Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar
tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Aspirasi
benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam
tubuh ke saluran napas. Benda tersebut dibagi atas benda asing eksogen dan
endogen. Benda asing eksogen dapat berupa benda padat, cair, maupun gas baik
organik (kacang-kacangan, tulang, dll) maupun anorganik (paku, jarum, peniti,
dll). Sedangkan benda asing endogen contohnya sekret kental, darah, atau bekuan
darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, dan
meconium.1,2
Pada orang dewasa sering terjadi pada usia dekade ke enam atau ke tujuh
yang diakibatkan oleh karena proteksi jalan napas pada usia tersebut tidak
adekuat. Laki-laki lebih tinggi angka kejadiannya dibanding perempuan 1,4: 1.
Benda asing dalam saluran napas dapat masuk ke dalam berbagai organ,
diantaranya trakea dan bronkus. Pada individu dewasa, benda asing yang
teraspirasi cenderung terperangkap di bagian tengah dalam trakea (53%) atau
distal karina (47%). Sebagian besar benda asing melewati pita suara dan masuk ke
cabang trakeobronkial. Hanya 12% benda asing yang mengalami impaksi di
laring. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun;
sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi pada anak usia 1–3 tahun.1,2,3,5
Benda asing trakeobronkial merupakan suatu kegawatdaruratan yang dapat
menimbulkan sumbatan jalan napas sehingga menyebabakan terjadinya
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas baik pada dewasa maupun anak.
Setiap benda asing di saluran napas merupakan hal serius jika menyebabkan
sumbatan jalan napas akut, baik total atau sebagian. Benda asing dalam traktus
trakeobronkial tersebut memiliki gejala dan tanda yang berbeda yang harus
dikenali dengan cepat dan tepat karena keterlambatan mendiagnosis akan
menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran napas seperti edema, granulasi,
bronkiektasis, dan pneumonia obstruksi. Maka dari itu, kemampuan mendiagnosis
secara tepat dan cepat sangat dibutuhkan. Selain melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk menentukan
diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai.1,2,3
Referat ini dibuat dengan tujuan mengetahui lebih dalam penegakkan
diagnosis dan tatalaksana benda asing di traktus trakeobronkial mengingat ksaus
tersebut cukup sering dijumpai. Penegakkan diagnosis yang cepat dan penanganan
yang cepat dan tepat diharapkan dapat menghindari komplikasi yang mungkin
terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Pernapasan


Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen
dan pengeluaran karbon dioksida di dalam tubuh. Sistem pernapasan terdiri dari
alat-alat pernapasan yang berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Sistem pernapasan manusia dapat dilihat pada Gambar 1.2,5

Gambar 1. Sistem Pernapasan Manusia.2,5

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Rongga hidung di bagian belakang terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.5

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang. Pada bagian
belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (plica vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara.2,5
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah
menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagai jalan
makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung
(resonansi) untuk suara percakapan.5

c. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya ±10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada. Dinding trakea tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan.Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di
bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan perbatasan dengan
esofagus yang disebut tracheoesophageal party wall (dinding bersama antara
trakea dan esofagus). Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat
longgar, yang disebut konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini adalah bila
teransang mudah terjadi edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila
rangsangan berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopik, tampak trakea
merupakan tabung yang datar pada bagian posterior sedangkan di bagian
anterior tampak cincin tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna
putih, dan di antara cincin itu berwarna merah muda. Pada bagian servikal
dan torakal trakea berbentuk oval, karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan
arkus aorta. Trakea bercabang dua di setinggi torakal empat menjadi bronkus
utama kanan dan kiri yang diantara keduanya terdapat karina. Trakea normal
dilihat dari anteroposterior terletak di garis tengah, yang menghubungkan
laring dengan karina. Meskipun ada variasi tiap individu, sudut ini dari
vertikal secara bertahap meningkat dengan usia. Esofagus berhubungan dekat
dengan trakea. Kerongkongan dimulai pada tingkat krikoid posterior, melekat
padanya dengan selempang otot cricopharyngeus. Karena letak esofagus
sedikit ke kiri, margin kanan posterior trakea terletak di anterior vertebra.
Arteri tiroid inferior memasok bagian bawah kelenjar tiroid dan mensuplai
darah dari trakea bagian atas.6,7,8

Gambar 2. Anatomi dan histologi trakeobronkial9


d. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.2,5,6
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. . Bronkus utama kanan membentuk sudut 250 ke
kanan dari garis tengah sedangkan bronkus utama kiri membuat sudut 450 ke
kiri dari garis tengah. Maka, bronkus utama kanan hampir membentuk garis
lurus dengan trakea sehingga benda asing eksogen yang masuk ke bronkus
akan lebih mudah masuk ke bronkus utama kanan. Faktor lain yang
mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah
kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu ke kanan. Selain itu, udara
inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan
udara inspirasi ke bronkus utama kiri.1
Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-
paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui
kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke
dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara
yang masuk dan keluar paru-paru.5,6

e. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan yang
terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam
yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis)
dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian
ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian
menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mangandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.5,6

2.2 Benda Asing Trakeobronkial


2.2.1 Definisi
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang
berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui
hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing
endogen. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah, atau bekuan
darah, krusta, membran difteri, atau bronkolit..2,3,4,7
Benda asing di saluran napas (trakeobronkial) dapat merupakan benda
asing eksogen atau endogen. Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan, tulang, dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan
lain-lain. Benda asing endogen contohnya krusta, mekonium dan lain-lain.Benda
asing pada saluran napas dapat terjadi pada semua umur terutama anak-anak
karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam mulutnya, bahkan sering
bermain atau menangis pada waktu makan. 2,3,7
Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan, karena
bronkus utama kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan
membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibandingkan dengan bronkus utama
kiri. Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai penyakit
paru, baik akut maupun kronis, dan harus dianggap sebagai diagnosa banding.7
2.2.2 Epidemiologi
Aspirasi benda asing trakeobronkial dapat terjadi pada semua umur, meski
terbanyak ditemukan pada anak-anak khususnya usia 1-3 tahun. Dilaporkan
bahwa 70% kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak-anak akibat anak-anak
sering memasukkan sesuatu ke dalam mulut sehingga tertelan. 55% dari kasus
benda asing di saluran napas terjadi pada anak kurang dari 4 tahun. Pada bayi di
bawah usia 1 tahun banyak menyebabkan terjadinya gawat napas. Sedangkan
pada anak usia 2-4 tahun, aspirasi benda asing di trakeobronkial umumnya
disebabkan oleh kacang atau biji tumbuh-tumbuhan akibat belum sempurnanya
proses mengunyah. Diperkirakan aspirasi benda asing trakeobronkial bertanggung
jawab terhadap 7% kematian mendadak anak dibawah usia 4 tahun. Di Amerika
Serikat, pada tahun 2006 terdapat 4100 kasis kematian anak yang disebabkan oleh
aspirasi benda asing trakeobronkial. Di Departemen THT FK UGM RS Dr
Sardjito pada periode 1999 – 2004 tercatat 32 kassus benda asing trakeobronkial
dengan rincian 21 kasus kacang, 5 kasus jarum, 2 kasus nasi, 2 kasus daging, 1
kasus bakso, dan 1 kasus gigi palsu. Sebanyak 22 kasus berumur kurang dari 5
tahun, umur 5-10 tahun sebanyak 4 kasus, 10-20 tahun sebanyak 4 kasus, 10-20
tahun sebanyak 4 kasus, umur 20-30 tahun sebanyak 1 kasus, dan umur 40-50
tahun sebanyak 1 kasus.1-3
Penyebab seringnya aspirasi benda asing trakeobronkial pada anak-anak
adalah anak-anak pada usia tersebut sedang mengeksplorasi lingkungan sekitar
dengan kecenderungan meletakkan sesuatu di mulut sambil bermain dan berlari,
pertumbuhan gigi molar yang belum lengkap sehingga belum sempurnanya proses
mengunyah, anak usia tersebut belum dapat membedakan hal-hal yang dapat
dimakan dan yang tidak dapat dimakan, dan koordianassi menelan dan menutupan
glotis yang belum sempurna. Pada orang dewasa, aspirasi benda asing di
trakeobronkial berhubungan dengan adanya retardasi mental, konsumsi alkohol
dan sedatif, tindakan medik pada daerah mulut dan faring, gangguan kesadaran,
trauma maksilofasial, gangguan neurologis, dan demensia. Kejadian aspirasi
benda asing lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu
2:1. Jenis benda asing yang biasanya teraspirasi bervariasi dengan frekuensi
tertinggi berupa kacang, biji-bijian, peniti, tutup pena, mainan anak-anak. Benda
asing bronkus paling sering ditemui pada bronkus kanan akibat bronkus kanan
lebih besar sehingga memiliki aliran udara lebih besar dan membentuk sudut lebih
kecil terhadap trakea dibandingkan bronkus kiri.1,4

