Anda di halaman 1dari 67

Fadlia Y.

Widiantoro

ASMA
DEFINISI (1)
1. asma adalah penyakit heterogen yang ditandai oleh inflamasi kronik saluran
napas,ditandai riwayat gejala respirasi (seperti wheezing, sesak napas, rasa berat di
dada, dan batuk sepanjang waktu yang bervariasi intensitasnya) dan hambatan aliran
udara ekspirasi yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya.

2. asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennnya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif saluran
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak napas, dada
terasa berat, dan batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi, dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan. (GINA 2011; PDPI 2004)

DESKRIPSI/ CIRI KHAS(1)


1. Gejala dan hambatan aliran udara ekspirasi yang bervariasi
2. dipicu oleh adanya faktor pencetus seperti: latihan, allergen atau paparan zat iritan,
perubahan suhu/ cuaca, dan infeksi saluran napas oleh virus.
3. Gjala dan hambatan aliran udara ekspirasi sembuh sempurna dengan sendiri/ dengan
pengobatan/ terkadang menetap dalam beberapa minggu/ bulan

FENOTIP ASMA:
1. asma adalah penyakit heterogen dengan proses penyakit yang mendasari yang
bervariasipenilaian terhadap cirri-ciri demografi, klinis, dan atau patofisiologi disebut
fenotop asma (1)
2. fenotip asmai: sekelompok penanda yang menentukan suatu penyakit dan subsetnya (2)
3. tujuan mengetahui fenotip asma: dengan menegtahui subfenotip maka kita akan dapat
mengetahui patofisiologi asma, menilai respons terapi, menentukan prognosis, dan
faktor genetic yg mendasari penyakit. (2)
4. beberapa fenotip asma yang telah teridentifikasi:

FENOTIPN ASMA berdasarkan GINA, 2015


1. allergic asthma
- paling mudah diidentifikasi
- sering menyerang anak-anak
- berhubungan dengan: riwayat terdahulu/ riwayat keluarga dengan penyakit alergi
seperti: eksem, rhinitis alergi, alergi amkanan/ alregi obat
- pemeriksaan sputum sebelum pengobatan kadar eosinifil tinggi
- respons nya baik dengan pengobatan ICS
- penjelasan tambahan:

1
Fadlia Y. Widiantoro
= disebut asma atopic, insiden 45-88% asma, kadar IgE tinggi, berhubbunngan
dengan faktor atopic (2)

2. non allergic asthma


- sering pada usia dewasa
- pemeriksaan sputum kadar neutrofil, eosinofil/ paucigranulosit
- kurang berespons baik dengan ICS
- penjelasan tambahan:
= disebut asma intrinsic, prick test (-), kadar IgE normal/ rendah, gejala muncul
terlambat, insiden 10-33% (2)

3. late onset asthma


- dewasa
- umumnya wanita
- menderita asma pertama kali pada usia dewasa
- non allergic asthma
- butuh high dose ICS/ relative resisten terhadap kortikosteroid

4. asthma with fixed airflow limitation


- penderita asma dalam jangka waktu lama akan menderita hambatan aliran udara
yang menetap dipikirkan telah terjadi airway remodelling\

5. asthma with obesity


- pasien asma yang menderita obesitas akan memiliki gejala respiratorik yang
prominen
- inflamasi saluran napas bersifat eosinofilik

Asthma phenotypes based on trigger


1. Allergic
2. Non-allergic
3. Aspirin-exacerbated respiratory disease (AERD)
- jarang insiden 5,5
- berhubungan dengan HLA-DQw2 dan DPB1
- diketemukan polimorfisme gen:leukotrien C4 synthase, 5-lipooxygenase,
cyclooksigenase-1 (COX-1), COX-2, prostaglandin E2 receptor gen
- berhubungan dengan severe asthma, refractory asthma,
4. Infection
- pasien asma yang menderita infeksi saluran napas mempengaruhi asma nya
- Infection-induced exacerbations may be severe in nature and co-morbid condition
(e.g. sinusitis) may influence asthma control.
5. Exercise-induced
- Most patients with asthma will develop EIB if they perform sufficient exercise to
reach 80-85% of maximum predicted heart rate.
- Exerciseinduced asthma (EIA) refers to the airway narrowing and resultant decrease
in expiratory air flow that occurs following vigorous exercise.
2
Fadlia Y. Widiantoro

(4)

3
Fadlia Y. Widiantoro

ENDOTIP:
subtipe penyakit yang didefinisikan sebagai mekanisme patogenisme intrinsik ATAU
merupakan subtipe penyakit yang didasarkan pada mekanisme seluler dan molekuler
termasuk reaktifitas sel-sel struktural, sehingga asma berdasarkan endotipnya dapat
diklasifikasikan berdasarkan identifikasi biomarker dari cairan tubuh/ jaringan yang terlibat,
yang pada akhirnya dapat diberikan terapi secara individual.

(4)

Mekanisme dasar kelainan asma:

4
Fadlia Y. Widiantoro

5
Fadlia Y. Widiantoro
ETIOLOGI (PDPI 2004)
Interaksi antara faktor penjamu dan lingkungan pada kejadian asma:

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara :


1. Faktor penjamu (faktor host)
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi individu yang dengan kecenderungan/ predisposisi
asma berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksarsebasi asma, dan atau
menyebabkan gejala asma menetap.

Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :


Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

6
Fadlia Y. Widiantoro
Faktor risiko asma:
Faktor penjamu
Predisposisi genetik
Atopi
Hiperresponsif jalan napas
Jejis kelamin
Ras/ etnik
Faktor lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada Mencetuskan ekasesrbasi dan
indivisu dengan predisposisi asma menyebabkan gejala asam memnetap
Alergen dalam ruangan: mite domestik, Alergen di dalam dan di luar
alergen binatang, alergen kecoa, jamur ) ruangan
Bahan di lingkungan kerja Polusi udara di dalam dan di luar
Asap rokok (perokok aktif, perokok pasif) ruangan
Polusi udara (polusi udara di dalam Infeksi pernapasan
ruangan, polusi udara di luar ruangan) Exercise dan hiperventilasi
Infeksi parasit Perubahan cuaca
Status sosek Sulfur dioksida
Besar keluarga Makanan, adiktif (pengawet,
Diet dan obat penyedap, pewarna makanan)
Obesitas Obat-obatan
Ekspresi emosi berlebihan
Asap rokok
Iritan (al: parfum, bau-bauan yang
merangsang, household spray)

PATOGENESIS
- Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronis yang secara patologis ditandai dengan
adanya kelainan pada sel epitel, lamina propria, dan sub mukosa utamanya saluran
napas konduksi.

- Inflamasi pada asma terjadi akut maupun kronis melalui proses yang kompleks,
melibatkan faktor genetik, antigen, sel-sel inflamasi, dan mediator inflamasi.
1. Inflamasi akut: terdiri dari reaksi asma tipe cepat dan tipe lambat.
a. Reaksi tipe cepat berlangsung dalam hitungan menit dengan gejala puncak 15
menit dan berkurang dalam waktu 1 jam.
b. Respons asma tipe lambat menyebabkan perubahan inflamasi yang lebih
kompleks.

2. Inflamasi kronis:
Inflamasi kronis asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis
diikuti proses penyembuhan. Proses penyembuhan menghasilkan perbaikan dan
pergantian sel atau jaringan yang rusak. Sel atau jaringan rusak diganti dengan sel

7
Fadlia Y. Widiantoro
baru yang sama atau jaringan penyambung sehingga terbentuk skar. Proses tersebut
dikenal dengan airway remodeling.

Humbert M, Kay AB. Chronic inflammation in asthma. Eur Respir Journal. 2003;23:126-37.

- Imunopatogenesis asma
Paparan antigen mengaktivasi sel limfosit T sehingga dihasilkan berbagai macam
sitokin dengan sel Th2 merupakan sel yang berperan penting dalam inflamasi asma.

Inhalasi alergen akan menyebabkan:


1. Aktivasi fungsi sel mast
Sel mast teraktivasi melalui ikatan antara molekul IgE dengan reseptor IgE di
permukaan sel mastSel mast teraktivasi
- segera melepaskan mediator proinflamasi berupa histamin, tryptase, tumor
necrosing factor (TNF)- dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Mediator proinflamasi disintesis menjadi leukotrien, prostaglandin, dan sitokin.
- Sel mast juga mengeluarkan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang
berfungsi mempertahankan keberadaan sel dendritik.

2. Merangsang Sel epitel


Sel epitel yang terangsang melepaskan
- stem cell factor (SCF) yang berperan penting dalam mengatur kerja sel mast di
permukaan saluran napas
- TSLP yang berfungsi mempertahankan keberadaan sel dendritik.
- CCL11 yang berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi eosinofil ke dalam
saluran napas.

8
Fadlia Y. Widiantoro
3. Merangsang sel dendritik
Rangsangan pada sel dendritik sekresi beberapa kemokin antara lain
chemokines ligand (CCL) 17 dan CCL22 CCL17 dan 22 + chemokine receptor
(CCR) 4 menarik sel Th2 sel Th 2 akan mensekresi:
a. IL-4 dan IL-13 yang merangsang sel B untuk mensekresi IgE
b. IL-5 berfungsi merangsang inflamasi eosinofilik
c. IL-9 merangsang proliferasi sel mast.

Barnes PJ. Focus on allergy and asthma review immunology of asthma and chronic obstructive pulmonary disease.
Imunology. 2008;8:183-92.
Mekanisme imunologi asma

9
Fadlia Y. Widiantoro
Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan patofisiologi asma. Cermin Dunia Kedokteran 2003; 141: 5-11.

Peranan TNF alfa pada asma

Brightling C, Berry M, Amrani Y. Targeting TNF-: A novel therapeutic approach for asthma. J Allergy clin
immunol 2008; 121(1): 5-10

Peranan Airway remodelling


- Definisi
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan
1. kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
2. penyembuhan (healing process) yang menghasilkan
a. perbaikan (repair) dan
b. pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru.
Kedua proses tersebut akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks.

- Perubahan struktur yang terjadi dapat berupa:


1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3. Penebalan membran retikuler
4. Pembuluh darah meningkat
5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6. Perubahan struktur parenkim
7. Peningkatan f ibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

10
Fadlia Y. Widiantoro
- Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodelling:

11
Fadlia Y. Widiantoro
Hubungan antara inflamasi akut, kronis, dan airway remodelling dengan gejala klinis:

PATOFISIOLOGI:
Mediator inflamasi asma menyebabkan perubahan fisiologis saluran napas.
1. Sel epitel saluran napas mengalami hiperplasi dan hipertrofi yang bersifat rapuh.
Hiperplasi dan hipertrofi sel epitel menurunkan fungsi pertahanan saluran napas,
produksi beberapa enzim, meningkatkan respons syaraf sensoris dan menyebabkan
hilangnya faktor relaksasi. Sel epitel saluran napas akan mengeluarkan mediator
inflamasi yang bersifat meningkatkan respons inflamasi, menghasilkan faktor
pertumbuhan untuk merangsang fibrosis, meningkatkan proses angiogenesis, dan
proliferasi sel otot polos saluran napas. Perubahan pada sel epitel menyebabkan
perubahan struktur saluran napas.

2. Edema mukosa saluran napas terjadi akibat peningkatan aliran darah dan kebocoran
mikrovaskuler.

3. Hiperplasi kelenjar submukosa, peningkatan jumlah sel goblet, dan rangsangan elemen
syaraf menyebabkan hipersekresi mukus.

12
Fadlia Y. Widiantoro

Barnes JP. Pathophysiology of asthma. Eur Respir Journal. 2003;23:84-113.


- Hubungan antara inflamasi akut, kronis, dan airway remodelling dengan gejala klinis:

DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Keluhan hanya didapatkan saat terdapat serangan, sedangkan di luar serangan pasien
tanpa keluhan. Karakteristik khas keluhan asma
a. Keluhan bersifat episodik seringkali reversibel dengan dan tanpa pengobatan
b. Gejala berupa sesak napas disertai dengan wheezing, rasa berat di dada, dan
batuk (berdahak)
c. Gejala timbul/ memburuk pada malam hari atau dini hari
13
Fadlia Y. Widiantoro
d. Diawali dengan faktor pencetus yang bersifat individual
e. Respsons terhadap pemberian bronkodilator

Hal- hal yang perlu diwaspadai adalah:


a. Riwayat atopi/ alergi
b. Riwayat keluarga dengan alergi
c. Penyekit lain yang memberatkan
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan

2. PEMERIKSAAN FISIK
- Gejala bersifat bervariasi sepanjang hari dengan PF seringkali normal di luar
serangan
- Khas: pada saat serangan didapatkan wheezing/ mengi saat ekspirasi, ronkhi

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes fungsi paru
- Digunakan untuk menilai:
Obstruksi saluran napas, reversibilitas kelainan faal paru, dan variabilitas faal paru
- Metode yang digunakan
1. Spirometri
- Mengkonfirmasi diagnosis asma:
a. Menilai derajat obstruksi dengan mengukur nilai rasio VEP1/ KVP <
75% atau nilai VEP1 pasien < 80% nilai prediksi.
b. Reversibilitas peningkatan VEP1 12 % dan 200 mL secara
spontan atau setelah uji bronkodilator (pemberian inhakasi
bronkodilator aksi cepat: 200-400 mikrogram salbutamol/ albuterol
ATAU setelah pemberian kontroler dalam beberapa hari misalnya
inhalasi glujkokortikosteroid) GINA,2012
- Menilai derajat berat asma
- Menilai kontrol asma

2. Peak flow meter APE


- Harus digunakan alat yang sama, minimal 2 minggu.
- Mengkonfirmasi diagnosis asma
peningkatan nilai APE 20% secara spontan atau setelah uji
bronkodilator (pemberian inhakasi bronkodilator aksi cepat: 200-400
mikrogram salbutamol/ albuterol ATAU setelah pemberian kontroler
dalam beberapa hari misalnya inhalasi glujkokortikosteroid) GINA,2012

14
Fadlia Y. Widiantoro
- Variabilitas APE selama 1-2 minggu:
a. Bila sedang menggunakan bronkodilator:

APE malam : APE malam sebelumnya sesudah bronkodilator


APE pagi : APE pagi sebelum bronkodilator
Persentase variabilitas harian dipertimbangkan sebagai asma jk > 20%

b. Penentuan nilai variabilitas APE dengan presentasi nilai terbaik


Caranya adalah pengukuran APE pagi dan malam hari selama 2 minggu
didapat nilai APE pagi terendah dan APE malam tertinggi
dihitung persentase nilai terbaiknya
Misal: nilai APE terendah pagi hari= 300mL, dan nilai APE tertinggi
malam hari= 400 mL nilai persentase nilai terbaik= 300/ 400x 100%=
75%

- Mengetahui level kontrol asma


- Mengetahui penyebab gejala asama yang berasal dari lingkungan

b. Tes provokasi bronkus


- Untuk menilai hiperresponsivitas saluran napas
- Dilakukan untuk menegakkan diagnosis asma pada pasien dengan tes faal paru
normal namun memiliki gejala asma
- Cara: inhalasi metacolin, histamine, exercise, hiperventilasi volunteer eukapnik,
inhalasi manitol
- Tes ini memiliki sensitivitas tinggi namun spesifisitas rendah hasil negatif dapat
menyingkirkan diagnosis asma persisten namun hasil positif belum tentu memiliki
diagnosis asma
Missal: hiperresponsivitas saluran napas dengan inhalasi metakolin telah
dijelaskan pada pasien dengan rhinitis alergi, cystic fibrosis, displasia
bronkopulmoner dan PPOK.

c. Tes alergi (prick test)


- Dapat dentifikasi faktor atopi namun tidak dapat menegakan diagnosis asma, tidak
spesifik untuk asma, dan tidak dijumpai pada semua fenotip asma.
- Cara: prick tes/ skin prick, pengukuran kadar IgE spesifik
- Letak kalianan juga tidak sama, prick tes/ skin prick dilakukan di kulit sedangkan
asma ada di saluran napas.
15
Fadlia Y. Widiantoro
d. Inhalasi nitrit oksida (FENO)
Konsentrasi fraksional dari nitrat oksida yang diekshalasi (FENO) dapat diukur di
beberapa pusat. FENO meningkat pada asma eosinofilik tetapi juga dalam kondisi
non-asma (misalnya bronkitis eosinofilik, atopi dan rhinitis alergi), dan belum
ditetapkan sebagai berguna untuk membuat diagnosis asma. FENO menurun pada
perokok dan selama bronkokonstriksi, dan dapat meningkat atau menurun selama
infeksi virus pernapasan. Pada pasien (terutama perokok) dengan gejala pernapasan
non-spesifik, temuan FENO > 50 bagian per miliar (ppb) dikaitkan dengan respon
jangka pendek yang baik dengan ICS. Namun, tidak ada studi jangka panjang yang
memeriksa keamanan dari menunda ICS pada pasien dengan FENO awal yang
rendah. Akibatnya, FENO tidak dapat direkomendasikan saat ini untuk memutuskan
apakah akan mengobati pasien dengan kemungkinan asma dengan ICS.

KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan resksi alergi yang disebabkan oleh faktor pencetus yang spesifik seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), serta spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubngkan dengan adanya sutu predisposisi genetik
alergi. Oleh karena itu jika didapatkan faktor pencetus spesifik akan terjadi serangan
asma

2. Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergik terhadap pencetus yang tidak spesifik/ tidak
diketahui seprti udara dingin, atau dapat juga disebabkan oleh karena adanya infeksi
saluran napas dan emosi. Serangan asma tipe ini akan menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalubya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis kronik/
emfisema. Dan pada beberapa pasien dapatmengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.

16
Fadlia Y. Widiantoro
Klasifikasi berat penyakit berdasarkan gambaran klinis
Derajat asma Gejala Gejala Faal paru
malam
I. Intermiten Bulanan, 2 x/bulan APE 80%,
Gejala < 1 kali/minggu, VEP1 80% nilai
tanpa gejala diluar prediksi,
serangan, serangan APE 80% nilai terbaik,
singkat Variabilitas APE < 20%

II. Persisten Mingguan, > 2 x/bulan APE 80%


ringan Gejala > 1 kali/minggu, VEP1 80% nilai
tapi < 1 kali/hari, prediksi,
serangan dapat APE 80% nilai terbaik,
mengganggu aktivitas Variabilitas APE < 20%
dan tidur

III. Persisten Harian, > 1x/minggu APE 60-80%


sedang Gejala setiap VEP1 60-80% nilai
hari,serangan prediksi,
mengganggu aktivitas APE 60-80% nilai
dan tidur,membutuhkan terbaik,
bronkodilator setiap Variabilitas APE > 30%
hari

IV. Persisten Kontinyu, Sering APE < 60%


berat Gejala terus menerus, VEP1 60% nilai
sering kambuh, aktivitas prediksi,
fisik terbatas APE 60% nilai terbaik,
Variabilitas APE > 30%
(GINA 2002-2008, PDPI 2005)

17
Fadlia Y. Widiantoro
Klasifikasi derajat berat asma pada pasien yang sedang dalam pengobatan
Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan faal paru dalam Tahap I Tahap 2 Tahap 3
pengobatan Intermiten Persisten Persisten
ringan sedang
Tahap 1: intermiten Intermiten Persisten ringan Persisten sedang
Gejala < 1 x/minggu
Serangan singkat
Gejala malam < 2 x/bulan
Faal paru normal di luar
serangan

Tahap II: persisten ringan Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat
Gejala > 1 x/minggu tetapi
<1 x/hari
Gejala malam > 2 x/bulan
tetapi < 1 x/minggu
Faal paru normal di luar
serangan
/
Tahap III: persisten sedang Persisten sedang Persisten berat Persiten berat
Gejala setiap hari
Serangan mempengaruhi
aktivitas dan tidur Gejala
malam >1 x/minggu
60% < VEP1< 80% nilai
prediksi
60%< APE< 80% nilai
terbaik

Tahap IV: persisten berat Persisten berat Persisten berat Persisten berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 nilai prediksi atau
APE nilai terbaik
(GINA 2002-2008, PDPI 2005)

18
Fadlia Y. Widiantoro
Klasifikasi berdasarkan derajat berat asma tersebut tidak bisa digunakan untuk pasien yang
telah mendapatkan terapi karena sulit untuk menentukan penatalaksanaan jangka panjang.
Sehingga mulai tahun 2011, GINA mengklasifikasikan asma berdasrkan tingkat kontrol
asma.
A. Penilaian kontrol klinik saat ini (dipilih lebih dari 4 minggu)
Karakteristik Kontrol Terkontrol sebagian Tidak terkontrol
Gejala harian Tidak didapatkan > 2 x/minggu Terdapat 3 atau
( 2 x/minggu) lebih gejala asma
terkontrol sebagian
*+
Keterbatasan Tidak ada Ada
aktivitas
Gejala malam Tidak ada Ada
hari
Kebutuhan obat 1 ( 2 x/minggu) > 2 x/minggu
pelega/terapi
kegawatan

Fungsi paru Normal < 80% nilai prediksi


(APE/VEP1)++ atau nilai terbaik (jika
diketahui)
B. Penilaian risiko yang akan datang (risiko eksaserbasi, ketidakstabilan, penurunan
fungsi paru yang cepat, efek samping)
Kondisi yang memperberat prognosis adalah kontrol klinis yang jelek, keadaan
eksaserbasi setahun sebelumnya, pernah dirawat di unit intensif karena asma, rendahnya
nilai VEP1, paparan rokok, dan dosis pengobatan yang tinggi
(GINA 2002-2008, PDPI 2005)

Klinis asma terkontrol dinilai dengan menggunakan alat bantu kuisioner terstandar:
1. Asthma Control Questionaire (ACQ),
2. Asthma Control Test (ACT),
3. Childhood Asthma Control Test (C-ACT),
4. Asthma Theraphy Assessment Questionaire (ATAQ), dan
5. Asthma Control Scoring System.

ACT:
- Merupakan quosioner yang dibuat oleh ahli2 pulmonologi, rehab medis dsb, dan
dideklarasikan oleh perusahaan glaxosmith

- Penilaian kontrol klinis asma berdasarkan ACT merupakan penilaian yang mudah dan
dapat dilakukan oleh pasien sendiri.

- Tingkat kontrol asma berdasar ACT:


1. terkontrol apabila total nilai ACT 25,
19
Fadlia Y. Widiantoro
2. terkontrol sebagian apabila nilai ACT 20-24, dan
3. tidak terkontrol apabila nilai ACT 20

- Pertanyaan dalam ACT:


1. Dalam empat (4) minggu terakhir, berapa kali asma mengganggu anda untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah?
(1) Selalu (tiap hari, sewaktu-waktu) (3) kadang-kadang (> 2 x/minggu) (5)
Tidak pernah
(2) Sering (hampir tiap hari) (4) Jarang ( 2x/minggu)
2. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas?
(1) > 1 x/hari (3) 3-6 x/minggu (5) Tidak
pernah
(2) 1 x/hari (4) 1-2 x/minggu
3. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma anda(wheezing, batuk, sesak napas,
nyeri dada atau tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau
lebih awal dari biasanya?
(1) 4 x/minggu (3) 1 x/minggu (5) Tidak pernah
(2) 2-3 x/minggu (4) 1-2 x/bulan
4. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan obat semprot atau
obat oral (tablet atau sirup) untuk melegakan pernapasan?
(1) 3 x/hari (3) 2-3 x/minggu (5) Tidak pernah
(2) 1-2 x/hari (4) 1 kali/minggu
5. Bagaimana anda menilai sendiri tingkat kontrol asma dalam 4 minggu terakhir?
(1) Tidak terkontrol sama sekali (3) Cukup terkontrol
(5)Sangat terkontrol
(2) Kurang terkontrol (4) Terkontrol dengan baik

20
Fadlia Y. Widiantoro
DIAGNOSIS ASMA BERDASARKAN GINA, 2015

Cara mendiagnosis awal asma

Diagnostic Flowchart for clinical practice- initial presentation-

21
Fadlia Y. Widiantoro

Pola gejala pernapasan yang merupakan ciri khas dari asma

Tampilan berikut adalah khas untuk asma dan, jika ada, meningkatkan kemungkinan bahwa
pasien menderita asma:
Lebih dari satu gejala (mengi, sesak napas, batuk, sesak di dada), terutama pada orang
dewasa

22
Fadlia Y. Widiantoro
Gejala sering lebih buruk pada malam hari atau pada pagi hari
Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan bervariasi intensitasnya
Gejala dipicu oleh infeksi virus (pilek), olahraga, paparan alergen, perubahan cuaca, tawa,
atau iritan seperti asap knalpot mobil, asap rokok atau bau yang kuat.

Tampilan berikut mengurangi kemungkinan bahwa gejala pernapasan adalah akibat asma:
Batuk tanpa gejala pernapasan lainnya (lihat p9)
Produksi sputum kronis
Sesak napas yang disertai pusing, kepala terasa ringan atau kesemutan perifer (paresthesia)
Nyeri dada
Dispnea yang diinduksi latihan dengan inspirasi yang berisik.

Riwayat dan riwayat keluarga


Dimulainya gejala pernafasan pada anak, riwayat rhinitis alergi atau eksim, atau riwayat
keluarga dengan asma atau alergi, meningkatkan kemungkinan bahwa gejala pernapasan adalah
akibat asma. Namun, tampilan ini tidak spesifik untuk asma dan tidak terlihat pada semua
fenotipe asma. Pasien dengan rhinitis alergi atau dermatitis atopik harus ditanya secara khusus
tentang gejala pernapasannya.

23
Fadlia Y. Widiantoro
Diagnostic in asthma for adult, adolescent, and children 6-11 years

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien dengan dugaan asma bervariasi menurut usia (Kotak 1-3). Setiap
alternatif diagnosis ini juga dapat ditemukan bersama dengan asma.
Umur Kondisi Gejala
6-11 Sindrom saluran pernapasan Bersin, gatal, hidung tersumbat, berdehem
th kronik (batuk) Onset yang tiba-tiba, bersin unilateral
Inhalasi benda asing Infeksi rekuren, batuk produktif
Bronkiektasis Infeksi rekuren, batuk produktif, sinusitis
Diskinesia silier primer Bising jantug
Penyakit Jantung bawaan Bayi prematur, gejala sejak lahir
Displasia bronkopulmoner Batuk dan produksi mukus berlebih, gejala
Fibrosis kistik gastrointestinal

24
Fadlia Y. Widiantoro
12-39 Sindrom saluran pernapasan Bersin, gatal, hidung tersumbat, sering
th kronik (batuk) berdeham
Disfungsi pita suara Dispnea, wheezing inspirasi (stridor)
Hiperventilasi, disfungsi napas Pusing, parestesia, menghela napas
Bronkiektasis
Fibrosis kistik Infeksi rekuren, batuk produktif
Penyakit jantung bawaan Batuk dan produksi mukus berlebih
Defisiensi alfa-antitripsin Bising jantung
Napas pendek-pendek, riwayat keluarga
Inhalasi benda asing emfisema
Onset yang akut
>40 Disfungsi pita suara Dispnea, wheezing inspirasi (stridor)
th Hiperventilasi, disfungsi napas Pusing, parestesia, menghela napas
PPOK
Bronkiektasis Batuk, sputum, Dispnea, paparan rokok
Gagal jantung Batuk produktif, infeksi berulang
Batuk akibat medikasi /obat Dispnea, gejala malam hari
Penyakit parenkim paru Pengobatan menggunakan ACE-I
Dispnea, batuk non produktif, kuku clubbing
Emboli paru Dispnea akut, sakit dada
Obstruksi pernapasan sentra; Dispnea, bronkodilator tidak respon

MENEGAKKAN DIAGNOSIS ASMA PADA POPULASI KHUSUS

1. Pasien yang datang dengan batuk sebagai satu-satunya gejala pernapasan


Diagnosis yang harus dipertimbangkan: asma varian batuk, batuk yang disebabkan oleh
inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE), refluks gastroesofageal, sindrom batuk
saluran napas bagian atas kronis (sering disebut postnasal drip), sinusitis kronis, dan
disfungsi pita suara.
Pasien dengan asma varian batuk memiliki batuk kronis sebagai gejala utama mereka,
jika bukan satu-satunya, yang terkait dengan hiperresponssivitas saluran napas. Hal ini
lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering lebih bermasalah pada malam hari; fungsi
paru-paru bisa normal.
Untuk pasien ini, dokumentasi variabilitas dalam fungsi paru-paru (Kotak 1-2) adalah
penting. Asma varian batuk harus dibedakan dari bronkitis eosinofilik di mana pasien
mengalami batuk dan eosinofil sputum tapi spirometri normal dan responssivitas saluran
napas.

2. Asma okupasional dan asma yang diperberat pekerjaan


Asma yang diperoleh di tempat kerja sering terlewatkan. Asma dapat distimulasi atau
(lebih umum) diperburuk oleh paparan alergen atau agen sensitisasi lain di tempat kerja,
atau kadang-kadang dari satu paparan masif. Rhinitis okupasional mungkin mendahului
asma hingga satu tahun dan diagnosis dini sangat penting, karena paparan terus-menerus
dikaitkan dengan luaran yang buruk.
25
Fadlia Y. Widiantoro
Diperkirakan 5-20% dari kasus baru dari asma onset dewasa dapat dikaitkan dengan
paparan kerja. Asma onset dewasa memerlukan penyelidikan sistematis tentang riwayat
dan paparan kerja, termasuk hobi.
Menanyakan pasien apakah gejala mereka membaik ketika mereka berada jauh dari
tempat kerja (akhir pekan atau liburan) merupakan pertanyaan skrining penting

3. Atlet
Diagnosis asma pada atlet harus dikonfirmasi dengan tes fungsi paru, biasanya dengan
uji provokasi bronkial. Kondisi yang mungkin meniru atau berhubungan dengan asma,
seperti rhinitis, gangguan laring (misalnya disfungsi pita suara), pernapasan
disfungsional, kondisi jantung dan latihan yang berlebihan, harus disingkirkan.

4. Wanita hamil
Wanita hamil dan wanita yang merencanakan kehamilan harus ditanya mengenai
apakah mereka memiliki asma sehingga nasihat tentang manajemen dan obat-obatan
asma yang sesuai dapat diberikan (lihat Bab 3). Jika konfirmasi objektif dari diagnosis
diperlukan, tidak akan dianjurkan untuk melakukan tes provokasi bronkial atau
menunda terapi pengontrol sampai setelah melahirkan.

5. Orang tua
Asma sering tidak terdiagnosis pada orang tua, karena persepsi yang buruk dari
keterbatasan aliran udara; penerimaan dispnea sebagai normal pada usia tua;
kurangnya kebugaran; dan penurunan aktivitas. Adanya penyakit penyerta juga
mempersulit diagnosis. Gejala mengi, sesak napas dan batuk yang lebih buruk saat
latihan atau di malam hari juga bisa disebabkan
penyakit kardiovaskular atau kegagalan ventrikel kiri, yang sering terjadi pada
kelompok usia ini.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan cermat, yang dikombinasikan dengan
elektrokardiogram dan X-ray thoraks, akan membantu dalam diagnosis. Pengukuran
brain natriuretic polypeptide (BNP) plasma dan penilaian fungsi jantung dengan
ekokardiografi mungkin juga membantu. Pada orang tua dengan riwayat merokok atau
terpapar bahan bakar biomassa, PPOK dan asthmaCOPD overlap syndrome (ACOS)
harus dipertimbangkan (Bab 5).

6. Perokok dan mantan perokok


Asma dan PPOK mungkin sulit untuk dibedakan dalam praktek klinis, khususnya pada
pasien yang lebih tua dan perokok serta mantan perokok, dan kondisi ini mungkin
tumpang tindih (asthmaCOPD overlap syndrome, atau ACOS).
Definisi PPOK berdasarkan GOLD atas dasar gejala pernapasan kronis, paparan faktor
risiko seperti merokok, dan FEV1 / FVC pasca-bronkodilator <0,7. Reversibilitas
bronkodilator yang penting secara klinis (> 12% dan > 200 mL) sering ditemukan dalam
PPOK. Kapasitas difusi yang rendah lebih sering terjadi pada PPOK daripada asma.
Riwayat dan pola gejala dan catatan masa lalu dapat membantu untuk membedakan
pasien ini dari pasien dengan asma yang telah berlangsung lama yang telah
mengembangkan keterbatasan aliran udara tetap (lihat Bab 5). Ketidakpastian dalam
26
Fadlia Y. Widiantoro
diagnosis harus meminta rujukan awal untuk penyelidikan khusus dan rekomendasi
terapi, karena pasien dengan ACOS memiliki luaran yang lebih buruk dibandingkan
dengan asma atau PPOK saja.

7. Mengkonfirmasi diagnosis asma pada pasien yang sudah memakai terapi pengontrol
Jika dasar diagnosis pasien asma belum pernah didokumentasikan, konfirmasi dengan
pemeriksaan obyektif harus dilakukan. Banyak pasien (25-35%) dengan diagnosis asma
pada perawatan primer tidak dapat dikonfirmasi menderita asma.
Proses untuk mengkonfirmasikan diagnosis pada pasien yang sudah mendapatkan terapi
pengontrol tergantung pada gejala dan fungsi paru pasien (Kotak 1-4). Pada beberapa
pasien, ini mungkin termasuk percobaan dosis yang lebih rendah atau lebih tinggi dari
terapi pengontrol. Jika diagnosis asma tidak dapat dikonfirmasi, rujuk pasien untuk
penyelidikan dan diagnosis ahli.

Kotak 1-4. Mengkonfirmasi diagnosis asma pada pasien yang sudah memakai pengobatan
pengontrol
Status Langkah untuk konfirmasi
Gejala respirasi dan Diagnosis asma dikonfirmasi. Nilai level asma terkontrolnya (lihat Box
keterbatasan aliran 2-2) dan nilai ulang terapi controllernya
udara
Gejala respiratori Gunakan kembali reversibilitas BD setelah menahan BD (SABA: 4
yang bervariasi tetapi jam; LABA: 12+ jam) atau ketika gejala berlangsung. Jika normal,
tanpa variasi maka diagnosis alternatif dipertimbangkan (Box 1-3). Jika FEV1 >
keterbatasan aliran 70%, gunakan tes provokasi bronkus. Jika negatif, kurangi terapi
udara controller. Jika FEV1 <70%, naikkan dosis controller selama 3 bulan,
dan nilai ulang gejala dan fungsi parunya. Jika tidak berespon, maka
pengobatan sebelumnya diteruskan, dan rujuk ke spesialis
Sedikit gejala Ulangi tes BD. Jika normal, lihat diagnosis alternatifnya.
pernapasan, fungsi Pertimbangkan untuk menurunkan dosis controller (lihat box 1-5).
paru normal, tidak - Jika gejala memburuk atau fugsi paru jelek: Tingkatkan
ada variasi controller sampai dosis efektif terendah
keterbatasan aliran - Jika tidak ada perubahan gejala atau fungsi paru pada
udara controller terendah: maka turunkan sampai tidak digunakan
lagi, dan nilai serta monitoring pasien terus sampai kurang
lebih 12 bulan lamanya (lihat box 3-7)
Napas pendek- Pertimbangkan untuk menaikkan controller dalam 3 bulan (lihat box 3-
pendek persisten dan 5) lalu nilai kembali gejala dan fungsi parunya. Jika tidak ada
keterbatasan aliran perbaikan, maka terapi sebelumnya diteruskan. Pertimbangan pasien
udara ACOS

27
Fadlia Y. Widiantoro

Kotak 1-5. Bagaimana untuk menurunkan pengobatan pengontrol untuk membantu


memastikan diagnosis asma
1. Penilaian
- Catat keadaan pasien sebelumna dan fungsi parunya. Jika pasien memiliki faktor
risiko terjadinya eksaserbasi asma, jangan turunkan dosis controllernya
- Pilih waktu yang tepat (contoh: saat tidak ada infeksi saluran napas, saat tidak sedang
bepergian, atau hamil)
- Tuliskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan saat asma menyerang.
Pastikan bahwa pasien memiliki obat yang cukup untuk mengobati asmanya jika
bertambah buruk
2. Penyesuaian
- Perlihatkan pada pasien bagaimana pengurangan dosis inhalasi kortikosteroid sampai
20-50%, atau menghentikan controller (seperti LABA, antagonis lukotrien)
- Jadwalkan kunjungan ulang untuk 2-4 minggu setelahnya
3. Lihat Respon
- Nilai kembali gejala asmanya dan tes fungsi parunya kembali dalam 2-4 minggu
- Jika gejala memburuk setelah mengurangi dosis controller, maka diagnosis asma
dapat dikonfirmasi. Controller harus dikembalikan ke dosis efektif semula
- Jika setelah diturunkan, tetapi tidak ada gejala yang memburuk, atau setelah
menghentikan total controller asma, gejala tidak ada, dilakukan pengecekan ulang
fungsi paru dalam 2-3 minggu, tetapi pantau terus kondisi pasien dalam waktu kurang
lebih 12 bulan

