Anda di halaman 1dari 15

Responsi Kasus

VARISELA

Oleh:
Elisabeth Dea Resitarani
G99142078

Pembimbing:
dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK, FINS-DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2016
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK, FINS-DV

Nama Mahasiswa

: Elisabeth Dea Resitarani

NIM

: G99142078

VARISELA
A. SINONIM
Chickenpox1-4, cacar air4.
B.

DEFINISI
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah
infeksi akut primer virus varicella-zoster (VVz) yang sangat menular dengan
kelainan kulit polimorf dan disertai gejala konstitusi, terutama berlokasi
berlokasi di bagian sentral tubuh.1,4,9,11,12

C. EPIDEMIOLOGI
Varisela dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus,
hampir 90% kasus mengenai anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada
umur 5-9 tahun.12
Pada era sebelum vaksin varisela ditemukan, varisela 90% menyerang
anak-anak usia <10 tahun dan tiap tahun hampir 4 juta kasus varisela terjadi di
Amerika Serikat, dengan outbreak pada saat musim dingin dan musim semi.
Setelah ditemukan vaksin untuk varisela pada tahun 1995, angka kejadian
varisela secara keseluruhan menurun.1,2,6,11,12
Penularan varisela terutama melalui kontak langsung dengan cairan
vesikel atau melalui droplet sekret saluran napas..2,3,4,5,7,9,12 Pasien yang
menderita varisela dapat menularkan virus mulai dari 2 hari sebelum onset
rash sampai semua lesi menjadi krusta atau 5-7 hari setelah timbulnya
ruam.2,4,5,6,11,12

D. ETIOLOGI
Virus varicella-zoster (VVZ) adalah salah satu dari 8 jenis herpes virus
dari family herpesviridae yang merupakan virus DNA alfa rantai ganda
dengan diameter mencapai 150-200 nm.1,5,9,12 Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer dari virus ini menyebabkan penyakit varisela,
sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster (shingles).2,4,9 Seperti halnya
herpesvirus, VVZ memiliki kemampuan untuk bertahan dalam tubuh (infeksi
laten) setelah infeksi primer.4
E. PATOGENESIS
Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan virus varicellazoster (VVZ).11 VVZ masuk melalui saluran napas bagian atas, konjungtiva,
dan orofaring.1,11 Replikasi awal terjadi di tempat masuk virus selama. VVZ
menginfeksi sel T tonsilar, kemudian virus menyebar melalui pembuluh darah
dan limfe sehingga terjadi viremia primer (4-6 hari setelah inokulasi). 1,12
Kemudian VVZ bereplikasi di dalam hepar, lien, dan organ lain. Kemudian
virus kembali dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi viremia
sekunder. Kemudian virus menuju ke epidermis dengan menginvasi sel
endotel kapiler, proses ini terjadi sekitar 14-16 hari setelah kontak. Pada akhir
dari viremia sekunder, timbul gejala prodromal seperti: sakit kepala, demam,
dan malaise yang diikuti dengan pruritus dan bercak makulopapular. VVZ
kemudian berpindah dari lesi mukokutaneus ke serabut sensoris menuju ke
ganglia sensoris dan menyebabkan infeksi laten yang dapat mengalami
reaktivasi. Apabila terjadi reaktivasi, VVZ akan berpindah dari ganglia
sensoris kembali ke kulit yang akan menyebabkan herpes zoster.1,2,9,11,12

Gambar 1. Patogenesis VVZ.10


F. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Masa inkubasi dari varisela yaitu 14 hari (10-23 hari). 1,3,4 Diawali
dengan gejala prodromal selama 2-3 hari berupa demam, nyeri kepala, nyeri
punggung, malaise. Gejala prodromal pada anak-anak lebih ringan daripada
orang dewasa. Eksantema muncul dalam 2-3 hari. Biasanya lesi pertama kali
muncul pada wajah dan kulit kepala kemudian menyebar ke badan dan
ekstremitas. Lesi inisial berupa papul yang dalam beberapa jam berubah
menjadi vesikel berbentuk tear drops dengan dasar eritem. Vesikel berubah
menjadi pustul dan krusta dalam waktu 8-12 jam. Kemudian krusta
mengelupas dalam waktu 1-3 minggu. Sementara proses ini berlangsung,
timbul lagi vesikel-vesikel baru sehingga dalam waktu yang bersamaan bisa
terdapat semua bentuk lesi sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal. Selain menyerang kulit, penyakit
varisela juga menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian
atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional.1,2,3,4,10

Gambar 2. Varisela. Lesi tersebar di tubuh dengan berbagai bentuk


evolusi (A). Vesikel dengan umbilikasi di sentral (B) dan beberapa
lesi menjadi pustul (C). Lesi oral bisa terjadi (D).2

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dari infeksi VVZ biasanya dilakukan cukup hanya dengan
pemeriksaan klinis karena tanda dan gejala penyakit ini sangat jelas dan khas.
Pemeriksaan penunjang menjadi perlu dilakukan ketika kenampakan klinisnya
meragukan.1,2,10
1. Tzank
Merupakan pemeriksaan sitologi dari kerokan dasar vesikel atau pustul.
Pada pemeriksaan tzank didapatkan multinucleated giant cell.1,4
2. Isolasi Virus
Pemeriksaan ini memerlukan cairan vesikel yang kemudian diinokulasikan
pada medium yang cocok, seperti contohnya pada human embryonic lung
fibroblast (HELF) dan diinkubasi selama 3 sampai 7 hari. Hasil dikatakan
positif bila ditemukan adanya reaksi sitopatik pada kultur.1,10
3. PCR
Merupaan prosedur diagnosis pilihan untuk mengamplikfikasi DNA VVZ.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara cepat dan akurat. PCR dapat
digunakan untuk mendeteksi VVZ pada cairan vesikular, usapan kulit,
usapan tenggorok, likuor serebrospinal, darah, serta air liur.10
4. ELISA
Digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap VVZ.10
5. Dermatopatologi
Biopsi pada lesi kulit dapat ditemukan gambaran multinucleated giant cell

yang menunjukkan infeksi VVZ, VHS-1, atau VHS-2.1

Gambar 3. Gambaran multinucleated


giant cell pada pemeriksaan Tzank.1

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding varisela yang sering yaitu eksantema vesikular
akibat coxackievirus dan echovirus, impetigo, gigitan serangga, dermatitis
kontak, ricketsalpox.1,2,3
Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan yaitu urtikaria
papular, eritema multiforme, drug eruption, herpes simpleks diseminata,
skabies.1,2,3
Diagnosis banding lain yang biasanya dikesampingkan yaitu sifilis
sekunder, herpes zoster diseminata, dermatitis herpetiformis, smallpox.1,3
Pada neonatus, varisela dapat didiagnosis banding dengan lesi
vesikular akibat penyakit HSV, infeksi enteroviral (termasuk hand-foot-andmouth disease), staphylococcus pustulosis, eritema toxicum neonatorum, dan
dermatitis kontak.5

I. TERAPI
Pengobatan varisela bersifat simptomatik, antara lain dengan
menggunakan antipiretik (asetaminofen) untuk demam dan rasa sakit,
antihistamin, dan lotion calamine untuk mengurangi gatal serta mencegah

