Anda di halaman 1dari 29

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


LP ASMA

DIBUAT :
SRI SUMARNI
NIM

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

1. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)

2. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial
A. Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran 
yang  masuk  ke  dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain
adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke
belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan 
makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh
16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu 
getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9
sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah
dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada  
ujung   bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini
terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari
darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-
paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan
lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan
5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah
segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,  
cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada  
alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh 
selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura
visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung 
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2) Fisiologi
Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 3 Proses pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran
zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2  dikeluarkan
dari darah secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius
(jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis 
kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra) menuju ke aorta kemudian
ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui  peredaran  darah 
vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-
paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran
CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya
akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan 
panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke
trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk 
mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang
terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas
juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan
kadar CO2  dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara
sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga  dan  dengan 
demikian  rongga  dada  menjadi  kecil kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi  
proses   respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan  tekanan 
antara  rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada  yang lunak, 
yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini 
dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang rawannya
tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3. Kasifikasi
1) Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional
(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
(Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2) Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3) Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
Gejala kurang dari seminggu, serangan singkat, gejala pada malam hari < 2 kali dalam
sebulan, FEV 1 atau PEV > 80%, PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
Gejala lebih dari sekali seminggu, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
pada malam hari > 2 kali sebulan, FEV 1 atau PEV > 80%, PEF atau FEV 1
variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari >
1 dalam seminggu, FEV 1 tau PEV 60% – 80%, PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
Gejala setiap hari, serangan terus menerus, gejala pada malam hari setiap hari, terjadi
pembatasan aktivitas fisik, FEV 1 atau PEF = 60%, PEF atau FEV variabilitas > 30%
4) Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih
suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar
mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma
berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

4. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita
asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1) Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik     
2) Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger
dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi
bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap
sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma
dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan
lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3) Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam
dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan
terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast.
Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
b) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
c) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada
asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan
mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif
pada sistem bronkial.
d) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
e) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi
membran mukus.
f) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan,
musim kemarau.
5. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus,
obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

     
Gambar 4. Patofisiologi asma
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis
dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1) Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul
bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2) Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya
terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3) Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi
bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4) Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin
banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5) Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan
asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan
untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3) Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4) Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1) Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2) Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis
800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai
efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar
1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3) Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
9. Komplikasi
1) Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2) Chronic persisten bronhitis
3) Bronchitis
4) Pneumonia
5) Emphysema
6) Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
A. Airway
a. Peningkatan sekresi pernafasan
b. Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
B. Breathing
a. Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
C. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d. Papiledema
e. Urin output meurun
D. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2) Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri
individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai
kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala
tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk,
yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
c) Thorak
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu
napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,
supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi, Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10
mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Nyeri akut
5) Ansietas
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7) Kurang  pengetahuan
8) Intoleransi  aktivitas
9) Defisit perawatan diri
10) Resiko infeksi
 Nursing Care Planing
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil  (Noc) Interv
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
jalan nafas selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Airway Management
Respiratory status : Ventilation          Buka jalan nafas, guan
Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu
Aspiration Control,          Posisikan pasien untuk
Dengan kriteria hasil :          Identifikasi pasien pe
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas buatan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan         Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,         Lakukan fisioterapi dad
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada         Keluarkan sekret denga
pursed lips)          Auskultasi suara nafas,
v  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien         Lakukan suction pada m
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi         Berikan bronkodilator b
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada         Berikan pelembab udar
suara nafas abnormal)          Atur intake untu
v  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah keseimbangan.
factor yang dapat menghambat jalan nafas          Monitor respirasi dan s
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Airway Management
Respiratory Status : Gas exchange          Buka jalan nafas, gun
Respiratory Status : ventilation thrust bila perlu
Vital Sign Status          Posisikan pasien untuk
Dengan kriteria hasil :          Identifikasi pasien pe
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi nafas buatan
dan oksigenasi yang adekuat          Pasang mayo bila perlu
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas         Lakukan fisioterapi dad
dari tanda tanda distress pernafasan          Keluarkan sekret denga
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara         Auskultasi suara nafas,
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan         Lakukan suction pada m
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,         Berika bronkodilator bi
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada         Barikan pelembab udar
pursed lips)          Atur intake untu
Tanda tanda vital dalam rentang normal keseimbangan.
         Monitor respirasi dan s
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, k
respirasi
         Catat pergerakan
penggunaan otot tambaha
dan intercostal
         Monitor suara nafas, se
         Monitor pola nafas : b
hiperventilasi, cheyne stok
         Catat lokasi trakea
         Monitor kelelahan
paradoksis)
         Auskultasi suara nafas
adanya ventilasi dan suara
         Tentukan kebutuhan s
crakles dan ronkhi pada ja
         Auskultasi suara p
mengetahui hasilnya
3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
nafas selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Airway Management
Respiratory status : Ventilation          Buka jalan nafas, guan
Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu
Vital sign Status          Posisikan pasien untuk
Dengan Kriteria Hasil :          Identifikasi pasien pe
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas buatan
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan         Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,         Lakukan fisioterapi dad
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)          Keluarkan sekret denga
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien         Auskultasi suara nafas,
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi         Lakukan suction pada m
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada         Berikan bronkodilator b
suara nafas abnormal)          Berikan pelembab udar
v Tanda Tanda vital dalam rentang normal         Atur intake untu
(tekanan darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
         Monitor respirasi dan s
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung d
Pertahankan jalan nafas y
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda ta
Monitor adanya kecemasa
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, d
Catat adanya fluktuasi tek
Monitor VS saat pasien be
Auskultasi TD pada kedua
§  Monitor TD, nadi, RR, s
aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan ira
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
Monitor suhu, warna, dan
Monitor sianosis perifer
§  Monitor adanya cushing
melebar, bradikardi, penin
Identifikasi penyebab dari
4 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Pain Management
Pain Level, Lakukan pengkajian n
Pain control, termasuk lokasi, karak
Comfort level kualitas dan faktor presipi
Dengan Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverba
v  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab Gunakan teknik kom
nyeri, mampu menggunakan tehnik mengetahui pengalaman n
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, Kaji kultur yang mempen
mencari bantuan) Evaluasi pengalaman nyer
v  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan Evaluasi bersama pasien d
menggunakan manajemen nyeri ketidakefektifan kontrol n
v  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Bantu pasien dan ke
frekuensi dan tanda nyeri) menemukan dukungan
v  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
§  Kontrol lingkungan yang
berkurang seperti suhu ruangan, penc
Tanda vital dalam rentang normal Kurangi faktor presipitasi
§  Pilih dan lakukan penang
farmakologi dan inter pers
Kaji tipe dan sumber nyer
Ajarkan tentang teknik no
Berikan analgetik untuk m
Evaluasi keefektifan kontr
Tingkatkan istirahat
§  Kolaborasikan dengan d
tindakan nyeri tidak berha
Monitor penerimaan pasie
Analgesic Administratio
Tentukan lokasi, karakt
nyeri sebelum pemberian
§  Cek instruksi dokter ten
frekuensi
Cek riwayat alergi
§  Pilih analgesik yang dip
analgesik ketika pemberia
Tentukan pilihan analgesi
nyeri
Tentukan analgesik piliha
optimal
§  Pilih rute pemberian seca
nyeri secara teratur
§  Monitor vital sign sebe
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat w
§  Evaluasi efektivitas analg
samping)