28
Fadlia Y. Widiantoro
PENILAIAN KONTROL ASMA
GINA, 2014
Tabel 2-1. Penilaian asma pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak usia 6-11
tahun
1. Menilai asma terkontrol = gejala terkontrol dan risiko perburukan asma di masa
mendatang
Menilai gejala terkontrol dalam 4 bulan terakhir (table 2-2A)
Mengidentifikasi adanya factor risiko terjadinya eksaserbasi, hambatan aliran udara
yg menetap atau efek samping (table 2-2B)
Mengukur fungsi/faal paru saat diagnosis ditegakkan atau memulai pengobatan,
setelah pemakaian obat pengontrol selama 3-6 bulan kemudian dinilai secara
berkala
2. Menilai masalah pengobatan
Dokumentasikan tahap pengobatan pasien saat ini (table 3-5, hal 31)
Perhatikan teknik pemakaian inhaler, menilai kepatuhan pengobatan, dan efek
samping
Memeriksa apakah pasien memiliki action planasma secara tertulis
Menanyakan tentang perilaku pasien dan tujuan dari pengobatan asma pasien
3. Menilai komorbid
Rhinitis, rhinosinusitis, refluks gastroesofageal, obesitas, OSA, ggn. Cemas dan
depresi dapat ikut berperan dalam menimbulkan gejala dan menurunkan kualitas
hidup pasien serta kadang-kadang juga menyebabkan asma tidak terkontrol

Tabel 2-2 Penilaian Asma terkontrol pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak usia
6-11 tahun menurut GINA
A.Gejala asma terkontrol Derajat gejala asma
terkontrol
Dalam 4 bulan terakhir, apakah pasien mengalami: Terkontrol Terkontrol tidak
sebagian
terkontrol
Tidak terkontrol
Gejala asma harian >2x/minggu? Ya Tidak
Terbangun tengah malam karena asma? Ya Tidak
Penggunaan pelega* >2x/minggu? Ya Tidak Tidak ada 1-2
3-4
Keterbatasan aktivitas fisik karena asma? Ya Tidak
B. Faktor Risiko untuk terjadinya perburukan asma
Nilai factor risiko saat diagnosis ditegakkan dan secara berkala, khususnya pada pasien yg
mengalami eksaserbasi.
Ukur VEP1 pd awal pengobatan, setelah 3-6 bulan penggunaan pengontrol untuk mencari
personal best pasien, kemudian secara berkala selama dilakukan penilaian risiko asma

29
Fadlia Y. Widiantoro
Faktor risiko bebas yg dapat dimodifikasi pada eksaserbasi
Gejala asma tidak terkontrol
Penggunaan SABA secara berlebihan(>1x200 dosis
canister/bulan)
ICS yg tidak adekuat; ICS tidak diberikan; Bila memiliki 1 atau lebih
ketidakpatuhan penggunaan obat; teknik pemakaian factor risiko ini,
inhaler yg salah meningkatkan risiko
Nilai VEP1 yg rendah, terutama <60% prediksi terjadinya eksaserbasi
Masalah psikososial atau sosioekonomik walaupun gejala asma
Terpajan: asap rokok, allergen terkontrol dengan baik
Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi makanan
Sputum atau blood eosinofilia
Kehamilan
Faktor risiko independen lain untuk terjadinay eksaserbasi
Pernah diintubasi atau dirawat di ICU karena asma
1 eksaserbasi yg parah dalam 12 bln terakhir
Faktor risiko terjadinya hambatan aliran udara yg menetap
Pengunaan ICS yg kurang
Terpajan: asap rokok, zat kimia berbahaya, pajanan di tempat kerja
Nilai VEP1 awal yg rendah, hipersekresi mucus kronis, sputum atau blood
eosinofilia
Faktor risiko terjadinya efek samping pengobatan
Sistemik: sering menggunakan kortikosteroid oral, ICS poten dan/atau dosis
tinggi, menggunakan P450 inhibitor
Lokal: pemakaian ICS yg poten atau dosis tinggi, teknik pemakaian inhaler yg salah
* Penggunaan pelega sebelum olahraga tidak termasuk. Untuk anak usia 6-11 tahun, pertimbangkan juga
Tabel 2-3, hal 18.Lihat Tabel 3-8, hal 38 untuk strategi pengurangan risiko spesifik.
Klasifikasi terkontrol berdasarkan consensus GINA ini berhubungan dengan GINA 2010-2012,
dengan pengecualian pada faal/fungsi paru saat ini ditampilkan hanya pada Penilaian risiko di
masa mendatang. Istilah klinis terkontrol saat ini diubah menjadi gejala terkontrol dengan
tujuan untuk menekankan bahwa penguuran-pengukuran yg dilakukan tidak mencukupi untuk
penilaian control penyakit; penilaian thdp risiko perburukan di masa mendatang juga perlu
dilakukan. Yang dimaksud dng Faktor risiko independen adalah factor risiko yg signifikan
setelah penyesuaian thdp level gejala terkontrol. Risiko gejala tidak terkontrol dan eksaserbasi
tidak dapat dijumlahkan begitu saja, karena mungkin saja keduanya memiliki penyebab yg
berbeda dan memerlukan strategi penanganan yg berbeda pula.

30
Fadlia Y. Widiantoro
1. Penilaian gejala asma terkontrol
Tabel 2-3. Pertanyaan khusus untuk menilai asma pada anak-anak usia 6-11
tahun
Gejala asma terkontrol
Gejala harian Seberapa seringkah anak mengalami batuk, mengi, sesak nafas
atau Nafas terasa berat (berapa kali/minggu atau hari)?
Apa pencetusnya? Bagaimana cara
mengatasinya?
Gejala malam Batuk, terbangun karena asma, rasa lelah pada pagi hari? (bila
gejala Batuk saja, pertimbangkan rhinitis atau GERD).
Penggunaan pelega Seberapa seringkah penggunaan obat pelega? (periksa tanggal
pemBelian pada inhaler atau resep terakhir).
Bedakan antara penggunaan Sebelum olahraga dengan penggunaan
sebagai pelega gejala.
Derajat aktivitas Olahraga/ hobi/ kesenangan apa yg dimiliki anak saat di sekolah
atau Saat senggang lainnya? Bagaimana keaktifan anak bila
dibandingkan Dng teman sebaya atau saudaranya?
Usahakan mendapatkan gambaran kehidupan harian anak secara
akurat dari si anak tanpa interupsi Dari orangtuanya.
Faktor risko di masa mendatang
Eksarsebasi Bagaimana pengaruh infeksi viral thdp asma anak?
Apakah gejalanya Berhubungan dengan aktivitas di sekolah dan
olahraga?
Berapa lama Berlangsungnya gejala asma?
Seberapa sering episode eksaserbasi Terjadi sejak kunjungan
dokter terakhir?
Apakah ada kunjungan ke IGD krn asma?
Apakah ada action plan tertulis?
Faal/ fungsi paru Periksa gambaran kurva dan teknik pemeriksaan. Fokus utama
padaNilai VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Nilai pemeriksaan dalam
persen prediksi untuk melihat trend selama ini
Efek samping Periksa tinggi badan anak paling tidak setahun sekali.
Tanyakan tentang frekuensi dan dosis ICS dan oral kortikosteroid.
Faktor pengobatan
Teknik pemakaian Minta anak untuk memperagakan cara pemakaian inhaler.
inhaler Bandingkan dng checklist khusus mengenai inhaler
Kepatuhan Pada hari apa saja anak menggunakan obat pengontrol dlm
seminggu?
Apakah pemakaian pengontrol pada pagi atau malam hari yg lebih
mudah diingat?
Di mana inhaler disimpan- apakah di tempat yg mudah dilihat
untuk mengurangi risiko kelupaan? Periksa tanggal pembelian
inhaler
Tujuan/ kendala Apakah anak atau orangtua/pengasuh memiliki kendala ttg
31
Fadlia Y. Widiantoro
asmanya (contoh: takut akan pengobatannya, efek sampingnya,
hubungan dngAktivitas)?
Apa tujuan dari pengobatan asma menurut
anak/orangtua/Pengasuh?
Komorbid
Rhinitis alergi Adakah gatal, bersin, hidung tersumbat? Dapatkah anak bernafas
mll Hidung?
Obat apakah yg sedang digunakan utk gejala pada hidung?
ekzim Adakah gangguan saat tidur? Pemakaian steroid topical?
Alergi makanan Apakah anak alergi thdp makanan tertentu? (alergi makanan yg
sdh pasti merupakan salah satu factor risiko utk kematian karena
asma)
Penyelidikan lebih lanjut (bila diperlukan)
Catatan harian sebelum 2 Bila penilaian tidak dapat dilakukan dg jelas dari pertanyaan-
minggu pertanyaan di atas, anjurkan anak/orangtua/pengasuh untuk
membuat catatan harian ttg gejala asma, penggunaan pelega, dan
peak expiratory flow (tiga terbaik) selama 2 minggu (appendiks
Bab 4).
Olahraga percobaan di Memberikan informasi ttg hiperresponsif saluran nafas dan
lab. Respirasi kekuatan(Tabel 1-2, hal 5). Hal ini dipertimbangkan hanya bila
penilaian asma terkontrol sulit dilakukan.

2. Menilai risiko perburukan di masa mendatang


Penilaian terkontrol asm tidak hanya dari penilaian gejala saja,karena:
Gejala asama dapat dikontrol dengan obat placebo atau obat tradisional ataupun dengan
penggunaan LABA yg kurang tepat, namun tidak mengobati reaksi inflamasi pada saluran
nafas.
Gejala respirasi dapat disebabkan oleh kondisi atau komorbid yg lain seperti (kurang
sehat) disfungsi saluran nafas atas
Rasa cemas dan depresi juga dapat mempengaruhi gejala asma
Beberapa pasien memiliki gejala asma yg ringan walapun fungsi parunya buruk
Penlaian risiko perburukan gejala dilakukan dengan menilai
1. Eksarsebasai
Riwayat eksaserbasi/serangan 1 dalamtahun
2. Hambatan aliran udara yang menetap
Penurunan rata-rata VEP1 pada orang dewasa normal yg tidak merokok adalah 15-20
ml/thn.Penderita asma kemungkinan mengalami penurunan yg lebih cepat dan memiliki
hambatan aliran udara yg tidak sepenuhnya reversible.Biasanya ini berhubungan dengan
gejala sesak nafas yg menetap. Faktor risiko independen/bebas yg berhubungan dengan
hambatan aliran udara yg menetap adalah terpapar asap rokok atau zat berbahaya lainnya,
hipersekresi mucus kronis, eksaserbasi/serangan asma pd pasien yg tidak menggunakan ICS
3. Efek samping pengobatan

32
Fadlia Y. Widiantoro
Dalam pemilihan pengobatan asma, perlu dipertimbangkan untung-ruginya.Kebanyakan
pasien asma, tidak mengalamai efek samping pengobatan. Risiko efek samping pengobatan
asma akan meningkat dengan semakin besarnya dosis yg diberikan, namun terkadang pasien
asma memang memerlukan dosis pengobatan yg besar. Efek samping pengobatan yg
mungkin timbul pada pemakaian ICS dosis besar dlm jangka panjang adalah mudah memar,
risiko osteoporosis meningkat, katarak, glaucoma, dan supresi kelenjar adrenal.Efek
samping local dari ICS adalah sariawan dan suara serak. Efek samping ini kemungkinan
terjadi pada pemakaian ICS dosis tinggi dan jenis yg lebih poten. Untu efek samping local
terutama terjadi karena teknik/cara pemakaian inhaler yg salah

Peran Fungsi paru dalam penilaian asma terkontrol


Hubungan antara fungsi paru dengan pengukur asma terkontrol yg lain
- nilai VEP 1 yg rendah merupakan predictor independen yg kuat untuk
eksaserbasi/serangan, walaupun telah dilakukan penyesuaian terhadap frekuensi
gejala.
- Fungsi paru seharusnya dilakukan saat mendiagnosis asma ataupun memulai
pengobatan, setelah 3-6 bulan pemakaian obat pengontrol
- Penialain VEP1 sebaiknya berdasarkan personal best pasien, dan secara berkala
sesudah itu.

Menginterpretasikan fungsi/faal paru pada asma


Nilai VEP1 persen prediksi yg rendah:
Mengidentifikasi pasien berisiko mendapat eksasrbasi, tidak tergantung dari gejala,
terutama bila VEP1 <60% prediksi
Merupakan factor risiko untuk penurunan fungsi/faal paru, idak tergantung dari gejala
Bila gejala asma hanya ringan, anjurkan untuk membatasi aktivitas, atau adanya
ketidaktahuan tentang hambatan aliran udara yg mungkin disebabkan oleh reaksi
inflamasi yg tidak diobati
Nilai VEP 1 yang normal atau tinggi pada pasien dengan gejala respirasi:
Menunjukkan kemungkinan adanya penyakit penyerta yg lain sebagai penyebab,
contohnya: penyakit jantung, batuk karena post-nasal drip atau penyakit refluks
gastroesofageal/GERD (Tabel 1-3, hal 8)
Reversibilitas bronkodilator yg menetap
Adanya reversibilitas dengan bronkodilator yg bermakna/signifikan (peningkatan
VEP 1 > 12% dan > 200ml dari baseline) pada pasien yg sudah mendapat terapi
dengan pengontrol atau beta 2 agonis kerja singkat/SABA dalam 4 jam atau beta 2
agonis kerja kerja lama/LABA dalam 12 jam, menandakan kemungkinan adanya
asma tidak terkontrol.