pecahnya vesikel secara dini. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral.1,2,3,4
Pengobatan asiklovir untuk varisela pada pasien sehat berdasarkan
kelompok umur, karena derajat keparahan varisela berbeda sesuai dengan
umur. Dari hasil penelusuran, asiklovir terbukti aman serta dapat mengurangi
lamanya demam dan jumlah lesi yang timbul. Asiklovir merupakan obat
sintetik jenis analog nukleosida purin, mempunyai sifat antiviral terhadap VVZ
dengan menghambat sintesis DNA virus. Asiklovir dilaporkan mempunyai efek
samping minimal karena obat ini hanya diserap oleh sel hospes yang terinfeksi
virus. Efek yang mungkin timbul adalah rasa mual muntah, diare, dan nyeri
kepala. Asiklovir diekskresi di ginjal dan dapat mengkristal pada tubulus ginjal
pada pasien yang dehidrasi, karena itu pasien yang mendapatkan asiklovir
sebaiknya mendapat hidrasi yang cukup.2 Dosis asiklovir yang dianjurkan
adalah 20 mg/kgBB (maksimum 800 mg) lima kali sehari selama 7 hari.1
Asiklovir efektif bila diberikan dalam 24-72 jam setelah munculnya lesi di
kulit.1,2,3
Pada pasien imunokompromais, varisela dapat menjadi berat bahkan
menyebabkan kematian. Terjadinya penyulit dikarenakan respon imun yang
gagal mengatasi replikasi dan penyebaran virus. Pemberian asiklovir intravena
pada pasien imunokompromais adalah penting dan dianjurkan diberikan
secepatnya, dalam 24 jam setelah timbulnya ruam walaupun jumlah lesi baru
sedikit dan tampak sakit ringan. Hal ini karena pada pasien imunokompromais
sulit untuk memprediksi derajat keparahan penyakit dan pengobatan yang lebih
cepat memberikan hasil yang lebih baik.2 Dosis asiklovir intravena yang
direkomendasikan untuk pasien imunokompromais adalah 10 mg/kg IV tiap 8
jam selama 7 hari.1,3,12
Tabel 1. Terapi antiviral untuk varisela pada pasien normal dan imunokompromais

J. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varisela berasal
dari galur yang telah dilemahkan (live attenuated). Vaksinasi ini tidak
direkomendasikan untuk anak dibawah usia 12 bulan dan untuk ibu hamil,
karena dapat menyebabkan fetal injury.5 Pasif dilakukan dengan memberikan
varicella-zoster imuno globulin (VZIG) dari varicella-zoster imun plasma
(VZIP). VZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer antibodi yang tinggi
dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes
zoster. Pemberian VZIG sebanyak 5 ml dalam 72 jam setelah kontak dengan
penderita varisela dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada
anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan
lainnya, pemberian VZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna.
Lagipula diperlukan VZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang
lebih besar.1,3
Berdasarkan sebuah studi kohort didapatkan bahwa ibu yang menderita
varisela dan mendapatkan vaksin VZIG memperoleh proteksi tinggi dari
infeksi fetus atau sindrom varisela kongenital.8 Vaksin pada ibu hamil yang
terkena varisela paling efektif diberikan dalam 3 hari setelah terpapar.11
K. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering
pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis,

karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, artritis, dan kelainan darah.4


Komplikasi paling sering pada anak <5 tahun yaitu bakteremia.
Sedangkan pada anak usia 5-11 tahun komplikasi yang paling sering yaitu
encephalitis dan sindrom Reye.1,3
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa
hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada
neonatus.4
L. PROGNOSIS
Pada orang sehat varisela bersifat

self-limited. Pada pasien

imunokompromais, varisela dapat menjadi berat bahkan menyebabkan


kematian. Mortalitas varisela pada anak imunokompromais dan anak dengan
leukemia yaitu 7 14%. Sedangkan pada orang dewasa dengan keganasan dan
varisela mortalitasnya mencapai 50%.3,4,12

DAFTAR PUSTAKA
1. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell, editor. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Edisi ke 8. New York: McGrawHill, 2012.
h: 3388-3411.
2. Mendoza N, Madkan V, Sra K, Willson B, Morrison LK, Tyring SK. Human
herpesvirus. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editor.
Dermatology. Edisi ke 3. British: Elsevier, 2012. h: 1328-30.
3. Habif TP. Clinical dermatology. Edisi ke 5. British: Elsevier, 2010. h: 474-478.

