Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di
dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam
penyakit yang muncul dan perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai
macam turunan obat telah dibuat untuk meningkatkan efektifitas obat. Selain memodifiksi
senyawa obat, upaya yang banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan
sistem penghantaran obat. Penghantaran obat melalui paru-paru merupakan rute yang
potensial untuk menghantarkan obat secara lokal ke paru-paru dan juga secara sistemik.
Obat-obat yang dihantarkan mencakup rentang terapi yang sangat luas meliputi antibiotik,
antibodi, peptida, protein, dan oligonukleida.
Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan
vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Dengan
sendirinya pada sistem mucosal tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam hal
penghantaran obat. Pulmonary drug delivery system atau sistem penghantaran obat
pulmonar (melalui paru - paru) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung
pada saluran pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan
penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma.
Pada dasarnya permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali
pernapasan. Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel
obat ke paru-paru bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara
pasien bernapas.
Sistem penghantaran melalui paru-paru (pulmonary drug delivery system)
merupakan salah satu alternatif penghantaran obat yang bemasalah jika melalui rute lain.
Sistem penghantaran ini dinilai dapat mengahantarkan obat dengan baik sehingga
bioavailabilitasnya mencapai 100% karena obat tidak mengalami metabolisme lintas
pertama di hati. Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini untuk
mengetahui tentang sistem penghantaran obat melalui paru–paru dan hal-hal yang
berkaitan dengan penghantaran sediaan tersebut, mulai dari penetrasi hingga
menghasilkan efek pada tubuh.

1
1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sistem penghantaran obat intrapulmonary.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pemberian obat intrapulmonary.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sediaan obat intrapulmonary.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Nafas


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan Atas (rongga hidung, faring, laring)

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Hidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin dan jaringan
fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur hidung pada
bagian eksternal terdapat folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea yang
merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit pada bagian ini
mengandung vibrissae yang berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap.
Sedangkan pada rongga nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet.
Udara yang masuk ke dalam hidung akan mengalami penyaringan partikel dan
penghangatan dan pelembaban udara terlebih dahulu sebelum memasuki saluran napas
yang lebih dalam. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
b. Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba eustachius yang
menghubungkannya dengan telinga tengah. Faring merupakan saluran bersama untuk
udara dan makanan. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak)
tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

3
c. Laring
Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh
sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga lainnya tidak berpasangan. Tiga kartilago
yang tidak berpasangan adalah kartilago tiroid yang terlrtak di bagian proksimal
kelenjar tiroid, kartilago krikoid yang merupakan cincin anterior yang lebih dalam dan
lebih tebal, epiglotis yang merupakan katup kartilago yang melekat pada tepi anterior
kartilago tiroid. Epiglotis menutup pada saat menelan untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah. Epiglotis juga merupakan batas
antara saluran napas atas dan bawah.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah

Gambar 2. Anatomi Saluran Pernafasan Bawah (trakea, bronkus, paru-paru)

a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi
oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
b. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang

4
rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3
lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus
oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma
darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap
air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam
yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-
cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding
dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut
alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak
bersilia tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia.
Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung
akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga
menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan
disitu banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas
pernapasan. Alveolus merupakan anatomi yang hanya dimiliki oleh mamalia. Pada
vertebrata sistem pertukaran gas memiliki struktur yang berbeda.

5
2.2 Pembuluh Darah yang Melalui Paru-Paru

Gambar 3. Alveolus dan pembuluh darah yang melaluinya

Terdapat dua sistem sirkulasi yang menyuplai darah ke paru–paru yaitu bronchial
dan pulmonary. Sirkulasi bronchial melalui arteri bronchial berasal dari aorta atau arteri
interkosta dan terdapat umumnya dua pada masing–masing paru–paru yaitu bagian
hilum. Arteri ini di bagi untuk membentuk pleksus subepitel dan pleksus adventisial
pada lapisan otot halis bronchial. Aliran darah pada arteri ini adalah 1% dari total
produksi jantung dan menyuplai darah teroksigenasi menuju paru-paru.
Melekat pada dinding luar alveoli banyak pembuluh darah kecil yang disebut
kapiler. Kapiler adalah seperti jaring yang menutupi kantung alveoli. Membran
pernafasan dibuat dimana alveoli dan kapiler bertemu. Fungsi membran pernafasan
adalah tempat terjadinya difusi gas pernafasan. Sirkulasi paru-paru adalah bagian dari
sistem kardiovaskular yang membawa darah yang miskin oksigen dari jantung dan
membawanya ke paru-paru. Arteri paru membawa darah yang miskin oksigen dari
jantung ke paru-paru. Arteri paru merupakan satu-satunya arteri yang membawa darah
miskin oksigen. Setelah di paru-paru, sel-sel darah merah melepaskan karbon dioksida
dan mengambil oksigen ketika bernapas. Darah kaya oksigen kemudian meninggalkan
paru-paru ke sisi kiri jantung melalui vena paru.

