkan perubahan saluran nafas secara anatomi di bagian proksimal, perifer,
parenkim dan vaskularisasi paru dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Dalam keadaan normal, radikal bebas dan antioksidan
berada dalam keadaan dan jumlah yang seimbang, sehingga bila terjadi perubahan pada kondisi dan
jumlah ini maka akan menyebabkan kerusakan di paru.

Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakansel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru. Pajanan terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang
terhirup bersama dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan mengendap hingga
terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus
sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang
dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa
akan melebar dan terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus berlebih. Produksi mukus
yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini
merupakan suatu siklus yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus. Manifestasi klinis yang
terjadi adalah batuk kronisyang produktif.
PATOFISIOLOGI
Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat berupa rusaknya dinding alveolus.
Kerusakan yang terjadi berupa perforasi alveolus yang kemudian mengakibatkan bersatunya
alveoulus satu dan yang lain membentuk abnormal large-airspace. Selain itu terjadinya modifikasi
fungsi anti-protease pada saluran pernafasan yang berfungsi untuk menghambat neutrofil,
menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan interstitial alveolus. Seiring terus berlangsungnya iritasi
di saluran pernafasan maka akan terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Akan timbul
juga metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa yang menimbulkan stenosis dan
obstruksi ireversibel dari saluran nafas.

Walaupun tidak menonjol seperti pada asma, pada PPOK juga dapat terjadi hipertrofi otot
polos dan hiperaktivitas bronkus yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara. Pada bronkitis kronik
terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan berkurangnya daya regang
elastis paru. Terdapat dua jenis emfisema yang relevan terhadap PPOK, yaitu emfisema pan-asinar
dan emfisema sentri-asinar. Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar bersifat difus dan dihubungkan
dengan proses penuaan serta pengurangan luas permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar
kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer asinar, yang erat hubungannya dengan asap
rokok.
KOMPLIKASI
Menurut Irman Soemantri (2009):
a. Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai PaO2<55mmHg, dengan nilai saturasi okesigen<85%.Pada
awalnya klien akan mengalamiperubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut
akan timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatgue,
letargi, dizzines, dantakipnea.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi pernapasan akut di sebabkan Zat hydrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan
menerima electron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan hal ini akan di ubah menjadi anionhipohalida
(HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga percabang
anbronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paruterjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas.
Kerusakan struktur berupa destruksial veol yang menujuk kearah emfisema karena produksi radikal bebas yang
berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.
d. FEV1 sebesar1,5L)
Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang singnifikan pada pasien
dengan penyakit sedang–berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elasticrecoil sehingga
mempertahankan potensi jalan nafas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi


Kronis (PPOK) menurut Somantri (2009) antara lain :
a. Chest X-Ray : dapat menunjukan hyperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan
tanda tanda vaskuler/bullae (emfisema), peningkatansuara bronkovaskular
(bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Pemeriksaan FungsiParu dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah
akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) :meningkat pada bronchitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasiotekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis danasma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau
meningkat (bronchitis kronis dan emfisema), tetapi seringkali menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosisrepiratori
ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisemase dan gatau asma).
g. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran
kelenjar mukus (bronkitis).
h. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat)
dan eosinofil (asma).
i. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.
k. Elektrokardiogram (EKG) : deviasiaksis kanan, gelombang P tinggi
(asma berat), atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronchitis dan emfisema), dan aksis QRS vertikal (emfisema).
l. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernapasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/evaluasi program.
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah : Pencegahanya itu
mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksase brasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B.
Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang
lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronko dilator untuk mengatasi, termasuk di dalamnya golong anadrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg
dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram di berikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv secara
perlahan.
PENATALAKSANAAN

Terapi jangka panjang dilakukan dengan :


a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4
x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reverse bilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum
pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fung sifaal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe
II dengan PaO22<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada
pasien dengan penyaki tparuobstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilita sipsikis dan rehabilitasi
pekerjaan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KONSEP
PALIATIF
Identitas klien
a. Pasien b. PenanggungJawab/Keluarga
1. NamaPasien : Tn T 1) Nama : NyE
2. 2) TempatTgl Lahir :Yogja10-mei-1950 2) Umur :63 tahun
3. 3) JenisKelamin :Laki 3) Pendidikan :SD
4. 4) Agama :Islam 4) Pekerjaan :IRT
5. 5) Pendidikan :SD 5) Alamat :Saragan,mertoyudan,magelang
6. 6) Pekerjaan :Wiraswasta 6) Hubungandenganpasien :Istri
7) Statusperkawinan :kawin
7. 7) StatusPerkawinan :Menikah
8. 8) Suku/Bangsa : Jawa
9. 9) Alamat :Saragan,mertoyudan,magelang
10. 10) DiagnosaMedis : PPOK
11. 11)No. RM 170509
12. 12)Tanggal MasukRS :22-03-2022
Riwayat Kesehatan

a. Kesehatan Pasien
b. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian Tn. T
Tn. T mengeluh batuk dahak susah keluar,
mengeluh batuk berdahak, dan sesak
disertai sesak napas,dan perut terasa sakit
napas sejak 2 hari yang lalu disertai
dan kembung.
sakit perut kebung
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
3.) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Alasan masuk RS :
Tn T sebelumnya sering mengalami sakit
Tn T sudah 2 hari batuk berdahak
perut ,disertai kembung,dan sering sesak
dan sesak disertai perut sakit dan
bila kecapekan
kembung sudah berobat ke
puskesma, tidak ada perubahan.
Riwayat Kesehatan Keluarga

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga Tn T tidak pernah menderita batuk
dan sesak napas seperti
di alami Tn.T sekarang ini.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan
Pemeriksaan Fisik
Terapi Saat Ini
Terapi Saat Ini
Kondisi Psikologis, Sosial, dan Spiritual
Diagnosa
Diagnosa
Diagnosa
ntervensi Keperawatan
ntervensi Keperawatan
ntervensi Keperawatan
ntervensi Keperawatan
mplementasi Keperawatan
mplementasi Keperawatan
Impelementasi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai