A. PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi
dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit, jam, dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa menjadi penyebab kematian. Hal
ini disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi.
Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbon dioksida dari tubuh
sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Keadaan dimana terjadi gangguan dalam
Secara teknis, setiap orang meninggal karena asfiksia, bisa dari penyakit, luka, toksik
obat, atau beberapa kombinasi, dimana aliran darah ke dan dari otak, jantung, dan organ lain
insufisien, sehingga bisa terjadi asfiksia sebagai titik akhir kehidupan. Walaupun demikian,
dalam banyak kasus, kematian tidak disebutkan disebabkan karena asfiksia, melainkan karena
penyakit penyebab yang menyebabkan gangguan respirasi seperi infark miokard, ruptur arteri
serebral, keracunan obat, atau luka tembak multipel. Kematian dikatakan disebabkan karena
asfiksia hanya bila asfiksia itu sendiri yang menjadi penyebab langsung kematian. 1
pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari dua kata bahasa
Yunani yang berarti “tidak berdenyut”, sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi
sebenarnya masih berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti. Istilah yang
tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia. Secara fisiologis anoksia
1
Asfiksia bisa disebabkan karena banyak keadaan. Asfiksia bisa timbul dari menghirup
udara yang tidak mengandung banyak oksigen, kompresi atau obstruksi saluran udara, dan
bahan kimia seperti karbon monoksida dan sianida. Kematian akibat asfiksia bisa
Gagging merupakan salah satu klasifikasi kematian akibat asfiksia yang tergolong
dalam suffokasi. Pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat, agar tidak dapat
berteriak mulut disumbat dengan kain yang kemudian diikat dari mulut ke belakang kepala
(gagging). Dalam hal ini palatum molle tertekan pada farings, sehingga terjadi sumbatan pada
farings. Bila sumbatan ini terjadi secara total, maka bisa terjadi hipoksik-hipoksia atau
anoksik-anoksia. Bila terjadi sumbatan parsial pada lumen laring bisa terjadi kematian karena
data klinis, dan pemeriksaan secara mikroskopis merupakan cara identifikasi yang lebih baik
untuk meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Ada 3 hal penting
dalam pemeriksaan otopsi kasus gagging, yaitu: mencari penyebab kematian, menemukan
tanda-tanda asfiksia, menemukan edema paru, hiperaerasi, dan sianosis pada kematian yang
B. DEFINISI GAGGING
Gagging merupakan salah satu jenis suffocation mekanik dengan obstruksi pada mulut
asfiksia. Pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat, agar tidak dapat berteriak mulut
disumbat dengan kain yang kemudian diikat dari mulut ke belakang kepala (gagging). Dalam
hal ini palatum molle tertekan pada farings sehingga terjadi sumbatan. Bila sumbatan ini
2
terjadi secara total, akan terjadi hambatan oksigen masuk ke paru-paru dan otak. Bila otak
tidak mendapatkan oksigen selama lebih dari 4 menit, maka otak akan mengalami kerusakan
bahkan dapat terjadi kematian. Keadaan dimana terjadi kekurangan oksigen ini dinamakan
asfiksia. Asfiksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen yang disebabkan
karena terganggunya saluran pernapasan atau kegagalan sel untuk menggunakan oksigen, dan
Gagging tergolong dalam kematian akibat pembunuhan sebagai bagian dari choking
(tersedak). Kejadian ini tidak sering terjadi. Pada anak-anak, dapat ditemui anak baru lahir
yang dibunuh dengan menyumbat mulut anak dengan tissu toilet. Dapat pula dengan
menggunakan benda padat yang lain seperti dot untuk menyumbat mulut anak. Pada orang
tua, sering dijumpai pada kasus perampokan dimana pakaian atau kaos kaki dimasukkan ke
dalam mulut untuk mendiamkan korban. Metode seperti ini seringkali diperlihatkan di
televisi tanpa adanya akibat yang berbahaya. Namun, sebenarnya dalam kehidupan nyata,
pakaian atau kaos kaki yang dimasukkan bisa menyumbat total posterior dari faring dan
3
Gambar 2. Sumbatan pada mulut oleh bandana
menyebabkan asfiksia 10
4
Secara fungsional saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 5,6
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh.
Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi
terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.
Cavitas nasi menghubungkan bagian luar dengan nasofaring yang terletak di posterior cavum
nasi. Di bagian anterior terdapat lubang yang dikenal dengan nama nares anterior (nostril)
dan di posteriornya disebut nares posterior (choanae). Rambut, zat mukus, serta silia yang
bergerak kearah faring berperan sebagai sistem pembersih pada hidung. Fungsi pembersih
udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara
sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh
zat mucus. Sistem turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran
lebih besar dari 4 mikron. Selain itu struktur konka nasalis yang unik memperluas permukaan
mukosa hidung dan sistem pleksus vena yang berdinding tipis di bawah mukosa,
meningkatkan efektivitas fungsi pelembapan, serta fungsi penghangatan udara oleh hidung.
b. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas. Faring
terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring. Nasofaring
merupakan bagian pertama faring yang juga berperan sebagai penangkal infeksi dan
menunjang fungsi telinga. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan berperan sebagai
saluran udara pernapasan serta saluran makanan. Laringofaring merupakan bagian terakhir
5
c. Laring
Laring merupakan bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah yang memiliki tiga
peranan utama, yaitu sebagai saluran udara, pintu pengatur perjalanan udara pernapasan dan
makanan (epiglotis), serta sebagai organ penimbul suara. Laring terletak di sebelah ventral
faring, berhadapan dengan vertebra cervicalis 3-6. Posisi dari laring ditentukan oleh gerakan
d. Trakea
Trakea merupakan pipa udara yang dibentuk dari kartilago dan jaringan ikat, yang dimulai
dari tepi kaudal laring (setinggi tepi kaudal kartilago krikoidea setara vertebra cervikalis VI
sampai tepi kranial vertebra thorakalis V) hingga membentuk bifurcatio menjadi bronkus
dextra dan sinistra. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalatormuko-siliaris karena silia
pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang
kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang
Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki
sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang
rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur
tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos.
Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyempitan yang dapat
Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara.
Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli,
6
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari bronkioli respiratorik, sakus alveoli, serta alveoli. Pertukaran
Fungsi Pernapasan
Sistem respirasi mempunyai peran atau fungsi mengambil oksigen yang kemudian
dibawa oleh darah keseluruh tubuh (selselnya) untuk mengadakan pembakaran serta
mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa
oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh). Fungsi
penyediaan oksigen serta pengeluaran karbon dioksida merupakan fungsi yang vital bagi
kehidupan. Oksigen merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok terus-menerus,
sedangkan karbon dioksida merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari
tubuh. Bila tertumpuk di dalam darah, karbon dioksida akan menurunkan pH sehingga
menimbulkan keadaan asidosis yang dapat mengganggu faal tubuh bahkan dapat
menyebabkan kematian. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara
berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya
aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke
dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang
dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam.
7
5. Metabolisme penggunaan oksigen di dalam sel serta pembuatan karbon dioksida yang
Asfiksia bisa disebabkan karena banyak keadaan. Asfiksia bisa timbul dari menghirup
udara yang mengandung sedikit oksigen, dari kompresi saluran udara eksternal (hidung dan
mulut), dari obstruksi saluran pernapasan internal, dari kompressi eksternal pada leher atau
dada, atau dari posisi tubuh yang salah. Gagging sebagai salah satu jenis obstruksi mekanik
pada saluran udara eksternal (mulut) yang menghalangi masuknya udara ke dalam paru-paru
menjadi salah satu penyebab asfiksia. Selain itu, asfiksia bisa disebabkan karena bahan kimia
atau toksin-toksin seperti karbon monoksida dan sianida yang bekerja pada level molekular
dan sel dengan mengganggu transportasi oksigen ke jaringan. Asfiksia alamiah misalnya pada
penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri, atau menimbulkan
8
E. PATOFISIOLOGI GAGGING
Gagging menyebabkan obstruksi internal pada saluran pernapasan atas. Objek atau
substansi yang menyebabkan penekanan faring atau laring bisa menyebabkan distress
pernapasan yang berat, dengan kongesti dan sianosis, atau bisa menyebabkan kematian yang
cepat dan diam dengan henti jantung akibat vaso-vagal. Pada awal gagging, karena sumbatan
ada pada mulut, maka pernapasan bisa melalui hidung, namun seiring dengan berjalannya
waktu maka mukus dari hidung dan edema yang terjadi akan menutup nares posterior dan
Pada gagging palatum molle tertekan pada farings, sehingga terjadi sumbatan pada
farings. Bila sumbatan ini terjadi secara total, maka bisa terjadi hipoksik-hipoksia atau
aliran darah atau tidak bisa cukup mencapai aliran darah. Selain pada kasus gagging, anoksik-
anoksia dapat terjadi pada orang-orang yang menghisap gas inert, berada dalam tambang,
atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen berkurang. Atau dengan kata lain,
keadaan apapun yang menyebabkan defek oksigen dari darah di dalam paru-paru. Penyebab
9
Selain anoksik-anoksia, Gordon pada tahun 1944, mengklasifikasikan anoksia dengan
menekankan pada patogenesis dari berbagai bentuk kematian untuk kepentingan medikolegal.