2.1.1 Faktor-faktor Predisposisi


Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke
dalam saluran napas, antara lain:Faktor individual; umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal, kegagalan mekanisme proteksi yang
normal, antara lain; keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme dan epilepsy;
Faktor fisik; kelainan dan penyakit neurologic; proses menelan yang belum
sempurna pada anak; Faktor dental, medical dan surgical, misalnya tindakan
bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak usia kurang dari 4
tahun; Faktor kejiwaan, antara lain; emosi, gangguan psikis; Ukuran, bentuk dan
sifat benda asing; dam Faktor kecerobohan, antara lain; meletakkan benda asing di
mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa,
makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi
molarnya belum tumbuh.3,7

2.1.2 Patogenesis
Benda asing masuk ke saluran nafas saat laring terbuka atau pada saat
terjadi aspirasi. Benda asing yang masuk ke saluran nafas akan mengakibatkan
terjadinya reflek batuk, kemudian akan muncul gejala sesuai dengan lokasi,
besarnya sumbatan dan lamanya benda asing berada di dalam saluran nafas.
Benda asing yang masuk ke dalam saluran nafas akan menimbulkan reaksi pada
jaringan sekitarnya. Reaksi jaringan yang timbul dapat berupa inflamasi lokal,
edema, ulserasi, dan terbentuknya jaringan granulasi yang dapat mengakibatkan
obstruksi jalan nafas. Akibat obstruksi ini maka bagian distal dari sumbatan akan
terjadi air trapping, empisema, atelektasis, abses paru dan bronkiektasi. Reaksi
inflamasi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan vaskularisasi mukosa,
edema, dan bertambahnya sekret mukoid. Berkurangnya gerakan silia
mengakibatkan menumpuknya lendir atau sekret di ujung bronkiolus sehingga
dapat mengakibatkan atelektasis maupun komplikasi lainnya. Bila terdapat infeksi
dapat terbentuk pus serta dapat terbentuk jaringan granulasi.2,3
Obstruksi bronkus menurut Jackson dibagi dalam 4 tipe yaitu:Sumbatan
sebagian dari bronkus (by pass valve obstruction), Sumbatan pentil dengan
ekpirasi yang terhambat (expiratory check valve obstruction), Sumbatan pentil
dengan inspirasi yang terhambat (inspiratory check valve obstruction), Sumbatan
total (stop valve obstruction)2,3,6
1. Bypass-valve type of obstruction (partial obstruction)
Udara inspirasi dan ekspirasi masih dapat mengalir secara bebas melalui
lumen bronkus yang sempit. Pada keadaan ini tidak terjadi atelektasis ataupun
emfisema.
2. Check-valve type of obstruction (obstructive emphysema)\
Pada keadaan lebih lanjut dapat terjadi edema mukosa bronkus. Pada saat
inspirasi aliran udara dapat masuk, tetapi tidak dapat keluar saat ekspirasi.,
disebabkan oleh kontraksi otot bronkus. Akibatnya akan terjadi emfisema
bagian distal paru.
3. Stop-valve type (completed obstruction/obstructive atelectasis)
Bila telah terjadi penyumbatan total maka aliran udara tidak dapat masuk
maupun keluar, akibatnya akan terjadi atelektasis.

Gambar 3. Mekanisme emfisema dan atelektasis pada aspirasi benda asing.8


Kacang tanah merupakan benda asing organik yang bersifat higroskopis,
mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air serta menyebabkan iritasi pada
mukosa. Hal ini dapat menyebabkan peradangan hebat di saluran napas dan dapat
membentuk jaringan granulasi. Reaksi ini berlangsung dengan cepat. Kacang
tanah dapat mengakibatkan trakeobronkitis yang berat yang disebut dengan
arachidic bronchitis. Setelah masa laten kira-kira 24 jam akan timbul gejala batuk
dengan sputum yang purulen dan disertai demam.2,7. Benda asing anorganik
menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan, dan lebih mudah didiagnosis
dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya benda asing anorganik bersifat
radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal dan tipis, seperti peniti, jarum,
dapat masuk ke dalam bronkus yang lebih distal, dengan gejala batuk spasmodic.

