SKENARIO 4
NPM : 114170008
Kelompok : 2
Semester :4
Blok : 4.1
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2020
K
E
S
F
A
f
g
tD
s
n
le
o
k
m
r
ia
N
R
P
T
L
M
MIND MAP
RESUME SP PBL
SKENARIO 4
NPM : 118170002
Kelompok : 7
Semester :4
Blok : 4.1
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2020
STEP V – SASARAN BELAJAR
REFLEKSI DIRI
Alhamdulillah pada pbl pertemuan pertama di skenario ini berjalan dengan baik
dan lancar. Semoga apa yang didapatkan dapat bermanfaat dan berguna untuk
kedepannya, dan untuk pertemuan kedua semoga dapat lebih baik lagi.
Belajar Mandiri
Penyakit obstruktif (karena hambatan) jalan napas, ditandai oleh terhambatnya alir
an udara, biasanya terjadi akibat meningkatnya resistensi yang disebabkan oleh. h
ambatan parsial atau total pada berbagai tahap.
Penyakit obstruktif difus yang utama adalah emfisema, bronchitis kronik, bronkie
ktasis, dan asma. Pada pasien-pasien dengan penyakit ini, kapasitas vital paksa/ fo
rced vital capacity (FVC) normal atau sedikit menurun, sedangkan tingkat aliran e
kspirasi, biasanya diukur sebagai volume ekspirasi paksa/ forced expiratory volum
e pada detik pertama (FEV1), sangat berkurang. Sehingga, rasio FEV terhadap FV
C berkurang. Obstruksi ekspirasi dapat terjadi akibat penyempitan anatomik jalan
napas, biasanya terjadi pada asma, atau dari hilangnya kemampuan berkerut kemb
ali (recoil elastik), yang khas ditemukan pada emfisema. Sebaliknya, pada penyaki
t restriktif difus, FVC berkurang dan tingkat aliran ekspirasi normal atau secara pr
oporsional berkurang. Sehingga, rasio FEV terhadap FVC hampir normal.
Gangguan dinding dada dengan kondisi paru normal (misalnya, pada obesitas bera
t, penyakit pleura, dan gangguan neuromuskular, seperti sindrom Guillain-Barre,
yang memengaruhi otot respirasi).
Penyakit paru interstisialis akut atau kronik. Penyakit restriktif akut yang klasik ad
alah ARDS, akan didiskusikan kemudian. Penyakit restriktif kronik mencakup pn
eumokoniosis, fibrosis interstisialis dengan etiologi tidak diketahui, dan sebagian
besar kondisi infiltratif (misalnya, sarkoidosis).
Gambar Kelompok Utama Penyakit Paru Obstruktif.
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian ter
besar volume dan kapasitas paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital, v
olume ekspirasi paksa (forced expiratory volume in 1 second/FEV1) dan kapasitas
vital paksa (forced vital capacity/FVC). Pemeriksaan dengan spirometer ini pentin
g untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara mendalam. Jenis gangguan fungsi
paru dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
a. Gangguan restriksi
Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksi FVC < 80% nilai prediksi.
b. Gangguan obstruksi
FEV1 < 80% nilai prediksi FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.
c. Gangguan restriksi dan obstruksi
FVC < 80% nilai prediksi FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.
ASMA
Pathway Asma
Inflamasi Akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut ya
ng terdiri atas reaksi asma tipe cepat danpada sejumlah kasus diikuti reaksi asma ti
pe lambat.
Infalamasi kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. S
el tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.
a. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-
sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil.
b. Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita
asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada
asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym
dan metaloprotease sel epitel.
c. Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta
mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-
CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic
protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan
eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran
napas.
d. Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin
dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2
dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
e. Makrofag
Sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal
maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan
bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain
leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses
inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast,
sitokin, PDGF danTGF-β.
Hasil Anamnesis
Gejala khas untuk Asma, jika ada maka meningkatkan kemungkinan pasien memil
iki Asma, yaitu :
a. Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya
pada dewasa muda.
b. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari.
c. Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya.
d. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen, perubahan cuaca,
tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas yang paling sering
ditemukan adalah mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini bisa saja
hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terddengan selama e
ksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas yang dikenal dengan “s
ilent chest”.
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan Diagnosis
Biasanya pada dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, yang terdiri dari : int
ermitten, persisten ringan, persisten sedang, persisten berat.
Tabel klasifikasi derajat asam berdasarkan gambaran klinis secara umum pada or
ang dewasa.
Berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, ari berat-ri
ngannya serangan.
Gambar Klasifikasi menurut derajat serangan.
Penatalaksanaan
Diagnosis Banding
a. Gagal Jantung
b. Bronkiektasis
c. PPOK
Prognosis
Ad sanasionam : bonam.
Ad fungsionam : bonam.
Ad vitam : bonam.
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebaga
i berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), mu
siman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasi
en dan/atau keluarganya. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas j
alan napas terhadap berbagai rangsangan. Prevalens total asma di dunia diperkirak
an 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Hasil Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang
akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang bersifat e
pisodic dan berkaitan dengan musim serta terdapat riwayat asma atau penyakit ato
pi pada anggota keluarga. Walaupun informasi akurat mengenai hal-hal tersebut ti
dak mudah didapat, beberapa pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam pertimb
angan diagnosis asma:
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, umumnya tidak ditemukan kelainan saat pasien tidak men
galami serangan. Pada sebagian kecil pasien yang derajat asmanya lebih berat, dap
at dijumpai mengi di luar serangan. Dengan adanya kesulitan ini, diagnosis asma
pada bayi dan anak kecil (dibawah usia 5 tahun) hanya merupakan diagnosis klini
s (penilaian hanya berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik dan respons terhadap
pengobatan). Pada kelompok usia ini, tes fungsi aru atau pemeriksaan untuk meng
etahui adanya hiperresponsivitas saluran napas tidak mungkin dilakukan dalam pr
aktek sehari-hari. Kemungkinan asma perlu dipikirkan pada anak yang hanya men
unjukkan batuk sebagai satu- satunya gejala dan pada pemeriksaan fisik tidak dite
mukan mengi, sesak, dan lain-lain. Pada anak yang tampak sehat dengan batuk ma
lam hari yang rekuren, asma harus dipertimbangkan sebagai probable diagnosis. B
eberapa anak menunjukkan gejala setelah berolahraga.
Pemeriksaan Penunjang
Arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flowmeter. Metode yang dianggap mer
upakan cara mengukur nilai diurnal APE terbaik adalah pengukuran selama paling
sedikit 1 minggu dan hasilnya dinyatakan sebagai persen nilai terbaik dari selisih
nilai APE pagi hari terendah dengan nilai APE malam hari tertinggi. Jika didapatk
an variabilitas APE diurnal > 20% (petanda adanya perburukan asma) maka diagn
osis asma perlu dipertimbangkan.
Penegakan Diagnosis
Asma Stabil
Jika gejala dan tanda klinis jelas serta respons terhadap pemberian obat asma baik,
pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan. Jika respons terhadap obat asma ti
dak baik, sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten, harus dinilai lebih dul
u apakah dosis sudah adekuat, cara dan waktu pemberian sudah benar, serta ketaat
an pasien baik. Bila semua aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar,
diagnosis bukan asma perlu dipikirkan.
Asma Eksaserbasi
Penatalaksanaan
Asma Stabil
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan
obat pengendali (controller). Obat pereda terkadang juga disebut sebagai obat pele
ga atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan at
au gejala asma yang sedang timbul. Jika serangan sudah teratasi dan gejala sudah
menghilang, obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat pengenda
li yang sering disebut sebagai obat pencegah atau profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Denga
n demikian, obat ini dipakai terus menerus dalam jangka waktu yang relative lama,
bergantung pada derajat penyakit asma dan responsnya terhadap pengobatan.