contoh: embolisme, shok traumatik, heat stroke, iritan akut, dan keracunan bahan
korosif.
2. Anemic Anoxia. Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena
volume darah yang kurang ataupun karena kadar hemoglobin yang rendah. Contohnya
dengan baik yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor ekstraselluler (sistem enzim
terjadi pada pemberian obat-obat anasthesia yang larut dalam lemak misalnya
chloroform dan ether), metabolit dimana sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang
misalnya pada kasus uremia dan keracunan karbon dioksida, dan substrat (kurang
hipoglikemia).
Selain karena sumbatan yang ditempatkan sekitar wajah dan menyumbat mulut dan
hidung yang menyebabkan palatum molle tertekan pada farings, mukus dan cairan yang
terakumulasi pada kavum nasi dan saluran udara juga dapat menimbulkan sumbatan yang
berperan pada terjadinya asfiksia. Bila terjadi sumbatan parsial pada lumen laring bisa terjadi
kematian karena spasme laring. Spasme laring menyebabkan sumbatan pada jalan masuknya
udara sehingga terjadi pengurangan udara termasuk oksigen yang masuk dalam tubuh yang
10
akhirnya menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam darah serta jaringan tubuh. Refleks
Hal menarik lainnya yaitu kematian pada gagging apabila sumbatan mulut masuk ke
saluran pencernaan bawah maka kematian bisa disebabkan distensi esofagus yang tiba-tiba.
Dalam hal ini, kematian disebabkan refleks vagal yang menyebabkan bradikardi, kardiak
dengan jalan respirasi dan jantung, menyebabkan bradikardi, disritmia, atau bronkospasme.
kardiopulmonar yang berpotensi fatal. Refleks vagal ini tidak hanya timbul dari rangsangan
esofagus tetapi juga rangsangan pada faring dan laring. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
pada gagging, kematian bisa muncul lebih cepat dari yang diperkirakan apabila kematian
F. STADIUM ASFIKSIA
1. Stadium Dyspnoe
2. Stadium Konvulsi
3. Stadium Apnea
4. Stadium Final
Pembagian ini secara prinsip adalah penting karena dapat memberikan keterangan yang jelas
akan patofisiologi dari proses asfiksia. Stadium-stadium tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menyebabkan keempat stadium tersebut tidak terbagi secara jelas.
11
Stadium Dyspnoe
Defisiensi oksigen pada sel-sel darah merah dan akumulasi karbon dioksida dalam plasma
akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata. Hal ini akan mengakibatkan gerak
pernapasan yang cepat dan kuat, peningkatan denyut nadi, dan sianosis terutama dapat
Stadium Konvulsi
Pertama adalah kejang klonik, setelah itu kejang tonik, terakhir terjadi spasme epistotonik.
Pupil menjadi lebar dan denyut jantung menjadi pelan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena
Stadium Apnea
Depresi pada pusat pernapasan semakin dalam sehingga pernapasan menjadi semakin lemah
dan dapat berhenti. Timbullah keadaan tidak sadar dan keluarnya cairan sperma secara tidak
disadari (involunter). Dapat juga terjadi keluarnya urine dan feces secara tidak disadari
meskipun jarang.