4. Handoko RP. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 6. Jakarta, Badan Penerbit FKUI, 2010.
h: 115-6.
5. Petersen R, Miller AS. Varicella zoster virus infection in neonates.
NeoReviews. 2016. 17(9): e507-12.
6. Sondakh CC, Kandou RT, Kapantow GM. Profil varisela di poliklinik kulit
dan kelamin RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Januari-Desember
2012. Jurnal eCl. 2015. 3(1): 181-5.
7. Hosseininasab A, Arabzadeh AM, Haghdoost AA, Helmi Z. Immunity against
varicella zoster virus based on history of previous chickenpox: a study in
premarital Iranian woman. International Journal of Infectious Disease. 2013.
17:e568-9.
8. Cohen A, Moschopoulos P, Stiehm RE, Koren G. Congenital varisela
syndrome: the evidence for secondary prevention with varicella-zoster
immune globulin. CMAJ. 2011. 183(2): 204-8.
9. Kumar SP, Shenai P, Chatra L. Deepa KC, Ahmed A. Varicella zoster virus-its
pathogenesis, latency & cell-mediated immunity. OMPJ. 2013. 4(2): 360-4.
10. Gershon AA, Gershon MD. Pathogenesis and current approaches to control of
varicella-zoster virus infection. CMR. 2013. 26(4): 728-43.
11. Lamont RF, Sobel JD, Carrington D, et al. Varicella-zoster virus (chickenpox)
infection in pregnancy. BJOG. 2011. 118: 1155-62.
12. Theresia, Hadinegoro SR. Terapi asiklovir pada anak dengan varisela tanpa
penyulit. Sari Pediatri. 2010. 11(6): 440-7.

LAPORAN KASUS
VARISELA
A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama

: Tn. RH

Usia

: 28 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Pandaan, Pasuruan

Pekerjaan

: Wiraswasta

Status

: Belum menikah

Tanggal Periksa

: 16 September 2016

No. RM

: 01353107

2. Keluhan Utama
Plenting-plenting di seluruh tubuh sejak 4 hari yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit RSDM dengan keluhan timbul plentingplenting berisi air sejak 4 hari yang lalu. Sebelum timbul plenting pasien
mengeluh demam, nyeri kepala, dan sariawan. Awalnya plenting timbul di
lengan kiri kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan disertai gatal.
Kemudian beberapa plenting pecah dan mengering.
Sebelumnya pasien sudah periksa ke dokter umum kemudian
mendapat obat paracetamol dan amoxicillin.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

10

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai wiraswasta dan tinggal bersama temantemannya. Pasien berobat dengan pembiayaan umum.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum

: Baik, gizi kesan cukup

Kesadaran

: kuantitatif compos mentis, kualitatif berubah

Vital Sign

:T

: 110/70 mmHg

RR

: 18x Menit

HR

: 88x/menit

: 39,4oC

: BB

: 62 kg

TB

: 167 cm

BMI

: 22,23 km/m2 (normoweight)

Status Gizi

Kepala

: Lihat Status Dermatologis

Wajah

: Lihat Status Dermatologis

Leher

: Lihat Status Dermatologis

Mata

: Dalam Batas Normal

Telinga

: Dalam Batas Normal

Aksilla

: Dalam Batas Normal

Trunkus Anterior

: Lihat Status Dermatologis

Abdomen

: Lihat Status Dermatologis

Trunkus Posterior

: Lihat Status Dermatologis

Inguinal

: Dalam Batas Normal

Genital

: Dalam Batas Normal

11

Ekstremitas Atas

: Lihat Status Dermatologis

Ekstremitas Bawah

: Lihat Status Dermatologis

2. Status Dermatologis

Regio generalisata : tampak vesikel multiple diskrit dengan dasar eritem,


sebagian tampak pustul disertai dengan krusta dan erosi

12

C. DIAGNOSIS BANDING

Varisela

Herpes zoster

Dermatitis herpetiformis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tzank
Didapatkan adanya multinucleated giant cell

13

2. Pengecatan gram
PMN 0-1/LPB
Coccus gram (+) 3-5/LPB
E. DIAGNOSIS
Varisela
F. TERAPI
1. Non- Medikamentosa memberikan edukasi pada pasien untuk :
a. Menjaga higienitas badan dan istirahat cukup
b. Tidak menggaruk plenting supaya tidak pecah
c. Tidak keluar rumah sebelum sembuh untuk mencegah penularan
2. Medikamentosa
a. Acyclovir 5x800 mg (selama 7 hari)
b. Paracetamol 3x500 mg (bila demam)
c. Cetirizine 1x10 mg (bila gatal)
d. Salycil talk 2% untuk vesikel yang belum pecah
e. Gentamicin zalf dioles 2x sehari pada krusta dan erosi
G. PROGNOSIS
Ad Vitam

: Bonam

Ad Sanam

: Bonam

Ad Fungsionam

: Bonam

Ad Kosmetikum

: Bonam

14

Anda mungkin juga menyukai