6
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses LDA Obat Paru-Paru
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi penghantaran obat ke paru - paru yaitu :
1. Deposisi partikel di paru –paru
Dengan adanya gaya gravitasi, obat yang terhirup dapat terdeposisi dalam saluran
pernapasan. Mekanisme deposisi yang paling mempengaruhi adalah ukuran partikel
obat dan kecepatan aliran pernapasan. Semakin lama suatu obat berada pada daerah
tertentu maka semakin banyak partikel yang terdeposisi pada daerah tersebut.
2. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis yang mempengaruhi penghantaran obat adalah adanya
mekanisme pertahanan pada paru - paru terhadap benda asing, sehingga menjadi barrier
yang harus diatasi untuk memastikan deposisi dan absorpsi obat yang efisien pada
saluran pernapasan. Adapun beberapa barrier tersebut di antaranya :
a. Epitel Paru - paru
Paru - paru memiliki 40 jenis sel berbeda di sepanjang salurannya. Perbedaan
lapisan epitel paru - paru dapat diilustrasikan dengan membagi strukturnya ke dalam
tiga kategori berdasarkan letaknya :
1) Epitel Bronkus
Pada lapisan epitel di sepanjang daerah ini didominasi dengan sel bersilia dan sel
goblet. Selain itu juga ditemukan beberapa sel serous, sel brush, dan sel Clara
dengan sedikit sel Kulchitsky.
2) Epitel Bronkiolus
Lapisan epitel ini didominasi dengan sel cubodia bersilia. Jumlah sel goblet dan
sel serous menurun seiring semakin dalamnya saluran pernapasan dan semakin
meningkatnya sel - sel Clara. Semakin dalam paru - paru maka lapisan epitel pun
semakin tipis dan sedikit mucus yang terdapat pada bagian ini.
3) Epitel Alveolus
Pada bagian ini tidak terdapat mucus dan banyak mengandung epitel yang lebih
datar sehingga membentuk lapisan squamosa dengan ketebalan 0,1 - 0,5 μm. Sel -
sel makrofag banyak terdapat di daerah ini. Menurut Glyn Taylor dan lan
Kellaway ada 2 tipe sel pneumosit, yaitu pneumosit tipe 1 ( sel - sel tipis yang
menawarkan saluran jalan udara - darah yang sangat pendek untuk difusi gas dan
molekul - molekul obat), pneumosit tipe 1 ini menempati 93% permukaan
kantung alveolus dan pneumosit tipe 2 (sel - sel cuboidal yang menyimpan dan
mensekresikan surfaktan paru – paru). Kedua sel ini dapat menghasilkan
7
metabolit aktif dan berperan dalam pembentukan sel epitel baru dan sintesis
surfaktan serta fosfolipid yang dapat mengurangi tegangan permukaan di paru -
paru.
b. Sel - sel bersilia
Di bagian daerah trakheobronkial, sebagian besar sel - sel epitelnya bersilia
dan hampir menyelimuti seluruh permukaan saluran pernapasan bagian tengah dan
terus berkurang ketika masuk ke daerah alveolus. Setiap sel bersilia mengandung
kurang lebih 200 silia dengan panjang sekitar 5 μm dan diameter 0,25 μm.
Mekanisme pembersihan silia ini melalui mukus yang disekresikan oleh sel serous
pada kelenjar submukosa.
c. Alveolar Macrophage
Sel makrofag pada alveolus ditemukan pada permukaan alveolus. Sel – sel
fagosit ini memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan melawan bakteri
dan perikel yang terhirup dan mencapai alveoli. Makrofag dibersihkan dari alveolus
menuju bronkiolus oleh adanya aliran caiaran paru - paru dan kemudian dikeluarkan
dari saluran pernapasan melalui mucociliary escalator.
d. Lapisan Cairan Epitel
Partikel padat obat untuk saluran pernapasan harus terbasahi dan terlarut
sebelum dapat memberikan efek terapinya. Meskipun tingkat kelembaban di dalam
paru - paru mendekati 100%, lapisan cairan pada epitel ini kecil, ketebalannya
berkisar 5 - 10 μ m dan berangsung - angsur menurun sepanjang saluran pernapasan
sampai alveoli (0,05 - 0,08 μm).
e. Surfaktan Paru - paru
Sel epitel tipe dua secara aktif mengeluarkan surfaktan paru -paru. Sekitar 85 -
90% komponennya merupakan fosfolipid dan sisanya adalah protein. Fosfolipid
yang dikandung 90% diantaranya adalah fosfogliserol. Surfaktan paru – paru terletak
di dinding internal wilayah alveolar dan memiliki fungsi utama menurunkan
tegangan permukaan, mempertahankan morfologi dan fungsi pernapasan juga
pertahanan paru – paru melawan adhesi mikroorganisme dan meningkatkan
fagositosis oleh sel makrofag. Surfaktan mengalami proses metabolisme konstan dan
dinamis termasuk pembersihannya melalui mucociliary escalator, fagositosis, dan
daur ulang. Waktu paruh fosfolipid yang disekresikan telah dibuktikan yaitu 15 - 30
jam. Rangsangan seperti peningkatan tingkat ventilasi dan inflasi paru – paru