Stadium Final
Pada stadium ini terjadi kelumpuhan pernapasan secara lengkap. Setelah beberapa kontraksi
otomatis dari otot-otot aksesoris pernapasan di leher, kemudian pernapasan berhenti. Jantung
Penemuan pada pemeriksaan autopsi pada gagging umumnya sama dengan penemuan
pada penyebab asfiksia yang lain, tidak spesifik, bisa terdapat peteki dan sianosis. Untuk
menggantikan istilah asfiksia yang diakibatkan gagging, sering digunakan istilah anoksia
yang secara fisiologis merupakan kegagalan oksigen mancapai sel-sel tubuh. Kematian oleh
12
karena anoksia terjadi bila persediaan oksigen pada jaringan tubuh berkurang sampai di
Ketika jalan napas tersumbat, sejumlah gejala klinik dan tanda berkembang hingga
akhirnya henti jantung mengakhiri proses. Pada banyak kasus, bila proses terjadi segera atau
dalam jangka waktu yang singkat, maka ‘tanda klasik’ dari asfiksia tidak bisa
berkembang.’Tanda klasik’ ini tidak bisa menjadi bukti dari hipoksia atau asfiksia kecuali
bila ada bukti yang mendukung proses mekanikal kausatif. ‘Tanda klasik’ tersebut meliputi: 8
1. Kongesti di muka, karena sumbatan aliran vena karena kompressi vena leher atau
tekanan vena.
3. Sianosis atau kebiruan pada kulit, khususnya di kepala dan leher. Warna
4. Perdarahan peteki di kulit dan mata, terutama jaringan luar kelopak mata,
konjungtiva, sklera, kulit wajah, bibir, dan area belakang telinga. Ini hampir
semua disebabkan aliran balik vena yang terganggu dan bukan karena hipoksia
Secara fungsional, seseorang dengan sumbatan jalan udara akan menunjukkan banyak
2. Respirasi yang dalam, sulit, dan dada seperti tertekan bila dada bebas bergerak,
sianosis yang lebih dalam dan kongesti, dengan gambaran peteki apabila aliran balik
13
3. Kehilangan kesadaran, konvulsi, evakuasi kandung kemih, muntah. Bila hal ini
berlangsung terus, pernapasan akan menjadi dangkal, pupil dilatasi, dan bisa terjadi
kematian.
1. PEMERIKSAAN LUAR
1. Sianosis
Sianosis dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung-ujung jari dan bibir dimana
terdapat pembuluh darah kapiler. Sianosis ini mempunyai arti bila keadaan mayat
masih baru. Sianosis bergantung pada jumlah absolut dari oksihemoglobin dan
penurunan hemoglobin pada sel darah merah. Warna pink yang normal dapat berubah
menjadi ungu atau biru ketika oksigen kurang. Sianosis kutaneus bergantung pada
sianosis muncul. Ketika terjadi sumbatan jalan napas (seperti pada kasus gagging),
jaringan, yang bisa menyebabkan organ dan jaringan berwarna gelap dan
menyebabkan sianosis wajah. Hal ini sangat bergantung apakah obstruksi menyeluruh
atau substansial. Kehilangan oksigen pada darah mayat sangat bervariasi, tetapi
kematian tidak boleh dikatakan bahwa tidak terjadi sianosis. Sianosis terminal sering
terjadi pada banyak bentuk kematian dan bila terminal sianosis terjadi sendiri bisa
14
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringan yang longgar, seperti
pada selaput biji mata dan kelopak mata serta pada kulit kepala. Pada kasus yang
hebat, perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit khususnya di daerah wajah.
langsung dari hipoksia dan peningkatan tekanan intrakapiler sehingga kapiler pecah
ujung jarum, tetapi bisa bervariasi dalam ukuran dan bentuk. 2,9
2. PEMERIKSAAN DALAM
1. Kongesti organ
Kongesti atau pembendungan yang sistemik dan kongesti pada paru-paru yang
disertai dengan dilatasi jantung kanan, merupakan ciri klasik kematian karena
asfiksia. Jantung sebelah kanan membesar dan banyak terisi darah. Sebaliknya,
jantung sebelah kiri sering menjadi contracted atau kosong. Kongesti viseral terjadi
karena kongesti kapiler dan vena sebagai hasil adaptasi kapiler terhadap hipoksia. Hal
ini akan menyebabkan dilatasi kapiler dengan stasis darah pada kapiler dan venula
yang berdilatasi. Adanya kongesti pulmonar dan sistemik serta dilatasi dari jantung
kanan merupakan tanda asfiksia yang lebih penting dari sianosis. Redistribusi darah
15
pada kadaver bergantung pada gaya gravitasi dan rigor mortis, juga bergantung pada
Pada setiap kematian yang cepat, darah akan tetap cair, salah satu keadaan tersebut
terdapat pada asfiksia. Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan:
kematian.