Pada anak-anak, spirometri tidak dapat digunakan pada usia di bawah 5 tahun dan tidak terlalu
berguna dibandingkan pada orang dewasa. Banyak anak-anak dengan asma tidak terkontrol
namun memiliki nilai fungsi/faal paru yg normal di antara eksaserbasi/serangan.

33
Fadlia Y. Widiantoro
Menginterpretasikan perubahan nilai fungsi/faal paru pada praktek klinis
- Penggunaan terapi ICS secara teratur/regular perbaikan nilai VEP 1 dalam beberapa hari
dan akan menetap setelah pemakaian sekitar 2 bulan.
- Nilai VEP1 yg tertinggi (personal best) harus didokumentasikan karena mempunyai arti
klinis yg lebih berarti daripada nilai persen prediksi.
- Bila nilai prediksi digunakan pada pasien anak-anak, maka pada setiap kunjungan perlu
dilakukan pemeriksaan tinggi badan.
- Beberapa pasien mungkin mengalami penurunan fungsi/faal paru lebih cepat dari rata-rata
dan juga hambatan aliran udara yg menetap (tidak sepenuhnya reversible).Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian ICS/LABA dosis tinggi dan/atau kortikosteroid sistemik
mungkin tepat untuk memperbaiki VEP 1, tetapi apabila tidak ada respon maka pemberian
tersebut harus dihentikan.
- Variabilitas VEP 1 di antara kunjungan ( 12% dari minggu ke minggu atau 15% dari tahun
ke tahun pada individu yg sehat) membuat kegunaannya menjadi terbatas dalam
penyesuaian terapi asma secara klinis. Perbedaan antara perbaikan dan perburukan VEP1
berdasarkan persepsi pasien adalah sekitar 10%.
- Setelah diagnose asma ditegakkan, pengawasan asma dengan PEF jangka pendek dapat
dilakukan untuk meilai respon terhadap pengobatan, mengevaluasi pencetus (termasuk asma
kerja) perburukan gejala, atau untuk membangun dasar pembuatanaction plan. Personal
best PEF (dari pembacaan hasil 2x perhari) tercapai rata-rata setelah penggunaan ICS
selama 2 minggu. Rata-rata PEF akan terus meningkat dan variabilitas diurnal PEF akan
terus menurun setelah 3 bulan. Variasi nilai PEF yg besar menandakan bahwa asma
terkontrol masih suboptimal dan risiko terjadinya eksaserbasi/serangan akan meningkat.
- Pengawasan/monitoring PEF jangka panjang saat ini hanya diperuntukan bagi pasien
dengan asma berat atau mereka yg memiliki persepsi yg salah tentang hambatan aliran
udara (appendik Bab 4). Secara klinis, menampilkan hasil PEF pada rekam medis mungkin
akan meningkatkan keakuratan interpretasi.

Menilai keparahan asma


Tingkat keparahan asma dinilai setelah pasien menggunakan obat pengontrol secara
regular/teratur selama beberapa bulan:
Asma ringan adalah asma yg dapat dikontrol dengan baik dengan pengobatan tahap 1
atau 2 (tabel 3-5, hal 31) contohnya dengan obat pelega saja bila diperlukan, atau
dengan obat pengontrol intensitas rendah seperti ICS dosis rendah, anti-leukotriene,
atau kromon
Asma sedang adalah asma yg dapat dikontrol dengan baik dengan pengobatan tahap 3
contohnya ICS/LABA dosis rendah
Asma berat adalah asma yg memerlukan pengobatan tahap 4 atau 5 untuk
mencegahnya menjadi asma tidak terkontrol (Tabel 3-5, hal 31) contohnya
ICS/LABA dosis tinggi, atau asma yg tetap tidak terkontrol dengan pengobatan tahap
ini. Kebanyakan pasien asma tidak terkontrol mungkin disebabkan karena pengobatan
yg tidak adekuat atau tidak tepat, atau adanya masalah kepatuhan berobat atau
masalah penyerta/komorbid yg lain seperti obesitas atau rinosinusitis kronis.
ERS/ATS mendefinisikan asma berat sebagai asma yg refrakter dengan pengobatan

34
Fadlia Y. Widiantoro
dan yang respon terhadap pengobatan dari masalah penyerta/komorbidnya tidak
sempurna.

Masalah yg paling sering yg harus dieliminasi sebelum diagnosis asma berat ditegakkan adalah:
Teknik pemakaian inhaler yg salah (sekitar 80% pasien)
Tingkat kepatuhan berobat yg rendah (table 3-12, hal 44)
Salah diagnosis, gejala yg disebabkan oleh kondisi lain seperti disfungsi saluran
nafas, gagal jantung atau kurang sehat (table 1-3, hal 8)
Penyakit penyerta/komorbid dan komplikasi seperti rhinosinusitis, refluks
gastroesofageal, obesitas, dan OSA (Bab 3, Bagian D, hal 47)
Terpajan terus menerus dengan zat iritan di rumah atau lingkungan kerja

Tabel 2-4. Penelusuran pasien dengan gejala tidak terkontrol dan/atau eksaserbasi meskipun
sudah mendapat pengobatan
Perhatikan cara pasien Perhatikan cara pasien menggunakan inhaler dan
menggunakan inhaler gunakan inhaler checklist
Gunakan pendekatan secara empati untuk mengetahui
Diskusikan kepatuhan masalah ketidakpatuhan penggunaan inhaler. Contoh:
penggunaan inhaler dan Banyak pasien tidak menggunakan obat inhaler. Dalam
hambatan dalam kurun waktu 4 minggu terakhir, berapa hari dalam
penggunaannya seminggu anda menggunakan inhaler? ( 0,1,2,3 hari)
Apakah anda merasa lebih mudah mengingat
menggunakan inhaler pada pagi atau malam hari?
Tanyakan juga tentang kepercayaan, biaya berobat, dan
frekuensi refill

Pastikan diagnosis Bila tidak ada tanda variabilitas hambatan aliran udara
asma pada spirometri atau test lain (table 1-2), pertimbangkan
pemberian ICS setengah dari dosis yg seharusnya dan
ulangi tes fungsi paru setelah 2-3 minggu (table 1-5), cek
apakah pasien sudah mempunyai action plan.
Pertimbangkan kemungkinan tes provokasi.

Bila mungkin hilangkan Cek faktor risiko atau yg mempengaruhi seperti
factor risiko yg potensial riwayat merokok, penggunaan beta bloker atau
OAINS, atau pajanan allergen domestic atau tempat
Mencari dan kerja (table 2-2) dan tangani semampunya (table 3-8)
menanganikomorbid Periksa adanya komorbid yg mungkin ikut
mempengaruhi gejala dan tangani. Contoh: rhinitis,
obesitas, GERD, OSA, ggn. Cemas dan depresi

Pertimbangkan Pertimbangkan meningkatkan level pengobatan atau
meningkatkan level alternative lain dari level pengobatan saat ini (table 3-5)

35
Fadlia Y. Widiantoro
pengobatan Gunakan shared decision-making dan pertimbangkan
untung-rugi pengobatan

Rujuk ke spesialis atau Bila asma masih belum terkontrol setelah 3-6 bulan
klinik asma dengan ICS/LABA dosis tinggi atau dengan factor risiko
menetap sebaiknya rujuk ke dokter spesialis atau klinik
asma (table 3-14)
Rujuk sebelum 6 bulan bila asma sangat berat atau sulit
ditangani atau diagnosis meragukan

Untuk efisiensi klinis, flow-chart/algoritma ini dimulai dari alasan paling sering dari asma tidak
terkontrol (contoh: cara pemakaian inhaler yg salah dan ketidakpatuhan penggunaan obat),
karena hal ini dapat dinilai secara klinis, dan sering diperbaiki, tanpa ada sumber khusus. Bila
gejala dan/atau faal paru membaik setelah cara pemakaian diperbaiki, maka diagnosis asma
dapat ditegakkan dari sini. Namun, banyak langkah/tahapan yg berbeda yg dapat dilakukan
tergantung dari konteks klinis dan sumber yg tersedia.

36
Fadlia Y. Widiantoro
PENATALAKSANAAN

Berdasarkan GINA 2011 dan 2012, penatalaksanaan pasien asma harus diberikan
1. pada saat tidak dalam serangan berdasarkan tingkat kontrol asma dan
2. pada saat pasien sedanga dalam serangan.

Pengobatan asma jangka panjang


4. Medikasi
5. Tahapan pengobatan
6. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Alur penatalaksanaan asma sesuai tingkat kontrol pada anak usia diatas 5 tahun dan dewasa.

(GINA 2002-2008, PDPI 2005)


Tahapan memulai terapi:
Tahap I : merupakan terapi awal yang diberikan pada pasien bila baru pertama kali
mengeluhkan gejala dan belum pernah mendapatkan pengobatan
sebelumnya

37
Fadlia Y. Widiantoro
Tahap II : merupakan terapi awal yang diberikan pada pasien dengan gejala
persisten pertama kali
Tahap III : merupakan terapi awal yang diberikan pada saat awal datang
mengeluhkan gejala asma yang sangat tidak terkontrol

Evaluasi keadaan kontrol asma minimal dipertahankan selama 3-4 bulan. Penurunan
tahap terapi adalah sebagai berikut:
1. Terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis sedang atau dosis tinggi
maka dosis dapat diturunkan 50% apabila kondisi trekontrol telah dicapai selama 3
bulan.
2. Terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah apabila kondisi
terkontrol tercapai minimal 3 bulan maka frekuensi pemberian diturunkan menjadi 1
x/hari.
3. Asma terkontrol dengan terapi kombinasi gluokokortikosteroid inhalasi dan agonis
2 kerja lama inhalasi, maka pilihan terapi sebagai berikut:
a. Dosis glukokortikosteroid diturunkan sebanyak 50% dan dosis agonis 2 kerja
lama inhalasi tetap. Dosis glukokortikosteroid diturunkan lagi sampai tercapai
dosis terendah bila kondisi tetap.
b. Frekuensi pemberian dengan dosis dan kombinasi tetap menjadi 1 x/hari.
c. Pemberian agonis 2 kerja lama inhalasi dihentikan dari awal dan hanya
diberikan glukokortikosteroid inhalasi dengan dosis sama dengan dosis
kombinasi kemudian dosis dapat diturunkan 50% apabila kondisi terkontrol
telah dicapai selama 3 bulan diturunkan.
4. Terapi kombinasi glukokortikosteroid dan terapi pengontrol lain selain dengan
agonis 2 kerja lama inhalasi maka dilakukan seperti nomor 3.
5. Terapi pengontrol dihentikan setelah 1 tahun pasien tetap terkontrol dengan terapi
pengontrol dosis terendah.

Peningkatan tahap terapi apabila keadaan terkontrol tidak tercapai atau terjadi
perburukan keadaan dan gejala. Penatalaksanaan peningkatan tahap terapi adalah:
1. Peninjauan kembali terapi pengontrol apabila pemakaian agonis 2 onset cepat,
kerja singkat atau kerja lama secara berulang selama 1-2 hari.
2. Peningkatan pemakaian glukokortikosteroid 2 kali dosis awal.
3. Kombinasi glukokortikosteroid inhalasi dan agonis 2 kerja lama inhalasi onset
cepat efektif digunakan sebagai terapi pelega dan pengontrol pada dosis tunggal.
Kombinasi ini dapat meningkatkan kontrol asma, menurunkan gejala eksaserbasi,
dan lama perawatan di rumah sakit.

38
Fadlia Y. Widiantoro
Panatalaksanaan serangan (eksaserbasi) asma
Eksaserbasi asma atau serangan asma atau asma akut merupakan suatu episode
peningkatan gejala berupa sesak napas, wheezing, rasa berat di dada, dan batuk.

Eksaserbasi terjadi secara progresif dan akut serta seringkali menunjukkan gejala
pernapasan berbahaya sehingga membutuhkan perubahan terapi dengan cepat.