8
volume tinggi merangsang sekresi surfaktan dari bagian lamelar pada sel alveolar
tipe II.5.
Implikasi nya pada penghantaran obat, lapisan surfaktan menyelimuti jalan napas
dan lapisan cairan alveolar dengan bagian rantai asam lemak yang menghadap ke
permukaan sehingga dapat terjadi interaksi antara fosfolipid surfaktan dengan obat
inhalasi. Misalnya, surfaktan paru - paru ditunjukkan untuk meningkatkan kelarutan
glukokortikosteroid, yang dapat mempengaruhi waktu tinggal steroid dalam paru –
paru. Selanjutnya, interaksi kuat dari polipeptida ditirelix dan siklosporin A dengan
fosfolipid telah dibuktikan dan telah disarankan untuk membatasi penyerapan dari
paru - paru, sehingga menyebabkan retensi berkepanjangan obat di paru - paru.
Penggunaan surfaktan eksogen sebagai pembawa. Untuk pemberian obat paru – paru
telah diusulkan sebagai sarana untuk meningkatkan penyebaran obat dalam paru -
paru. Namun, interaksi yang kompleks antara obat dan surfaktan paru - paru, harus
dipertimbangkan dalam pengembangan obat.
f. Mucociliary Clearance
Mucociliary clearance merupakan mekanisme pertahanan paru - paru yang
paling penting. Berkoordinasi dengan pergerakan silia, mucus disapu bersihkan dari
nasal dan paru - paru menuju faring dan kemudian ditelan. Kecepatan clearance pada
hidung rata - rata 3-25 mm/min. Mucus terutama disekresikan dari sel serosa dari
kelenjar submukosa dan dari sel goblet , dan terdiri dari air (95 %), glikoprotein
(mucins) (2%) , protein (1%), garam anorganik (1%), dan lipid (1%). Peraturan
kadar air sangat penting yang signifikan untuk mempertahankan sifat viskoelastik
optimal. Implikasi nya untuk penghantaran obat yaitu waktu tinggal obat inhalasi di
paru - paru tergantung pada lokasi pengendapan. Sebuah proporsi yang signifikan
dari obat dalam mencapai paru - paru dari sediaan inhalasi adalah terperangkap
dalam lendir di saluran pernapasan. Kemampuan obat untuk menembus penghalang
lendir tergantung pada muatan partikel, kelarutan, lipofilisitas, dan ukuran.
Misalnya, mengurangi transportasi di lapisan lendir pernapasan telah dibuktikan
secara in vitro untuk kortikosteroid dan antibiotik.
3. Faktor farmasetika
Faktor terkait formulasi yang mempengaruhi sistem penghantaran obat ini adalah
ukuran, bentuk, kerapatan dan stabilitas fisik partikel. Partikel dengan ukuran lebih dari
10μm akan bertubrukan pada saluran pernapasan bagian atasan mudah dikeluarkan oleh
kejadian batuk, menelan, dan proses bersihan oleh mukosiliari. Partikel dengan ukuran
9
0,5–5μm dapat menghindari tubrukan yang terjadi di saluran pernapasan atas dan akan
terdeposisi melalui tubrukan dan sedimentasi di daerah trakheobronkial dan alveolar.
Jika ukuran partikel berada diantara 3-5μm maka akan terdeposisi sepenuhnya di
daerah trakheobronkial dan jika ukurannya kurang dari 3μm maka kemungkinan akan
terdeposisi jauh lebih dalam lagi di daerah alveolar. Sedangkan partikel dengan ukuran
submikron mungkin tidak dapat terdeposisi akan terbuang saat ekspirasi sebelum
terjadi sedimentasi. Partikel dengan ukuran diameter 20μm dan kerapatan 0,4 g/cm-3
akan secara efektif terdeposit dalam paru - paru .

2.4 Pulmonary Drug Delivery


Pulmonary drug delivery system atau system penghantaran obat pulmonar
(melalui paru paru) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung pada saluran
pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran
pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Dalam
penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-paru
bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara pasien bernapas.
Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu Nebulizer, MDI
(metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler). Nebulizer berupa obat yang
dilarutkan atau disuspensikan ke dalam pelarut yang polar, umumnya air dan diubah
menjadi bentuk gas atau aerosol. Aerosol adalah dispersi suatu obat berupa cairan atau
zat padat dalam suatu gas. Nebulizer mengaerosolisasi larutan obat dalam air atau
suspensi obat dalam air. Alat yang digunakan dapat berupa jet nebulizer atau ultrasonic
nebulizer. Nebulizer bukanlah produk yang portable, tidak dapat dijinjing dan
pemberian obatnya membutuhkan waktu yang lama, minimal 15 menit. Nebulisasi
terutama ditujukan untuk anak-anak dan lansia penderita asma yang kesulitan
menggunakan MDI atau DPI. Biasanya digunakan di rumah sakit dan saat ini
penggunaannya semakin berkurang.
2.4.1 MDI
MDI adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang terukur yang disemprotkan
dalam bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup. Dalam menyemprotkannya didorong
menggunakan propelan. MDI mulai diperkenalkan pada tahun 1956. Obat dalam MDI
dapat berupa larutan atau suspensi dalam propelan. Dapat ditambahkan eksipien khusus
untuk meningkatkan stabilitas fisika atau untuk meningkatkan kelarutan obat.
Penggunaan MDI memerlukan teknik tersendiri, dimana diperlukan koordinasi yang
10
tepat antara tangan menekan alat MDI (aktuasi) dan mulut menghirup obat. Cara
penggunaan yang keliru dapat menyebabkan hasil klinis yang tidak optimal. Teknik ini
masih sering digunakan secara tidak tepat oleh penderita asma sehingga perlu dilatih.
Namun hal ini dapat dikoreksi dengan penggunan spacer.
Spacer merupakan sebuah tube berukuran panjang antara 10 sampai 20 cm yang
disambungkan ke inhaler MDI. Spacer ini bertindak sebagai wadah pemegang yang
menjaga agar obat tidak terbang ke udara. Pada spacer, di bagian ujung yang
berdekatan dengan mulut terdapat katup yang menjaga agar obat tidak keluar dari
spacer kecuali bila dihisap. Katup tersebut akan terbuka bila pasien menghisap spacer.
Melepaskan obat ke wadah tersebut memungkinkan penderita asma untuk
menghirupnya lebih perlahan. Spacer juga akan memperbaiki penghantaran partikel
halus obat ke paru-paru hingga 22%, serta mengurangi jumlah obat yang tertinggal di
bagian belakang tenggorokan dan lidah.
2.4.2 DPI atau Inhalasi
Sementara DPI atau inhalasi serbuk kering yang diperkenalkan pada awal tahun
1970-an adalah alat dengan obat dalam bentuk serbuk dihantarkan secara lokal atau
sistemik melalui rute paru-paru. Perkembangan DPI dimotivasi dengan adanya
keinginan besar mencari alternative pengganti MDI yang terkenal tidak ramah
lingkungan karena mengandung propelan CFC. Berbeda dengan MDI, DPI dirancang
dalam berbagai macam tipe. Semuanya bervariasi bergantung pada tipe formulasi dan
bentuk sediaan. DPI mengatasi kesulitan dalam penggunaan MDI yang seringkali sukar
menyelaraskan antara aktuasi alat inhalasi dan pernapasan. Namun pada DPI diperlukan
energi untuk menggerakkan serbuk mengikuti aliran udara pernapasan dan memecah
formula serbuk menjadi partikel kecil. Pada penggunaan DPI diperlukan hirupan yang
cukup kuat agar obat masuk ke saluran pernapasan. Kinerja DPI tergantung dari teknik
dan kemampuan pasien dalam menghirup udara dan kecepatannnya.
DPI digolongkan berdasarkan desain dosis dan desain alat. Berdasarkan desain
dosis dibagi menjadi tiga kategori, yang pertama single-dose DPI yang secara
individual berisi kapsul yang mengandung satu dosis pengobatan, kedua yaitu multiple
unit-dose DPI mendispersikan dosis tunggal yang telah diukur dosisnya dalam blister
obat yang sudah diatur dari pabriknya, yang ketiga yaitu multiple-dose DPI dengan
pengukuran dosis dari blister atau strip dari pabrik obat untuk menghantarkan dosis
ulangan.