5 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Anxiety Reduction (penu
Anxiety control Gunakan pendekatan yang
Coping Nyatakan dengan jelas ha
Impulse control Jelaskan semua prosedu
Dengan Kriteria Hasil : selama prosedur
Klien mampu mengidentifikasi dan Pahami prespektif pasien
mengungkapkan gejala cemas Temani pasien untuk
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas Berikan informasi faktual
Vital sign dalam batas normal prognosis
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh         Dorong keluarga untuk
dan tingkat aktivitas menunjukkan         Lakukan back / neck ru
berkurangnya kecemasan          Dengarkan dengan pen
         Identifikasi tingkat kec
         Bantu pasien mengenal
kecemasan
Dorong pasien untuk
ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien mengg
Barikan obat untuk mengu

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


nutrisi kurang dari selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Nutrition Management
kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Fluid Intake Kaji adanya alergi makan
Nutritional Status : nutrient Intake Kolaborasi dengan ahli g
Weight control kalori dan nutrisi yang dib
Dengan Kriteria Hasil : Anjurkan pasien untuk me
v  Adanya peningkatan berat badan sesuai Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan vitamin C
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Berikan substansi gula
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Yakinkan diet yang dima
Tidak ada tanda tanda malnutrisi untuk mencegah konstipas
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan Berikan makanan yang te
dari menelan dengan ahli gizi)
v  Tidak terjadi penurunan berat badan yang
§  Ajarkan pasien bagaiman
berarti harian.
Monitor jumlah nutrisi da
Berikan informasi tentang
Kaji kemampuan pasien
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas no
Monitor adanya penuruna
Monitor tipe dan jumlah a
Monitor interaksi anak ata
Monitor lingkungan selam
§  Jadwalkan pengobatan  da
makan
§  Monitor kulit kering dan pe
§  Monitor turgor kulit
§  Monitor kekeringan, rambu
§  Monitor mual dan muntah
§  Monitor kadar albumin, tot
§  Monitor makanan kesukaan
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto
PATHWAY
ASMA

Faktor pencetus Antigen yang terikat IGE pada Mengeluarkan mediator


Alergen, stress, cuaca permukaan sel mast/basofil histamine, platelet, bradikinin, dll

Edema mukosa, sekresi produktif, Permeabilitas kapiler meningkat


kontiksi otot polos meningkat

spasme otot polos, Konsentrasi


sekresi kelenjar bronkus Hiperkapnea Gelisah Ansietas dalam darah
meningkat menurun

penyempitan proksimal Suplai O2 keotak menurun koma Hipoksemia


dari bronkus pada
tahap ekspirasi dan inspirasi Asidosis supali darah dan
Gangguan
metabolik O2 kejantung
Mukus berlebih, batuk, pertukaran gas berkurang
Wheezing, sesak nafas Supali O2 kejaringan
menurun Penurunan cardiac output
Tekanan partial O2
Dialveoli menurun Ketidakefektifan Tekanan darah
Penurunan menurun
Ketidakefektifan perfusi jaringan curah
bersihan jalan nafas perifer jantung kelemahan dan
Penyempitan jalan nafas keletihan

Peningkatan kerja otot pernafasan Kebutuhan O2 Intoleransi


meningkat aktivitas
Nafsu makan menurun
Ketidakefektifan Hiperventilasi
pola nafas
Ketidakseimbangan nutrisi
Retensi O2
kurang dari kebutuhan
tubuh Asidosis respiratorik

Anda mungkin juga menyukai