2.1.3 Gejala klinis


Benda asing di trakea memiliki gejala yang serupa dengan benda asing di
laring namun tanpa suara parau dan afonia, di samping gejala batuk tiba-tiba yang
berulang disertai rasa tercekik dan rasa tersumbat di tenggorok, terdapat triad
klinis yaitu audible slap, palpatory thud, dan asthmatoid wheeze.1,7 Benda asing
trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai di karina, dengan
timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing
itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah tiroid, yang disebut
oleh Jackson sebagai palpatory thud, atau dapat didengar dengan stetoskop di
daerah tiroid, yang disebut audible slap, yang terjadi akibat kontak benda asing
dengan trakea. Selain itu, terdapat juga gejala suara serak, dispneu dan sianosis,
tergantung pada besar benda asing serta lokasinya. Gejala palpatory thud serta
audible slap lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur telentang dengan
mulut terbuka saat batuk, sedangkan gejala mengi (asthmatoid wheeze) dapat
didengar pada saat pasien membuka mulut.1
Benda asing organic, seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat
higroskopik, mudah lunak dan mengembangoleh air, sehingga mudah
menimbulkan itirasi mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema, meradang dan
dapat terjadi granulasi disekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan akan
semakin hebat. Dapat timbul gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan
demam terus-menerus. Benda asing anoranik menimbulkan reaksi jaringan yang
lebih ringan dan mudah didiagnosis dengan pemeriksaan radiologi. Benda asing
yang terbuat dari metal dan tipis seperti jarum pentul dan peniti dapat masuk lebih
dalam ke bagian distal bronkus dengan gejala batuk spasmodic.
Benda asing yang berada lama dalam bronkus dapat menimbulkan kelainan
patologik jaringan sehingga terjadi komplikasi seperti penyakit kronik supuratif,
bronkiektasis, abses paru dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing.7

2.1.4 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala inisial sangat
penting dalam diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan adanya benda asing dan
gejala inisial (choking) adalah dua hal yang signifikan berhubungan dengan kasus
aspirasi benda asing. Pada anak-anak kadang-kadang episode inisial belum dapat
diungkapkan dengan baik oleh anak itu sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua
atau pengasuhnya sehingga gejalanya mirip dengan penyakit paru yang lain.
.Riwayat memasukkan benda asing ke dalam mulut kemudian tersedak (85%),
batuk yang paroksismal (59%), nafas berbunyi (57%) dan sumbatan jalan nafas
yang nyata (5%). Gejala lain yang muncul adalah demam, batuk berdarah,
pneumotoraks.2,3,4,6,7
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan
mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-
batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik
(choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang
terjadi dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh
interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-
refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini
berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung
mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang
tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi,
erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul
batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.3,7
Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak
ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara
progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai denagn
mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya bervariasi,
tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema,
atelektasis, drowned lung, serta abses paru.7
Gejala yang sering ditemukan pada kasus aspirasi benda asing yang telah
berlangsung lama antara lain batuk, sesak napas, wheezing, demam, dan stridor.
Perlu ditanyakan juga telah berapa lama, bentuk, ukuran, dan jenis benda asing
untuk mengetahui simtomatologi dan perencanaan tindakan bronkoskopi.1,10,11,12

Pemeriksaan Fisik
Pada jam-jam pertama setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda yang
bisa ditemukan di dada penderita adalah akibat perubahan aliran udara di traktus
trakeobronkial yang dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing di saluran
napas akan menyebabkan suara napas melemah atau timbul suara abnormal
seperti wheezing pada satu sisi paru. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan
tidak adanya kelainan atau asimtomatis (40%), wheezing (40%) penurunan suara
nafas pada sisi terdapatnya benda asing (5%).7 Pada sumbatan jalan nafas yang
nyata dapat ditemukan sianosis.2,8

