Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
September 2018
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KEDOKTERAN KELUARGA
“TINEA FACIALIS”
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Kedokteran Keluarga)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Makassar.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
Hipertensi. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-
teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih
banyak kepada dr. Hj. Hatase Nurna, selaku pembimbing yang telah banyak
arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
C. Epidemiologi ............................................................................ 7
D. Patogenesis ............................................................................... 8
G. Diagnosa .................................................................................. 9
I. Pengobatan ............................................................................... 11
A. Identitas Pasien......................................................................... 13
4
B. Resume ..................................................................................... 13
F. Diagnosis .................................................................................. 15
G. Penetalaksanaan ....................................................................... 15
H. Prognosis .................................................................................. 16
LAMPIRAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar.
Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai
kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat. (1,2)
Tinea versikolor/Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering
terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur Robin. Mallasezia furfur Robin,
merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana perubahan dari
saprofit menjadi patogen belum diketahui. Penyakit jamur kulit ini adalah
penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat
yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang
terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Di
Indonesia mungkin lebih dikenal sebagai penyakit kulit karena jamur yang disebut
“panu”, Pitiriasis versicolor adalah infeksi jamur umum yang sering ditemukan
pada dewasa dan remaja. Sebutan versicolor berasal dari fakta bahwa infeksi ini
menyebabkan kulit yang terlibat mengalami perubahan warna, baik menjadi lebih
gelap maupun menjadi lebih terang, daripada area kulit sekitarnya.(1,3)
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembapan tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit
gelap, namun angka kejadian tinea versikolor sama di semua ras. Angka kejadian
sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis,
penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun. Beberapa faktor dapat
meningkatkan angka terjadinya tinea versikolor, diantaranya adalah turunnya
kekebalan tubuh, faktor temperature, kelembapan udara, hormonal dan keringat.(3)
6
BAB II
PEMBAHASAN
C. Epidemiologi
PV merupakan penyakit universal, terutama di daerah tropis. Tidak
terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin tetapi terdapat perbedaab
7
kerentanan berdasarkan usia, yakni lebih banyak ditemukan pada remaja dan
dewasa muda jarang pada anak dan orang tua. Di indonesia kelainan ini
merupakan penyakit yang banyak ditemukan diantara berbagai penyakit kulit
akibat jamur.
D. Patogenesis
Malassezia spp. Yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah bentuk
menjadi bentuk miselia yang menyebabkan kelainan kulit PV. Kondisi atau faktor
predisposisi yang diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu,
kelembaban lingkungan yang tinggi dan tagangan CO2 yang tinggi permukaan
kulit akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan
malnutrisi.
Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, papasinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi
8
sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coupd’angle dari Beisner)
F. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan fluoresensi
kekuningan akibatmetabolit asam karboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk
lesi PV dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu diwaspadai pemeriksaan
fluoresensi positif palsu yang anatara lain dapat karena penggunaan salap yang
mengandung asam salisilat, tetrasiklin. Negatif palsu dapat terjadi pada orang
yang rajin mandi.
G. Diagnosis
Dugaan diagnosis PV jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di daerah
predileksi berupa makula berbatas tegas dab berwarna putih, kemerahan, sampai
dengan hitam berskuama halus. Pemeriksaan dengan lampu WOOd untuk melihat
fluoresensi kuning keemasan membantu dignosis klinis. Konfirmasi diagnosis
dengan didapatnya hasil positif pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.
H. Diagnosis Banding
1. Pitiriasia alba
Defenisi
9
Pitiriasis alba adalah dermatitis yang tidak spesifik, sering di
jumpai pada anak dan remaja terutama mengenai daerah wajah
dan leher. Penyebabnya diduga jumlah pajana sinar matahari
dan tidak memakai tabir surya.
Kriteria Diagnostik Klinis
o Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi sedikit
meninggi, yang memudar setelah beberapa pekan
menjadi makula/plak berwarna merah muda/pucat
dengan skuama putih halus diatasnya (powdery white
scale). Lesi kemudian berkembang menjadi makula dan
patch hipopigmentasi tanpa skuama yang menetap
sampai beberapa bulan atau tahun.
o Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor,
punggung dan badan.
o Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan skuama
halus, bentuk bulat-oval tak beraturan, batas agak tegas,
ukuran lentikular, numular, sampai plakat.
o Pitiriasis Alba pigmented merupakan variab dari klasik
dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir mengenai
wajah. Secara klinis ditandai oleh hiperpigmentasi yang
dikelilingi daerah hipopigmentasi berskuama.
2. Pitiriasis rosea
10
Defenisi
Pitiriasis alba adalah erupsi kulit yang akut dan sering
dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas di mulai sebagai
plak oval dan skuama halus pada badan (herald pacth).