Penentuan berat serangan lebih baik dengan mengukur fungsi paru dibandingkan
dengan penilaian gejala NAMUN pengukuran fungsi paru untuk penentuan berat
serangan sulit dikerjakan pada pasien dengan serangan berat SEHINGGA pemeriksaan
dimulai dengan:
1. Anamnesis:
- Riwayat berat dan lama gejala, ada tidaknya hambatan aktivitas dan gangguan
tidur, obat yang sudah dikonsumsi dan bagaimana respons setelah menggunakan
obat dengan dosis tersebut, onset waktu dan penyebab serangan serta ada
tidaknya faktor risiko kematian
2. Pemeriksaan fisis dan identifikasi ada tidaknya komplikasi
3. Penilaian fungsi paru dan kadar O2
- Direkomendasikan apabila dengan pemeriksaan fisis tidak dapat diidentifikasi
berat serangan khususnya derajat hipoksemia
4. Pemeriksaan foto toraks
- Dilakukan apabila curiga terjadi komplikasi kardiopulmonal, pasien rawat inap,
dan pasien yang tidak respons terhadap pengobatan dan dicurigai terjadi
komplikasi seperti pneumotoraks.
5. Analisis gas darah
- Dilakukan jika pemeriksaan APE 30-50% nilai prediksi

39
Fadlia Y. Widiantoro
Berat serangan asma dapat ditentukan berdasarkan keadaan pasien saat datang:
Ringan Sedang Berat Keadaan
mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi: menangis Bayi: berhenti
pendek, sulit makan
makan
Posisi Dapat terlentang Lebih nyaman
duduk Duduk
membungkuk
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk ,


kesadaran
menurun
Frekuensi Meningkat Meningkat >30 x/menit
pernapasan
Frekuensi pernapasan normal pada anak
Umur Nilai normal
<2 bulan < 60 x/menit
2-12 bulan < 50 x/menit
1-5 tahun < 40 x/menit
6-8 tahun < 30 x/menit

Penggguanaan Tidak ada Ada Ada Pernapasan


otot bantu napas torakoabdominal

Wheezing Sedang,biasanya Keras Keras Tidak ada


akhir ekspirasi

Nadi per menit < 100 100-120 >120 Bradikardi


Nilai normal nadi pada anak
Bayi 2-12 bulan-rentang normal < 160 x/menit
Sebelum sekolah 1-2 tahun < 120 x/menit
Usia sekolah 2-8 tahun < 110
x/menit

Pulsus Tidak ada Mungkin ada Sering ada Tidak ada


paradoksus < 10mmHg 10-25 mmHg >25mmHg(dewasa) menunjukkan
20-40mmHg(anak) adanya kelemahan
otot bantu napas

APE setelah >80% 60-80% <60% nilai prediksi


pemberian atau nilai terbaiknya
bronkodilator (100L/menit
% prediksi, atau dewasa)
% terbaik Atau
Respons terakhir <2
jam

PaO2 dan atau Normal, tidak perlu >60 mmHg <60 mmHg
40
Fadlia Y. Widiantoro
tes Mungkin sianosis

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg,


Mungkin gagal
napas (lihat teks)

SaO2 >95% 91-95% <90%


Hiperkapnea (hiperventilasi) muncul lebih awal pada anak
daripada remaja dan dewasa
(GINA 2002-2008, PDPI 2005)

41
Fadlia Y. Widiantoro
Alur penatalaksanaan eksaserbasi asma di unit gawat darurat: (GINA 2002-2008, PDPI 2005)

42
Fadlia Y. Widiantoro
Program penatalaksanaan asma
Tujuan penatalaksanaan asma
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksarsebasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
7. Mencegah kematian karena asma

Asma dikatakan terkontrol jika:


1. Gejala minimal, termasuk gejala malam hari
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal, dan idelanya tidak
diperlukan
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

7 komponen program penatalaksanaan asma


1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat

7 komponen program penetalaksanaan asma yang disampaikan ke pasien sebagai 7


langkah mengatasi asma
1. Mengenal seluk beluk asma
2. Menentukan klasifikasi
3. Mengenali dan menghindari pencetus
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat
6. Memeriksakan diri dengan teratur
7. Menjaga kebugaran dan olahraga

Edukasi
- Tujuan edukasi adalah untuk membantu pasien agar dapat melakukan
penatalaksanaan dan mengontrol asma
- Komponen edukasi:
meningkatkan pemahaman mengani penyakit asma secara umum
meningkatkan ketrampilan dalam penanganan asma
meningkatkan kepuasan
43
Fadlia Y. Widiantoro
meningkatkan rasa percaya diri
meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

- Identifikasi ketidakpatuhan pasien: (PDPI,2005)

Pemeriksaan faal paru


1. Spirometri
Sebaiknya dilakukan:
b. awal penilaian / kunjungan pertama
c. setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil
d. pemeriksaan berkala 1-2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan napas,
atau lebih sering bergantung berat penyakit dan respons pengobatan.
2. APE
- Pengukuran APE dianjurkan pada:
1. Penanganan serangan akut didarurat gawat, klinik, praktek dokter, dan oleh
penderita di rumah
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik, praktek dokter
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten
usia di atas > 5 tahun,terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah
sakit, penderita yang sulit/ tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal
berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
- nilai prediksi APE ditentukan berdasarkan usia, TB, jenis kelamin dan ras serta
batasan variasi diurnal berdasarkan literatur. Namun pada umumnya pasien
asma memiliki rata2 nilai APE di bawah/ di atas nilai prediksi terebut. Sehingga

44
Fadlia Y. Widiantoro
direkomendasikan pengukran APE didasarkan pada nilai terbaik masing2
pasien.

Pengobatan asma jangka panjang


i. Medikasi
ii. Tahapan pengobatan
iii. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

MEDIKASI ASMA

o Terapi medikamentosa asma diklasifikasikan menjadi:


1. Terapi pelega
adalah obat-obatan untuk menghilangkan gejala dan bronkokonstriksi dengan cepat
digunakan saat dibutuhkan.
2. Terapi pengontrol
Adalah obat yang digunakan setiap hari dalam waktu lama untuk menjaga kondisi
asma agar terkontrol melalui efek anti inflamasi yang dimiliki

o Cara pemberian obat-obat asma


1. Oral
2. Parenteral
3. Inhalasi
- Lebih disarankan karena:
a. Respons farmakologis langsung
b. Onset cepat hasil nyata waktu tidak lebih dari 5 menit
c. Dosis kecil efek terapi yang dihasilkan sama
d. Bersifat topikallangsung ke target organ dan Efek samping sistemik kecil
- Tujuan terapi inhalasi:
1. menyampaikan obat langsung ke target organ
- Sistem inhalasi:
a. pMDI (pressurized metered dose inhaler)/ IDT (inhalled dose inhaler)
Berisi:
Obat, Zat propelan (CFCs/freon), Zat surfaktan (mengurangi tegangan
permukaan ), Alkohol, dan sakarin

Keuntungan pMDI:
1. Obat diantarkan dalam dosis tertentu dengan kecepatan tinggi
(30m/menit)
2. Dosis obat lebih kecil
3. Efek samping hampir tidak ada
4. Kerja cepat
5. Tidak tergantung pada absorpsi
6. Tidak mengiritasi lambung

45
Fadlia Y. Widiantoro
Kekurangan pMDI:
1. Cara pemakaian sering tidak benar
2. Perlu instruksi dan pelatihan pemakaian alat karena membutuhkan
koordinasi dari pemakai
3. Obat berada pada suatu cairan pendorong umumnya menggunakan
CGC/ freon merusak lapisan ozon (HFA-134a)
4. Obat maksimum yg dihasilkan setiap dosis : 5 mg
5. Cold freon effect
6. Campuran propelen dan surfactan dpt menyebabkan bronkokonstriksi
7. Problem:bila kelembaban tinggi
8. Tidak ada informasi sisa obat
9. Larangan produksi CFcari formula atau propelan baru.

Contoh: ventolin MDI

Efektifitas pMDI:
80% dari dosis obat mengendap diorofarings karena ukuran partikel besar,
10% mengendap dimulut akuator, 9% masuk kedalam paru, 1% yang
berhembus di luar

pMDI + spacer
- sangat membantu bagi: px usia lanjut, anak-anak, dan px dengan kesulitan
koordinasi tangan
- permudah penggunaan pMDI
- tingkatkan deposisi obat ke paru
- mengurangi deposisi di orofarin
- efektivitas: Mengendap di orofarings: 5%, Masuk sampai ke saluran napas,
13,3% : bila bernapas cepat, 16,1 %: bila bernapas lambat

b. DPI (Dry powder inhaler)


tidak memerlukan propelen
tidak mengiritasi orofarings
ramah lingkungan
Cara pemakaian lebih mudah
- Perlu flow rate inspirasi yg lebih tinggi
- Dipengaruhi kelembaban
- Deposisi dipengaruhi: ukuran , bentuk partikel & pola inhalasi
- Delivery: DPI lebih superior dibanding pMDI

Macam- macam DPI:


1. Turbuhaler
2. Diskhaler: seretide( ),
3. Easyhaler:
4. Rotahaler: symbicort ()
5. Swinghaler: obucort ( budesonide) dan meptine (procaterol) swinghaler

46
Fadlia Y. Widiantoro
Efektivitas DPI:
a. Turbuhaler : 71,6% mengendap di orofarings, 14,2% di saluran napas
b. Diskhaler: 11-15% di saluran napas
c. Rotahaler: 9% di saluran napas
d. Easyhaler: 23,7 + 6,2% di saluran napas

c. Nebuliser (jet dan ultrasonik)


2/3 dosis obat terbuang lagi selama ekspirasi
Sebagian partikel terlalu besar sehingga tidak dapat mencapai paru
Sebagian terlalu kecil sehingga terekshalasi kembali
Beberapa nebuliser hanya menyisakan 10% obat yang sampai ke target
organ
Macamnya:
1. Nebuliser Jet:
Menggunakan udara bertekanan tinggi dari mesin kompresor
dihasilkan daya hembusan dan dapat membuat aerosol
2. Nebuliser Ultrasonik:
Sumber daya dari mesin ultrasound sehingga dihasilkan partikel
mikroaerosol partikel lebih halus dan relatif lebih cepat

Nebulizer jet Nebulizer ultrasonic


Diperlukan mesin atau tekanan Small dead volume
gas Organ target: bronkus kecil dan
Obat dapat diberikan dalam alveoli
dosis besar atau kontinyu Tidak dapat untuk semua jenis
Dapat digunakan untuk solusio obat
atau suspensi Partikel lebih halus
Bentuk lebih sederhana Suara lebih halus
Murah Kemungkinan terjadi
kontaminasi
Mahal
Indikasi:
1. Penderita asma serangan akut
2. Bayi dan anak-anak
3. Tenaga berasal dari udara yang dihisap penderita
Efektivitas:2% : mengendap di orofarings, 20-30% : masuk sampai
ke saluran napas

o Macam- macam obat pengontrol


1. Glukokortikosteroid
- Glukokortikosteroid inhalasi merupakan terapi pilihan utama sebagai pengontrol
asma karena mempunyai efektivitas tinggi dalam menekan efek inflamasi saluran
napas

47
Fadlia Y. Widiantoro
- Glukokortikosteroid di tingkat selular dapat menurunkan jumlah sel inflamasi dan
mediator inflamasi saluran napas meskipun dengan dosis sangat rendah

- Terapi glukokortikosteroid dimulai dengan dosis rendah (400 g/hari budesonide


dan equivalennya) dan kemudian ditingkatkan sampai dosis maksimal 2000 g/hari
budesonide dan equivalennya.

- Efek samping:
Pemakaian dosis > 800 g/hari budesonide dan equivalennya akan meningkatkan
efek samping lokal (karena meningkatkan iritasi saluran napas atas) berupa
kandidiasis orofaringeal, disfoni, batuk, dan efek sistemik.
Pencegahan: pemakaiasn spacer, berkumur-kumur setelah pemakaiana obat, dan
membuang keluar setelah inhalasi.

- Peningkatan dosis steroid tidak akan meningkatkan Kurva hubungan antara dosis
dan respons terapi steroid inhalasi relatif datar peningkatan dosis steroid inhalasi
tidak akan memberikan manfaat pengontrol asma, tetapi akan memberikan efek
samping yang lebih besar disarankan jika tidak dapat mencapai asma terkontrol
waaupun telah memakai dosis tinggi maka disarankan untuk menambahkan obat
pengontrol lain dpd menambah dosis.