11
a. Single-dose DPI dioperasikan dengan menggerakkan serbuk obat dari suatu kapsul.
Contohnya adalah Aerolizer dan Handihaler, keduanya untuk terapi asma. Aerolizer
digunakan untuk menghantarkan formoterol dan Handihaler untuk menghantarkan
tiotropium bromid Walaupun keduanya berbeda konfigurasi, prinsip kerjanya sama.
Dalam penggunaan single-dose DPI, setiap kali digunakan pasien memasukkan
kapsul dalam drug holder. Kemudian pasien menghirup obat dari alat ini.
Kekurangan single-dose DPI adalah pemakaiannya membutuhkan waktu yang lama.
b. Multiple unit-dose adalah DPI yang mengandung 4 atau 8 delapan dosis serbuk
dalam satu disk. Dosis dijaga secara terpisah dalam blister aluminium sampai
sebelum dihirup. Salah satu contoh multiple unit-dose DPI adalah Diskhaler.
Digunakan untuk menghantarkan zanamivir untuk terapi infeksi yang disebabkan
oleh virus, yaitu wadah berbentuk melingkar yang mengandung empat atau delapan
obat. Masingmasing blister mempunyai mekanisme sendiri, memungkinkan obat
dapat dihisap melalui mulut. Ketika menggunakan Diskhaler, alur pernapasan
puncak pasien harus lebih besar dari 30 liter/menit agar obat dapat mencapai paru-
paru.
c. Multiple-dose DPI, mengukur dosis obat dari reservoir. Contoh yang paling umum
adalah Twisthaler, Flexhaler dan Diskus. Twisthaler mengandung bahan aktif
mometason furoat, sedangkan Flexhaler mengandung bahan aktif budesonid,
keduanya anti inflamasi, digunakan sebagai preventer pada penderita asma. Diskus
menghantarkan salmeterol, flutikason atau kombinasi keduanya. Diskus
mengandung 60 dosis dalam pengemas berupa strip.

Berdasarkan desain alat maka DPI dapat diklasifikasikan menjadi tiga generasi.
Yang termasuk dalam generasi pertama adalah single dose DPI yang diaktivasi oleh
pernapasan pasien seperti Spinhaler10 yang menghantarkan sodium kromoglikat
sebagai pengontrol asma (Gambar 4) dan Rotahaler. Penghantaran obatnya terkait
dengan ukuran partikel dan deaglomerasi obat dengan pembawa (carrier) atau
campuran obatcarrier yang dihantarkan oleh aliran inspirasi. Kekurangan generasi
pertama ini termasuk dosis tunggal, sehingga penggunaannya membutuhkan waktu
yang lama.

12
Gambar 4. Spinhaler, DPI generasi pertama

DPI generasi kedua menggunakan teknologi yang lebih baik, mencakup multi-
unit dose (pendispersian dosis individu yang sudah terukur di dalam blister, disk,
dimple, tube, dan strip dari pabriknya) dan multi-dose DPI (pengukuran dosis dari
reservoir serbuk). Semuanya mempunyai komponen esensial yang terdapat pada alat
tersebut seperti drug holder, air inlet, kompartemen deaglomerasi, dan mouthpiece.
DPI didesain sedemikian rupa agar dapat menginduksi turbulensi dan tabrakan antar
partikel yang mampu untuk menghasilkan pelepasan partikel obat dari permukaan
carrier atau deaglomerasi partikel bahan akktif dari partikel pembawa besar yang
teraglomerasi. Contoh generasi kedua ini adalah Diskhaler (Gambar 5).

Gambar 5. Diskhaler, DPI generasi kedua dan bagian-bagiannya

DPI generasi ketiga dikenal juga sebagai alat DPI aktif, yang menggunakan gas
bertekanan atau impeller yang digerakkan oleh motor untuk mendispersikan obat. Alat
ini lebih rumit dalam perancangannya namun user-friendly. Karena adanya sumber
energi, presisi dosis dan produksi aerosol pada alat DPI aktif tidak bergantung pada
kekuatan pernapasan pasien. Contohnya Diskus (Gambar 6) dan Accuhaler. Diskus
mengandung 60 dosis dan penggunaan serta pengaturan dosisnya lebih mudah daripada
Rotahaler dan Diskhaler.