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing
yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah kejadian, benda
asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum
24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya
setelah 24 jam baru tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema. Pemeriksaan
thoraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam
keadaan fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas.1
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada setiap pasien yang diduga
mengalami aspirasi benda asing adalah pemeriksaan radiologik dan laboratorium.
Foto thorak postero anterior (PA) dan lateral untuk mengetahui lokasi serta
ukuran benda asing. Benda asing radiopak dapat dengan mudah diidentifikasi,
sedangkan pada benda asing radiolusen, kemungkinan yang akan tampak berupa
efek samping yang timbul pada paru seperti atelektasis, emfisema dan gambaran
infiltrat setelah 24 jam kejadian. Benda asing kecil yang tidak menimbulkan
emfisema dan atelektasis, dibuat foto thorak anteroposterior inspirasi dan
ekspirasi, dari foto ini akan tampak mediastinum bergeser ke arah yang normal
saat ekspirasi dan paru yang terlibat akan hiperaerasi karena udara terperangkap di
sana.8

Gambar 4. Foto thorak PA, tampak bayangan radio-opak pada setinggi vertebra torakal
IV-V, kesan benda asing pada bronkus kiri.8
Gambar 5. Benda asing jarum pentul di trakea setinggi vertebra servikal 7.18

Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas


secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan
adanya obstruksi parsial. Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang
berada di perifer serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda asing yang
lama berada di bronkus. Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa, serta tanda-tanda infeksi
saluran napas.1,11

2.1.5 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan aspirasi benda asing adalah mengeluarkan
benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi yang paling aman dan trauma
yang minimal. Situasi yang dianggap gawat darurat adalah: Obstruksi jalan nafas
akibat sumbatan total benda asing di laring atau traktus trakeobronkial yang harus
diatasi pada saat diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan; dan Aspirasi benda
asing organik yang cenderung menyebabkan sumbatan traktus trakeobronkial
dengan cepat karena bersifat higroskopis.9
Keterlambatan mengeluarkan benda asing akan menambah kesulitan
terutama pada anak. Bronkoskopi adalah suatu tindakan pemeriksaan bagian
dalam trakeobronkial secara langsung yang dapat kita gunakan untuk diagnostik
maupun terapi, seperti pada pengangkatan benda asing. Bronkoskopi harus
dilakukan dalam waktu yang cepat dan tepat untuk mengurangi resiko komplikasi,
tetapi tidak harus dilakukan dengan terburu-buru tanpa persiapan yang baik dan
hati-hati.9 Pada kasus yang tidak terdapat gejala sumbatan jalan napas total, maka
tindakan bronkoskopi dilakukan dengan persiapan operator, alat, dan keadaan
umum penderita sebaik mungkin. Holinger menyatakan bahwa lebih baik dengan
persiapan 2 jam, maka benda asing dapat dikeluarkan dalam waktu 2 menit
daripada persiapan hanya 2 menit tetapi akan ditemui kesulitan selama 2 jam. Bila
benda asing menyebabkan sumbatan jalan napas total, misalnya benda asing di
laring atau trakea, maka tindakan harus segera dilakukan untuk menyelamatkan
penderita, bila perlu dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi lebih dahulu. Jika
timbul kesulitan dalam mengeluarkan benda asing, maka dapat didorong ke salah
satu sisi bronkus. Snow menyatakan bahwa tindakan bronkoskopi tidak boleh
lebih dari 30 menit.19,20,21
Pada anak dan sebagian besar dewasa penggunaan bronkoskop rigid
merupakan pilihan utama untuk ekstraksi benda asing karena ventilasi lebih
terjamin melalui tube bronkoskop selama tindakan (mempunyai konektor yang
dihubungkan dengan oksigen, disamping operator dapat memasukkan peralatan
seperti forsep dan optical telescope, serta untuk mengatasi perdarahan. Pada bayi
dan anak sebaiknya digunakan bronkoskop kaku karena diameter jalan napas bayi
dan anak sempit. Ukuran benda asing harus diketahui dengan membuat duplikat
dan mencobanya dengan cunam yang sesuai, sesaat sebelum melakukan
bronkoskopi dibuat foto toraks untuk menilai kembali letak benda asing. Tindakan
bronkoskopi harus dilakukan secara hati-hati terutama pada anak, karena jaringan
masih sangat lunak sehingga mudah terjadi cedera, seperti edema laring. Pasien
dalam posisi supinasi dengan kepala sniffing position. Pada posisi ini faring,
laring, dan trakea dapat berada dalam satu garis. Kekurangan bronkoskopi kaku
antara lain tindakan harus dilakukan dalam anestesi umum dan dibutuhkan
operator yang berpengalaman. 8,9,15
Gambar 6. Bronkoskopi kaku.15