Asma Eksaserbasi
Global initiative for asthma (GINA) membagi tatalaksana serangan asma menjadi
dua yaitu tatalaksana di rumah dan di rumah sakit. Tatalaksana di rumah dilakuka
n oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh p
asien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan mempunyai pend
idikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi
awal adalah inhalasi B2agonis kerja cepat sebanyak 2 kali dengan selang waktu 2
0 menit. Bila belum ada perbaikan, segera mencari pertolongan ke dokter atau sar
ana kesehatan.
Tatalaksana awal
a. Berikan oksigen
b. Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi
di Ruang Rawat Sehari
c. Berikan steroid oral
d. Pasang jalur parenteral
Boleh pulang
a. Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator
agonis hirupan kerja pendek (Short Acting B2-Agonist, SABA) atau
golongan xantin kerja cepat hanya apabila perlu saja, yaitu jika ada
gejala/serangan.
b. Asma episodik sering. Penggunaan B2-agonis hirupan lebih dari 3x per
minggu (tanpa menghitung penggunaan pra-aktivitas fisik), atau serangan
sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, merupakan indikasi
penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali.
c. Asma persisten. Bergantung pada kasusnya, steroid hirupan dapat diberikan
mulai dari dosis tinggi diturunkan sampai dosis rendah selama gejala masih
terkendali, atau sebaliknya, mulai dari dosis rendah sampai dosis tinggi
hingga gejala dapat dikendalikan. Pada keadaan tertentu, khususnya pada
anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi
dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
Diagnosis Banding
a. PJB
b. Rinosinusitis
Komplikasi
a. Pneumotoraks
Kondisi dimana terdapat udara bebas dalam rongga pleura.
Keluhan Pneumotoraks dapat menimbulkan keluhan atau tidak. Keluhan
yang dapat timbul adalah sesak napas, yang dapat disertai nyeri dada pada sisi
yang sakit. Nyeri dada tajam, timbul secara tiba- tiba, dan semakin nyeri jika
menarik napas dalam atau terbatuk. Keluhan timbul mendadak ketika tidak
sedang aktivitas.
Pemeriksaan fisik gejala klinis : Hiperkapnia, hipotensi, takikardi,
perubahan status mental.
Pemeriksaan fisik paru :
(a) Inspeksi paru, tampak sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada
pernapasan.
(b) Palpasi paru, suara fremitus menurun di sisi yang sakit.
(c) Perkusi paru, ditemukan suara hipersonor dan pergeseran mediastinum ke
arah yang sehat.
(d) Auskultasi paru, didapatkan suara napas yang melemah dan jauh.
BRONKIEKTASIS
Definisi
Patogenesis
Penyakit yang melibatkan infeksi transmural dan reaksi radang. Penyakit tersebut
bersifat kronik dan eksaserbasi akut sepanjang perjalanannya. Infeksi, biasanya ps
eudomonas aerugionosa dan haemophilus influenza, menyebabkan proses peradan
gan dan merusak dinding bronkus.
Manifestasi Klinis
Pada anamnesis
Pemeriksaan Fisik
a. Takipneu.
b. Ronkhi basah.
c. Mengi.
d. Jari tabuh.
Pemeriksaan Penunjang
Medikamentosa
a. Terapi antibiotic.
b. Pemberian bronkodilator.
Untuk memperbaiki penyumbatan dan meingkatkan klirens.
Bedah
Jika keluhan meningkat morbiditas, reseksi pada region paru yang terkena jika lesi
bersifat local atau embolisasi jika lesi luas.
BRONCHITIS
Definisi
Patofisiologi
Keluhan
a. Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu.
b. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau kehijauan.
c. Demam (biasanya ringan).
d. Rasa berat dan tidak nyaman di dada.
e. Sesak nafas.
f. Sering ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”, terutama setelah batuk.
g. Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi batuk darah.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
Komplikasi
a. Bronkopneumoni.
b. Pneumonia.
c. Pleuritis.
d. Penyakit-penyakit lain yang diperberat seperti:jantung.
e. Penyakit jantung rematik.
f. Hipertensi.
g. Bronkiektasis.
Penatalaksanaan
Prognosis
EMFISEMA
Definisi
Pembesaran permanen abnormal rongga udara distal terhadap bronkiolus terminal,
disertaidengan destruksi dinding rongga udara tersebut.