Berhubungan degan reaktivasi HHV7 dan HHV6 bersifat
asimtomatik, kadang flu like symptoms
Kriteria Diagnostik Klinis
o Lesi ini berbatas tegas diameter 2-4 cm berbentuk oval
atau bulat berwarna salmon/eritematosa atau
hiperpigmentasi terutama pada pasien dengan warna
kulit gelap. Jarang pada wajah dan penis.
o Lesi primer terdapat pada bagian badan tertutup baju,
leher atau ekstremitas proksimal. Lesi sekunder terbagi
atas 2 yaitu : (1) plak kecil menyerupai plak primer
tetapi berukuran lebih kecil dengan distribusi pola
seperti pohon cemara, (2) papul kecil, kemerahan
biasanya tanpa skuama yang secara bertahap bertambah
jumlah dan menyebar keperifer.
3. Dermatitis seboroik
Defenisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering
terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit
kepala, alis mata dan muka.
Gejala klinis
o Distribusi biasanya bilateral berupa bercak atau pun
plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan
sedang, skuama bemiyak dan kekuningan
o Dermatitis seboroik ringan hanya di dapati skuama pada
kulit kepala, skuama berwarna putihdan merata tanpa
eritem.
11
o Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata,
kening pangkal hidung, sulcus nasolabialis, belakang
telinga, dan daerah diantara skapula.
I. Pengobatan
1. Non medika mentosa
Hindari suasana lembab, panas, dan keringatan berlebih
2. Medika mentosa
Topikal
o Obat pilihan : sampo selenium sulfida 2,5% atau sampo
zinc pyrithone dioleskan di seluruh daerah yang
terinfeksi/seluruh badan, 7-10 menit sebelum mandi,
sekali/hari atau 3-4 kali sepekan. Khusus untuk daerah
wajah dan genitalia di gunakan vehikulum solution atau
golongan azol topikal (krim mikonazol 2x/hari)
o Alternatif : sampo ketokanazole 2% dioleskan pada
daerah yang terinfeksi seluruh badan, 5 menit sebwlum
mandi, selama 3 hari berturut-turut, atau terbinafin 1%
di oleskan pada daerah yang terinfeksi, 2x/hari selama 7
hari
Untuk lesi luas atau jika sulit di sembuhkan dapat digunakan
ketokanazole oral 200 mg/hari selama 10 hari
o Alternatif : itrakanazol 200-400 mg/hari selama 7 hari
dan flukanazol 400 mg single dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu wood
dan pemeriksaan mikologis landsung berturut-turut
selang sepekan telah negatif
Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal
tiap 1-2 pekan atau sistemik ketokanazol 2x200 mg/hari sekali
sebulan.
12
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Umur : 35 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Nomor RM : 030643
B. Resume
13
Pada pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit di punggung dengan larutan
KOH 20% ditemui hifa dan spora.
C. Status Presens
Pemeriksaan Klinik:
D. Status Dermatologi
Distribusi : regional
batas tegas, tepi tidak menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di
14
Pemeriksaan KOH
Pada pemeriksaan mikologik kerokan kulit dilakukan pada area punggung dengan
KOH 20 % didapatkan hasil : Hifa (+) dan Spora (+).
E. Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik
Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Alba
F. Diagnosis
Pitiriasis Versicolor
G. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
o Menyarankan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus
terjadinya pitiriasis versicolor.
15
o Pasien dinasehatkan supaya tidak berada di lingkungan yang panas
dan lembab supaya tidak kambuh setelah pengobatan
Medikamentosa
o Itraconazol cap 2 x 100mg selama 5-7 hari
o Lucio selenium sulfide 2,5% dioles setiap hari 15-30 menit
kemudian dibilas. Seminggu 2 kali.
H. Prognosis
16
BAB IV
KESIMPULAN
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
Penderita tinea fasialis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal dan
asimptomatis.
terbataspada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki
karakteristik sebagaiplak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada
pasien anak-anak dan wanita,infeksi dapat terlihat pada setiap permukaan wajah,
termasuk pada bibir bagian atas dan dagu. Pada pria, kondisi ini disebut juga tinea
keluhan luka didaerah dalam mulut dan terasa gatal di daerah pinggir mulut
Keluhan ini sudah dirasakan lama sekitar 3 bulan. Riwayat pasien sering bergonta
17
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
ditemukan oleh Margarot dan Deveze pada tahun 1925. Beberapa spesies
yang dapat membuat lesi menjadi warna hijau ketikadisinari lampu Wood dalam
kultur, Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal,
tetapi pemeriksaan ini sangat berguna ketika pemeriksaan yang lain meragukan.
juga topikal.
18
DAFTAR PUSTAKA
mikologi unit rawat jalan penyakit kulit dan kelamin rsud dr. Soetomo
Available from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/11183164.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des%2
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25713/1/ANI%2
Goldmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, A., Leffel, editor,
McGraw-Hill
19
8. Havlickova, B., Czaika, V. A., Friedrich, M. (2008) Epidemiological
20