Bronkoskop fleksibel digunakan untuk kasus-kasus tertentu pada anak


yang sudah besar atau orang dewasa di mana benda asingtersangkut jauh ke distal
dan sulit dicapaidengan bronkoskop kaku, pasien dengankesulitan ekstensi kepala,
gangguan ventilasimekanis, pasien dengan trauma atau frakturrahang, leher atau
kepala. Kerugianpenggunaan bronkoskop fleksibel adalah kesulitan mengontrol
pernafasan secara adekuat, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk ekstraksi
dan terbatasnya jenis cunam yang sesuai dengan benda asing.7,9
Bronkoskopi serat optik dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat
dilakukan anestesi umum atau kegagalan karena akses yang sulit. Bronkoskopi ini
juga dapat digunakan untuk diagnosis awal dan ekstraksi benda asing pada pasien
yang tidak asfiksia. Biasanya tindakan ini lebih berhasil pada pasien dewasa
daripada anak-anak. Bronkoskopi serat optik tidak memerlukan anestesi umum
seperti pada bronkoskopi kaku, lebih nyaman, dan memberikan gambaran yang
baik untuk saluran napas yang sempit. Jika terdapat perdarahan pada saluran
napas, maka lebih baik digunakan bronkoskopi kaku karena perdarahan dapat
menutupi lapang pandang bronkoskopi serat optik. Kekurangan bronkoskop serat
optik (fleksibel) adalah pernapasan kurang terkontrol dan lumen terlalu kecil
untuk bisa memasukkan alat untuk membantu ekstraksi benda asing. Jika tidak
berhasil dengan bronkoskopi serat optik, bronkoskopi kaku dapat digunakan untuk
ekstraksi.21
Gambar 7. Bronkoskopi serat optik (fleksibel).11

Benda asing trakea dikeluarkan dengan bronkoskopi. Tindakan ini


merupakan tindakan yang harus segera dilakukan, dengan pasien tidur telentang
posisi Trendelenburg, supaya benda asing tidak lebih turun ke dalam bronkus.
Pada saat melakukan bronkoskopi, benda asing dipegang dengan cunam yang
sesuai dengan benda asing tersebut, dan ketika dikeluarkan melalui laring
diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea,
untuk memudahkan pengeluaran benda asing melalui rima glotis.12
Bila fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka pada kasus
benda asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi, dan bila mungkin benda asing
itu dikeluarkan dengan memakai cunam atau alat pengisap melalui trakeostomi.
Bila tidak berhasil pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas endoskopi, ahli
dan personal yang tersedia optimal.11,12
Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus dilakukan dengan
bronkoskopi, menggunakan bronkoskopi kaku atau serat optik dengan memakai
cunam yang sesuai denan benda asing itu. Tindakan bronkoskopi harus segera
dilakukan apalagi bila benda asing bersifat organik. Benda asing yang tidak dapat
dikeluarkan dnegan cara bronkoskopi, seperti pada benda asing tajam, tidak rata,
dan tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau torakotomi untuk
mengeluarkannya.1
Antibiotika dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan
endoskopi pada ekstraksi benda asing. Chest physiotherapy dilakukan pada kasus
pneumonia, bronkitis purulenta, dan atelektasis setelah benda asing dikeluarkan
untuk membantu mengeluarkan sekret. Pasien dipulangkan 24 jam setelah
tindakan, jika paru-paru bersih dan tidak demam. Foto toraks pasca bronkoskopi
dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak menghilang. Gejala-gejala persisten
seperti batuk, demam, kongesti paru, obstruksi jalan napas atau odinofagia
memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan pengobatan yang tepat dan adekuat.1,6,7
Pemberian steroid dan antibiotika pre operatif dapat mengurangi
komplikasi seperti edema jalan nafas dan infeksi. Antibiotik dan steroid tidak
rutin diberikan sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus yang terlambat
dalam diagnosisnya dan pada benda asing organik.2,7