3. Edema pulmonum
Edema pulmonum atau pembengkakan paru tidak banyak berarti di dalam kaitannya
dengan kematian karena obstruksi saluran napas, oleh karena keadaan ini dapat
4. Perdarahan berbintik mungkin dapat ditemukan pada thymus, pericard, larynx, paru,
pleura, epiglotis, permukaan serosa organ dalam, galea dari scalp pada kepala
pengerutan. Hal ini terjadi jika proses asfiksia sangat berat. 2,9
Peteki
Penemuan autopsi pada asfiksia termasuk peteki (perdarahan pinpoint) dari bulbar
dan/atau konjungtiva palpebra dan jarang di kelopak mata atau area lain dari wajah, leher,
atau area lain dari tubuh. Bila peteki terlihat pada kulit wajah atau kelopak mata, peteki pada
konjungtiva biasanya didapatkan. Peteki merupakan hasil ruptur dari venula dan kapiler
ketika peredaran balik vena dari kepala terobstruksi, sedangkan aliran darah arteri ke kepala
16
masih terjaga. Hal ini disebabkan dibutuhkan tekanan yang lebih sedikit untuk menekan
dinding vena jugular yang tipis dan bertekanan rendah dibandingkan arteri karotis yang
berdinding muskular dan memiliki tekanan tinggi. Penekanan selektif hanya pada vena
yang bisa menyebabkan ruptur. Mekanisme yang sama dalam pembentukan peteki
bertanggung jawab dalam pembentukan peteki di tangan dan perglangan tangan. Peteki juga
Harus diingat bahwa walaupun peteki sering terlihat pada kasus asfiksia, namun
peteki bukan merupakan tanda diagnostik kematian akibat asfiksia. Peteki bisa ditemukan
pada kematian bukan karena asfiksia seperti pada penyakit jantung yang fatal, beberapa kasus
luka bakar, dan korban dengan koagulopati. Peteki juga bisa tidak ditemukan pada kematian
akibat asfiksia. Peteki bisa muncul sebagai tanda postmortem pada tubuh yang ditemukan
pada posisi telungkup (prone). Ini disebabkan karena ketika tubuh telungkup, darah
berkumpul pada jaringan muka dan bisa menyebabkan pembuluh darah kecil meregang dan
akhirnya ruptur membentuk peteki. Bila perdarahan/peteki meluas pada wajah, periorbital,
dan konjungtiva ditemukan pada wanita tua bisa disebabkan karena penyakit kardiovaskular
ateroslerotik. 1,9
17
Gambar 4. Peteki pada bulbar konjungtiva 1
18
Gambar 6. Peteki pada Pergelangan Tangan 1
19
Gambar 8. Penekanan pada leher menyebabkan perdarahan impresif pada mata pasien.
Perdarahan bukanlah peteki tipikal seperti yang terlihat pada strangulasi manual 11
Pada gagging, apabila sumbatan pada mulut dipaksakan masuk saat korban masih
sadar, maka dapat ditemukan tanda-tanda perlawanan. Bisa ditemukan luka-luka defensif
pada tangan korban. Luka pada ekstremitas atas dan bawah bila pasien diikat. Tanda atau
luka pada kepala korban karena dipegang bisa dilihat. Dapat ditemukan pula luka perioral,
gigi, lidah, dan luka intraoral lainnya. Adanya benda asing pada saluran pernapasan dan
Pada orang tua, dapat ditemukan kongesti wajah dengan peteki pada sklera,
konjungtiva, dan kulit wajah. Pada korban yang lebih muda, peteki jarang ditemukan.