13
Gambar 6. Diskus, DPI generasi ketiga dan cara menggunakannya

Inhalasi pasif lazim digunakan pada terapi lokal (penghantaran obat ke dalam
saluran pernafasan), sedangkan mekanisme dispersi aktif digunakan untuk obat yang
ditujukan memberikan efek sistemik yang harus berpenetrasi lebih jauh ke dalam
paruparu. Efisiensi dari alat DPI yang diaktivasi oleh nafas bergantung pada kekuatan
pernapasan pasien, sedangkan dispersi serbuk pada DPI aktif terbatas pada mekanisme
fisik atau elektrik (getaran, gas bertekanan, kekuatan tabrakan, dan impeller yang ada
pada alat). DPI aktif sangat berguna terhadap lansia. Contohnya Exubera dengan udara
terkompresi untuk mengaerosolisasi serbuk yang mengandung insulin.

2.4.3 Nebulizer
Nebulizer merupakan alat yang akan mengubah obat-obatan asma dari bentuk
cairan (liquid) menjadi aerosol, sehingga dapat dengan mudah dihirup ke dalam paru-
paru, seperti halnya bernapas biasa. Nebulizer biasanya cukup efektif digunakan untuk
balita dan anak kecil, atau untuk penderita asma yang kesulitan menggunakan inhaler.
Banyak jenis obat-obatan asma yang bisa digunakan dengan nebulizer, baik itu
untuk menghadapi serangan asma ataupun untuk mengontrol gejala-gejala asma. Jenis
nebulizer ada yang berupa model rumahan/tabletop dan ada pula yang berupa portable
(menggunakan baterai), sehingga lebih mudah untuk dibawa.Umumnya pasien asma
tidak membutuhkan nebulizer. Metode lain yang lebih umum adalah dengan
menggunakan inhaler, dengan metode kerja yang kurang lebih sama dengan nebulizer
namun lebih mudah untuk digunakan.

Gambar 7. Nebulizer

14
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Penghantaran Obat Intrapulmonary
Telah diketahui bahwa obat yang diberikan melalui rute paru ini mudah diserap
melalui wilayah alveolar langsung ke sirkulasi darah. Sistem penghantaran obat melalui
paru–paru ini menawarkan banyak sekali keuntungan seperti luas area absorpsi mencapai
100m2 dengan membran absorpsi yang sangat tipis (0,1 μm – 0,2 μm) dan suplai darah
yang baik di paru - paru, dosis yang dibutuhkan lebih rendah dari dosis oral, efek
samping dapat diminimalisir karena tidak seluruh tubuh terpapar oleh obat ( untuk
pemberian lokal), onset aksi yang sangat cepat, degradasi obat oleh hati dapat dihindari (
pemberian dengan tujuan efek sistemik), obat-obat yang dihantarkan mencakup rentang
terapi yang sangat luas meliputi antibiotik, antibodi, peptida, protein, oligonukleida, dan
lain – lain.
Akan tetapi sistem ini juga memiliki kelemahan dan tantangan diantaranya efisiensi
sistem inhalasi yang rendah, massa obat yang kecil disetiap serbuk partikel, formulasi
sediaan yang kurang stabil (mudah beragregat), dosis tidak reproduksibel.
Keuntungan penghantaran obat melalui paru-paru yaitu :
1. Dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek farmakologis dapat dikurangi.
2. Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik mengurangi efek samping sistemik.
3. Onset of action yang cepat.
4. Menghindari reaksi saluran cerna dan metabolisme hati.
Kerugian penghantaran obat melalui paru-paru yaitu :
1. Pasien tidak dapat menggunakan alat yang benar.
Untuk obat sistemik yang akan rusak bila melalui saluran cerna seperti insulin, paru-
paru mempunyai beberapa keuntungan :
1. Paru-paru mempunyai area permukaan yang luas untuk absorbsi obat.
2. Permeabilitas membran paru-paru terhadap molekul obat lebih tinggi daripada usus
kecil dan rute mukosa lainnya.
3. Mempunyai vaskularitas tinggi yang mempercepat absorbsi dan onset of action.
4. Paru-paru lebih baik terhadap obat protein dan peptide daripada saluran cerna.
Kerugian paru-paru sebagai penghantar obat sistemik :
1. Banyak faktor yang mempengaruhi reproduksibilitas penghantaran obat melalui paru-
paru, termasuk variabel fisiologis dan farmasetik.
2. Absorbsi obat dihalangi oleh lapisan mucus dan interaksi obat-mucus.
3. Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam paru-paru.