- Dosis perkiraan ekuivalen glukokortikosteroid inhalasi per hari


Obat Dosis rendah Dosis Dosis tinggi
(g/hari) sedang (g/hari)
(g/hari)
Beclomethasone 200-500 > 500-1000 > 1000-2000
dipropionate- CFC
Beclomethasone 100-250 > 250-500 > 500-1000
dipropionate-HFA
Budesonide 200-400 > 400-800 > 800-1600
(pulmicort, obucort)
Ciclesonide 80-160 > 160-320 > 320-1280
Flunisonide 500-1000 > 1000- > 2000
2000
Fluticasone propionate 100-250 > 250-500 > 500-1000
(flexotide)
Mometasone furoate 200 400 800
Triamcinolone acetonide 400-1000 > 1000- > 2000
2000

2. Leukotriene modifiers
- Leukotriene merupakan senyawa biokimia yang dihasilkan sel mast, eosinofil, dan
basofil menurunkan kontraksi otot polos saluran napas, permeabilitas pembuluh
darah, hipersekresi mukus, menghambat dan menonaktifkan sel inflamasi saluran
napas.

48
Fadlia Y. Widiantoro
- Leukotriene modifiers terdiri dari:
a. antagonis reseptor cysteinyl leukotrien (CysLT1) seperti montelukast (10mg
malam), pranlukast (225 mg= 2x1/ hari), dan zafirlukast (20mg= 2x1/ hari)
b. penghambat 5-lipoxygenase misalnya zileuton (600mg= 4x1/ hari).

- Kombinasi leukotriene modifiers dan glukokortikosteroid inhalasi menurunkan


kebutuhan glukokortikosteroid inhalasi pada pasien asma sedang dan berat.

3. Agonis 2 kerja lama (LABA)


- Agonis 2 kerja lama bekerja pada receptor 2 adrenergik otot polos saluran napas
dengan waktu kerja 12 jamefek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi pelepasan
mediator inflamasi yang dihasilkan sel mast dan basofil
- Onset dan lama kerja agonis 2 kerja lama inhalasi
Onset Durasi
Singkat Lama
Cepat Fenoterol (berotec) Formoterol (foradile,
oxeze4,5-12MDI)
Prokaterol(MEPTIN:10mcg
inhaler,tab 25mcg,syr 5%)
Salbutamol/Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol (25-50MDI)
Indakaterol (onbrezebrezhaler
150,300mcg DPI)
- Kombinasi agonis 2 kerja lama inhalasi dan glukokortikosteroid inhalasi
mempunyai efek saling menguatkan (dapat menurunkan gejala, meningkatkan
faal paru, dan memperbaiki gejala asma malam, kebutuhan pelega serta
frekuensi serangan) digunakan ketika pemberian glukokortikosteroid inhalasi
standar tidak dapat mencapai kondisi kontrol sebelum dosis glukokortikosteroid
inhalasi ditingkatkan

Contoh:
1. Formoterol + budesonide (4,5/160, 9/320) symbicort
2. Formoterol + mometason (10/200, 10/ 400)
3. Salmeterol + fluticason (25/50, 25/125, 25/150) seretide

4. Kromolin
- Mekanisme kerja:
Hambat saluran klorida dan memodulasi pengeluaran mediator sel mast dan
eosinofil.

- Indikasi:
1. Terapi alternatif pengontrol asma persisten atau

49
Fadlia Y. Widiantoro
2. Terapi pencegahan exercise induce asthma.

-
Preparat:
sodium cromoglycat dan nedocromil sodium 4 kali sehari
5. Anti IgE
- Sediaan
Omalizumab
- Mekanisme kerja:
antibodi monoklonal yang mencegah ikatan IgE dengan reseptor IgE di permukaan
sel mast dan sel basofil.
- Indikasi:
pasien asma sedang, asma berat, pasien dengan peningkatan IgE, dan atopi.

6. Anti alergi oral


- Preparat:
tranilast,
repinilast,
tazanolast,
pemirolast,
ozagrel,
celatrodast,
amlexanox, dan
ibuidilast.

7. Terapi pengontrol lainnya

o Macam-macam obat pelega


1. Agonis 2 kerja singkat (SABA)
- Indikasi: hilangkan bronkokonstriksi selama eksaserbasi akut asma dan
bronkokonstriksi exersise induced asthma.
- MOA:
Agonis 2 kerja singkat bekerja 15 menit setelah pemakaian dan bertahan selama 4-
6 jam.
- Preparat:
Inhaler Nebulizer Oral
mikrogram mikrogram
Salbutamol 100,200 5 Tab. 2,5
(ventolin MDI) DPI, MDI Syr.0,04%/cth
Fenoterol 100,200 1 Syr.0,05%
(berotec) MDI
Terbutaline 400-500 2,5-5 mg
(bricasma) DPI (Nairet)
Levalbuterol 45-90 0,21
HFA MDI 0,42

50
Fadlia Y. Widiantoro
2. Glukokortikosteroid sistemik
-
Glukokortikosteroid sistemik digunakan saat terjadi eksaserbasi akut berat dan
bukan sebagai pelega.
-
Sediaaan:

Glukokortikosteroid oral lebih dipilih karena mempunyai efektivitas yang sama
dengan parenteral.

Penggunaan prednison 30-40 mg/hari direkomendasikan saat eksaserbasi selama
7-14 hari tergantung keparahan eksaserbasi.

Dosis prednison segera diturunkan atau dihentikan setelah fungsi paru
meningkat kemudian dilanjutkan dengan penggunaan glukokortikosteroid
inhalasi
-
Penggunaan glukokortikosteroid sistemik dalam waktu singkat dapat menyebabkan
efek samping berupa gangguan metabolisme glukosa, peningkatan nafsu makan,
retensi cairan, kenaikan berat badan, dan ulkus peptikum
-
Dosis equivalen kortikosteroid sistemik
Metil prednisolone : 4,8,16 mg pil
Prednison : 5-60mg pil

Sediaaan Dosis
Short acting Kortison 25mg
hidrokortison 20mg
Intermediate acting Metil prednisolone 4 mg
Prednisolone 5mg
Prednisone 5mg
Triamcinolone 4mg
Long acting Betametasone 0,6-0,75mg
Deksametasne 0,75

3. Antikolinergik (antagonist rec muscarinic)


- Antikolinergik bekerja menghambat reflek vagal pada otot polos bronkus sehingga
terjadi bronkodilatasi dan menurunkan produksi mukus.

- Sediaan
Inhaler Nebul oral
(mcg)
SAMA Ipatropium 20,40 0,25-0,5
bromide
(atrovent)
Oxitropium 100 1,5
bromide
LAMA Tiotropium 18 (DPI)
bromide 5 (SMI)
(spiriva)

51
Fadlia Y. Widiantoro
- Antikolinergik direkomendasikan sebagai terapi kombinasi dengan agonis 2 kerja
singkat untuk pasien yang tidak respons dengan terapi agonis 2 kerja singkat
inhalasi saja atau tidak bisa menerima terapi agonis 2 kerja singkat inhalasi
misalnya pada orang tua atau dengan gangguan irama jantung.

SABA+SAMA Fenoterol+ipatropium Inh. 200/80


bromide Nebul 1,25/0,5
Salbutamol+ipatropium Inh. 75/15
bromide Nebul. 0,75/0,5
Combivent

- Onset terapi terjadi dalam waktu 1 jam dan bekerja selama 4-6 jam.14 Efek samping
berupa mulut dan saluran napas menjadi kering, peningkatan wheezing, serta
pandangan kabur.

4. Metilsantin
Golongan metilsantin yang digunakan berupa teofilin dan aminofilin.

MOA:
1. bronkodilator ringan dan sedang yang bekerja menghambat fosfodiesterase
pada cyclic adenosin mono phosphat (cAMP).
2. efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi dengan mekanisme yang belum
diketahui.
Indikasi:
1. Pelega
Aminofilin intravena digunakan sejak lama sebagai terapi eksaserbasi asma
pada pasien yang tidak respons dengan pemberian oksigen (O2), nebulisasi
agonis 2 kerja singkat, dan kortikosteroid parenteral.
Loading dose: 250 mg intravena pelan selama 20 menit.
Dosis pemeliharaan: dosis: 0,5-0,9mg/kgBB/jam
Pemberian aminofilin intravena selama beberapa jam harus dilakukan
pemantauan kadar aminofilin dalam serum. Kadar normal aminofilin dalam
serum adalah 5-15 g/L.
2. Pengontrol karena dalam beberapa penelitian menunjukkan pemberian
jangka panjang efektif mengontrol gejala dan memperbaiki fungsi paru.
Sediaaan: kombinasi metilxantin LL+ LD/HD ICS
Efek aminofilin intravena antara lain bronkodilator, vasodilatasi, kronotropik
positif, dan inotropik positif.
Kombinasi teofilin lepas lambat dan SABA tidak menambah efek bronkodilatasi
agonis 2 kerja singkat tetapi bermanfaat untuk respiratory drive, memperkuat
fungsi otot pernapasan, dan mempertahankan respons terhadap agonis 2 kerja
singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya.

52
Fadlia Y. Widiantoro
Dosis teofilin:

Dosis aminofilin

53
Fadlia Y. Widiantoro
PENANGANAN ASMA MANDIRI(PELANGI ASMA)
(GINA 2002-2008, PDPI 2005)

o Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami Kondisi kronik dan
bervariasinya keadaan penyakit asma.
o Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu merah, kuning dan hijau
dianalogkan sebagai kartu menuju sehat balita (KMS) atau lampu lalu lintas
untuk memudahkan pengertian dan diingat penderita.
1. Zona`merah berarti berbahaya,
2. kuninghati-hati dan
3. hijau adalah baik tidak masalah.
o Pembagian zona berdasarkan gejala dan pemeriksaan faal paru (APE) .
o Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan tersebut, maka
diberikan
nama pelangi asma

DAFTAR PUSTAKA
1. GINA REPORT, 2015
2. Phenotypes in Asthma, C Ravindran, Medicine Update 2012 Vol. 22
3. Asthma phenotypes, James Kiley, Robert Smith and Patricia Noe. Current Opinion in Pulmonary Medicine
2007, 13:1923
4. Phenotypes and Endotypes of Uncontrolled Severe Asthma: New Treatments, P Campo,1 F Rodriguez,2 S
Sanchez-Garcia,3 P Barranco,4 S Quirce,4 C Perez-Frances,5 E Gomez-Torrijos,6 R Cardenas,6 JM
Olaguibel,7 J Delgado8, J Investig Allergol Clin Immunol 2013; Vol. 23(2): 76-88
54
Fadlia Y. Widiantoro
PENATALAKSANAAN ASMA
GINA (2015)

PENATALAKSANAAN ASMA TERKONTROL DAN UNTAUK MEMINIMALKAN


FAKTOR RISIKO

Tujuan penatalaksanaan asam jangka panjang:


1. Mencapai gejala asma yang terkontrol dan meminimlakan risiko eksarsebasi
2. Meminimalkan risiko eksarsebasi, hambatan aliran udara yang menetap, dan efek samping

Siklus penatalaksanaan asma berdasarkan tinkat control asma

Manfaat pemberian terapi ICS:


1. Mengontrol gejala
2. Mengontrol fungsi apru
3. Menurunkan risiko eksarsebasi
4. Menurunkan angka mortalitas

Strategi evaluasi penatalaksanaan asma yang sulit diterapi:


1. Terapi berbasiskan pemeriksaan sputum dilakukan rutin pada pasien dengan asma
derajad sedang dan berat di tempat yg memiliki fasilitas
2. FENO (fractional concentration of exhaled nitric oxide)

55
Fadlia Y. Widiantoro
Tiga golongan obat asma
1. Pengobatan kontroler
untuk terapi pemeliharaan regular.
Mengurangi inflamasi jalan nafas, mengontrol gejala, dan menurunkan risiko
mendatang seperti eksaserbasi dan penurunan fungsi paru
2. Pengobatan pereda (reliever) atau darurat:
memberikan pelegaan yang diperlukan untuk mengatasi gejala-gejala
termasuk selama perburukan asma atau saat eksaserbasi.
Terapi ini juga direkomendasikan untuk pencegahan jangka pendek dari
bronkokonstriksi akibat olahraga. Menurunkan, dan idealnya, menghilangkan
kebutuhan pengobatan reliever merupakan tujuan penting dalam manajemen
asma dan merupakan tolok ukur kesuksesan pengobatan asma
3. Terapi tambahan bagi pasien dengan asma berat (Kotak 3-14).
Dipertimbangkan ketika pasien memiliki gejala menetap/ persisten dan/atau
eksaserbasi meskipun terapi optimal dengan pengobatan kontroler dosis tinggi
sudah diterapkan (bisanya dengan ICS dan LABA dosis tinggi) dan ini
merupakan pengobatan untuk faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(lihat kotak 3-8)

Pemberian terap kontroler awal kebih awal :