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma
tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara
lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Gangguan ventilasi
ditandai dengan adanya sianosis. Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat
berlanjut dengan pembentukan kavitas dan abses paru, bronkiektasis, fistel
bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip akibat inflamasi pada
mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga terjadi
pneumomediastinum, pneumotoraks. Keterlambatan diagnosis aspirasi benda
asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan menambah komplikasi seperti
emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia dan atelektasis.9
Komplikasi tindakan bronkoskopi antara lain aritmia jantung akibat
hipoksia, retensi CO22 atau tekanan langsung selama manipulasi bronkus utama
kiri. Komplikasi teknis yang paling mungkin terjadi pada operator yang kurang
berpengalaman adalah benda asing masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga
sulit dicapai oleh bronkoskop, laserasi mukosa, perforasi, atau benda asing masuk
ke segmen yang tidak tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema
laring dan reflek vagal. Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat
paru dan pneumotorak, yang memerlukan bantuan ventilasi.9
2.2.9 Prognosis
Hampir seluruh benda asing di saluran nafas dapat diangkat dengan
bronkoskopi. Komplikasi akan meningkat jika diagnosis maupun penatalaksanaan
dilakukan setelah 24 jam kejadian. Tidak cukup data untuk mengatakan berapa
lama benda asing di dalam saluran nafas sehingga tidak dapat diangkat dengan
bronkoskop.
BAB III
KESIMPULAN