Patogenesis
Gambar Pathway Emfisema
Etiologi
a. Merokok.
b. Predisposisi genetic - Alpha1 protease inhibitor.
c. Paparan okupasi terhadap iritan kimia.
d. Paparan polutan di atmosfer.
Manifestasi Klinis
a. Biasanya mengalami sesak progresif, penurunan toleransi latihan, wheeze dan
penurunan berat badan.
b. Tanda hiperinflasi
c. Hilangnya suport elastik → saluran napaskolaps pada saat ekspirasi → Pola
obstruksipada pemeriksaan spirometry.
d. Asidosis respiratorik.
e. Cor pulmonale.
f. Pneumothorax.
Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital
(a) Peningkatan laju respirasi.
(b) Peningkatan nadi, cardiac output,tekanan darah.
(c) Penggunaan otot asesori inspirasi.
(d) Penggunaan otot asesori ekspirasi.
(e) Pursed-lip breathing.
(f) Peningkatan diameter dada posteroanterior(barrel chest).
(g) Sianosis.
Pemeriksaan penunjang
a. Hematologi
Peningkatan hematocrit and hemoglobin.
b. Elektrolit
Hipokloremia (Kegagalan ventilasi kronik).
c. Pemeriksaan sputum
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.
d. Foto toraks
(a) Lapang paru translusen (gelap).
(b) Depresi atau pendataran diafragma.
(c) Jantung memanjang dan tampak langsing (berbentuk pendulum).
(d) Jantung membesar.
(e) Peningkatan rongga udara retrosternal (Foto toraks lateral).
Tatalaksana
Definisi
Penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan dengan h
ambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan peningkat
an respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dangas berbahaya.
Manifestasi klinis
Anamnesis
Keluhan :
a. Sesak napas.
b. Kadang-kadang disertai mengi.
c. Batuk kering atau dengan dahak yang produktif.
d. Rasa berat di dada.
Faktor risiko
a. Genetik.
b. Pajanan partikel :
(a) Asap rokok.
(b) Debu kerja, organik dan inorganic.
(c) Polusi udara dalam rumah daripemanas atau biomassa rumah tangga
dengan ventilasi yang buruk.
(d) Polusi udara bebas
c. Pertumbuhan dan perkembangan paru.
d. Stres oksidatif.
e. Jenis kelamin.
f. Umur.
g. Infeksi paru.
h. Status sosial-ekonomi.
i. Nutrisi.
j. Komorbiditas.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
(a) Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan.
(b) Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk
iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar.
(c) Hemidiafragma mendatar.
(d) Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas
lebih dangkal.
(e) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi
lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien.
(f) Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan pernapasan.
(g) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai.
b. Palpasi dan Perkusi
(a) Sering tidak ditemukan kelainan pada PPOK.
(b) Irama jantung di apeks mungkin sulit ditemukan karena hiperinflasi paru.
(c) Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi.
c. Auskultasi
(a) Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak
spesifik untuk PPOK.
(b) Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara.
Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak
spesifikuntuk PPOK.
(c) Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan.
(d) Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6 menit yang dimod
ifikasi.Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang dapat digunakan
adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak.
Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dilakukan bila fasilitas tersedia:
a. Spirometri.
b. Peak flow meter (arus puncak respirasi).
c. Pulse oxymetry.
d. Analisis gas darah.
e. Foto toraks.
f. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit).
Penatalaksanaan Komprehensif
Prognosis
Ad vitam : Dubia.
Ad functionam : Dubia.
Ad sanationam : Dubia.
Definisi
Derajat hipoksemia untuk membuat diagnosis ARDS ditentukan dengan rasio teka
nan parsial oksigen pada darah arteri (PaO2) dengan fraksi oksigen pada udara ins
pirasi (FiO2). Nilai PaO2 didapat dari hasil pemeriksaan analisis gas darah dengan
memperhatikan berapa liter oksigen yang diberikan saat pengambilan spesimen da
rah. Fraksi oksigen didapat dengan memperhatikan jumlah oksigen yang diberikan.