Penemuan sumbatan yang mengobstruksi saluran napas membuat kita bisa menegakkan
diagnosis, bukan hanya dari tanda asfiksia, sehingga penting untuk mencari bahan-bahan
yang diduga menjadi penyebab dalam rongga mulut pada pemeriksaan otopsi. Adapun akibat
20
Penurunan dan akhirnya pendataran elektroensefalogram (EEG). Jantung akan
Secara patologi, apa yang ditemukan pada postmortem dari kematian karena anoksia
(ternasuk akibat gagging) dari segala tipe di atas dapat dibagi atas: 2
terhadap anoksia.
Perubahan Primer
Perubahan ini terdapat di seluruh tubuh tanpa membedakan tipe anoksia. Karena otak
adalah organ tubuh yang paling peka terhadap anoksia, maka perubahan primernya penting.
Ini ada hubungan dengan keadaan biokimianya. Apa yang terjadi pada sel yang anoksia
belum dapat diketahui, tetapi yang diketahui adanya perubahan elektrolit dimana kalium
meninggalkan sel dan diganti. Natrium yang mengakibatkan retensi air dan gangguan
Bila orang yang mengalami anoksia itu dapat hidup beberapa hari sebelum meninggal,
maka perubahan seperti di atas sangat khas pada otak besar, otak kecil, dan basal ganglia.
Bila orangnya meninggal cepat (acute anoxia), maka perubahannya tidak spesifik dan dapat
dikaburkan dengan gambaran post mortem autolysis dan post mortem damage.
Dari sudut pandang Ilmu Kedokteran Forensik, anoksia dapat dibuktikan hanya
apabila ada reaksi sel-sel otak seperti di atas. Organ tubuh yang lain metabolik rasionya lebih
Perubahan Sekunder
mengkompensasi dengan memperbesar outputnya, pada saat yang sama tekanan arterial dan
21
vena meningkat. Akhirnya lama-lama jantung mengalami kegagalan. Post mortem darah akan
berwarna gelap dan terjadilah kongesti vena dan pulmonar. Kadang-kadang tidak ada
Dalam konteks forensik, asfiksia yang sebenarnya biasanya disebabkan murni oleh
obstruksi, dimana terdapat halangan yang mencegah akses udara ke paru-paru. Walaupun
demikian, beberapa keadaan lain selain hipoksia bisa menjadi mekanisme kematian pada
asfiksia. Dalam beberapa tahun terakhir, peran tambahan dari substansi katekolamin yang
diproduksi sebagai respon adrenal terhadap ketakutan, stress, atau kemarahan bisa menjadi
penyebab kematian, karena bisa menyebabkan aritmia kardiak dan fibrilasi ventrikel. 8
Gambaran Mikroskopis
yang merupakan reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka. Reaksi ini penting untuk
membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah mati. Reaksi
vital yang umum berupa perdarahan yaitu ekimosis, peteki, dan emboli.
Untuk mendiagnosa dan membedakan tipe-tipe yang berbeda dari asfiksia bisa
septal
edema interstitial, dan emfisema atau emfisema fokal berhubungan dengan dilatasi
bronkiolar/konstriksi.
22
Gangguan jalan napas pada gagging akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen
dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Pemeriksaan
secara histopatologi pada parenkim paru dapat meminimalisir diagnosis banding dari
beberapa kasus kematian yang disebabkan karena asfiksia. Gambaran mikroskopis parenkim
Gambar 9. Gambaran
pada Asfiksia 3
Pada gambaran di atas terdapat hiperinflasi duktus (ov), kolapsnya alveolus (col), dan edema
interstitiel (ed). Hiperinflasi duktus yang terjadi akibat emfisema yang akut merupakan tanda
Dalam penerapan ilmu forensik, untuk mengetahui penyebab kematian karena asfiksia
dapat menimbulkan berbagai pertanyaan apabila tidak disertai tanda-tanda luka luar maupun
di dalam tubuh atau sumbatan pada saluran pernapasan, dan kondisi saat kematian tidak
kerusakan umum pada hipoksia seperti edema, perdarahan, emfisema, kongesti pasif, dan
degenerasi sel yang biasanya bervariasi dan tidak mengarah pada penemuan tunggal. 3
Ada 3 hal penting dalam pemeriksaan otopsi kasus gagging, yaitu: mencari penyebab
sianosis pada kematian yang lambat, serta menemukan benda penyebab yang menyumbat
mulut.3
23