15
BAB III
PEMBAHASAN

DPI dikenal sebagai alat yang user-friendly. Dari ketiga tipe pulmonary drug delivery
system, DPI yang paling disukai. DPI telah menjadi pilihan utama di negara-negara Eropa.
DPI memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MDI dan Nebulizer. Keunggulan DPI
antara lain penggunaannya layaknya bernapas biasa sehingga tidak dibutuhkan
koordinasiantara penekanan alat dengan pernapasan, formulanya lebih stabil daripada MDI
dan Nebulizer, kemasannya kecil sehingga mudah dibawa, penggunaannya cepat dan ramah
lingkungan. Namun memiliki kekurangan yaitu stabilitasnya dipengaruhi kelembaban,
rentang dosisnya terbatas dan efisiensinya bergantung pada aliran pernapasan pasien.
Karakteristik DPI yang ideal sangat penting untuk reliabilitas alat, efektivitas klinis,
dan penerimaan pasien. Karakter yang diharapkan meliputi 9 poin berikut :
1) Alat yang mudah digunakan, mudah untuk dibawa, memiliki dosis ganda, melindungi obat
dari kelembapan dan mempunyai indikator dosis yang tersisa secara audiovisual.
2) Penghantaran dosis yang akurat dan seragam meskipun dengan laju pernapasan yang
berbeda.
3) Penghantaran dosis yang konsisten selama masa pakai inhaler.
4) Mempunyai ukuran partikel yang optimal untuk penghantaran obat ke paru-paru.
5) Cocok untuk berbagai macam bahan aktif dan berbagai macam dosis.
6) Adesi yang minimum antara formulasi obat dan alat DPI.
7) Kestabilan produk di dalam alat DPI.
8) Hemat (Cost effectiveness).
9) Memiliki mekanisme feedback untuk menyampaikan informasi kepada pasien mengenai
pemberian dosis.
Sayangnya, hingga saat ini belum satu pun DPI memenuhi karakteristik ideal tersebut.
Untuk semua sediaan inhalasi dosis yang diterima oleh pasien bergantung pada empat
faktor yang saling berkaitan, yaitu profil dari formulasi obat, terutama sifat alir serbuk,
ukuran partikel, dan interaksi obat-carrier; kinerja alat inhaler, termasuk pembentukan
aerosol dan penghantarannya; teknik inhalasi yang benar untuk deposisi obat di paru-paru;
dan laju pernapasan.
Ada dua pendekatan untuk meningkatkan kinerja DPI yaitu membuat serbuk yang lebih
baik dan mengembangkan alat DPI yang lebih baik. Serbuk DPI yang baik memiliki ukuran
partikel serbuk yang seragam, variasi dosis yang kecil, sifat alir yang bagus dan stabilitas
16
fisika serbuk dalam alat DPI yang memadai. Dengan rekayasa partikel diharapkan terjadi
penurunan diameter aerodinamik, penurunan densitas partikel, perubahan bentuk yang
semakin bulat dan terbentuknya permukaan yang kasar.
Dispersi dari serbuk aerosol juga dipengaruhi oleh diameter geometris partikel yang
pada umumnya berkaitan dengan efisiensi deposisi di paru. Sejumlah teknik alternatif dapat
digunakan meliputi spraydrying yang terspesialisasi, kristalisasi dengan ultrasound, dan
teknologi fluid superkritis. Kini tersedia teknik partikel terbaru yang dapat meningkatkan
dispersi serbuk, yaitu dengan membuat partikel yang sangat porous dengan diameter
geometris yang besar namun dengan diameter aerodinamik yang kecil. Suatu produk DPI
yang baik memiliki FPF (fine particlefraction) dan ED yang tinggi, konsistensi dosis dan
keseragaman dosis yang tinggi. FPF merupakan fraksi partikel halus dan dosis yang
dihasilkan dari DPI. Distribusi ukuran partikel sebaiknya yang relatif sempit dan siap untuk
diaerosolisasi oleh gaya dispersi aerodinamik yang relatif rendah. Serbuk kering untuk
inhalasi diformulasi dalam bentuk aglomerat longgar dari partikel obat yang sudah
termikronisasi dengan ukuran partikel aerodinamik kurang dari 5 μm, atau dalam bentuk
campuran interaktif dengan partikel obat termikronisasi yang menempel pada permukaan
pembawa yang ukurannya lebih besar. Penghantaran obat untuk saluran pernafasan dengan
partikel yang berukuran 2-5 μm menghasilkan manfaat yang optimal, sedangkan untuk
menghasilkan efek sistemik, dibutuhkan partikel yang berukuran kurang dari 2 μm.
Menghirup sejumlah besar serbuk dapat menyebabkan batuk, sehingga dosis diatur kurang
dari 10-20 mg.
Untuk memastikan bahan aktif mencapai area paru-paru yang lebih dalam ada dua hal
yang dapat dilakukan. Pertama dengan menggabungkan antara partikel obat yang kecil
dengan suatu pembawa yang lebih besar, sehingga efisiensi inhalasi meningkat. Bahan
pembawa yang digunakan adalah laktosa, glukosa dan manitol. Ukuran partikel pembawa
dengan diameter antara 50 dan 200 μm memastikan serbuk dapat memiliki sifat alir yang
baik. Untuk mencapai bagian paru-paru yang lebih dalam, partikel obat yang kecil harus
mampu melepaskan diri dari pembawa. Agar dapat melepaskan diri dari pembawa dengan
optimal dibutuhkan keseimbangan gaya adesi dan kohesi yang seimbang dalam formula DPI.
Kemungkinan kedua membentuk aglomerat partikel obat yang lebih besar yang sering
disebut dengan soft pellet yang bertujuan untuk mengatasi masalah sifat alir. Soft pellet ini
akan terdispersi ketika dikeluarkan dari inhaler untuk memastikan obat mencapai paru-paru
yang lebih dalam.