1. Inisiasi dini low dose ICS pada pasien asma akan lebih baik meningkatkan fungsi
paru dibandingkan dengan jika gejala-gejala telah muncul selama lebih dari 2-4
tahun135,136. Salah satu studi menunjukkan bahwa setelah waktu ini, dosis ICS yang
dibutuhkan akan lebih besar, dan menyebabkan penurunan fungsi paru yang lebih
buruk137.
2. Pasien-pasien yang tidak menggunakan ICS dan mengalami eksaerbasi berat memiliki
penurunan fingsi paru jangka panjang daripada mereka yang sudah mulai
menggunakan ICS83.
3. Bagi pasien-pasien dengan asma okupasional, penghilangan paparan dini terhadap
agen sensitisasi dan pengobatan dini akan meningkatkan peluang untuk sembuh28

Penyesuaian terapi asma


Jika pasien memiliki gejala persisten dan/atau eksaserbasi meskipun menggunakan terapi
kontroler 2-3 bulanevaluasi hal-hal berikut sebelum memberikan terapi selanjutnya:
1. Ketepatan pemakaian Teknik inhalasi
2. Kepatuhan
3. Paparan allergen yang persisten saat di rumah/ tempat kerja terhadap agen-agen
seperti allergen, asap rokok, polusi udara indoor atau outdoor, terhadap pengobatan
seperi beta bloker atau (pada beberapa pasien) obat Anti-Inflamasi Non-Steroid
(AINS)
4. Faktor-faktor komorbid yang dapat berkontribusi terhadap gejala respirasi dan
kualitas hidup yang buruk
5. Diagnosis yang tidak tepat

56
Fadlia Y. Widiantoro
Rekomendasi pilihan pemberian terapi kontroler pada penderita dewasa dan dewasa muda

57
Fadlia Y. Widiantoro

Memberikan edukasi manajemen diri (monitoring diri + rencana tindakan tertulis +


tinjauan rutin)
Mengobati faktor risiko yang termodifikasi dan faktor komorbid (merokok, obesitas,
kecemasan) (Kotak 3-8).
Menyarankan tentang strategi dan terapi non-farmakologis (Kotak 3-9) misalnya
aktivitas fisik, penurunan berat badan, menghindari sensitizer jika memungkinkan
Mempertimbangkan peningkatan terapi jika. Gejala tidak terkontrol, terjadi
eksaserbasi atau risiko-risiko, namun periksa dahulu diagnosis, teknik inhalasi dan
kepatuhan pasien
Pertimbnagkan menurunkan terapi jika . Gejala terkontrol selama 3 bulan +
penurunan risiko eksaserbasi. Penghentian ICS tidak disarankan (Kotak 3-7)
58
Fadlia Y. Widiantoro
Dosis ICS harian (low dose, medium dose, and high dose)

STEP 1: inhalasi reliever jika dibutuhkan


Pilihan yang lebih disukai: SABA sesuai kebutuhan
SABA sangat efektif untuk meredakan gejala asma dengan cepat, namun, tidak terdapat
cukup bukti tentang keamanan dalam mengobati asma dengan SABAsaja, sehingga
pilihan ini sebaiknya digunakan untuk pasien-pasien dengan gejala okasional siang hari
(kurang dari dua kali sebulan) dengan durasi pendek
Gejala-gejala yang lebih sering, atau adanya faktor risiko eksaserbasi atau adanya
eksaserbasi pada 12 bulan sebelumnya menunjukkan perlunya terapi kontroler rutin

Pilihan lain: ICS dosis rendah regular.


Low dose ICS diberikan setiap hari. Jika pasien memiliki risiko eksarsebasi perlu ditambahkan
SABA jika dibutuhkan

Pilihan lain yang tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin:


1. agen antikolinergik inhalasi seperti ipratoprium, SABA oral atau theophylline kerja pendek
onset kerja lebih lambat, SABA oral dan theophylline risiko efek samping tinggi

59
Fadlia Y. Widiantoro
a. LABA onset cepat, formoterol Penggunaan LABA sering atau rutin tanpa ICS
beresiko eksaserbasi
b. LABA onset cepat, formoterol Penggunaan LABA sering atau rutin tanpa ICS
beresiko eksaserbasi

Step 2. Pengobatan kontroler dosis rendah ditambah pengobatan reliever sesuai


kebutuhan
Pilihan yang lebih disukai: ICS dosis rendah regular ditambah SABA sesuai kebutuhan
ICS pada dosis rendah dapat:
1. mengurangi gejala-gejala asma
2. meningkatkan fungsi paru
3. meningkatkan kualitas hidup
4. mengurangi risiko eksaserbasi dan hospitalisasi terkait asma atau kematian130,141,143,144
Pilihan lain:
1. Antagonis reseptor leukotrien (LTRA) untuk pasien yang tidak dapat atau tidak mau
menggunakan ICS; untuk pasien yang mengalami efek samping intoleransi terhadap ICS,
atau untuk pasien-pasien yang juga sedang mengalami rhinitis alergi
2. Kombinasi ICS/LABA dosis rendah mahal

Pilihan yang tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin:


1. Theophylline lepas lambat efek samping banyak
2. Chromones (nedocromil sodium dan sodium cromoglycate) sediaan inhalasi
memerlukan pencucian rutin setiap hari untuk mencegah blokade.

STEP 3: Satu atau dua kontroler ditambah pengobatan pelega (reliever) sesuai kebutuhan
Pilihan yang lebih disukai (dewasa/ dewasa muda):
1. Kombinasi ICS/LABA dosis rendah (maintenance) + SABA sesuai kebutuhan
(reliever)
2. Kombinasi ICS/ formoterol dosis rendah (budesonide atau beclometasone)
(maintenance&reliever)
Pilihan yang lebih disukai (Anak-anak 6-11 tahun):
ICS dosis sedang + SABA sesuai kebutuhan
Pilihan lain
1. Meningkatkan ICS ke dosis sedang
2. ICS dosis rendah +LTRA164
3. theophylline lepas lambat dosis rendah165

60
Fadlia Y. Widiantoro
STEP 4: Dua atau lebh kontroler ditambah pengobatan reliever sesuai kebutuhan
Pilihan yang lebih disukai (dewasa/ dewasa muda):
1. kombinasi ICS/ formoterol dosis rendah sebagai terapi reliever dan maintenance
2. Kombinasi ICS/LABA dosis sedang dengan ditambahkan SABA sesuai kebutuhan

Pilihan yang lebih disukai (Anak-anak 6-11 tahun):


merujuk pada pemeriksaan dan saran para ahli.

Pilihan lain:
1. Kombinasi ICS/LABA dosis tinggi
2. budesonide dosis sedang atau tinggi dengan dosis 4 kali sehari168,169
3. Menambahkan LABA, meliputi LTRA167,170-173 (Bukti A), atau theophylline lepas
lambat dosis rendah

STEP 5: Perawatan level tinggi/atau terapi tambahan


Pilihan yang lebih disukai:
rujukan untuk pemeriksaan spesialis dan pertimbangan terapi tambahan

Pilihan terapi yang dapat dipertimbangkan pada tahap 5 dijelaskan pada kotak 3-14. yaitu
meliputi:
Pengobatan anti-immunoglobulin E (anti-IgE) (omalizumab). untuk pasien dengan
asma alergi moderat atau berat yang tidak terkomtrol dengan pengobatan Tahap 4174
Pengobatan dengan panduan sputum untuk pasien-pasien dengan gejala persisten
dan./atau eksaserbasi meskipun ICS dosis tinggi atau ICS/LABA dosis tinggi sudah
diberikan,
Thermoplasty bronchial: dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien dewasa dengan
asma berat110.
Tambahan kortikosteroid oral dosis rendah (7,5 mg/hari prednisone atau yang
ekuivalen) efektif pada beberapa orang dewasa dengan asma berat110, namun
seringkali berhubungan dengan efek samping penting175

61
Fadlia Y. Widiantoro
PENATALAKSANAAN EKSARSEBASI ASMA
GINA 2015

Kotak 4-2. Penatalaksanaan-mandiri perburukan asma pada pasien dewasa dan


dewasa lanjut dengan rencana aksi asma tertulis

Edukasi penatalaksanaan-mandiri asma efektif memersyaratkan:


Monitoring mandiri gejala-gejala dan/atau fungsi paru
Rencana aksi asma tertulis
Tinjauan medis regular

62
Fadlia Y. Widiantoro

63
Fadlia Y. Widiantoro

64
Fadlia Y. Widiantoro

65
Fadlia Y. Widiantoro
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD / Arterial Blood Gas) saat eksarsebasi
- Bukan pemeriksaan rutin
- Diindikasikan pada pasien dengan prediksi PEF/ FEV1 < 50%, atau untuk para
pasien yang tidak respon dengan terapi awal atau mengalami perburukan

Pemeriksaan ronsen dada (CXR / Chest X-Ray)


Dewasa:
- Bukan merupakan pemeriksaan rutin
- Dipetimbangkan jika:
1. dicuragai terdapat proses kardiopulmonari alternatif
2. pada pasien yang tidak merespon terapi saat pneumotoraks dapat sulit
untuk didiagnosis.

Anak:
CXR juga tidak direkomendasikan rutin kecuali terdapat tanda-tanda fisik
pneumotoraks, penyakit parenkimal, atau terhisapnya benda asing
TERAPI:
1. O2
2. BRONKODILATOR
a. SABA
b. Epinefrin IM
Epinefrin intramuskular (adrenalin) diindikasikan sebagai
tambahan untuk terapi standar asma akut yang dihubungkan
dengan anafilaksis dan angioderma. Tidak diindikasikan secara
rutin untuk eksaserbasi asma jenis lainnya.
c. SAMA (ipatropium bromide)
SABA+ SAMA menurunkan risiko rawat inap dan perbaikan
nila FEV1>>> dibandingkan SABA saja
d. Xantin
e. Magnesium sulfat
3. KORTIKOSTEROID SAAT DI IGD
Kortikosteroid sistemik
Tujuan pemberian:
1. mempercepat pemulihan eskaserbasi dan
2. mencegah kekambuhan,
3. diberikan kepada semua tipe eksarsebasi selain eksaserbasi teringan pada
pasien dewasa, dewasa lanjut serta anak-anak usia 6-11 tahun. (Bukti A).

Waktu pemberian:
66
Fadlia Y. Widiantoro
Bilamana memungkinkan,kortikosteroid selayaknya diberikan pada pasien dalam
kurun waktu satu jam serangan asma.

Penggunaan kortikosteroid secara spesifik penting di IGD jika:


Terapi SABA awal gagal untuk mencapai perbaikan gejala
Eksaserbasi terjadi pada saat pasien mengkonsumsi OCS
Pasien memiliki riwayat eksaserbasi sebelumnya yang membutuhkan OCS

Rute pemberian:
pemberian oral sama efektifnya dengan intravena. Rute oral lebih dipilih karena
lebih cepat, kurang invasif serta murah.

Kortikosteroid inhalasi
Di IGD: ICS dosis tinggi yang diberikan selama jam pertama serangan
menurunkan kebutuhan rawat inap pada pasien-pasien yang tidak menerima
kortikosteroid sistemik

Pertimbangan KRS:
1. Jika nilai FEV1 atau PEF pra-terapi pasien yang terbaik atau diprediksi
<25%, atau nilaiFEV1 atau PEF pasca-terapi yang terbaik atau diprediksi <
40%, rawat inap direkomendasikan.
2. Jika fungsi paru pasca-terapi diprediksi 40-60%, pemulangan dimungkinkan
setelah mempertimbangkan faktor-faktor resiko pasien (Kotak 4-1) serta
ketersediaan fasilitas tindak lanjut.
3. Jika fungsi paru pasca-terapi pasien yang terbaik atau diprediksi >60%,
pemulangan direkomendasikan setelah mempertimbangkan faktor-faktor
resiko serta ketersediaan fasilitas tindak lanjut.

Faktor-faktor lain yang dihubungkan dengan peningkatan kebutuhan rawat inap


meliputi:
Jenis kelamin wanita, usia lanjut dan ras non-putih
Penggunaan agonis-beta2 lebih dari 8 kali isapan selama 24 jam terakhir
Tingkat keparahan eksaserbasi (misalnya perlunya resusitasi atau intervensi cepat
saat kedatangan, frekuensi nafas >22 kali/menit, saturasi oksigen <95%, PEF final
diprediksi<50%).
Riwayat eksaserbasi berat (misalnya intubasi, rawat inap karena asma)
Kunjungan kantor dan IGD tak terjadwal sebelumnya yang membutuhkan
penggunaanOCS.

67

Anda mungkin juga menyukai