Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


SISTEM PERNAFASAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Oleh:
Nama : Bella Insan p
NIM : P20620521029
Kelas : 2-A profesi Ners

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
A.Anatomi Dan Fisiologi Sistem Terkait

Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi organ pernapasan yaitu: 1) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-
bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2) Faring
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-
bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungandenganrongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium,
ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam
trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri daritulang-tulang rawan yang
berfungsipada waktukita menelan makanan menutupi laring.
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getaryang disebut bersilia,
hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan dibelakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebrator akalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-
cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat
cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
6) Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000
buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo
dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-
paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap- tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru- paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan- belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh
darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam
lobulus, bronkiolus ini bercabang cabang banyak sekali, cabang ini disebut ductus alveolus.
Tiap ductus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
tepat terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura
dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput
yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum
(hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
B.Definisi penyakit
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru,
dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu
terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010).
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Irman, 2010).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema,
dan asma bronchial (Muttaqin, 2010).
C.Etiologi
Brashers (2010) menambahkan faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi
kronis adalah :
1. Kebiasaan merokok, paparan debu, asap dan gas kimiawi.
2. Faktor usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-
paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
4. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis dan asma dengan kondisi
ini beresiko mendapat PPOK.

D.Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang perlu diwaspadai
bersama, diantaranya adalah:
 
1. Batu kronik dengan atau tanpa dahak yang tidak kunjung sembuh
2. Mengi atau sesak napas yang disertai dengan bunyi
3. Rasa berat di dada
4. Penurunan berat badan
5. Lemas atau kehilangan kemampuan/produktivitas)
Dengan mengetahui berbagai gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diatas,
diharapkan penderita dapat lebih waspada dan tidak menunda untuk melakukan
pemeriksaan
E.Patofisiologi
Patofisiologi menurut Brashers (2010), Mansjoer (2010) dan Reeves (2010) adalah :
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi saluran
nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan
serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut.
Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta
tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang
berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis
mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkhial
menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau
obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital,
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total paru
sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya permukaan
alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan
hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi
seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang
mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi
akan tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan pada
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua
perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan
paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar
oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat
karena kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme
anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia.

F.Pmeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2010) antara lain :
1. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema),
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
2. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
3. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
5. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
6. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan
kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.
7. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya
paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan
emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
8. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkus.
9. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
10. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema primer.
11. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
12. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat),
disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis,
emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
13. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat
disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi
program latihan.
G.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernapasan
Pada sistem pernapasan klien mengalami hiperventilasi dengan frekuensi pernapasan lebih
dari normal, terjadi pernapasan cuping hidung atau dispnea, terdapat otot bantu
pernapasan, pernapasan cepat dan dangkal, batuk produktif yang berlebihan, sianosis pada
pemeriksaan auskultasi ada ronki dan wheezing, adakah ronki basah, nyaring, halus, atau
sedang pada pemeriksaan perkusi biasanya hiper resonan pada area paru.
b) Sistem Kardiovaskuler
Kaji keadaan jantung yaitu : tanda-tanda aritmia, sianosis, kegagalan jantung, hipertensi
atau hipotensi. Anemia juga mungkin terjadi dan dapat menyebabkan hipokalemia serta
kelemahan karna suplai oksigen ke jaringan tidak adekuat.

c) Sitem Gastrointestinal
Klien PPOK akan merasakan mual muntah, nausea, lemah dan penurunan nafsu makan
sehingga mengalami penurunan BB
d) Sistem Genitourinaria
Adanya nocturi, poliuria, warna urin pekat atau tidak
e) Sistem Endokrin
Pengkajian pada daerah leher,apakah ada pembengkakan maupun massa, lakukan palpasi
pada kelenjer tiroid
f) Sistem Persarafan
Adakah penurunan kesadaran, disorientasi dan bingung. Perasaan sakit kepala, pusing dan
perubahan tingkah laku.
g) Sistem Integuemen
Jika klien kekurangan oksigen maka kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka membran mukosa akan tampak kering. Adanya sianosis pada daerah bibir atau
perifer, suhu dapat meningkat atau berkeringat.
h) Sistem Muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot, lemah, pegal, lemas pada persendiaan. Mengalami keterbatasan
gerak, ekstremitas mengalami kesemutan dan odema.
i) Sistem Penglihatan
Pengkajian bentuk mata, konjungtiva, pupil, pergerakan bola mata, lapang pandang. Serta
kaji bila ada peningkatan intra okuler
j) Wicara dan THT
pengkajian pada lubang telinga, membran timpani, masalah pada pendengaran dan
penciuman. Letak septum hidung serta kaji kemampuan bicara
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi sputum yang masi produktif

2. Gangguan rasa nyaman “nyeri” b.d penumpukan gas di lambung

3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya b.d kurangnya infomasi tentang

penyakitnya.

I. Tujuan , Perencanaan & Rasional

Anda mungkin juga menyukai