17
Semua DPI dipengaruhi kelembaban yang dapat menyebabkan serbuk menggumpal dan
mengurangi deagregasi partikel. Oleh karena itu serbuk harus dijaga tetap kering. Kapsul dan
blister melindungi serbuk kering DPI lebih baik daripada wadah yang mengandung DPI
multiple dose. Kelembaban memiliki pengaruh yang kuat terhadap konduktivitas muatan
listrik pada permukaan partikel. Kelembaban pada udara meningkatkan konduktivitas
sehingga memaksa terjadinya pelepasan gas. Muatan elektrostatik dan kelembaban
berpengaruh pada FPF. Peningkatan kelembaban pada awalnya menyebabkan penurunan
gaya adesi, tetapi kemudian meningkat dengan naiknya kelembaban. Pada kelembaban
rendah, penurunan gaya adesi kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya gaya
elektrostatik.
Faktor yang sangat penting dalam kinerja DPI adalah sifat alir dan deaglomerasi serbuk
yang baik. Untuk optimasi ukuran partikel diperlukan teknik analisis permukaan partikel
yang juga sangat penting dalam formulasi DPI. Ada beberapa metode analisis yang dapat
digunakan, yaitu atomic forcemicroscopy (AFM), micro and nanothermal analysis (MTA),
IGC (inverse gas chromatography) dan XPS (Xrayphotoelectron spectroscopy).
AFM diaplikasikan dalam teknik analisis mikroskopik, karakteristik struktur
permukaan, morfologi, kekuatan adesi, interaksi antar partikel obat serta interaksi obat dan
pembawa. MTA digunakan untuk memastikan komposisi, morfologi, dan analisis termal.
Selain itu untuk membedakan antara substansi obat dan eksipien dalam dispersi padat. Alat
ini dapat juga untuk mengevaluasi multikomponen system dan informasi yang disajikan
dalam tiga dimensi. IGC merupakan salah satu teknik analisis kromatografi. Elusidasi atau
penentuan pada rentang fisikokimia yang besar termasuk energi permukaan, parameter
kelarutan, profil energetik heterogenitas, koefisien difusi dan fungsi partikel pada permukaan
padat materi dapat dilakukan dengan IGC. Sedangkan XPS berupa teknik spektroskopik
kuantitas, memastikan komposisi dari aerosol serbuk kering untuk inhalasi, formula empirik,
bentuk kimia dan elektronik.
Optimasi formula obat seringkali bergantung pada jenis alat yang digunakan. Oleh
karena itu, kombinasi obat-inhaler pada umumnya dianggap sebagai sesuatu yang unik yang
perlu didemonstrasikan kinerja dan efektivitasnya secara invitro dan invivo. Efektivitas klinis
DPI juga dipengaruhi oleh faktor obat seperti farmakokinetik, keamanan dan efektivitas,
faktor pasien (seperti keparahan penyakit dan usia), teknik inhalasi, dan kepatuhan.
Tiap kali aktualisasi, alat DPI menghasilkan dosis tunggal. Dalam DPI yang pasif
energi untuk memecah pengemas dosis dan energi untuk masuk ke aliran pernapasan hanya
dengan mengandalkan aliran udara pernapasan. DPI yang aktif menggunakan tenaga baterai
18
atau energi mekanis yang tersimpan untuk mendukung pecahnya pengemas agar melepaskan
satu dosis obat. Hancurnya pengemas obat dan penyerapan secara kolektif disebut fluidisasi
serbuk dari DPI. Sekali serbuk difluidisasi, aliran pernapasan membawa keluar dari alat dan
masuk ke paru-paru.
Saat ini sedang dikembangkan DPI baru. DPI aktif mengatasi ketergantungannya
terhadap aliran inspirasi dengan menerapkan beberapa teknik seperti mengaktivasi alat
dengan gas yang bertekanan, menggunakan vibrator frekuensi tinggi, dan motor bertenaga
baterai. Alat ini menggunakan energi tersimpan untuk aerosolisasi serbuk dengan harapan
dapat mengeliminasi ketergantungan pemencaran dosis obat dan distribusi ukuran partikel.
Kondisi yang ideal untuk suatu device inhaler adalah sebagai berikut :
1) Penggunaannya sederhana terutama bagi pasien anak-anak dan lansia.
2) Suatu unit inhalasi sebaiknya memiliki mekanisme kontrol. Baik mekanisme pelepasan
bahan aktif maupun deposisinya dalam saluran pernapasan cukup tinggi dan reprodusibel.
3) Ada kebutuhan penghitungan baik untuk dosis maupun pernapasan yang tepat.
4) Untuk alasan kompatibilitas dengan lingkungan, harus bebas propelan dan dapat diisi
ulang (refillable).

Contoh Obat :

Brand: Boehringer Ingelheim

Product Code: G

Komposisi: Fenoterol HBr

Indikasi: Terapi simtomatik (hanya bersifat menghilangkan gejala, tidak


menghilangkan/menyembuhkan penyebab utamanya) episode asma
akut. Pencegahan asma yang dipicu oleh olah raga. Terapi simtomatik
asma bronkhial & kondisi lain yang disertai dengan penyempitan
saluran pernafasan yang bersifat reversibel seperti bronkhitis obstruktif
kronis.

Dosis: Dewasa (termasuk usia lanjut) dan anak > 12 tahun Episode asma akut :
0.5 mL (10 tetes). Pada kasus berat, pemberian dosis lebih tinggi : 1-
1.25 mL (20-25 tetes), mungkin diperlukan. Untuk pencegahan asma
yang dipicu oleh aktivitas fisik : 0.5 mL (10 tetes)tiap kali pemberian

19
sampai dengan 4 kali/hari. Untuk asma bronkial dan kondisi lainnya
yang disertai penyempitan saluran nafas reversibel : jika diperlukan
pengulangan dosis 0.5 mL (10 tetes)/kali sampai dengan 4 kali/hari.
Anak 6-12 tahun episode asma akut : 0.25-5 mL (5-10 tetes). Pada kasus
berat, dapat diberikan sampai dengan 1 mL (20 tetes). Untuk
pencegahan asma yang dipicu oleh aktivitas fisik : 0.5 mL (10
tetes)/kali, sampai 4 kali/hari. Untuk asma bronkial dan kondisi lainnya
yang disertai penyempitan saluran nafas reversibel : jika diperlukan
pengulangan dosis : 0.5 mL (10 tetes)/kali, sampai 4 kali/hari. Anak < 6
tahun (Berat badan < 22 kg) : 50 mcg/kg berat badan/dosis atau 5-10
tetes/dosis, diberikan sampai dengan 3 kali/hari.