Dengan pemberian oksigen binasal setiap 1L akan akan meningkatkan FiO2 4 %
dan nilai tersebut ditambahkan dengan nilai FiO2 pada room air yang besarnya 21
%. Dengan pemberian oksigen melalui simple mask dimana oksigen yang diberik
an 8-10L maka besarnya FiO2 adalah 100 %. Kriteria ARDS menurut AECC adal
ah bila didapatkan perbandingan PaO2/FIO2 ≤ 200 mmHg, sedangkan bila perban
dingan PaO2/FIO2 ≤ 300 mmHg sesuai dengan ALI (Acute Lung Injury).
Faktor Resiko
a. Usia tua
b. Jenis kelamin perempuan (terutama pada kasus trauma)
c. Riwayat merokok
d. Riwayat alkoholik
Kelainan utama pada ARDS adalah adanya inflamasi yang disebabkan oleh aktiva
si neutrophil, dan untuk mengerti patogenesisnya perlu diperhatikan hal-hal beriku
t:
Gambaran foto toraks pada ARDS secara umum berupa opasifikasi bilateral,
konsolidasi yang bisa simetris maupun asimetris disertai dengan air bronchogram
(Gambar 3). Diagnosis banding meliputi pneumonia terutama akibat aspirasi,
perdarahan alveolar difus dan edema paru karena penyebab lainnya.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam
tatalaksananya adalah
a. Terapi Umum
a) Atasi penyakit yang mendasarinya (faktor predisposisinya)
b) Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin, karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis
minimal yang masih memberikan efek sedasi yang adekuat.
c) Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan cairan, obat vasodilator/konstriktor, inotropic atau diuretik.
Prognosis
PNEUMONIA
Definisi
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Pemeriksaan Penunjang
a. Pewarnaan gram.
b. Pemeriksaan lekosit.
c. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia.
d. Kultur sputum jika fasilitas tersedia.
e. Kultur darah jika fasilitas tersedia.
Komplikasi
Penatalaksanaan Komprehensif
Terapi definitif dengan pemberian antibiotic yang harus diberikan kurang dari 8 j
am.Pasien Rawat Jalan.
a. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat
(a) Makrolid:azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat).
(b) Doksisiklin (rekomendasi lemah).
b. Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit
ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau
penggunaan obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor
risiko lain infeksi pneumonia :
(a) Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, atau levofloksasin(750 mg)
(rekomendasi kuat).
(b) ß-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau
amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat)Alternatif
obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan cefuroxime (500 mg,
2x1/hari), doksisiklin.
a. Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi
lingkungan.
b. Pencegahan
Vaksinasi influenza dan pneumokokal,terutama bagi golongan risiko tinggi
(orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis).
Prognosis
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas
hidup (GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal,
menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan
efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast .
b. Glukokortikosteroid
Oral Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,
penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma,
obaesitas dan kelemahan.
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini
dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada 2-
agonist inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau
leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan
dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau
menggunakan obat β2 agonist oral. imun nonspecific. Obat ini dapat
menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi
powder.
d. Β2-Agioinst Inhalasi
Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.
Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan
fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian
musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia
e. B2-Agonist
OralObat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja
jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal.
f. Teofiline Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan
asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan
pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa
mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang
lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian.
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan
menurunkan gejala asma.
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma:
a. β2- Agoinst Inhalasi Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini
digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow,
hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,
tremor otot skeletal dan hipokalemia.
b. Β2- Agionst Oral Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi
kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia.
c. Antikolinergic Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan
fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran
mucus (GINA, 2005).
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian. Buteyk
o merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat menurunkan v
entilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain itu memperbai
ki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dir
ancang khusus, untuk penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dang
kal.
Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep breathing) d
an napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan nafas dala
m dengan frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit. Latihan napas
dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan respons saraf parasimpatis da
n penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan fungsi pernafasan dan kardiov
askuler, mengurangi efek stres, dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
Gambar Tatalaksana asma dirumah sakit.
Gambar Penatalaksanaan asma di rumah.
DAFTAR PUSTAKA