Benda asing traktus trakeobronkial adalah benda yang berasal dari luar
tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Sumbatan
benda asing di dalam bronkus dibagi menjadi sumbatan sebagian, sumbatan
seperti pentil, dan sumbatan total. . Aspirasi benda asing trakeobronkial dapat
terjadi pada semua umur, meski terbanyak ditemukan pada anak-anak khususnya
usia 1-3 tahun. Namun, terdapat pula beberapa faktor predisposisi aspirasi benda
asing ke dalam saluran napas yang dapat terjadi pada dewasa.
Diagnosis sumbatan bronkus ditentukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu,
juga perlu ditanyakan adanya gejala klasik berupa rasa tercekik (choking) tiba-tiba
yang diikuti episode batuk-batuk, mengi dan bahkan stridor. Pemeriksaan fisik
dengan palpasi dan auskultasi menunjukkan adanya wheezing, suara vesikuler
menurun, atau keduanya pada sisi paru yang mengalami aspirasi benda asing.
Tanda-tanda sumbatan jalan nafas ini ditemukan dalam berbagai variasi sesuai
dengan ukuran. Selain itu, diperlukan pemeriksaan radiologik sebagai
pemeriksaan penunjang.
Gejalanya tergantung pada luas sumbatan, dari yang ringan sampai berat.
Yang ringan ialah rasa tidak nyaman ketika bernapas, sedangkan yang berat ialah:
suara mengi terdengar di mulut; dyspnea; dan akhirnya asfiksia.
Tatalaksana harus dilakukan segera dalam kondisi optimal dan trauma
yang minimal untuk mencegah terjadinya komplikasi. Untuk mengeluarkan benda
asing pada sumbatan trakea dilakukan bronkoskopi dengan tujuan memperlancar
saluran napas (traktus trakeobronkia). Bronkoskopi merupakan salah satu
tindakan endoskopi di bagian ilmu THT untuk melihat langsung lumen trakea dan
bronkus sekaligus terapeutik. Apabila tidak berhasil dengan bronkoskopi, maka
pada benda asing trakea dapat dilakukan trakeostomi. Sedangkan benda asing
tajam, tidak rata, dan tersangkut pada jaringan di bronkus, dapat dilakukan
servikotomi atau torakotomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Junizaf M. Benda asing di saluran napas. Dalam: Soepardi EF, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti RD (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala, dan Leher edisi ketujuh. Jakata: Badan Penerbit FK UI;
2012. hal 237-43.
2. Christanto A, Samodra E, Darmawan AB, Primadewi N. Gigi Palsu di Trakea-
Laporan Kasus. CKD-208/Vol.40:9. 2013: 683-6.
3. Ragab A, Ebied OM, Zalat S. Scarf Pins Sharp Metallic Tracheobronchial
Foreign Bodies: Presentation and Management. 2007; 71(5): 769–73.
4. Cohen S, Avital A, Godfrey S, Gross M, Kerem E, Springer C. Suspected
Foreign Body Inhalation in Children: What Are the Indications for
Bronchoscopy. J Pediatr. 2009; 155(2): 276–80.
5. Al-Sarraf N, Eddine HJ, Khaja F, Ayed AK. Headscarf Pin Tracheobronchial
Aspiration: A Distinct Clinical Entity. Interactive Cardiovascular and
Thoracic Surgery. 2009; 1(1): 187–90.
6. Snell, R. (2012). Clinical Anatomy for Medical Students. 9th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, pp.251-261.
7. Hermani B, Hutauruk SM. Disfonia. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Ketujuh Cetakan Ketiga. Badan Penerbit
FK UI, Jakarta, Indonesia, 2014. h.209-212.
8. Novialdi, Rahman S. Benda Asing Batu Kerikil di Bronkus. Bagian Telinga
Hidung Tenggorook Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Padang: FK UNAND.
9. Zaupa P, Saxena AK, Barounig A, Hollwarth ME. Management Strategies in
Foreign-Body Aspiration. Indian Journal of Pediatrics, 2009; 76(2): 157-61.
10. Drake R, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Atlas of Anatomy. Churchill
Livingstone/Elsevier, Philadelphia, 2008
11. Yunker, Warren K, Ellen M, Friedman. Ingestion Injuries and Foreign Bodies
in the Aerodigestive Tract. Dalam: Bailey BJ. Head and Neck Surgery
Otolaringology Volume 2. JB Lippincot, Philadelphia. h.1961-85.
12. Holinger LD, Sheri A, Poznanovic. Foreign Bodies of the Airway and
Esophagus. Dalam: Flint PW. Cummings Otolaryngology - Head and Neck
Surgery E-Book 5th Ed. Mosby, Philadelphia, 2010. h.1240-50.
13. Clarke R. Diseases of the Ear, Nose, and Throat 11th ed. Wiley Blackwell,
UK, 2014. p.190-9.
14. Rizky Kornia, B., Sutanegara, S. and Sucipta, W. (2016). Prevalensi Benda
Asing pada Esofagus dan Bronkus dBagian/Smf Tht-Kl Fk Unud/ RSUP
Sanglah Denpasar Tahun 2010-2012. Intisari Sains Medis, 5(1), p.1.
15. Daniel G, Nicastri, Todd S, Weiser. Rigid bronchoscopy: Indications and
technique. Operative techniques in thoracic surgery. 2012;17(1):44.
16. Gad AYS, Hadidi, MS. Removal of tracheobronchial foreign bodies using
flexible and rigid bronchoscopy. Egyptian Journal of Chest Disease.
2012;61(4):501-4.
17. Ghanie, A. and Zuleika, P. (2017). Karakteristik Pasien Benda Asing
Trakeobronkial di Bagian T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. ORLI, 47(2), PP164-171.
18. Ghanie, A. and Zuleika, P. (2016). Penatalaksanaan Enam Kasus Aspirasi
Benda Asing Tajam di Saluran Trakheobronkial. Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 3(1), pp.361-370.
19. Perkasa, M.F., 2009. Ekstraksi Benda Asing Laring (Rotan) dengan
Neuroleptic Anesthesia. Medicinus, 22(2): 58-60.
20. Iskandar N. Sumbatan Traktus Trakeo-Bronkial. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Ketujuh Cetakan Ketiga. Badan
Penerbit FK UI, Jakarta, 2014. h.233-5.
21. Rajasekaran S, Krishnamoorthy, BalaChandran, Anbalagan S, Kumar PS, dan
Vikram VJ. Management of Tracheo Bronchial Foreign Bodies in Children –
A Retrospective Study of Series of 50 Cases. Otolaryngology Online Journal,
2013; 3(3): 1-12.
22. Hoff SR, Chang KW. The Proximal Bronchoplasty Retrieval Technique for
Removal of Embedded Distal Airway Foreign Bodies. International Journal of
Pediatric Otorhinolaryngology, 2014; 78: 148-51.

Anda mungkin juga menyukai