Kontra Indikasi: Kardiomiopati obstruktif hipertrofik, takiaritmia.

Perhatian: Diabetes melitus yang tidak terkontrol, infark miokardial yang baru saja
terjadi dan atau kelainan parah jantung organik atau pembuluh darah,
hipertiroidisme, sesak nafas akut yang semakin memburuk, trimester
pertama kehamilan dan menyusui, feokromositoma. Penggunaan regular
jangka panjang memerlukan evaluasi ulang untuk tambahan obat-obat
anti radang. Monitor kadar kaliu serum. Larutan inhalasi :
Tirotoksikosis, insufisiensi miokard, angina, disaritmia, hipertensi,
stenosis aorta subvalvular hipertrofi.

Efek Samping: Gemetar halus otot rangka, gugup, takikardia, pusing, berdebar atau
sakit kepala, iritasi lokal mual, muntah, berkeringat, otot lemah,
mialgia, kram otot. Hipokalemia serius padat diakibatkan oleh terapi
agonis β₂.

Interaksi Obat: β-adrenergik, antikolinergik, dan derivat xantin dapat mempertinggi


efek Berotec. Penurunan efek yang sangat potensial dapat terjadi selama
pemakaian bersama β-bloker. Perhatian harus diberikan jika digunakan
bersama dengan MAOI (penghambat mono amin oksidase) atau
antidepresan trisiklis. Inhalasi dari anestesi hidrokarbon terhalogenasi
dapat meningkatkan kerentanan terhadap efek kardio vaskular oleh
agonis-β.

20
Inhaler didesain sedemikian rupa supaya obat dalam bentuk aerosol dapat dihirup
lewat mulut. Tujuannya agar sesak dapat diredakan segera. Obat akan langsung bekerja pada
bronkus atau saluran nafas yang tersumbat/menyempit sehingga mengurangi efek samping
dibandingkan dengan obat yang digunakan dengan diminum.
Berikut adalah bagian-bagian dari inhaler :

Jenis merek obat inhaler yang beredar di pasaran Indonesia yaitu Berotec, Atrovent,
Meptin Air, Meptin Swinghaler, Seretide, Spiriva Respimat, danVentolin.
Cara menggunakan inhaler :
1. Bukalah penutup ujung inhaler lalu kocok inhaler dengan kuat.
2. Genggam inhaler seperti contoh pada gambar. Tarik dan hembuskan nafas secara perlahan.
3. Pegang inhaler di depan mulut dengan kepala agak menengadah.Tempatkan ujung inhaler
di dalam mulut di atas lidah dan tutup inhaler dengan bibir Anda. Mulailah menarik nafas
perlahan dan tekan inhaler 1 kali bersamaan dengan menarik nafas perlahan sedalam-
dalamnya.
4. Tahan nafas Anda selama 10 detik atau selama mungkin yang Anda sanggup, sebelum
menghembuskan nafas perlahan untuk memastikan seluruh obat masuk ke saluran nafas.
5. Jika dokter menyarankan lebih dari 1 kali pemakaian inhaler, maka tunggulah 1 menit
sebelum kembali mengocok inhaler dan mengulangi langkah pada poin 2,3,dan 4.
6. Setelah selesai, berkumurlah dahulu dengan air hangat.
7. Cuci dan bersihkan ujung inhaler dengan air hangat tiap hari.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) paru-paru adalah suatu teknologi
penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal di
paru-paru. Pulmonary drug delivery system atau sistem penghantaran obat pulmonar (melalui
paru-paru) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung pada saluran pernapasan.
Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang
akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Faktor yang dapat mempengaruhi
penghantaran obat ke paru–paru yaitu deposisi partikel di paru–paru, faktor fisiologis dan
faktor farmasetik. Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu Nebulizer,
MDI (metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler). Dari ketiga jenis sediaan untuk
sistem penghantaran obat paru-paru, DPI yang paling disukai dengan keunggulan dalam
penggunaannya yaitu tidak dibutuhkan koordinasi antara penekanan alat DPI dengan
pernapasan, formulasinya lebih stabil, kemasannya kecil sehingga mudah dibawa,
penggunaannya cepat dan ramah lingkungan.

22
DAFTAR PUSTAKA

http:///pulmonary/ANATOMI%20SISTEM%20PERNAFASAN.htm
http://humanrespiration.blogspot.com/
http://informasiobatrsudcibabat.wordpress.com/2012/08/27/bagaimana-cara-menggunakan-
inhaler-yang-benar/
http://medguides.medicines.org.uk/ai/ai1008/diskhaler.htm
http://tokoalkes.com/blog/yang-dimaksud-nebulizer-adalah
http://www.apotikantar.com/berotec_larutan_inhalasi
http://www.asthma.ca/adults/treatment/diskhaler.php
http://www.asthmameds.ca/diskus.php
http://www.authorstream.com/Presentation/jantungku-127932-cara-pemberian-obat-rute-
absorbsi-efek-samping-distribusi-education-ppt-powerpoint/
http://www.mikesouth.org.au/Asthma_devices/ MDIs.php
https://www.sridianti.com/sirkulasi-paru-dan-sirkulasi-sistemik.html
http://wirdanifarmasi.blogspot.com/2017/04/biofarmasi-paru.html

23

Anda mungkin juga menyukai